Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Abortus spontan Merupakan abortus terjadi tanpa tindakan mekan
atau medis untuk mengosongkan uterus, maka abortus tersebut
dinamai abortus spontan . kata lain yang luas digunakan adalah
keguguran (dr.andry hartono dkk,2006)
Abortus spontan terjadi pada 12 minggu pertama. Paling tidak
separuhnya disebabkan oleh anomali kromosom. Juga tanpak terdapat
rasio jenis kelamin wanita : pria sebesar 1,5 pada abortus dini
(benirschke dan kaufmann, 2000). Setelah terimester pertama, baik
angka abortus maupun insiden anomali kromosom menurun

B. TUJUAN
1. Untuk mengetahui abortus spontan
2. Untuk mengetahui fatologi abosrtus spontan
3. Untuk mengetahui pulihnya ovulasi
4. Untuk mengetahui etiologi
5. Untuk mengetahui faktor penyebab abortus spontan
6. Untuk mengetahui jenis-jenis abortus spontan

1
BAB II

PEMBAHASAN

ABORTUS SPONTAN

A. Devinisi
Abortus spontan merupakan abortus terjadi tanpa tindakan
mekan atau medis untuk mengosongkan uterus, maka abortus
tersebut dinamai abortus spontan . kata lain yang luas digunakan
adalah keguguran (dr.andry hartono dkk,2006)
Abortus spontan terjadi pada 12 minggu pertama. Paling
tidak separuhnya disebabkan oleh anomali kromosom. Juga tanpak
terdapat rasio jenis kelamin wanita : pria sebesar 1,5 pada abortus
dini (benirschke dan kaufmann, 2000). Setelah terimester pertama,
baik angka abortus maupun insiden anomali kromosom menurun
B. Patologi
Abortus biasanya disertai oleh perdarahan, kedalam desidua
basalis dan nekrosis di jaringan dekat tempat perdarahan. ovum
menjadi terlepas, dan hal ini memicu kontraksi uerus yang
menyebabkan eksplusi. Apabila kantung dibuka, biasanya dijumpai
janin kecil yang mengalami maserasi dan dikelilingi oleh cairan,
atau mungkin tidak tanpak janin didalam kantung dan disebut
blighted ovum
Mola karneosa atau darah adalah suatu ovum yang
dikelilingi oleh kapsul bekuan darah. Kapsul memiliki ketebalan
bervariasi, dengan vili korionik yang telah berdegenerasi tersebar
diantaranya. Rongga kecil di dalam yang terisi cairan tampak
menggepeng dan terdistorsi akibat dinding bekuan darah lama yang
tebal.
Pada abortus tahap lebih lanjut, terdapat beberapa
kemungkinan hasil. Janin yang tertahan dapat mengalami maserasi.

2
Tulang-tulang tengkorak kolaps dan abdomen kembung oleh cairan
yang mengandung darah. Kulit melunak dan terkelupas inutero
atau dengan sentuhan ringan, meninggalkan dermis. Organ-organ
dalam mengalami degenerasi dan nekrosis. Cairan amniom
mungkin terserap saat
janin tertekan dan mengering untuk membentuk fetus
kompresus. Kadang-kadang, janin akhirnya menjadi sedemikian
kering dan tertekan sehingga mirim dengan perkamer, yang disebut
juga sebagai fetus papiraseus
C. Pulihnya ovulasi.
Ovulasi dapat kembali terjadi sedini 2 minggu pasca
abortus. (lahteenmaki dan luukkainen, 1978) mendeteksi lonjatan
luteinizing hormon (LH) 16 sampai 22 hari setelah abortus pada 15
dari 18 wanita yang diteliti. Selain itu, kadar progesteron plasma
yang merosot setelah abortus meningkat segera setelah lonjakan
LH.
Perubahan-perubahan hormon ini berlangsung seiring
dengan perubahan histologis pada biopsi endometrium seperti yang
diuraikan oleh (boyd dan holmstrom, 1972). Karena itu,
kontrasepsi yang efektif perlu dimulai segera setelah abortus
D. Etiologi
Kelainan kromosom merupakan penyebab pada, paling
sedikit separuh dari kasus abortus dini ini dan stelah itu insidenya
juga menurun resiko abortus spontan meningkat seiring dengan
paritas serta usia ibu dan ayah (warburton, dkk. 1986) frekuensi
abortus yang secara klinis terdeteksi meningkat dari 12% pada
wanita berusia kurang dari 20 thn mejadi 26% pada mereka yang
usia nya lebih dari 40 thn. Untuk usia ayah yang sama, peningkatan
nya adalah dari 12-20%. Akhirnya, insidensi abortus meningkat
apabila wanita yang bersangkutan hamil dalam 3 bulan setelah
melahirkan bayi aterem (harlap dan shiono, 1980)

3
Mekanisme pasti yang menyebabkan abortus tidak selalu
jelas tetapi pada bulan-bulan awal kehamilan, ekspulsi ovum secara
spontan hampir selalu didahului oleh kematian mudigah atau
janin.karena itu, pertimbangan etiologis pada abortus dini antara
lain mencakup pemastian kausa kematian janin (apabila mungkin ).
E. Faktor Penyebabkan abortus spontan :
1. Faktor janin
Perkembangan zygot abnormal. Remuan morfologis tersering
pada abortus spontan dini adalah kelainan perkembangan
zygot, mudigah, janin bentuk awal, atau kadang-kadang
plasenta.
Dalam suatu analisis terhadap 1000 abortus spontan ( hertig
dan sheldon, 1948) menjumpai ovum fatologis yang pada
separuhnya mudigah mengalami degenerasi atau tidak ada
sama sekali.
Poland dkk. (1981) menemukan disorganisasi morfologis
pertumbuhan kadang 40% abortus spontan sebelum minggu ke
20. Diantara mudigah yang panjang ubun-ubun ke bokongnya
kurang dari 30 mm, frekuensi kelainan perkembangan
morfologis adalah 70%, dari mudigah-mudigah yang menjalani
pemeriksaan biarkan jaringan dan analisis kromosom, 60%
memperlihatkan kelainan kromosom untuk janin dengan
panjang ubun-ubun ke bokong 30-180mm, frekuensi kelainan
kromosom adalah 25%
2. Faktor ibu
a. Infeksi
Temmerman dkk.( 1992) melapokan bahwa abortus
spontan secara independen berkaitan dengan antibody virus
imunodefisiensi manusia 1 (HIV-1) dalam darah ibu,
seroreaktifitas sifilis pada ibu, dan kolonisasi pada vagina
ibu oleh streptokokus grub B.

4
Berg dkk. 1999 melaporkan bahwa terapi eritromisin pada
wanita dengan biakan cairan amnion positif untuk
mikoplasma yang menjalani ambniosentesis genetik,
menyebabkan penurunan bermakna kematian janin.
b. Diabetes melitus (DM)
Abortus spontan dan malfomasi kongenital mayor
meningkat pada wanita dengan diabetes dependen
insulin.resiko ini berkaitan dengan derajat kontrol
metabolik pada TM 1 . (greene, 1999).
Mills dkk, (1998) melaporkan bahwa pengendalian glukosa
secara dini ( dalam 21 hari setelah konsepsi ) menghasilkan
angka abortus spontan yang setara dengan angka pada
kelompok kontrol non diabetik. Dorman dkk. (1999)
melaporkan angka abortus spontan yang secara bermakna
lebih tinggi pada wanita diabetik dibandingkan dengan
pasangan non diabetik dari pria dengan diabetes tife 1 (27
kursus 8 % )
c. Pemakaian obat dan faktor lingkungan
1. Alkohol
Abortus spontan dan anomali janin dapat terjadi akibat
sering mengkonsumsi alkohol selama 8 minggu pertama
kehamilan (floyd dkk. 1999) .
Abortus spontan meningkat bahkan apabila alkohol di
konsumsi “ dalam jumlah sedang “ .
Kline dkk. (1980) melaporkan bahwa angka abortus
meningkat 2 kali lipat pada wanita yang minum 2 sekali
setiap minggu, dan 3 kali pada wanita yang
mengkonsumsi alkohol setiap hari dibandingkan dengan
bukan peminum.
2. Kefein

5
Kunsumsi kopi dalam jumlah lebih dari 4 cangkir
perhari tanpaknya sedikit meningkatkan resiko abortus (
amstrong dkk. 1992)
Dalam suatu studi oleh klebanoff dkk. (1999), kadar
paraxatin ( suatu metabolik kafein) dalam darah ibu
menyebabkan peningkatan 2 kali lipat resiko abortus
spontan hanya apabila kadar tersebut sangat tinggi.
d. lingkungan
Rowlan dkk. (1995). Melaporkan peningkatan resiko
abortus spontan pada perawat gigi yang terpajan nitrogen
oksida selama 3 jam atau lebih dikamar praktek tampa alat
pemebersih, tetapi tidak pada kamar praktek yang
menggunakan alat pembersih Dalam suatu metaanalisis,
boivin, 1997. Menyimpulkan bahwa, berdasarkan data dari
era sebelum adanya alat pembersih, terdapat peningkatan
resiko abortus spontan pada wanita yang terpajan gas-gas
anestetik di tempat kerja.
Pada sebagian besar kasus, tidak banyak informasi yang
menunjukkan bahan tertentu di lingkungan sebagai
penyebab namun terdapat bukti bahwa arsen, timbale,
formaldehida, benzene, dan otilen oksida dapat
menyebabkan abortus (barllow dan Sullivan, 1992).
Sambungan monitor video dan pajanan medan
elektromagnetiknya tidak meningkatkan resiko abortus
(schnorr, dkk 1991). Gelombang pendek dan gelombang
ultrasonik juga tidak meningkatkan resiko tersebut
(taskinen, dkk, 1990).
e. Factor imunologis
Banyak perhatian yang ditujukan pada sistem imun sebagai
factor penting dalam kematian janin berulang. Dua model
patofisiologis utama yang berkembang adalah teori aloimun
(imunitas terhadap orang lain).

6
f. Faktor autoimun. Dari berbagai studi dipastikan bahwa
sekitar 15 persen dari 1000 pasien lebih dengan kematian
janin berulang memiliki faktor autoimunitas (kutteh dan
pasquarette, 1995). Antibodi yang paling signifikan
memiliki spesifisitas terhadap fospilipid bermuatan negatif
dan yang paling sering terdeteksi denga pemeriksaan untuk
antikoagualn lupus dan antibodi antikardiolipin. Wanita
dengan riwayat abortus ini dan kadar antibody yang tinggi
memiliki angka kekambuhan keguguran sebesar 70 persen
(Dudley dan Branch 1991).
Dari kumpulan studi yang total melibatkan 1500
wanita dengan kematian janin berulang diperoleh asidensi
rata rata 17 persen untuk antibodi antikardiolipin dan 7
persen untuk antikoagulan lupus. Sebaliknya, hanya 1
sampai 3 persen dari pasien obstetri normal yang diketahui
memiliki dari salah satu kedua zat tersebut (harri, dkk
1989). Dalam suatu studi prospektif terdapat 860 wanita
yang ditapis untuk antibody antikardiolipin pada trimester
pertama.
Yasuda dkk, (1995) melaporkan 7 persen positif,
abortus spontan terjadi pada 25 persen dari kelompok
antibodi positif dibandingkan dengan 10 persen pada
kelompok negatif. Shimpson dkk. (1998) tidak menemukan
keterkaitan antara kematian janin awal dan adanya antibodi
antikardiolipin dan antikoagulan lupus. Walaupun terdapat
kontrofersi mengenai abortus dini, tercapai konsensus
mengenai meningkatnya kematian janin midtrimester dan
sindrom antibodi anti fosfolipid (bluemenfeld dan Brenner
1999, cowchock ,1997, simpson dkk,1998).

7
g. Cacat uteus
Leiomioma uterus, bahkan yang besar dan multipel,
biasanya idak menyebabkan abortus. Apabila menyebabkan
abortus, leiiomioma tampaknya lebih enting ari pada
ukurannya. Sinikie uterus (sindromasherman ) disebabkan
oleh destruksiendometrium akibat kuretase. Hal ini
akhirnya menyebabkan amenore dan abortus rekuren yang
dpercaya disebabkan oleh kurang memadainya
endometrium untuk menunjang implantasi. Diagnosis dapat
ditegakan dengan hiterosalpingogram yang memperlihatkan
defek pengisian multipel khas, tetapi diagnosis paling
akurat dan lansung adalah dengan histerokopi.
Raziel dkk,(1994) melaporkan bahwa insidensi
perlekatan intrauterus yang didiagnosis dengan histerokopi
hampir setara setelah abortus inkompletus atau missed
abortion pertama 20%, tetapi secara bermakna lebih tinggi
pada wanita dengan abortus berulang sekitar 50% terapi
yang dianjurkan adalah isis perlekatan melalui histeroskopi
dan pemasangan alat kontrasepsi dalam rahim untuk
mencegah kekambuhan. Terapi estrogen dosis tinggi terus
menerus hingga 60 sampai 90 hari juga dianjurkan oleh
sebagian dokter.
March dan israel (1981). Melaporkan bahwa abortus
berkurang dari 80 menjadi 15% dengan terapi ini.
Defek perkembangan uterus. Cacat ini terjadi akibat
kelainan pembentukan atau fusi duktus mulleri atau terjadi
secara spontan atau diinduksi oleh pajanan dietilstibesterol
in utero, beberapa tife , misalnya uterus bilokuralis,
mungkin menyebabkan abortus.
Porcu dkk. (2000) melaporkan hasil kehamilan pada 63
wanita dengan ikterus bilokularis mereka semua menjalani

8
histeroskopik septum karena kematian janin atau kelainan
presentasi janin berulang.
h. Trombofilia herediter.
Terdapat banyak laporan mengenai keterkaitan
abortus spontan dengan trombofilia herediter (blumenfeld,
2000 dkk). penyulit kehamilan lainnya juga dilaporkan
berkaitan dengan trombofilia ini. Dalam suatu penelitia
terhadap 78 wanita dengan dua atau lebih abortus trimester
pertama atau kedua,
Younis dkk (2000) melaporkan bahwa 38 persen,
versus 8 persen kelompok control, mengalami resistensi
protein C aktif dan 19 persen kelompok control mengalami
mutasi faktor
Leiden Nelen dkk (2000) melaporkan bahwa
peningkatan kadar homosistein serum juga merupakan
factor resiko.Terapi optimal bagi berbagai trombofilia
selama kehamilan masih belum jelas, tetapi heparin
(termasuk heparin berberat molekul rendah) tampaknya
efektif untuk mengobati defisiensi antitrombin III serta
defisiensi protein C dan S. Aspirin plusheparin tampaknya
efekif untuk mengobati mutasi factor V Leiden dan
Sindrom antifosfolipid (Blumenfeld dan Brenner, 1999).
i. Gamet yang menua.
Guerrero dan Rejos (1975) mendapat peningkatan
insidensi abortus yang relative terhadap kehamilan normal
inseminasi terjadi 4 hari sebelum atau 3 hari sesudah saat
pergeseran suhu tubuh basal. Dengan demikian,merka
menyimpulkan bahwa penuaan gamet didalam saluran
genitalia wanita sebelu pembuahan meningkatkan
kemungkinan abortus.
Dickey dkk (1992) melpaorkan bahwa pasien
infertile berusia lebih dari 35 tahun memperlihatkan

9
peningkatan insidensi sindrom kantung amnion kecil dan
abortus euploidi. Tidak diketahui apakah induksi opulasi
atau fertilisasi in vitromenyebabkan penuaan gamet
sebelum implantasi.
j. Trauma fisik
Trauma yang tidak menyebabkan terhentinya
kehamilan sering dilupakan. Yang diingat hanya kejadian
tertentu yang tampaknya mengakibatkan abortus. Namun,
sebagian besar abortus spontan terjadi beberapa waktu
setelah kematian mudigah atau janin.
k. Defex perkembangan uterus
Cacat ini terjadi akibat kelainan pembentukan fusi
duktus Muller; atau terjadi spontan atau diinduksi oleh
pajanan dietilstilbestrol in uteri. Beberapa tipe, mislanya
uterus bilokularis, mungkin menyebabkan abortus.
Porcu dkk (2000) melaporkan hasil kehamilan pada
63 wanita dengan uterus bilokularis. Mereka semua
menjalani reseksi histeroskopik septum karena kematian
janin atau kelainan presentasi janin berulang. Setelah ini,
terjadi 26 kelahiran hidup aterm.
Homer dkk (2000) melaporkan bahwa septoplasti
histeroskopik memperbaiki hasil kehamilan pada wanita
dengan kematian janin berulang.
3. Faktor ayah
Tidak banyak yang diketahui tentang faktor ayah dalam
terjadinya abortus spontan yang jelas, translokasi kromosom
pada sperma dapat menyebabkan abortus.
Kulcsar dkk.(1991) menemukan adenovirus atau virus
herpes simpleks pada hampir sampel semen yang di peroleh
dari pria steril. Virus terdeteksi dalam bentuk laten pada 60%
sel, dan virus yang sama dijumpai pada abortus.

10
F. Jenis-jenis abortus spontan
Aspek klinis abortus spontan di bagi menjadi 5:
1. Abortus imines
Diagnosis abortus imines apabila terjadi perdarahan atau
rabas (discharge)per vaginam parus pertama kehamilan. Hal
ini sangat sering di jumpai dan satu dari empat atau lima wanita
mengalami bercak (spotting) atau perdarahan per vagina lebih
banyak pada awal gestasi. Perdarahan pada abortus imines
umumnya sedikit, tetapi dapat menetap selama beberapa hari
sampai beberapa minggu sayagnya, akan terjadi peningkatan
resiko hasil kehamilan yang suboptimal dalam bentuk kelahiran
pereterem berat lahir rendah, dan kematian perinatal (batzopin
dkk, 1984)
Poin klinis yang penting adalah bahwa perdarahan yang
disebabkan oleh keadaan-keadaan yan jinak ini tidak disertai
nyeri perut bawah atau nyeri punggung bawah yang menetap.
Karena sebagian besar dokter menganggap setiap
perdarahan pada awal kehamilan merupakan tanda abortus
iminesn, sebagian besar wanita yang benar-benar mengalami
abortus iminesn akhirnya akan keguguran tak peduli apapun
yang dilakukan. Namun, apabila perdarahan-perdarahan yang
disebabkan oleh salah satu kausa kausa tak terkaid yang telah
disebutkan di atas perdarahan tersebut kemungkinan besar akan
berhenti, apapun terapinya.
Yang pertama kali muncul biasanya adalah perdarahan, dan
beberapa jam sampai beberapa hari kemudia terjadi nyeri
keram perut. Nyeri abortus mungkin terjadi di anterior dan jelas
bersifat retmis ; nyeri dapat berupa nyeri punggung bawah
yang menetap disertai perasaan tertekan di panggul ;atau rasa
tidak nyaman atau nyeri tumpu di garis temgah supra pubis
apapun bentuk nyeri, prognosis keberlanjutan kehamilan

11
apabila terjadi perdarahan yang disertai nyeri adalah buruk
peningkatan angka kematian perinatal dijumpai pada wanita
yang kehamilanya mengalami penyulit abortus iminens pada
awal gesistasi.
Wanita dengan abortus iminens selama ini di terapi dengan
progesteron intramuskular atau dengan berbagai zat
progestasional sintetik per oral atau secara intramuskular .
2. Abortus inevi talbe (tidak terhindarkan)
Abortus yang tidak terhindarkan di tandai oleh pecah
ketuban yang nyata disertai pembukaan serviks. Pada keadaan
ini, abortus hampir pasti terjadi. Walaupun jarang, mungkin
saja terjadi pengeluaran cairan yang banyak dari uterus pada
paruh pertama kehamilan tampa disertai konsekuensi yang
serius. Cairan mungkin terkumpul sebelumnya diantara amnio
dan korion. Namun, biasanya segera terjadi kontraksi uterus,
yang mengakibatkan eksplusi, septus, atau terjadi infdamfak
yang mengisyaratkan pecah nya selapu ketuban sebelum timbul
nyeri atau perdarahan, wanita yang bersangkutan dirawat tirah
baring dan diamati untuk melihat kebocoran cairan lebih lanjut,
perdarahan, nyeri keram, atau keram. apabila pada kehamilan
dini terjadi pengeluaran cairan meApabila setelah 48 jam tidak
terjadi lagi pengeluaran cairan amnion, tidak timbul nyeri atau
perdarahan, dan tidak ada demam, ia dapat bangun dan
melanjutkan aktifitas sehari-hari,
3. Abortus inkomplet
Terjadi sebelum usia gestasi 10 minggu, janin dan plasenta
biasanya keluar bersama-sama, tetapi setelah waktu ini keluar
secara terpisah. Apabila plasenta seluruh nya atau bagian
tertahan di uterus, cepat atau lambat akan terjadi perdarahan
yang merupakan tanda-tanda utama abortus inkomplet.
Pada kasus abortus inkomplet, biasnya tidak perlu
dilakukan dilatasi serviks sebelum kuretase. Banyak kasus,

12
jaringan plasenta yang tertinggal sekedar menempel di kanalis
servikalis dan dapat dikeluarkan dari oseksterna yang terpapar
dengan forseps cincin atau ovum.wanita dengan tahap
kehamilan lebih lanjut, atau yang mengalami perdarahan besar,
harus di rawat inap dan jaringan yang tertinggal segera
dikeluarkan. Perdarahan akibat abortus inkomplet kadang-
kadang parah tetapi jarang mematikan.
4. Missed abortion
merupakan retensi produksi konsepsi yang telah meninggal
in utero selama beberapa minggu. Setelah janin meninggal,
munkin terjadi perdarahan per vaginam atau gejala lain yang
mengisyratkan abortus iminens, mungkin juga tidak. Wanita
yang bersangkutan kemungkinan besar mengalami penurunan
berat beberapa badan setelah itu menjadi jelas bahwa uterus
bukan saja tidak bertambah besar tetapi malah mengecil.
Apabila Mission abortion terjadi secara spontan, dan sebagian
besar memang demikian, proses eksplusi sama seperti abortus
yang lain. Apabila konseptus tertahan beberapa minggu setelah
kematiannya, konseptus tersebut akan menjadi kantung kisut
yang mengandung janin yang mengalami larerasi.
Kadang-kadang, setalah retensi janin mati berkepanjangan
terjadi pembekuan darah yang serius. Wanita yang
bersangkutan mungkin mengalami perdarahan dari hidung atau
gusi yang cukup menganggu terutama tempat-tempat trauma
ringan.
Penyebab mengapa sebagaian abortus tidak berakhir setelah
janin meninggal pemakaian senyawa-senyawa progestasional
poten untuk mengatasi abortus iminens mungkin ikut berperan.
Gejala:
1. Rahim tidak membesar, malahan mengecil karena
absorpsi air ketuban dan macerasi janin
2. Buah dada mnegecil kembali

13
3. Amenorea berlangsung terus
5. Abortus rekuren
Merupakan abortus spontan berturut-turut selama 3 kali
atau lebih. Pada sebagian besar kasus, abortus spontan berulang
kemungkinan adalah penomena kbetulan. Dalam suatu studi
terhadap dokter wanita, kejadian 1,2, dan 3 kali keguguran
masing-masing di laporkan sebesar 10,4, 2, 3, dan 0,34 %
(alberman,1988). Sekitar 1 sampai 2% wanita usia subur akan
mengalami abortus spontan berturut 3 kali atau lebih, dan
hampir 5% akan mengalami abortus rekuren 2 kali atau lebih
(blumenfeld dan brenner,1999).

14
15
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Beberapa kehamilan berakhir dengan kelahiran tetapi
diantaranya diakhiri dengan abortus. Dan kejadian abortus
spontan sangat banyak di temukan yang merupakan salah satu
perdarahan dalam masa kehamilan. Abortus spontan terjadi
pada 12 minggu pertama. Paling tidak separuhnya disebabkan
oleh anomali kromosom. Juga tanpak terdapat rasio jenis
kelamin wanita : pria sebesar 1,5 pada abortus dini (benirschke
dan kaufmann, 2000). Setelah terimester pertama, baik angka
abortus maupun insiden anomali kromosom menurun
B. SARAN
Adapaun saran yang dapat penulis sampaikan adalah kepada
mahasiswa dapat lebih meningkatkan pengetahuannya
mengenai hal-hal yang patologi dalam kehamilan khususnya
abortus spontan dalam kehamilan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Dr.Rudi Setia.Dkk.2013.Obsetetri Williams,Ed.23,vol.1.


jakarta:EGC
Dr.Rudi Setia.Dkk.2013.Obsetetri Williams,Ed.21,vol.2.
jakarta:EGC

17

Anda mungkin juga menyukai