Anda di halaman 1dari 1

ABSTRACT

Berdasarkan laporan UNAIDS pada tahun 2013, Indonesia merupakan


salah satu negara dengan peningkatan kejadian infeksi HIV tertinggi di Asia, dan
diperkirakan peningkatan ini akan terus terjadi hingga tahun 2020. Adanya
kesamaan cara penyebaran infeksi HIV dengan infeksi virus hepatitis C (HCV)
menyebabkan tingginya angka kejadian koinfeksi HIV dan HCV. Semua pasien
HIV harus dilakukan skrining untuk koinfeksi HCV dengan tes serologi, Begitu
juga dengan pasien HCV, harus dievaluasi untuk koinfeksi HIV. Saat ini di
Indonesia, berdasarkan Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) Tata
Laksana HIV yang diterbitkan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia di
tahun 2019, ARC diberikan pada semua orang dengan HIV/AIDS (ODHA)
dengan segera, berapa pun kadar CD4-nya. Untuk pasien dengan jumlah CD4
lebih rendah (<200 sel/mm3), ARV (anti retro viral) harus segera diberikan dan
terapi HCV dapat ditunda sampai pasien stabil. Di Indonesia sendiri setidaknya
sudah ada 5 direct acting antiviral yang sudah teregistrasi di Badan Pengawas
Obat dan Makanan (BPOM) yaitu sofosbuvir, simeprevir, sofosbuvir + ledipasvir,
grazoprevir + elbasvir dan daclatasvir. Pengobatan koinfeksi HIV-HCV secara
bersamaan adalah mungkin, namun sangat penting untuk melakukan pemantauan
berkala terkait kemungkinan terjadinya interaksi obat, juga mempertimbangkan
regimen ARV atau pilihan alternatif obat HCV.

Anda mungkin juga menyukai