Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Hipertensi merupakan penyakit yang sering dijumpai di masyarakat.
Secara visual, penyakit ini tidak tampak mengerikan, namun bisa
membuat penderita terancam jiwanya atau paling tidak menurunkan
kualitas hidupnya. Karenanya hipertensi dijuluki The silent disease.
Penyakit ini dikenal juga sebagai Heterogeneous group of disease karena
dapat menyerang siapa saja dan berbagai kelompok umur dan kelompok
sosial ekonomi (Astawan, 2016)
Hipertensi merupakan penyakit yang sudah menjadi masalah dunia
dengan total penderita 690 juta jiwa. Di Amerika Serikat ± 50 juta orang ( 1
dari 4 orang dewasa) memiliki tekanan darah sistolik >140 mmHg atau
diastolik >90 mmHg. Hipertensi atau yang biasa disebut tekanan darah
tinggi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik diatas batas normal
yaitu lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90
mmHg. Hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu hipertensi
primer atau esensial yang penyebabnya tidak diketahui dan hipertensi
sekunder yang dapat disebabkan oleh penyakit ginjal, penyakit endokrin,
penyakit jantung dan gangguan anak ginjal. Hipertensi seringkali tidak
menimbulkan gejala, sedangkan tekanan darah yang terus menerus tinggi
dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan komplikasi. Oleh karena itu
hipertensi perlu dideteksi dini yaitu dengan pemeriksaan tekanan darah
secara berkala. (Sidabutar, 2009).
Berdasarkan data dari WHO tahun 2018, menunjukkan sekitar 972
juta orang atau 26,4% penduduk dunia menderita hipertensi, dengan
perbandingan 50,54% pria dan wanita 49,49%. Jumlah ini cenderung
meningkat tiap tahunnya (Ardiansyah, 2012). Data statistik dari National
Health Foundation di Australia memperlihatkan bahwa sekitar 1.200.000
orang Australia (15% penduduk dewasa di Australia) menderita hipertensi.
Besarnya penderita di negara barat seperti, inggris, selandia baru, dan
Europa Barat juga hampir 15% (Maryam, 2008). Di Amerika Serikat 15%
ras kulit putih pada usia 18-45 tahun dan 25-30% ras kulit hitam adalah
penderita hipertensi (Miswar 2004).
Menurut Riset Kesehatan dasar tahun 2010, prevalensi hipertensi
di Indonesia tahun 2004 sekitar 14% dengan kisaran 13,4 – 14,6%,
sedangkan pada tahun 2008 meningkat menjadi 16-18%. Secara nasional
Jawa barat masuk peringkat ke 8 setelah Kalimantan Selatan. Data
Riskesdas (2010) juga menyebutkan hipertensi sebagai penyebab
kematian nomor tiga setelah stroke dan tuberculosis, jumlahnya mencapai
6,8% dari proporsi penyebab kematian pada semua umur di Indonesia
(Depkes, 2010). Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
hipertensi. Depertemen kesehatan (Depkes) tahun 2009 menunjukkan
kejadian hipertensi dan penyakit kardiovaskuler cenderung meningkat
seiring dengan gaya hidup yang jauh dari perilaku hidup bersih dan sehat,
mahalnya biaya pengobatan hipertensi, serta kurangnya sarana dan
prasarana dalam penanggulangan hipertensi. Tingginya angka hipertensi
juga dipengaruhi oleh kebiasaan merokok, kurangnya aktivitas, pola
makan yang tidak sehat, obesitas dan stres (Riskesdas, 2007).
Penderita hipertensi dengan tekanan darah yang tinggi akan
menjalani hidup dengan bergantung pada obat-obatan dan kunjungan
teratur ke dokter untuk mendapatkan resep ulang dan check up. Data
WHO melaporkan dari 50% penderita hipertensi yang diketahui hanya
25% yang mendapatkan pengobatan, dan hanya 12,5% yang diobati
dengan baik (adequately treated cases) karena mahalnya biaya yang
diperlukan selama proses terapi (Depkes, 2007).
Menurut Profil Kesehatan Jawa Barat tahun 2016, kasus tertinggi
penyakit tidak menular di Jawa barat tahun 2016 pada kelompok penyakit
jantung dan pembuluh darah adalah penyakit hipertensi esensial, yaitu
sebanyak 554.771 kasus (67,57%) lebih rendah dibanding tahun 2015
(634.860 kasus/72,13%). Berdasarkan data dari puskesmas ...
Penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah salah satu
jenis penyakit yang mematikan didunia dan faktor resiko paling utama
terjadinya hipertensi yaitu faktor usia sehingga tidak heran penyakit
hipertensi sering dijumpai pada usia senja/ usia lanjut (Fauzi, 2014).
Sebagian besar (90%) kasus hipertensi merupakan hipertensi
primer, yang tidak diketahui penyebabnya. Akibat dari hal tersebut tidak
semua penderita hipertensi memerlukan obat antihipertensi. Upaya
pengobatan yang lebih penting adalah mengeliminasi faktor resiko yang
diduga berhubungan dengan kejadian hipertensi tersebut. Pada prinsipnya
ada dua macam terapi yang biasa dilakukan untuk mengobati penyakit
hipertensi, yaitu terapi farmakologi dengan menggunakan obat, dan terapi
nonfarmakologi yaitu dengan modifikasi pola hidup sehari-hari dan
kembali ke produk alami (Back to nature). mengacu pada konsep back to
nature yaitu dengan menggunakan bahan lokal banyak terdapat
dimasyarakat, karena bahan tersebut kaya akan atioksidan dan kalium
dalam bentuk jus buah sebagai upaya menentukan tekanan darah
penderita hipertensi yang ditunjukkan dengan grafik penurunan tekanan
darah. Penelitian ini dilakukan untuk melihat efektifitas jus buah tersebut
dalam menurunkan tekanan darah (Bangun, 2003).
Salah satu terapi non-farmakologis yang dapat diberikan pada
penderita hipertensi adalah terapi nutrisi yang dilakukan dengan
manajemen diet hipertensi. Terapi diet merupakan pilihan yang baik untuk
penderita hipertensi. Terapi ini dapat dilakukan dengan mengkonsumsi
sayuran yang dapat mempengaruhi tekanan darah, seperti mentimun.
Sebagai salah satu alternatif pengobatan non-farmakologis,
mentimun diharapkan dapat menjadi sebuah terobosan baru dalam
mengatasi permasalahan hipertensi. Disamping mengandung zat-zat yang
bermanfaat bagi kesehatan, mentimun juga terbilang jauh lebih murah dan
ekonomis jika dibandingkan dengan biaya pengobatan farmakologis dan
mudah diperoleh ditengah-tengah masyarakat.
Salah satu produk alami tersebut adalah buah belimbing dan
mentimun yang banyak terdapat dimasyarakat. Belimbing sudah sejak
dulu digunakan sebagai obat tradisional yang bermanfaat untuk
menurunkan tekanan darah tinggi. Buah ini mengandung kadar kalium
tinggi dan natrium rendah, sehingga sesuai dikonsumsi oleh penderita
hipertensi (Wirakusumah, 2004).
Mengacu permasalahan diatas, maka penelitian ini dilakukan untuk
menganalisis pengaruh pemberian jus belimbing dan mentimun terhadap
penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik penderita hipertensi. Selain
itu juga dipelajari beberapa karakteristik penderita hipertensi serta faktor
risiko hipertensi.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah “Apakah ada Pengaruh Pemberian Jus Buah
Belimbing Dan Buah Mentimun Terhadap Tekanan Darah Sistolik Dan
Diastolik Penderita Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Caringin?”.

C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Tujuan umum ini pada penelitian ini adalah untuk mengetahui
Pengaruh Pemberian Jus Belimbing dan Mentimun terhadap
Tekanan Darah sistolik dan diastolik penderita hipertensi di
Wilayah Keja Puskesmas Caringin.
2. Tujuan Khusus
i. Diidentifikasi Pemberian Jus Belimbing dan Mentimun pada
Pasien Hipertensi
ii. Diidentifikasi Tekanan darah sistolik dan diastolik pada
pasien hipertensi
iii. menganalisis pengaruh pemberian jus belimbing dan
mentimun terhadap tekanan darah sistolik dan diastolik
penderita hipertensi di wilayah kerja puskesmas caringin.
3. MANFAAT PENELITIAN
i. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan informasi
kepada keluarga serta pasien dengan Hipertensi, agar
mampu mengontrol Tekanan darah selain dengan
pengobatan farmakologi.
b. hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan
pembelajaran serta menjadi bahan perbandingan bagi
peneliti untuk penelitian selanjutnya.
ii. Manfaat Aplikatif
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan keluarga dan
pasien dengan Hipertensi dapat memahami dan mampu
mengimplementasikannya dalam penatalaksanaan
tambahan dan mengontrol Tekanan darah selain dengan
penanganan farmakologi.
DAFTAR PUSTAKA

Astawan. (2016). Cegah Hipertensi dengan Pola Makan.

Anda mungkin juga menyukai