Anda di halaman 1dari 31

STRATEGI PENGEMBANGAN NILAI DAN SIKAP PROFESIONAL

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah


“ETIKA PROFESI KEPENDIDIKAN”

Dosen Pengampu:
M. Nabil Khasbullah, M.Pd. I

Disusun Oleh :
Zeni Qurrotul A 932110216
Siti Nurul Faridah 932115516
Gandis Aulia S 932119616
Ma’ma Mumajad 932135616
Qurrotu Ayun 932138616
Maulidatul Farida 932138616
Rina Fitriana W 932139916
Nur Rofiq Fitriani 932141416

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU
KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI
(IAIN) KEDIRI
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bagi suatu bangsa pendidikan
merupakan hal yang sangat penting, dengan
pendidikan manusia menjadi lebih mampu
beradaptasi dengan lingkungan, dapat
mendorong peningkatan kualitas manusia
dalam bentuk meningkatnya kompetensi
kognitif, afektif, maupun psikomotor,
dengan pendidikan manusia juga akan
mampu mengantisipasi berbagai
kemungkinan yang akan terjadi. Pendidikan
merupakan pengkondisian situasi
pembelajaran bagi peserta didik guna
memungkinkan mereka mempunyai
kompetensi-kompetensi yang dapat
bermanfaat bagi kehidupan dirinya sendiri
maupun masyarakat.
Dalam hal ini jelas menuntut
kualitas penyelenggaraan pendidikan yang
baik serta pendidik (guru) yang profesional,
agar kualitas hasil pendidikan dapat benar-
benar berperan optimal dalam kehidupan
masyarakat. Untuk itu pendidikan dituntut
untuk selalu memperbaiki, mengembangkan
diri dalam membangun dunia pendidikan.
Maka dari itu, perlunya seorang pendidik
yang profesional untuk membentuk karakter
siswa yang baik mengikuti zaman era
globalisasi di masa sekarang dan yang akan
datang.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian dari Nilai?

2
2. Apa Saja
Nilai yang
Harus
Dimiliki
Seorang
Guru?
3. Bagaimana
Konsep
Sikap
Profesional?
4. Bagaimana
Ciri Guru
Profesional?
5. Apa Saja
Prinsip Guru
Profesional?
6. Bagaimana
Strategi
Pengembang
an Nilai dan
Sikap
Profesional
Guru?

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Nilai
Nilai sebagai petunjuk umum yang
telah berlangsung lama, yang mengarahkan
tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.
Nilai adalah perasaan-perasaan tentang apa
yang diinginkan ataupun yang tidak
diinginkan, atau tentang apa yang boleh
atau tidak boleh. Bidang yang berhubungan
dengan nilai adalah etika (penyelidikan
nilai dalam tingkah laku manusia) dan
estetika (penyelidikan tentang nilai dan
seni).1
Menurut Horton dan Hunt (1987),
Nilai adalah suatu gagasan mengenai
apakah suatu tindakan itu penting ataukah
tidak penting. Sedangkan menurut
Mulyana, Nilai merupakan suatu keyakinan
dan rujukan untuk menentukan sebuah
pilihan.
Dari pengertian nilai yang
dikemukakan para pakar di atas, dapat
disimpulkan bahwa Nilai adalah sesuatu
yang dijadikan sebagai panduan dalam hal
mempertimbangkan keputusan yang akan
diambil kemudian.
B. Nilai yang Harus Dimiliki Seorang Guru
Ada beberapa nilai yang harus
dimiliki seorang guru diantaranya nilai
moral, sosial, dan spiritual. Namun, dalam
etika profesi keguruan, terdapat 3 nilai
yang harus dimiliki oleh guru,
diantaranya:2

3
1. Tanggung
jawab
2. Kewajiban
Ketika

seseorang
1
telah M. Arifin Hakim, Ilmu Budaya Dasar (Bandung: Pusaka
Satya, 2001), 22-23
memilih 2
Novan Ardy Wiyani, Etika Profesi Keguruan (Yogyakarta:
GAVA MEDIA, 2015) 88
berprofesi
sebagai
seorang
giuru, maka
secara
otimatis ia
memikul
tanggung
jawab
sebagai
guru. Guru
memiliki
tanggung
jawab
utama
sebagai
pendidik,
pengajar,
pembimbin
g,
pengarah,
pelatih,
penilai, dan
pengevalua
si peserta
didiknya.

3
Tanggung jawab yang dipikul oleh guru menjadikannya memiliki
berbagai kewajiban, dengan kata lain kewajiban merupakan sesuatu
yang dilakukan karena adanya tanggung jawab. Kewajiban dilakukan
karena tuntutan hati nurani atau karena panggilan jiwa, bukan karena
pertimbangan pikiran. Itulah sebabnya ada statement yang berbunyi:
“Bekerja sebagai guru adalah panggilan jiwa”. Kemudian, ketika guru
melalaikan kewajibannya, maka ia akan dikenakan sanksi.
3. Hak
Sebaliknya, ketika guru melaksanakan kewajibannya dengan
sebaik mungkin sesuai dengan kemampuannya, maka ia akan
mendapatkan haknya. Jadi guru dapat menuntut haknya manakala
dengan tanggung jawab ia telah melaksanakan kewajibannya dengan
baik. Sungguh akan menjadi sesuatu yang memalukan jika guru lebih
mengutamakan haknya daripada tugas dan tanggung jawabnya.
Merupakan hal yang sangat tidak manusiawi pula ketika pemerintah
maupun pihak yayasan mengabaikan hak-hak guru disaat guru telah
melaksanakan berbagai kewajiban sebagai konsekuensi logis dari
kepemilikan tanggung jawabnya.
C. Konsep Sikap Profesional
Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada
penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta
strategi penerapanya. bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan,
teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan
profesionalsme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki
keterampilan yang tinggi tetapi memiliki tingkah laku yang
dipersyaratkan.3
Professional juga bias diartikan sebagai pekerjaan atau kegiatan
yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan
kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang
memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan
profesi. jadi

4
3
Musthofa, “Upaya Pengembangan Profesionalisme Guru Di Indonesia”, Jurnal Ekonomi dan
Pendidikan, Vol. 4, (April 2007), 77-78

4
professional menunjuk pada dua hal yang yakni orang yang melakukan
pekerjaan dan penampilan atau kinerja orang tersebut dalam melaksanakan
tugas atau pekerjaanya.4
Jadi guru profesional adalah guru yang menyadari bahwa dirinya
adalah pribadi yang dipanggil untuk mendampingi peserta didik dalam
belajar. sehingga guru secara terus-menerus perlu mengembangkan
pengetahuanya tentang bagaimana seharusnya peserta didik itu belajar.
perwujudanya jika terajadi kegagalan pada peserta didik, guru terpanggil
untuk menemukan akar penyebabnya dan mencari solusi bersama peserta
didik, bukan mendiamkanya atau malahan menyalahkanya. Sikap yang
harus senantiasa dipupuk adalah kesediaan untuk mengenali diri dan
kehendak untuk memurnikan keguruanya serta mau belajar dengan
meluangkan waktu menjadi guru. Seorang guru yang tidak bersedia
belajar, tidak mungkin kerasan dan bangga menjadi guru. Kerasan dan
kebanggaan atas jeguruanya adalah langkah untuk menjadi guru yang
professional.5 kualitas profesionalisme guru ditunjukan oleh lima sikap,
yakni:
1. Keinginan untuk selalu menampilkan perilaku ang mendekati standar
ideal
2. Meningkatkan dan memelihara citra profesi
3. Keinginan untuk senantiasa mengejar kesempatan pengembangan
professional yang dapat meningkatkan dan memperbaiki kualitas
pengetahuan dan keterampilanya
4. Mengejar kualitas dan cita-cita dalam profesi
5. Memiliki kebanggaan terhadap profesinya

Guru professional adalah guru yangmelaksanakan tugas keguruan


dengan kemampuan tinggi (profisiensi) sebagai sumber kehidupan. dalam
menjalankan kewenangan profesionalnya, guru dituntut memiliki
keankaragaman kecakapan psikologis meliputi:

4
Sudarwan Denim, Pengembangan Profesi Guru (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2011),
73
5
Lilies Noorjanah, “Pengembangan Profesinalisme Guru Melalui Penulisan Karya Tulis Ilmiah
Bagi Guru Professional Di SMA NEGERI KAUMAN KABUPATEN TULUNGAGUNG”,
Jurnal Humanity, Vol. 3, (September 2014), 99-100
5
1. Kompetensi kognitif
2. Kompetensi afektif
3. Kompetensi psikomotor
Predikat guru professional dapat dicapai dengan memiliki empat
karakteristik professional, yaitu:
a) Kemampuan professional yaitu kemampuan intelegensi sikap, nilai,
dan keterampilan serta prestasi dalam pekerjaanya, secara sederhana
guru harsus menguasai materi yang diajarkan.
b) Kompetensi upaya professional yaitu kompetensi untuk
memebelajarkan siswanya.
c) Professional dalam pengelolaan waktu
D. Ciri Guru Profesional
Adapun ciri-ciri guru professional adalah:
1. Kemampuan intelektual yang diperoleh melalui pendidikan. Termasuk
dalam kerangka ini, pelatihan-pelatihan kursus yang berkaitan dengan
keilmuan yang dimiliki oleh penyandang profesi.
2. Memiliki pengetahuan spesialiasi, pengetahuan spesialisasi
mengkhususkan penguasaan bidang keilmuan tertentu . guru harus
memiliki spesialisasi bidang studi dan metodologi pembelajaran.6
3. Menjadi anggota organisasi profesi, dibuktikan dengan kepemilikan
kartu anggota, pemahaman terhadap norma-norma organisasi,
kepatuhan terhadap kewajiban dan larangan yang ditetapkan ole
organisasi tersebut.
4. Memiliki teknik kerja yang dapat dikomunikasina . guru professional
dapat berkomunikasi sevagai guru dalam makna apa yang
disampaikannya dapat dipahami oleh siswa.
5. Memiliki kapasitas mengorganisasikan kerja secara mandiri , istilah
mandiri disini berarti kewenangan keakademikanya melekat pada diri
sendiri.

6
Ahmad Yusuf, “Model-Model Pengembangan Profesionalisme Guru”, Konversi Nasional
Pendidikan Indonesia VIII , (2016), 340
6. Mementingkan kepentingan orang lain. Memberikan layanan kepada
anak didik pada saat bantuan itu diperlukan.
7. Memiliki pengetahuan praktis yang dapat digunakan langsung oleh
orang lain/klien. Pengetahuan khusus itu bersifat aolikatif dimana
aplkasinya didasari atas kerangka teori yang jelas dan teruji.
8. Memiliki kode etik. kode etik dijadikan norma dan asas yang
disepakati dan diterima oleh guru-guru Indonesia sebagai pedoman
sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai
pendidik.
9. Memiliki sanksi dan tanggungjawab komunitas terutama pada anak
didiknya.
10. Mempunyai sistem upah. Sistem upah yang dimaksud disini adalah
standar gaji yang diterima oleh guru.
11. Budaya professional. Budaya profesi dapat berupa penggunaa symbol
yang berbeda dengan simbol-simbol profesi lain
12. Melaksanakan pertemuan professional tahunan. Pertemuan ini dapat
dilakukan dalam bentuk forum guru, seminar, diskusi panel dan
workshop.
E. Prinsip Guru Profesional
Salah satu masalah besar yang dihadapi dunia pendidikan di
indonesia sejak masa orde baru adalah masalah profesionalisme guru dan
tenaga pendidik yang masih belum memadai. 7 untuk mendukung
pengelolaan pendidikan secara profesional dibutuhkan kualitas sumber
daya manusia SDM yang memadai dan ditempatkan pada level yang
proporsional.
Sebagai seorang guru profesional, ada prinsip-prinsip
profesionaltas yang menjadi landasannya. Seperti yang tercantum pada
Pasal 7 Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
prinsip profesionalitas sebagai seorang guru adalah: 8
1. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme. Prinsip ini
biasanya menjadi pemantik bagi guru untuk tidak malas mengajar.

7
7
Musthofa Rembangy, Pendidikan Transformatif (Yogyakarta: Teras, 2010), 28.
8
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

7
2. Mempunyai komitmen untuk senantiasa meningkatkan mutu (kualitas)
pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia peserta didiknya.
3. Berkualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan yang sesuai
dengan bidang tugas yang diembannya.
4. Mempunyai kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas
yang diembannya, mencakup kompetensi personal, sosial, profesional
dan pedagogik.
5. Bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalannya.
6. Mendapatkan penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi
kerjanya.
7. Berkesempatan dalam pengembangan keprofesionalan yang
berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat.
8. Adanya jaminan dan perlindungan hukum bagi guru dalam
pelaksanaan tugas keprofesionalannya.
9. Memiliki organisasi atau wadah profesi yang berwenang mengatur
berbagai hal yang terkait dengan tugas keprofesionalan seorang guru.
F. Strategi Pengembangan Nilai dan Sikap Profesional Guru
Pengembangan profesionalisme guru selalu mendapatkan perhatian
secara global, karenaguru berperan penting dalam mencerdaskan bangsa
dan sebagai sentral pendidikan karakter. Tugas mulia yang diemban
seorang guru tersebut menjadi berat karena bukan saja guru harus
mempersiapkan generasi muda sebagai penerus yang mampu bersaing
namun juga unggul dari segi karakter. Mengembangkan profesi guru
bukan sesuatu yang mudah, maka diperlukan strategi yang tepat dalam
upaya menciptakan iklim kondusif bagi pengembangan profesi guru.
Situasi kondusif ini jelas amat diperlukan oleh tenaga pendidik untuk
dapat mengembangkan diri sendiri ke arah profesionalisme guru. Dalam
jurnal ekonomi dan pendidikan yang ditulis Mustofa dijelaskan beberapa
strategi yang bisa dilakukan untuk menciptakan situasi yang kondusif bagi
pengembangan profesi guru, yaitu:
a. Strategi perubahan paradigma
Strategi ini dimulai dengan mengubah paradigma birokasi agar
menjadi mampu mengembangkan diri sendiri sebagai institusi yang

8
berorientasi pelayanan, bukan dilayani. Strategi perubahan paradigma
dapat dilakukan melalui pembinaan guna menumbuhkan penyadaran
akan peran dan fungsi birokrasi dalam kontek pelayanan masyarakat.
b. Strategi debirokratisasi
Strategi ini dimaksudkan untuk mengurangi tingkatan birokrasi
yang dapatmenghambat pada pengembangan diri guru. Strategi
tersebut memerlukan metode operasional agar dapat dilaksanakan.
Sementara strategi debirokratisasi dapat dilakukan dengan cara
mengurangi dan menyederhanakan berbagai prosedur yang dapat
menjadi hambatan bagi pengembangan diri guru serta menyulitkan
pelayanan bagi masyarakat.
Di lihat dari konteks manajemen makro dalam sistem pendidikan
nasional, langkah-langkah yang disebut dengan strategi pengembangan
profesionalitas guru yaitu:
a. Mengupayakan terjadinya peningkatan status profesi guru agar dapat
sejajar dengan profesi lain
b. Pengembangan profesionalitas guru harus lebih berorientasi pada
peningkatan kualitas, bukan kuantitas. Dalam hal ini maka diperlukan
SDM maupun finansial.
c. Profesionalitas guru membutuhkan upaya pendataan kembali terhadap
guru agar mereka dapat dikembangkan.9
Dalam Peraturan Pemerintahan (PP) Nomor 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan bab VI pasal 28 ayat 3 dinyatakan bahwa ciri
profesional pendidik yakni memiliki empat kompetensi (a) kompetensi
pedagogik mencakup seperangkat kemampuan dan keterampilan
mengelola pembelajaran meliputi kemampuan memahami peserta didik
dan mengembangkan segala potensi yang dimiliki peserta didik,
kemampuan merancang dan melaksanakan pembelajaran serta kemampuan
mengevaluasi hasil pembelajaran (b) kompetensi kepribadian mencakup
seperangkat kemampuan dan karakteristik personal yang mencerminkan
realitas sikap dan perilaku seorang guru yang berakhlak mulia dan menjadi

9
Pahrudin, “Peningkatan Kinerja dan Pengembangan Profesionalitas Guru Sebagai Upaya
Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia”, Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Ekonomi
dan Bisnis, (November 2015), 5.
teladan bagi peserta didik (c) kompetensi profesional mencakup
seperangkat kemampuan dan keterampilan terhadap penguasaan materi
pelajaran secara mendalam, utuh dan komprehensif, dan (d) kompetensi
sosial mencakup seperangkat kemampuan dan keterampilan pendidik
sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi secara efektif.10
Pendidik merupakan unsur utama dalam suatu proses pendidikan
sehingga kualitas pendidikan ditentukan oleh kualitas pendidik dalam
menjalankan peran dan tugasnya di masyarakat. Oleh karena itu, upaya
pengembangan sikap profesional pendidik menjadi persyaratan mutlak
yang harus dilakukan bagi peningkatan kualitas pendidik yang pada
akhirnya akan mendorong pada peningkatan kualitas pendidikan.
Pengembangan profesionalisme dapat dilakukan oleh diri sendiri,
melalui kegigihan dalam melaksanakan tugasnya. Dipihak lain guru
sebagai personil di sekolah, merupakan bawahan kepala sekolah. Secara
langsung kepala sekolah berkewajiban mengembangkan kemampuan
professional guru. 11
1. Keinginan untuk selalu menampilkan perilaku yang mendekati standar
ideal. Pendidik yang memilik profesionalitas tinggi akan selalu
berupaya mewujudkan dirinya untuk mencapai kualifikasi dan
kompetensi seperti yang dipersyaratkan sehingga pendidik dituntut
untuk selalu membuka diri terhadap perubahan.
2. Meningkatkan dan memelihara citra profesi ditunjukkan oleh
keinginannya untuk meningkatkan dan memelihara citra profesi
melalui perwujudan perilaku profesional. Wujudnya dilakukan
melalui berbagai cara diantaranya penampilan, cara bicara,
penggunaan bahasa, postur tubuh, sikap hidup, dan hubungan antar
pribadi dll.
3. Keinginan untuk senantiasa mengejar kesempatan pengembangan
profesional yang dapat meningkatkan dan memperbaiki kualitas
pengetahuan dan keterampilannya ditunjukkan dengan berusaha

10
Hasan Bahrun, “Peningkatan Kompetensi Guru Melalui Sistem Kepemimpinan Kepala
Madrasah”, Jurnal Ilmu Tarbiyah, Vol. 1, (Januari 2017), 10.
11
Oding Supriadi, “Pengembangan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar”, Tabularasa PPS Unimed,
Vol. 1, (Juni 2009), 29.
mencari dan memanfaatkan kesempatan yang dapat mengembangkan
profesinya melalui kegiatan seminar, lokakarya, mengikuti penataran,
melakukan penelitian, membuat karya ilmiah, mengikuti organisasi
profesi dll.
4. Mengejar kualitas dan cita-cita dalam profesi Ditunjukkan melalui
sikap untuk selalu meningkatkan kualitas dirinya dengan belajar terus
menerus sepanjang hayat.
5. Memiliki kebanggaan terhadap profesi ditunjukkan dengan sikap
bersedia untuk mengenal dirinya dan berkehendak untuk memurnikan
keguruannya melalui kegiatan meluangkan waktu untuk belajar
sehingga memiliki rasa bangga terhadap profesinya.
Selain itu, pemerintah menyelenggarakan program sertifikasi profesi
pendidik yakni proses untuk memberikan sertifikat kepada pendidik yang
telah memenuhi standar kualifikasi dan standar kompetensi.
Program sertifikasi ini sesuai amanat UU No. 14 Tahun 2005 pasal 42.
Upaya lain yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan profesional
pendidik melalui pengaktifan PKG (Pusat Kegiatan Guru), MGMP
(Musyawarah Guru Mata Pelajaran), maupun KKG (Kelompok Kerja
Guru) yang memungkinkan para pendidik untuk berbagi pengalaman dan
memecahkan persoalan-persoalan yang mereka hadapi dalam kegiatan
pembelajaran.
Pengembangan sikap profesional pendidik baik yang dilakukan
pendidik maupun pemerintah tersebut, merupakan sebuah proses
pengembangan yang berkelanjutan artinya proses pengembangan ini harus
terus menerus dilakukan sehingga akan terbentuk pendidik yang
berdedikasi dalam menjalankan peran dan tugasnya mendidik masyarakat
menuju kehidupan yang lebih baik dan berkualitas.
RESUME BUKU
MENELADANI AKHLAK ALLAH
BAGIAN II: PROSES SPENYEMBUHAN MORAL BAGI KESATRIA
RUHANI MELALUI PSIKOETIKA

BAB 1
Penyembuhan Moral Untuk Fungsi Jiwa Tentang Ketertarikan Pada
Kenikmatan Dengan Meraih Keseimbangan
Kenikmatan yang dimaksud adalah nafsu maupun kenikmatan yang
menguatkan aspek jiwa baik fisik maupun materiil. Kesatrian ruhani akan
mencoba menghayati dan memiliki dua puluh Sembilan nama indah Allah untuk
mengubah ketertarikan pada kenikmatan menjadi kesederhanaan melalui tujuh
tahap diantaranya:
Tahap 1 : Tekad, Penyerahan diri
Tekad merupakan dasar dari segala perbuatan. Untuk menjadi positif,
kesatria ruhani memerlukan tekad yang kuat dan dedikasi yang tinggi. Penanaman
tekad ini memberi dampak positif karena merasa apa yang akan dilakukan adalah
sesuatu yang baik dan berharga sehingga dengan sendirinya akan membangun
kekuatan yang mendorong dirinya untuk melakukan tindakan yang positif serta
ahlak yang terpuji.
Dengan menghayati sifat dari Asma Allah yang Maha Memaksa (Al-
Jabbar) ia akan ‘memaksakan’ atau memantapkan tekadnya untuk memahami apa
yang akan dilakukannya kemudian dampak dari menghayati tersebut ia akan
mendapat kekuatan untuk bertindak. Setelah itu kesatria ruhani memasuki proses
kreatif yaitu untuk mewujudkan kembali fitrah Allah yang dibawanya sejak lahir
yaitu sifat-sifat baik. Dengan mnjelmakan sifat dari Maha Pencipta (Al-Khaliq),
Maha Mengadakan Keserasian Sempurna (Al-Bari), dan maha Pembentuk
Keindahan Unik (Al-Mushawwir). Untuk mewujutkan fitrak positifnya tersebut
haruslah bersedia mengorbankan nafsunya.
Tahap 2: Harapan-Rasa Takut
Penyembuhan melalui tahapan ini pejuang spiritual akan menghadapi
tegangan alami dalam dirinya dengan menghayati asma Allah Menyempitkan
(Qabidh), melapangkan (Basith), meninggikan (Rafi’) merendahkan (Khafidh),
memuliakan (Mu’izz), Menghinakan (Mudzil).
Ada dua jenis orang yang sangat membutuhkan harapan: yaitu orang yang
putus asa terhadap rahmat Allah, orang yang mengabdikan seluruh waktunya
akibat rasa takut yang berlebihan kepada Allah. Kedua hal tersebut tidak baik.
Oleh karena itu penyembuhan yang dimaksud pada tahap ini adalah
menyeimbangkan antara harapan dan rasa takut. Interaksi antara harapan dan rasa
takut terjelma dalam kesatria ruhani yang menghayati Asma Allah menyempitkan-
melapangkan, merendahkan kepalsuan-meninggalkan kebenaran, menghinakan
hawa nafsu- memuliakan hati.
Tahap 3 : Ketakwaan
Takwa memiliki dua makna dasar yaitu takut dan berjaga. Kesatria
ruhayani belajar menghayati Asma Allah Maha penjaga dan Pelestari (Hafizh)
dengan melestarikan hasrat baiknya serta bertindak secara bertahap dan berhati-
hati. Ketika sekali melakukan perbuatan salah kesatria ruhani tidak segan untuk
menegur dirinya agar tidak menimbukan perbuatan salah lagi. Selanjutnya yaitu
menghayati sifat yang Maha Pencatat (Muhshi). Kesatria ruhani akan selalu
mencatat tindakannya sendiri sebagai bentuk evaluasi diri agar dirinya menjadi
pembangkit (Ba’its) masksud dari pembangkit disini adalah terbukanya hati akibat
tersingkirnya hal-hal buruk seperti terlalu cinta dunia dan hawa nafsu. Langkah
terakhir dari tahap ketakwaan adalah senantiasa melakukan refleksi dan evaluasi
diri agar tercipta pengendalian diri yang baik.
Tahap 4: Titik Tengah
Titik tengah adalah memuaskan kebutuhan sendiri secara berkecukupan.
Secara berkecukupan disini maksudnya memperoleh kekayaan dengan cara yang
halal dan memakainya dengan cara yang dianjurkan serta melarang mendapatkan
harta dengan cara haram. Dengan menghayati sifat dari Asma Allah yang Maha
Pemulai (Mubdi’) dan pengulang (Mu’id) yaitu dengan menjaga tindakannya agar
senantiasa berada pada titik tengah (sesuai yang dianjurkan) dengan membiasakan
membelanjakan hartanya dengan cara yang dianjurkan maka akan menjadi lebih
mudah baginya untuk menjadi pembunuh hawa nafsunya serta penghidup hatinya
sesuai dengan asma Allah (Mumit dan Muhyit).
Tahap 5: Ketenangan
Ketenangan mengandung arti bahwa jiwa memiliki pengendalian diri yang
baik terhadap nafsu. Pengaruh dari ketenangan akan membantu jiwa menjadi kuat
secara spiritual dengan menghayati Asma Allah (Al-Muqtadir) maha menentukan.
Jiwa yang memiliki pengendalian diri yang baik akan menentukan bahwa dia
tidak akan dengan mudah tunduk dengan hawa nafsu. Dengan penguatan tersebut
kesatria ruhani akan mampu menjadi pendahulu hati yang lebih besar (Muqaddim)
dan pengakhir bagi hawa nafsunya (Muakhhir) dengan ketenangan dan
pengendalian diri yang baik kesatria ruhani akan lebih hormat ketika berhubungan
dengan sesamaya.
Tahap 6: Kesederhanaan Spiritual
Keserderhanaan spiritual berarti tidak bergantung pada materiil. Tak
peduli dengan kekayaan adalah ciri kesederhanaan dan termasuk usaha
pendekatan diri kepada Allah. Sifat positif ini diraih dengan menyadari bahwa
Allah merupakan sumber segala sesuatu yang memperngaruhi dirinya.
Tahap 7: Pengendalian Diri
Pengendalian diri merupakan penjelmaan dari kesederhanaan. Untuk
mengendalikan diri perlu disadari behwa kenikmatan berdekatan dengan Allah
dengan alam akhirat adalah kekal sedangkan kenikmatan dunia adalah fana.
Dengan memelihara pengendalian diri maka kesatria ruhani telah menghayati
asma Allah yaitu pembela (Mani’) dengan membela jiwanya dari bahaya duniawi.

BAB II
Penyembuhan Moral Untuk Fungsi Jiwa Tentang Penghindaran Bahaya
Meraih keberanian
Tahap 1: Kebaikan
Dengan meneladani sifat Allah Ar-rahman dan Ar-rahim serta meneladani
hadis qusi yang berisi firman Allah, “Rahmat-Ku mendahului amarah-Ku”.
Ksatrian ruhani akan berjuang agar keebaikannya mendahului murkanya. Orang
yang beriman dan memelihara hati bertindak dengan kasih sayang dan kebaikan
terhadap hati karena hal ini yang melingkupi kehadiran Allah.
Tahap 2: Kepatuhan Moral
Ksatria ruhani menjelmakan kebaikan moral karena kebutuhannya
dipenuhi oleh Maha Pemberi (al-Wahhab) dan Maha Pemberi Rezeki ( al-Razzaq)
dengan meminta pertolongan Allah untuk menjadi pembuka (fattah) untuk
membuka hatinya agar merasakan nilai atas apa yang telah dilakukannya kepada
sesama dan berupaya memperbaiki jiwana. Ia menerima permintaan maaf dan
bersikap adil. Kepada sesama Ia bersikap pengampun dan dalam hati Ia bersyukur
kepada Allah. Ia tanpa pamrih melakukan kebaikan karena baginya itu adalah
kewajiban. Ia juga mengikuti kehendak Allah seperti yang diikuti orang yang
benar.
Tahap 3: Syukur/Dermawan
Ksatria ruhani merasakan kehadiran Allah asy-syakur saat bersyukur
kepada Allah al-Muqit yang memelihara dirinya sebelum meminta. Syukur berarti
mengenaali dan menghitung berkah. Kehadiran rasa syuur terlihat saat Ia menjadi
orang dermawan (karim), memberi kepada orang beriman yang sedang
membutuhkan.
Tahap 4: Keawasan
Keawasan menyadarkan kesatria ruhani bahwa Allah melihat segala apa
yang dilakukannya meskipun ia tak melihatnya. Keawasan (Raqib) ini
menyadarkan kesatria ruhani untuk lebih mengawasi tindakannya agar sesuai
dengan kehendak Allah. Ia mencari perhatian dari yang maha mengabulkan (Al-
Mujib) sehingga tanggapannya adalah yang maha pecinta (Al-Wadud) sehingga ia
terus bersaksi (Syahid) akan keindahan dan keindahan tanda-tanda lahiriah dan
batiniah sehingga ia mendapat kedamaian dan ketentraman.
Tahap 5: Tawakal
Pada tahap ini kesatria ruhani menjelmakan diri sebagai dari memmlihara
penyerahan (Al-Wakil) dan maha melindungi (Al-Wali). Tawakkal kepada Allah
berarti tidak meminta-mita dari orang lain, tidak menerima dari orang lain dan
menyumbangkan apa yang diterimanya dari orang lain. kemudian muncullah
kerendahan hati sebagai hasil dari tawakkal
Tahap 6: Tobat
Pada tahap ini kesatria ruhani menjadi orang yang bertobat (Tawwab),
menghukum hatinya (Muntaqim) kemudian memafkan atas kesalahannya (‘afu).
Bertobat berarti menyadari akibat yang menimpa hati akibat dosa. Jika kesadaran
ini diiringi kepastian, maka kebaikan akan muncul dalam jiwanya. Bertobat
berarti melihat ke masa lalu untuk meninggalkan dosa kemudian melihat ke masa
kini dan masa depan untuk melakukan yang lebih baik.
Tahap 7 : Kesabaran
Kesadaran kesatria ruhani akan perlunya kesabaran untuk menjadi pribadi
yang positif menghasilkan tindakan. Efek dari tahap ini adalah ia akan tetap sabar
san tabah pada jalan yang lurus. Jenis kesabaran yang rendah adalah terhadap rasa
sakit fisik sedangkan yang tertinggi adalah sabar menahan hawa nafsu. Menurut
al- Ghazali kesabaran adalah salah satu kualitas tertinggi yang dimiliki manusia.
Kesabaran ini dapat diraih dengan meneladani Asma Allah mengasihi (Ra’uf)
memperkaya potensi jiwa (Mughni) memberi petunjuk (Hadi) dan kesabaran
(Shabur)

BAB 3
Penyembuhan Moral Untuk Fungsi Kognitif Jiwa dengan Meraih Kearifan
Kearifan berkembang dari kognitif dan terdiri dari teoretis dan praktis
yang disebut “akal”. Akal digunakan ksatria ruhani untuk menghimpun kesan dari
sumber internal dan eksternal yang berkaitan dengan pengetahuan yang dapat
dipahami akal. Pengetahuan ini diperoleh melalui pengamatan atau pengalaman.
Kesadaran menuntun ksatri ruhani ke kesembuhan, berpusat pada keadilan. .
Terdapat 7 tahap yang ditempuh ksatria ruhani dalam meraih kearifan atau
keyakinan dalam iman tentang Allah :
Tahap 1: Himmah, Cita-Cita Puncak (al-Malik, al-Quddus, al-Salam, al-‘Aziz,
al-Mutakabbir, al-Qahhar)
Dalam meraih kesadaran tentang Mahasuci (Al-Quddus), orang yang
memiliki aspirasi adalah orang yang tk memikirkan apapun tanpa membayangkan
Allah. Keberhasilan memusnahkan cacar dalam upaya menjadi cacat (salam) dan
perkasa (‘aziz) bergantung pada sifat apresiasi ksatria ruhani. Melalui aspirasi,
ksatria ruhani tidak seperti orang yang menghasratkan sesuatu yang jika dicapai ia
menjadi angkuh (angkuh). Melalui aspirasi, ksatria ruhani dapat menaklukkan
(qahhar) jiwa palsunya. Ksatria ruhani beraspirasi untuk menyembuhkan jiwa
dengan menempatkan kesadarannya sebagai penguasa (malik) jiwa,
menyembuhkan hatinya sehingga menjadi suci dan kudus (quddus). Ia bergerak
menuju penyembuhan hati yang perkasa (aziz) sehingga Allah hadir seebagai
Yang Mahamegah (al-Mutakabbir).
Tahap 2 Introspeksi/Kesadaran (Al-‘alim, al-Sami’, al-Bashir, al-Hakam, al-
‘adl, al-Lathif, al-Khabir)
Aththar berkata bahwa introspeksi adalah tidak berniat melakukan dosa
secara batiniah maupun lahiriah; tidak membebankan penderitaan kepada orang
lain; tidak tamak dalam kepemilikan maupun iri hati; tidak menganggap diri lebih
tinggi dari orang lain. Melalui penjelmaan bagian dari al-‘alim, al-sami’, al-
bashir, al-hakam, al-‘adl, dan al-lathif pada tahap introspeksi, ksatria ruhani
memperoleh kesadaran dan mengetahui (khabir) hati dan jiwa palsu melalui
perbuatannya.
Tahap 3 Kejujuran (al-‘azhim, al-‘Ali, al-Kabir, al-Jalil, al-Wasi’, al-Hakim,
al- Majid, al-Haqq)
Jujur artinya mengatakan sesuatu yang selain benar juga tidak bermakna
ganda. Kejujuran niat berarti memiliki satu tujuan dalam bertindak, dan tujuan itu
adalah mendekati Allah. Kejujuran berada dalam konnteks kehendak, saat
kehendak mulai melaksanakan hal-hal yang diperintahkan Allah. Kejujuran
diterapkan dalam tiga hal. Pertama, orang yang jujur dengan lidahnya dan
mengatakan kebenaran. Kedua, orang yang jujur dalam tindakannya dan berupaya
sebisa mungkin untuk lepas dari kemudahan. Ketiga, orang yang jujur dalam
hatinya dan berniat mendekati Allah meelalui tindakannya.
Tahap 4 Keridhaan (al-Qawi, al-Matin, al-Hamid, al-Hayy, al-Qayyum, al-
Wajid, al-Majid)
Keridhaan berarti puas dengan apapun kehendak Allah setelah berupaya.
Jika upayanya menghasilkan rasa sakit dan kesulitas, ksatria ruhani tetap nyaman,
kuat (qawi) dan kukuh (matin) karena ia telah melakukan tugasnya dan
menyerahkan hasilnya kepada Yang Maha terpuji (al-Hamid). Dengan hidup
(hayy) melalui rasa sakit pada dirinya, ia memisahkan jiwanya (qayyum) dari
segala hal selain tujuannya, dan ia menjadi kaya (wajid) karena menemukan apa
yang Allah ingin ia temukan (majid) saat ia memiliki keridhaan. Ia senang
menundukkan diri kepada kehendak Allah. Keridhaan bukan menyadari
penderitaan, keridhaan berarti
tidak menentang Allah. Keridhaan adalah menyingkirkan keinginannya sendiri di
bawah kehendak Allah dan ridha atas apapun yang dikehendaki Allah.
Tahap 5 Kesatuan/Keteguhan ( al-Wahid, al-Ahad, al-Shamad, al-Qadir)
Dengan menjelmakan aspek keesaan (wahid) dan kesatuan (ahad), ksatria
ruhani mematikan jiwa palsu dan tidak melihat apa-apa selain Allah. Pemikiran
lebih lanjut mengenai Yang Maha Satu (al-Ahad) menuntun ke pengetahuan
tentang Yang Maha dibutuhkan (al-Shamad). Setelah mengenali aspek al-shamad
dari al-Ahad dan al-Wahid, ksatria ruhani akan mampu (qadir) memutuskan
dirinya dari segala hal yang didekati oleh jiwa palsu .
Kesatuan diri berarti menyucikan dan melepaskan dari keterikatan pada
segala hal selain Allah baik dalam aspirasi, hasarat, maupun teori dan
pengetahuan. Ia memalingkan perhatiannya dari arah-arah lain sehingga
kesadarannya tetap tertuju pada Allah.
Tahap 6 Ketulusan (al-Awwal, al-Akhir, al-Zhahir, dan al-Bathin)
Ketulusan adalah bertindak dengan hanya satu niat dalam benaknya. Jika
niat lain tercampur, maka Ia belum meencapai tahap ini. ketulusan adalah tidak
mencari saksi lain atas amal selain Allah. Niat adalah menyembuhkan diri tanpa
motif atau niat duniawi atau egois. Dengan mencapai ketulusan, Ia menaklukkan
jiwa palsu atau egonya. Hal ini disandarkan pada pemikiran tentang induk semua
sifat perangai meliputi Maha Awal (al-Awwal), Maha Akhir (al-Akhir), Maha
nyata (al-zhahir), dan Maha Tersembunyi (al-Bathin).
Tahap 7 Zikir (al-Muta’ali, al-Barr, Dzu al-Jalali wal Ikram, al-Ghani, An-
nur, Al-Badi, al-Baqi)
Merenungkan (fikr) berarti menyatukan dua gagasan untuk menghasilkan
gagasan ketiga. Ksatria ruhani menyatukan pengetahuan dan tindakan dengan
mengungkapkan proses penyembuhan. Ksatria ruhani menggunakan renungan
untuk memahami dirinya, hubungan dengan sesama, dan hubungannya dengan
Sumbernya, yang Mahatinggi (al-muta’alli) Yang Maha Berkebajikan (al-Barr),
Yang Maha Memiliki Kebesaran dan Kemuliaan (Dzu al-Jalal wa al-Ikram).
Melalui renungan, makna batiniah menjadi kaya (ghani) dan dilingkupi cahaya
(nur) wawasan. Ia berhasil menjadi pencipta (badi’) jiwa yang dilahirkan kembali.
Dengan keinginan sendiri Ia memilih menciptakan dirinya dalam citra Allah
seperti awal Ia diciptakan, dan menitikberatkan bagian jiwa yang kekal (baqi).

BAB 4
Memusatkan Jiwa dengan Keadilan
Setelah meninggalkan semua sifat negative maka kesatria ruhani akan
mulai menyembuhkan dirinya dengan menolak sifat ego. Ia kemudian
menyempurnakan nalurinya untuk menghindari bahaya setelah melalui tahapan
tahapan yang telah disebutkan pada tiga bab sebelumnya
Bagian I memberi kesatria ruhani pengetahuan tentang bagaimana Allah
mengungkapkan diri melalui nama-nama indah. Nama-nama indah ini yang
menjadi teladan yang harus dapat diraih oleh kesatria ruhani
Sedangkan BAB II mengembangkan proses pengetahuan yang telah
dipelajari dengan menerapkannya dalam proses penyembuhan moral. Bagian I dan
II adalah tindakan kesatria ruhani dalam hubungannya dengan sesame manusia. Ia
akan memahami bahwa akhlak mulia merupakan pemandu ketrampilan
komunikasi yang baik. Dengan demikian ia bisa bersikao adil terhadap sesama
dan masyarakat. Jika individu menyembuhkan jiwa maka masyarakat juga akan
ikut menyembuhkan jiwa. Sedangkan Bagian III menguji hasil usaha kesatria
Ruhani melalui imteraksi atau hubungan dengan sesame manusia melalui
menghayati nama-nama indah. Bagian ini menjabarkan tindakan berdasarkan
pengetahuan yang diperoleh serta proses penyembuhan yang alami.

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN NILAI dan SIKAP


PROFESIONAL
Mengembangkan nilai dan sikap profesional seorang guru, merupakan hal
yang menjadi perhatian secara global karena guru memiliki peran penting dalam
mencerdaskan bangsa serta sebagai sentral pendidikan karakter bagi penerus
bangsa. Berdasarkan pada hal tersebut hasil analisis terhadap makalah serta
resume buku "Meneladani Akhlak Allah" berkaitan dengan pengembangan nilai
dan sikap profesional seorang guru dapat dilakukan dengan strategi sebagai
berikut :
1. Keinginan untuk selalu menampilkan perilaku yang mendekati standar
ideal.
Seorang pendidik hendaknya selalu berupaya dalam mengembangkan
kualifikasi dan kompetensi yang dimiliki serta selalu membuka diri terhadap
perkembangan sesuai dengan standar yang telah ditentukan atau mendekati
standar ideal. Standar ideal disini jika merujuk pada meneladani akhlak Allah
maka erat kaitannya dengan beberapa tahap berikut ini :
a. Kebaikan
Dengan meneladani sifat Allah yaitu Ar-Rahman dan Ar-Rahim,
seorang pendidik harus memiliki sifat yang baik dimana selalu
mendahulukan kasih sayang dari sebuah kemarahan.
b. Kepatuhan Moral
Seorang pendidik menjelmakan sifatnya dalam kebaikan moral dengan
selalu berbuat kebaikan sesuai dengan etika dan nilai yang baik. Dia
mempercayai bahwa dengan kebaikan maka Allah akan membantunya
dalam berbagai keadaan yang dialaminya. Hal ini adalah dengan meneladani
sifat Allah yaitu Al-Wahhab dan Al-Razzaq. Pendidik memberikan apa yang
terbaik untuk peserta didik dan masyarakat serta tidak mengharap imbalan
atau balasan terhadap apa yang telah dilakukan.
c. Syukur dan Dermawan
Selalu bersyukur atas apa yang di dapat serta tetap menjaga sifat baik
dalam dirinya sebagai seorang pendidik sebelum mengajarkan dan meminta
peserta didik menjadi lebih baik. Dari sifat inilah kemudian seorang
pendidik akan menjelma menjadi pribadi yang dermawan sehingga dalam
mengajarkan akan senantiasa ikhlas tanpa meminta adanya imbalan.
d. Keawasan
Seorang pendidik senantiasa harus berhati-hati dalam setiap perilaku
serta ucapannya. Karena sifat tersebutlah yang nantinya akan menjadi
tauladan bagi peserta didik. Apabila seorang pendidik yang telah mendidik
peserta didik memiliki sifat tersebut maka peserta didik akan merasa senang
serta meniru dan patuh terhadap apa yang pendidik ajarkan.
e. Tawakal
Pada tahap ini, seorang pendidik menjelma dalam sifat Allah yaitu Al-
Wakil dimana seorang pendidik harus memelihara atau menjaga apa yang
telah di dapatnya dari pendidiknya terdahulu. Kemudian Al-Wali dimana
seorang pendidik menjaga dan melestarikan apa yang di dapat dengan
mengajarkannya kepada peserta didik. Seorang pendidik juga tidak akan
meminta balasan atas apa yang telah diberikannya karena sikap tawakal
yang telah tertanam dalam dirinya.
f. Taubat
Pada tahap ini, pendidik merenungi atas kesalahan yang dilakukannya
pada masa lalu dan kemudian mencari hikmah yang terdapat dalam setiap
kejadian dan memperbaiki diri untuk masa kini dan masa depan.
g. Kesabaran
Pada tahap ini seorang pendidik menjelma dalam meneladani Asma
Allah mengasihi (Ra’uf) memperkaya potensi jiwa (Mughni) memberi
petunjuk (Hadi) dan kesabaran (Shabur). Dari sifat-sifat Allah tersebut,
akan memberi dampak terhadap terbentuknya sifat sabar dan akan selalu
berbuat kebaikan dalam kesehariannya.
2. Keinginan untuk senantiasa mengejar kesempatan pengembangan
profesional, kualitas dan cita-cita.
Sebagai pendidik haruslah senantiasa mengejar kesempatan dalam
mengembangkan profesional, kualitas dan cita-cita nya sehingga dapat disebut
sebagai pendidik yang profesional. Oleh sebab itu, seseorang pendidik
sepatutnya tidak memiliki rasa lelah dalam belajar dan mengejar apa yang
menjadi cita-citanya dengan merujuk pada asma-asma Allah dengan strategi
yaitu :
a. Himmah, Cita-Cita Puncak
Pada tahap awal ini, pendidik haruslah memiliki kesadaran penuh
tentang Maha Suci Allah. Sehingga apapun yang dilakukan akan selalu
mengingat Allah dan tidak menjadikannya angkuh terhadap sedikit apa yang
telah berhasil dicapainya.
b. Instrospeksi atau kesadaran
Setelah berhasil dalam mencapai sedikit apa yang menjadi cita-citanya,
pendidik senantiasa mengintrospeksi diri terhadap apa yang telah
dicapainya. Sehingga akan mengetahui masih terdapat kesalahan dalam diri
atau tidak melalui perbuatannya.
c. Kejujuran
Tahap selanjutnya yaitu, pendidik senantiasa jujur terhadap apa yang
menjadi niat dan tujuannya baik pada diri sendiri maupun orang lain sesuai
apa yang diperintahkan Allah.
d. Keridhaan
Tahap keempat adalah ridha atau ikhlas menerima apa yang
didapatkannya setelah usaha yang dilakukannya dengan maksimal.
e. Kesatuan atau keteguhan
Pada tahap ini, pendidik menyadarkan dirinya akan keteguhan bahwa tidak
ada yang lebih baik selain apa yang telah didapatkan melalui usahanya dan
atas pemberian Allah.
f. Ketulusan
Tahap keenam adalah melakukan tindakan dengan hanya satu niat tanpa
ada niatan lain yang menyertainya. Pendidik harus dengan tulus
mempelajari dan mengembangkan apa yang menjadi tujuannya tanpa ada
hal lain yang menyertainya.
g. Zikir
Tahap terakhir adalah dimana pendidik selalu menyatukan pengetahuan
dan tindakannya sehingga dapat selalu menjadi renungan dan jalan menuju
keberhasilan yang sesungguhnya.
3. Meningkatkan dan memelihara citra profesi.
Dalam mengejar kualitas dan cita-cita dalam profesi dapat dilakukan
dengan cara meningkatkan kualitas yang ada pada dirinya dengan cara
memperbaikinya dengan belajar terus menerus.
a. Dengan tekad, penyerahan diri.
Tekad merupakan sesuatu yang dapat mendorong diri seseorang dapat
melakukan suatu yang menjadi keinginan yang akan dicapai, sehingga
ketika seseorang ingin mencapai sesuatu yang baik dan positif maka harus
mempunyai kayakinan dan tekad yang kuat agar dapat terlaksana dengan
baik, dan pada dasarnya dalam meyakinkan sebuah tekad itu sendiri harus
ada sebuah paksaan terhadap diri sendiri agar sebuah keinginan dapat
terlaksanakan.kemudian ketika tekad diri sendiri sudah ditanamkan hingga
sudah terealisasikan, itu merupakan sebuah ikhtiar dan selanjutnya
penyerahan diri kepada Allah swt. Atas apa yang sudah diusahakan.
b. Harapan, rasa takut.
Ketika seorang pendidik meningkatkan kualitas pada dirinya dia harus
dapat menyeimbangkan harapan dan rasa takut. Bahwasanya dalam
menyeimbangkan harapan dan rasa takut dapat dilandasi dengan sebuah
keyakinan yang ada dalam dirinya, selain itu tetap di dasarkan pada Allah
SWT yang maha segalanya, yang maha menyempitkan, melapangkan,
memuliakan, dll.
c. Ketakwaan.
Ketika seorang pendidik meningkatkan kualitas pada dirinya maka ia
harus memiliki ketakwaan. Takwa merupakan rasa takut yang dimiliki oleh
seseorang, ketika seseorang mempunyai rasa takut maka dia akan selalu
berhati-hati dalam melakukan perbuatan yang akan dilakukan, dan
senantiasa selalu ingat pada Allah SWT.
d. Titik tengah.
Dalam peningkatan kualitas diri seorang pendidik perlu adanya
menjaga dalam sebuah tindakan atau perbuatan yang akan dilakukan yang
sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
e. Ketenangan.
Dalam peningkatan kualitas diri seorang pendidik harus dapat
mengendalikan diri, jadi ketika seseorang dapat mengendalikan diri maka ia
dapat menundukkan segala hawa nafsunya.
f. Kesederhanaan spiritual.
Dalam meningkatkan kualitas diri seorang pendidik, perlu adanya
sebuah kesadaran yang harus tertanam dalam diri sendiri bahwa setiap apa
yang dilakukan hanyalah semata-mata untuk mencari ridho dari Allah SWT.
g. Pengendalian diri.
Dalam meningkatkan kualitas diri seorang pendidik harus mampu
mengendalikan diri dari setiap perbuatan, yang dapat membedakan segala
sesuatu yang baik dan yang buruk.
4. Memiliki kebanggaan terhadap profesi.
Seorang pendidik harus menyadari dan memiliki rasa cinta dan bangga
terhadap profesi yang dimilikinya bahwa seorang pendidik mempunyai
tanggung jawab yang besar dalam dirinya sendiri maupun orang lain. Dengan
cara memusatkan jiwa dengan keadilan jadi, seorang pendidik harus
mengedepankan sebuah tujuan dari pada ego nya. Dan mengutamakan perilaku
akhlak yang baik, yang berhubungan dengan sesama manusia maupun sama
tuhannya. Sehingga karakter keadailan tersebut akan tertanam dalam jiwa.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Nilai adalah sesuatu yang dijadikan sebagai panduan dalam hal


mempertimbangkan keputusan yang akan diambil kemudian. Ada beberapa nilai
yang harus dimiliki seorang guru diantaranya nilai moral, sosial, dan spiritual.
Namun, dalam etika profesi keguruan, terdapat 3 nilai yang harus dimiliki oleh
guru, diantaranya Tanggung Jawab, Kewajiban, dan Hak.
Guru profesional adalah guru yang menyadari bahwa dirinya adalah
pribadi yang dipanggil untuk mendampingi peserta didik dalam belajar. Dan
beberapa ciri guru profesional, diantaranya: Kemampuan intelektual yang
diperoleh melalui pendidikan, Memiliki pengetahuan spesialiasi, Menjadi anggota
organisasi profesi, Memiliki teknik kerja yang dapat dikomunikasikan, Memiliki
kapasitas mengorganisasikan kerja secara mandiri, dan Melaksanakan pertemuan
professional tahunan. Sebagai seorang guru profesional, ada prinsip-prinsip
profesionaltas yang menjadi landasannya. Seperti yang tercantum pada Pasal 7
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Dan dalam
mengembangkan sikap profesionalnya, ada beberapa strategi pengembangan
profesi guru, diantaranya: Strategi perubahan paradigma dan Strategi
debirokratisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Bahrun, Hasan. “Peningkatan Kompetensi Guru Melalui Sistem Kepemimpinan
Kepala Madrasah”. Jurnal Ilmu Tarbiyah, (2017), Vol. 1: 10
Denim, Sudarwan. Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Kencana Prenada Media
Grup, 2011.
Hakim, M. Arifin. Ilmu Budaya Dasar . Bandung: Pusaka Satya, 2001.
Musthofa. “Upaya Pengembangan Profesionalisme Guru Di Indonesia”. Jurnal
Ekonomi dan Pendidikan, (2007), Vol. 4: 76-88
Noorjanah, Lilies. “Pengembangan Profesinalisme Guru Melalui Penulisan Karya
Tulis Ilmiah Bagi Guru Professional Di SMA NEGERI KAUMAN
KABUPATEN TULUNGAGUNG”, Jurnal Humanity, (2014), Vol. 3: 97-
114
Pahrudin. “Peningkatan Kinerja dan Pengembangan Profesionalitas Guru Sebagai
Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia”. Prosiding Seminar
Nasional Pendidikan Ekonomi dan Bisnis, (November 2015), 5.
Rembangy, Musthofa. Pendidikan Transformatif. Yogyakarta: Teras, 2010.
Supriadi, Oding. “Pengembangan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar”.
Tabularasa PPS Unimed, (2009), Vol. 1: 29
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
Wiyani, Novan Ardy. Etika Profesi Keguruan. Yogyakarta: GAVA MEDIA,
2015. Yusuf, Ahmad. “Model-Model Pengembangan Profesionalisme Guru”.
Konversi
Nasional Pendidikan Indonesia VIII , (2016), 339-342

Anda mungkin juga menyukai