STATUS ASMATIKUS
Oleh :
NIM 19650115
Meskipun asma sudah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu definisi asma yang saat ini
umumnya disetujui oleh para ahli adalah merupakan penyakit paru dengan karakteristik
obstruksi saluran nafas yang reversible, inflamasi saluan nafas, peningkatan respon saluran
nafas terhadap berbagai rangsangan.
Asma adalah suatu gangguan jalan nafas pada bronkus yang menyebabkan spasme
bronkus. Asma merupakan reaksi hypersensitive yang disebabkan oleh biokimia, imunologi,
infeksi, endokrin dan faktor fsikologis. Asma adalah penyakit jalan nafas obstrukif intermiten
dimana trakea dan bronki berespon hiperaktif pada stimulasi.
Obstruksi saluran nafas ini memberikan gejala-gejala asma seperti batuk, mengi dan
sesak nafas. Diduga baik obstruksi maupu n peningkatan respon terhadap rangsangan didasari
oleh inflamasi saluran nafas.
Pravelensi asma dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain jenis kelamin, umur klien,
keturunan, serta lingkungan. Pada masa anak-anak ditemukan prevalansi 1,2 : 1. Tetapi
menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih kurang sama dengan pada masa menopause
perempuan lebih banyak dari laki-laki. Diindonesia pravelensi asmatikus berkisar anara 5
sampai 7%. (Kosasih, 2010).
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana penanganan secara
gawat darurat status asmatikus
3. RUMUSAN MASALAH
Dalam kasus status asmatikus merupakan keadaan darurat yang sangat memerlukan
penanganan gawat darurat yang segera. Kejadian utama pada serangan asma akut adalah
obstruksi jalan napas secara luas yang merupakan kombinasi dari spasme otot polos bronkus,
edem mukosa karena inflamasi saluran napas, dan sumbatan mukus.
Dalam penelitian Ariz Pribadi dan Darmawan BS yang berjudul Serangan Asma Berat
pada Asma Episodik di Jurnal Ilmu Kesehatan Anak FKUI Vol. 5, No. 4, Maret 2015: 171 -
177 Jakarta. Mengatakan bahwa Penanganan awal terhadap pasien dalam serangan asma
adalah pemberian b2-agonis secara nebulisasi yang dapat diulang dua kali dengan selang
waktu 20 menit. Pada pemberian ketiga dapat ditambahkan obat antikolinergik.
Pasien yang datang dengan serangan asma berat yang disertai dehidrasi dan asidosis
metabolik, mungkin akan mengalami takifilaksis atau refrakter, yaitu respons yang kurang
baik terhadap nebulisasi B2 agonis. Pasien seperti ini cukup dinebulisasi sekali saja kemudian
secepatnya dirawat untuk mendapatkan obat intravena, selain diatasi masalah dehidrasi dan
asidosisnya
Penanganan gawat darurat status asmatikus yang dipaparkan oleh penelitian Ariz
Pribadi dan Darmawan BS tersebut menjelaskan bahwa tindakan utama yang dilakukan
adalah memberikan Oksigen kemudian Asidosis dan Dehidrasi diatasi terlebih dahulu lalu
memberikan Steroid IV serta Aminofilin dan lakukan Nebulasi tiap 1-2 jam.
Hal ini sesuai dengan konsep teori yang dipaparkan oleh penulis bahwa dilakukan
penatalaksaanan sebagai berikut :
1. Pemberian terapi oksigen dilanjutkan Terapi oksigen dilakukan mengatasi dispena,
sianosis, dan hipoksemia. Aliran oksigen yang diberikan didasarkan pada nilai nilai gas
darah. PaO2 dipertahankan antara 65 dan 85 mmHg.
2. Agonis B2 Dilanjutkan dengan pemberian inhalasi nebulasi 1 dosis tiap jam, kemudian
dapat diperjarang pemberiannya setiap 4 jam bila sudah ada perbaikan yang jelas.
Sebagian alternative lain dapat diberikan dalam bentuk inhalasi dengan
nebuhaler/volumatic atau secara injeksi. Bila terjadi perburukan, diberikan drips
salbutamol atau terbutalin.
3. Aminofilin Diberikan melalui infus/drip dengan dosis 0,5-0,9 mg/kg BB/jam.
Pemberian per drip didahului dengan pemberian secara bolus. Gejala toksik pemberian
aminofilin perlu diperhatikan. Bila terjadi mual, muntah, atau anoreksia dosis harus
diturunkan. Bila terjadi konfulsi, aritmia jantung dripaminofilin segera dihentikan
karena terjadi gejala toksik yang berbahaya.
4. Kortikosteroid. Kortikosteroid dosis tinggi intraveni diberikan setiap 2–8 jam
tergantung beratnya keadaan serta kecepatan respon. Preparat pilihan adalah
hidrokortison 200–400 mg dengan dosis keseluruhan 1–4 gr / 24 jam. Sediaan yang lain
dapat juga diberikan sebagai alternative adalah triamsiolon 40–80 mg,
dexamethason/betamethason 5–10 mg. bila tidak tersedia kortikosteroid intravena dapat
diberikan kortikosteroid per oral yaitu predmison atau predmisolon 30–60 mg/ hari.
6. KESIMPULAN
Berasarkan hasil pembahasan diatas penulis menyimpulkan bahwa Penanganan gawat
darurat status asmatikus, dapat disimpulkan :
1. Pemberian terapi oksigen
2. Pemberian Agonis B2
3. Pemberian Aminofilin dan Kortikostiroid melalui IV
DAFTAR PUSTAKA
Ariz Pribadi, Darmawan BS. (2015). Serangan Asma Berat pada Asma Episodik Sering.
Jurnal Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Vol. 5, No. 4, Maret 2015
Kosasih, Alvin. (2010). Tatalaksana Kegawat Daruratan Dalam Praktek Sehari-hari.
Jakarta: Sagung Seto.
Morton, Patricia Gone. (2011). Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Keperawatan
Holistik, ED & EGC : Jakarta.
Muttaqin, Arif. (2010). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan System
Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika.