Anda di halaman 1dari 13

“ALGORITMA PENANGANAN PASIEN”

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

NAMA : DEA PUTRI RAMADHANI

NIM : PO713201181159

TINGKAT/KELAS : 2/D

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR

PRODI DIII KEPERAWATAN

2019/2020
TRAUMA MATA

Trauma pada mata dapat mengenai jaringan seperti kelopak mata, konjungtiva, kornea, uvea, lensa,
retina, papil saraf optik dan orbita secara terpisah atau menjadi gabungan trauma jaringan mata.

1. Trauma Mekanik
1. Trauma tumpul
Trauma pada mata yang diakibatkan benda yang keras atau benda tidak keras dengan ujung
tumpul, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan kencang atau lambat sehingga
terjadi kerusakn pada jaringan bola mata atau daerah sekitarnya.
a. Hematoma Kelopak
Hematoma palpebra merupakan pembengkakan atau penibunan darah di bawah kulit
kelopak akibat pecahnya pembuluh darah palpebra.
Gambaran klinis
Hematoma kelopak merupakan kelainan yang sering terlihat pada trauna tumpul kelopak.
Bila perdarahan terletak lebih dalam dan mengenai kedua kelopak dan berbentuk seperti
kacamata hitam yang sedang dipakai, maka keadaan ini disebut hematoma kacamata.
Henatoma kacamata terjadi akibat pecahnya arteri oftalmika yang merupakan tanda fraktur
basis kranii. Pada pecahnya arteri oftalmika maka darah masuk kedalam kedua rongga
orbita melalui fisura orbita.
Penatalaksanaan
Penanganan pertama dapat diberikan kompres dingin untuk menghentikan perdarahan.
Selanjutnya untuk memudahkan absorpsidarah dapat dilakukan kompres hangat pada
kelopak.

b. Edema konjungtiva
Jaringan konjungtiva yang bersifal lendir dapat menjadi kemotik pada setiap kelainan
termasuk akibat trauma tumpul.
Gambaran klinis
Edema konjungtiva yang berat dapat mengakibatkan palpebra tidak menutup sehingga
bertambah rangsangan terhadap konjungtivanya.
Penatalaksanaan
Pada edem konjungtiva dapat diberikan dekongestan untuk mencegah pembendungan
cairan di dalam selapt lendir konjungtiva. Pada edem konjungtiva yang berat dapat
dilakukan disisi sehingga cairan konjungtiva kemotik keluar melalui insisi tersebut.

c. Hematoma subkonjungtiva
Hematoma subkonjungtiva terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang terdapat dibawah
konjungtiva, seperti arteri konjungtiva dan arteri episklera. Pecahnya pembuluh darah ini
bisa akibat dari batu rejan, trauma tumpul atau pada keadaan pembuluh darah yang mudah
pecah.
Gambaran klinis
Bila perdarahan ini terjadi akibat trauma tumpul maka perlu dipastikan tidak terdapat
robekan di bawah jaringan konjungtiva atau sklera. Pemeriksaan funduskopi perlu
dilakukan pada setiap penderita dengan perdarahan subkonjungtiva akibat trauma tumpul.
Penatalaksanaan
Pengobatan pertama pada hematoma subkonjungtiva adalh dengan kompres hangat.
Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorbsi dengan sendirinya dalam 1 – 2
minggu tanpa diobati.

2
d. Edema kornea
Gambaran klinis
Edema kornea dapat meberikan keluhan berupa penglihatan kabur dan terlihatnya pelangi
sekitar bola lampu atau sumber cahaya yang dilihat. Kornea akan terlihat keruh dengan uji
plasedo yang positif.
Penatalaksanaan
Pengobatan yang diberikan adalah larutan hiertonik seperti NaCL 5% atau larutan garam
hipertonik 2 – 8%, glukosa 40% dan larutan albumin. Bila terjadi peninggian tekanan bola
mata maka dapat diberikan asetozolamida. Dapat diberikan lensa kontak lembek untuk
menghilangkan rasa sakit dan memperbaiki tajam penglihatan.

e. Erosi kornea
Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasnya epitel kornea yang dapat mengakibatkan
oleh gesekan keras pada epitel kornea.
Gambaran klinis
Pada erosi pasien akan merasa sakit sekali akibat erosi merusak kornea yang mempunyai
serat sensibel yang banyak, mata berair, fotofobia dan penglihatan akan terganggu oleh
media yang keruh. Pada kornea akan terlihat adanya defek efitel kornea yang bila diberi
fuorosein akan berwarna hijau.
Penatalaksanaan
Anestesi topikal dapat diberikan untuk memeriksa tajam penglihatan dan menghilangkan
rasa sakit yang sangat. Anestesi topikal diberikan dengan hati-hati karena dapat menambah
kerusakan epitel. Epitel yang terkelupas atau terlipat sebaiknya dilepas atau dikupas. Untuk
mencegah terjadinya infeksi dapat diberikan antibiotika spektrum luas seperti neosporin,
kloramfenikol dan sufasetamid tetes. Akibat rangsangan yang mengakibatkan spasme siliar
maka dapat diberikan sikloplegik aksi-pendek seperti tropikamida. Untuk mengurangi
rangsangan cahaya dan membuat rasa nyaman pada pasien, maka bisa diberikan bebat
tekan pada pasien minimal 24 jam.

f. Erosi kornea rekuren


Erosi rekuren biasanya terjadi akibat cedera yang merusak membran basal atau tukak
metaherpetik. Epitel akan sukar menutup dikarenakan terjadinya pelepasan membran basal
epitel kornea sebagai sebagai tempat duduknya sel basal epitel kornea.
Penatalaksanaan
Pengobatan terutama bertujuan melumas permukaan kornea sehingga regenerasi epitel
tidak cepat terlepas untuk membentuk membran basal kornea. Pemberian siklopegik
bertujuan untuk mengurangi rasa sakit ataupun untuk mengurangi gejala radang uvea yang
mungkn timbul. Antibiotik dapat diberikan dalam bentuk tetes dan mata ditutup untuk
mempercepat pertumbuhan epitel baru dan mencegah infeksi sekunder. Dapat digunakan
lensa kontak lembek pada pasien dengan erosi rekuren pada kornea dengan maksud untuk
mempertahankan epitel berada ditempatnya.

g. Iridoplegia
Kelumpuhan otot sfingter pupil yang isa diakibatkan karena trauma tumpul pada uvea
sehingga menyebabkan pupi menjadi lebar atau midriasis.
Gambaran klinis
Pasien akan sukar melihat dekat karena gangguan akomodasi dan merasakan silau karena
gangguan pengaturan masuknya cahaya ke pupil. Pupil terlihat tidak sama besar atau
anisokoria dan bentuk pupil dapat menjadi ireguler. Pupil biasanya tidak bereaksi terhadap
sinar.

3
Penatalaksanaan
Penanganan pada pasien dengan iridoplegia post trauma sebaiknya diberikan istirahat untuk
mencegah terjadinnya kelelahan sfingter dan pemberian roboransia.

h. Hifema
Hifema adalah darah di dalam bilik mata depan yang dapat terjadi akibat trauma tumpul
sehingga merobek pembuluh darah iris atau badan siliar.
Gambaran klinis
Pasien akan mengeluh sakit disertai dengan epifora dan blefarospasme. Penglihatan pasien
akan sangat menurun dan bila pasien duduk hifema akan terlihat terkumpul dibagian bawah
bilik mata depan dan dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. Zat besi di dalam
bola ata dapat menimbulkan siderosis bulbi yang bila didiamkan ftisis bulbi dan kebutaan.
Penatalaksanaan
Penanganan awal pada pasien hifema yaiu dengan merawat pasien dengan tidur di tempat
tidur yang ditinggikan 30 derajat pada kepala, diberi koagulansia dan mata ditutup. Pada
pasien yang gelisah dapat diberikan obat penenang. Bila terjadi glaukoma dapat diberikan
Asetazolamida. Parasentesis atau pengeluaran darah dari bilik mata depan dilakukan pada
pasien dengan hifema bila terlihat tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma skunder, hifema
penuh dan berwarna hitam atau setelah 5 hari tidak terliaht tanda-tanda hifema berkurang.

i. Iridosiklitis
Yaitu radang pada uvea anterior yang terjadi akibat reaksi jaringan uvea pada post trauma.
Gambaran klinis
Pada mata akan terlihat mata merah, akbat danya darah yang berada di dalam bilik mata
depan maka akan terdapat suar dan pupil mata yang mengecil yang mengakibatkan visus
menurun. Sebaiknya pada mata diukur tekanan bola mata untuk persiapan memeriksa
fundus dengan midriatika.
Penatalaksanaan
Pada uveitis anterior diberikan tetes midriatik dan steroid topikal, bila terlihat tanda radang
berat maka dapat diberikan steroid sistemik. Penanganan dengan cara bedah mata.

j. Subluksasi Lensa
Subluksasi Lensa adalah lensa yang berpindah tempat akibat putusnya sebagian zonula zinn
ataupun dapat terjadi spontan karena trauma atau zonula zinn yang rapuh (sindrom
Marphan).
Gambaran klinis
Pasien pasca trauma akan mengeluh penglihatan berkurang. Gambaran pada iris berupa
iridodonesis. Akibat pegangan lensa pada zonula tidak ada, maka lensa akan menjadi
cembung dan mata akan menjadi lebih miopi. Lensa yang cembung akan membuat iris
terdorong ke depan sehingga bisa mengakibatkan terjadinya glaukoma sekunder.
Penatalaksanaan
Penanganan pada subluksasi lensa adalah dengan pembedahan. Bila tidak terjadi penyulit
seperti glaukoma dan uveitis, maka dapat diberi kaca mata koreksi yang sesuai.

k. Luksasi Lensa Anterior


Yaitu bila seluruh zonula zinn di sekitar ekuator putus akibat trauma sehingga lensa masuk
ke dalam bilik mata depan.
Gambaran klinis
Pasien akan mengeluh penglihatan menurun mendadak. Muncul gejala-gejala glaukoma
kongestif akut yang disebabkan karena lensa terletak di bilik mata depan yang

4
mengakibatkan terjadinya gangguan pengaliran keluar cairan bilik mata. Terdapat injeksi
siliar yang berat, edema kornea, lensa di dalam bilik mata depan. Iris terdorong ke belakang
dengan pupil yang lebar.
Penatalaksanaan
Penanganan pada Luksasi lensa anterior sebaiknya pasien segera dilakukan pembedahan
untuk mengambil lensa. Pemberian asetazolamida dapat dilakukan untuk menurunkan
tekanan bola mata.

l. Luksasi Lensa Posterior


Yaitu bila seluruh zonula zinn di sekitar ekuator putus akibat trauma sehingga lensa jatuh
ke dalam badan kaca dan tenggelam di dataran bawah fundus okuli.
Gambaran klinis
Pasien akan mengeluh adanya skotoma pada lapang pandangnya karena lensa mengganggu
kampus. Mata menunjukan gejala afakia, bilik mata depan dalam dan iris tremulans.
Penatalaksanaan
Penanganan yaitu dengan melakukan ekstraksi lensa. Bila terjadi penyulit maka diatasi
penyulitnya.

m. Edem Retina
Edem Retina adalah terjadinya sembab pada daerah retina yang bisa diakibatkan oleh
trauma tumpul.
Gambaran klinis
Edema retina akan memberikan warna retina lebih abu-abu akibat sukarnya melihat
jaringan koroid melalui retina yang sembab. Pada edema retina akibat trauma tumpul
mengakibatkan edema makula sehingga tidak terdapat cherry red spot. Penglihatan pasien
akan menurun.
Penatalaksanaan
Penanganan yaitu dengan menyuruh pasien istirahat. Penglihatan akan normal kembali
setelah beberapa waktu, akan tetapi dapat juga penglihatan berkurang akibat tertimbunya
daerah makula oleh sel pigmen epitel.

n. Ablasi Retina
Yaitu terlepasnya retina dari koroid yang bisa disebabkan karena trauma. Biasanya pasien
telah mempunyai bakat untuk terjadinya ablasi retina. Seperti adanya retinitis sanata,
miopia dan proses degenerasi retina lainnya.
Gambaran klinis
Pada pasien akan terdapat keluhan ketajaman penglihatan menurun, terlihat adanya selaput
yang seperti tabir pada pandangannya. Pada pemeriksaan fundus kopi akan terlihat retina
berwarna abu-abu dengan pembuluh darah yang terangkat dan berkelok-kelok.
Penatalaksanaan
Ablasi retina ditangani dengan melakukan pembedahan oleh dokter mata.

2. Trauma Tembus
Trauma tembus pada mata dapat diakibatkan oleh benda tajam atau benda asing lainya yang
mengakibatkan terjadinya robekan jaringan-jarinagan mata secara berurutan, misalnya mulai
dari palpebra,kornea, uvea sampai mengenai lensa..
Gambaran klinis
Bila trauma yang disebabkan benda tajam atau benda asing lainya masuk kedalam bola mata
maka akan mengakibatkan tanda-tanda bola mata tembus seperti :
- Tajam penglihatan yang menurun

5
- Tekanan bola mata yang rendah
- Bilik mata dangkal
- Bentuk dan letak pupil yang berubah
- Terlihat adanya ruptur pada kornea atau sklera
- Terdapat jaringan yang prolaps, seperti cairan mata, iris, lensa, badan kaca atau retina
- Konjungtivis kemotis
Penatalaksanaan
Bila terlihat salah satu atau beberapa tanda diatas maka dicurigai adanya trauma tembus bola
mata maka secepatnya dilakukan pemberian antibiotika topikal dan mata ditutup tetapi jangan
terlalu kencang dan segera dikirim ke dokter mata untuk dilakukan pembedahan dan
penanganan lebih lanjut. Pembuatan foto bisa dilakukan untuk melihat adanya benda asing
dalam bola mata. Benda asing yang bersifat magnetik dapat dikeluarkan dengan magnet raksasa,
dan benda asing yang tidak bersifat magnetik dapat dikeluarkan dengan vitrektomi.

2. Trauma Fisika
1. Trauma Sinar Inframerah
Sinar inframerah dapat mengakibatkan kerusakan pada lensa, iris dan kapsul disekitar lensa.
Hal ini terjadi karena sinar yang terkumpul dan ditanglap oleh mata selama satu menit tanpa
henti akan menagkibatkan pupil melebar dan terjadi kenaikan suhu lensa sebanyak 9 derajat
selsius, sehingga mengakibatkan katarak dan eksfoliasi pada kapsul lensa.
Gambaran klinis
Seseorang yang sering terpejan dengan sinar ini dapat terkena keratitis superfisial, katarak
kortikal anterior posterior dan koagulasi pada koroid. Biasanya terjadi penurunan tajam
penglihatan, penglihatan kabur dan mata terasa panas.
Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan terhadap akibat buruk yang telah terjadi, kecuali mencegah sering
terpapar oleh sinar infra merah ini. Pemberian steroid sistemik dimaksudkan untuk mencegah
terbentuknya jaringn parut pada makula dan untuk mengurangi gejala radang yang timbul.

2. Trauma Sinar Ultra Violet


Sinar ultra violet akan segera merusak sel epitel kornea, kerusakan iniakan segera baik kembali
setelah beberapa waktu dan tidak memberikan gangguan tajam penglihatan yang menetap.
Gambaran klinis
Biasanya pasien akan memberikan keluhan 4 – 6 jam post trauma, pasien akan merasakn mata
sangat sakit, terasa seperti ada pasir, fotofobia, blefarospasme dan konjungtiva kemotik. Korne
akan menunjukan adanya infiltrat pada permukaanyayang kadang-kadang disetai dengan
kornea yang keruh. Pupil akan terlihat miosis.
Penatalaksanaan
Pengobatan yang diberikan adalah sikloplegia, antibiotika lokal, analgetika dan mata ditutup
selama 2 – 3 hari. Biasanya sembuh setelah 48 jam.

3. Trauma Sinar Ionisasi dan Sinar X


Sinar Ionisasi dibedakan dalam bentuk:
- Sinar alfa yang dapat diabaikan
- Sinar beta yang dapat menembus 1 cm jaringan
- Sinar gamma
- Sinar X
Gambaran Klinis
Sinar ionisasi dan sinar X dapat mengakibatkan kerusakan pada kornea yang dapat bersifat
permanen. Katarak akibat pemecahan sel epitel yang tidak normal dan rusaknya retina dengan

6
gambarandilatasi kapiler, perdarahan, mikroaneuris mata dan eksudat. Atrofi sel goblet pada
konjungtiva juga dapat terjadi dan mengganggu fungsi air mata.
Penatalaksanaan
Pengobatan yang diberikan adalah antibiotika topikal, steroid sistemik dan sikloplegik.
Bila terjadi simblefaron pada konjungtiva dilakukan tindakan pembedahan.

3. Trauma Kimiawi
Trauma Kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi di laboratorium, industri, pekerjaan
yang memakai bahan kimia, pekerjaan pertanian dan peperangan yang memakai bahan kimia.
Trauma kimia pada mata memerlukan tindakan segera, irigasi pada daerah mata yang terkena
bahan kimia harus segera dilakukan untuk mencegah terjadinya penyulit yang berat. Pembilasan
dapat dilakukan dengan memakai garam fisiologik atau air bersih lainya selama 15 – 30 menit.
1. Trauma Asam
Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi pengendapan ataupun penggumpalan
bahan protein permukaan. Biasanya akan terjadi kerusakan pada bagian superfisisal saja, tetapi
bahan asam kuat dapat bereaksi yang mengakibatkan trauma menjadi lebih dalam.
Gambaran klinis
Pasien akan merasakan mata terasa pedih, seperti kering, seperti ada pasir dan ketajaman mata
biasanya menurun.
Penatalaksanaan
Pengobatan dilakukan dengan irigasi jaringan yang terkena secara perlahan-lahan dan selama
mungkin dengan air bersih atau garam fisiologik minimal selama 15 menit. Antibiotika topikal
untuk mencegah infeksi, Sikloplegik bila terjadi ulkus kornea atau kerusakan lebih dalam,
EDTA bisa diberikan satu minggu post trauma.

2. Trauma Basa
Trauma basa pada mata akan memberikan reaksi yang gawat pada mata. Alkali dengan mudah
dan cepat dapat menembus jaringan kornea, bilik mata depan dan bagian retina. Hal ini terjadi
akibat terjadinya penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia basa bersifat koagulasi
sel dan terjadi proses persabunan disertai dangan dehidrasi.
Gambaran klinis
Pasien akan merasakan mata terasa pedih, seperti kering, seperti ada pasir dan ketajaman mata
biasanya menurun. Pengujian dengan kertas lakmus saat pertama kali datang adalah
menunjukan suasana alkalis.
Penatalaksanaan
Tindakan yang dilakukan adalah dengan irigasi dengan garam fisiologik sekitar 60 menit segera
setelah trauma. Penderita diberikan sikloplegia, antibiotika, EDTA diberikan segera setelah
trauma 1 tetes tiap 5 menit selama 2 jam dengan maksud untuk mengikat sisa basa dan untuk
menetralisir kolagenase yang terbentuk pada hari ketujuh post trauma. Diberikan antiiatik lokal
untuk mencegah infeks, Analgetik dan anestesik topikal dapat diberikan untuk mengurangi rasa
nyeri.

7
TRAUMA HIDUNG

TRAUMA
HIDUNG

ANANMNESES & PEM. FISIK :


PEM. PENUNJANG - PASCA TRAUMA
- FOTO RONTGEN TULANG - DFORMITAS
HIDUNG
TINDAKAN SEGERA: - EPISTAKSIS
- CT SCAN BILA PERLU
1. BEBASKAN JALAN - TENSI NORMAL/ TURUN
NAPAS
2. HENTIKAN
PERDARAHAN
3. INFUS BILA PERLU

TRAUMATERBUKA TRAUMA TERTUTUP

EDEMA TDK ADA EDEMA

EKSPLORASI &

REPOSISI

REPOSISI REPOSISI
SETELAH EDEMA
HILANG
SEGERA

Penanganan segera kejadian trauma hidung sebelum dilakukan tindakan lebih lanjut dan kompleks
dibagi menjadi 2, yaitu tindakan penyelamatan atau gawat darurat dan tindakan mengembalikan
fungsi hidung serta mencegah terjadinya komplikasi.

1. Tindakan penyelamatan atau Gawat Darurat


Pada tindakan ini, yang perlu dilakukan adalah memperhatikan jalan nafas, apakah terdapat
sumbatan jalan nafas yang disebabkan oleh adanya bekuan darah atau adanya darah segar yang
sedang mengalir, bengkak atau edema, fragmen tulang hidung yang masuk ke dalam saluran
nafas. Apabila ada kejadian tersebut segera atasi dan bersihkan, kalau perlu lakukan intubasi
maupun trakeostomi. Perhatikan tanda vital yang lainnya. Ukur secara berkala tekanan darah.
Kalau perlu berikan infus. Sebisa mungkin hentikan perdarahan melalui hidung (epistaksis)
yang terjadi.
2. Tindakan mengembalikan fungsi hidung dan mencegah terjadinya komplikasi
Bila trauma hidung menyebabkan avulsi (Avulsi atau avulsion adalah kondisi ketika otot
terentang kuat melampaui kebebasan kemampuan jangkauan gerak) pada hidung dan jaringan
tersebut di tempat kejadian, hendaknya jaringan tersebut dibawa serta bersama pasien ke rumah
sakit dengan harapan jaringan dapat ditanam kembali. Jika memungkinkan lakukan reposisi
pada deformitas hidung.
2 Penanganan segera diatas sebaiknya dilakukan sebelum pasien dibawa ke rumah sakit. Penting
adalah selain mencegah komplikasi, juga untuk menyelamatkan jiwa sang pasien. Namun perlu
diperhatikan, bahwa penanganan kegawatan tetap perlu memperhatikan keselamatan sang
penolong.

8
BENDA ASING DALAM HIDUNG

Penatalaksanaan
Untuk dapat menanggulangi kasus aspirasi benda asing dengan cepat dan tepat perlu diketahui
dengan sebaik-baiknya gejala tersangkutnya benda asing tersebut. Adapun pemilihan teknik untuk
mengeluarkan benda asing sebaiknya didasarkan pada lokasi yang tepat, bentuk, dan komposisi
benda asing. Pengeluaran benda asing hidung jarang bersifat emergensi dan dapat menunggu saran
dari spesialis terkait. Bahaya utama pengeluaran benda asing pada hidung adalah aspirasi, terutama
pada anak-anak yang tidak kooperatif dan menangis, pasien gelisah yang kemungkinan dapat
menghirup benda asing ke dalam jalan napas dan melukai jaringan sekitar, sehingga menimbulkan
keadaan emergensi. Beberapa persiapan pengeluaran benda asing pada hidung antara lain :
1. Posisi ideal saat pengeluaran benda asing pada hidung adalah meminta pasien untuk duduk,
pada pasien pediatrik maka akan di pangku, kemudian akan menahan tangan dan lengan pasien,
dan seseorang lainnya akan membantu menahan kepala pasien dalam posisi ekstensi 30O.
2. Visualisasi yang adekuat penting untuk membantu pengeluaran benda asing pada hidung.
Lampu kepala dan kaca pembesar dapat membantu pemeriksa untuk memeroleh sumber
pencahayaan yang baik dan tidak perlu di pegang, sehingga kedua tangan pemeriksa dapat
digunakan untuk melakukan tindakan.
3. Anestesi lokal sebelum tindakan dapat memfasilitasi ekstraksi yang efisien dan biasanya dalam
bentuk spray. Lignokain (Lidokain) 4% merupakan pilihan yang biasa digunakan, walaupun
kokain biasa digunakan dan bersifat vasokonstriktor. Namun, penggunaan kokain pada anak-
anak dapat menimbulkan toksik, sehingga biasanya digantikan dengan adrenalin (epinefrin)
1:200.000. Akan tetapi, penggunaan anestesi local tidak terlalu bermanfaat pada pasien
pediatric, sehingga anestesi umum lebih sering digunakan pada kasus anak-anak.
Alat-alat yang diguanakan dalam proses ekstraksi benda asing pada hidung adalah forsep bayonet,
serumen hook, kateter tuba eustasius, dan suction. Adapun, beberapa teknik pengeluaran benda asing
pada hidung yang dapat digunakan antara lain :
Penatalaksanaan benda asing hidung yang tidak hidup
1. Pengeluaran atau ekstraksi benda yang berbentuk bulat merupakan hal yang sulit karena tidak
mudah untuk mencengkram benda asing tersebut. Serumen hook yang sedikit dibengkokkan
merupakan alat yang paling tepat untuk digunakan. Pertama-tama, pengait menyusuri hingga
bagian atap cavum nasi hingga belakang benda asing hingga terletak di belakangnya, kemudian
pengait diputar ke samping dan diturunkan sedikit, lalu ke depan. Dengan cara ini benda asing
itu akan ikut terbawa keluar. Selain itu, dapat pula digunakan suction. Tidaklah bijaksana bila
mendorong benda asing dari hidung kearah nasofaring dengan maksud supaya masuk ke dalam
mulut. Dengan cara itu, benda asing dapat terus masuk ke laring dan saluran napas bagian bawah
yang menyebabkan sesak napas, sehingga menimbulkan keadaan yang gawat. Pemberian
antibiotika sistemik selama 5-7 hari hanya diberikan pada kasus benda asing hidung yang telah
menimbulkan infeksi hidung maupun sinus.
2. Suction (teknik tekanan negatif) biasanya digunakan apabila ekstraksi dengan forsep atau hook
tidak berhasil dan juga digunakan pada benda asing berbentuk bulat. Suction dapat dengan
mudah ditemukan pada bagian emergensi dan kemudian diatur pada tekanan 100 dan 140
mmHg sebelum digunakan.
3. Benda asing mati yang bersifat non-organik pada hidung lainnya seperti spons dan potongan
kertas dapat diekstraksi dengan menggunakan forsep.
4. Benda asing mati lain yang bersifat organik seperti kacang-kacangan dapat diekstraksi dengan
menggunakan pengait tumpul.
5. Apabila tidak terdapat peralatan atau instrument, dapat digunakan cara : pasien dapat
mengeluarkan benda asing hidung tersebut dengan cara menghembuskan napas kuat-kuat
melalui hidung sementara lubang hidung yang satunya di tutup. Jika cara ini tidak berhasil atau
benda asing pada hidung tersebut terdapat pada pasien pediatrik yang tidak kooperatif, maka

9
dapat digunakan ventilasi tekanan positif melalui mulut. Pada teknik ini, orang tua penderita
melekatkan mulutnya ke mulut anaknya, lalu menutup lubang hidung yang tidak terdapat benda
asing dengan jari, lalu meniupkan udara secara lembut dan cepat melalui mulut. Walaupun
secara reflex epiglottis anak akan tertutup untuk melindungi paru-paru dari tekanan, penting
diperhatikan bahwa tidak boleh diberikan hembusan bertekanan tinggi dan volume yang
banyak.
Penatalaksanaan benda asing hidung yang hidup
1. Teknik berbeda diterapkan pada benda asing hidup. Pada kasus benda asing hidup berupa
cacing, larva, dan lintah, penggunaan kloroform 25% yang dimasukkan ke dalam hidung dapat
membunuh benda asing hidup tersebut. Hal ini mungkin harus kembali dilakukan 2-3
perminggu selama 6 minggu hingga semua benda asing hidup mati. Setiap tindakan yang selesai
dilakukan, ekstraksi dapat dilanjutkan dengan suction, irigasi, dan kuretase.
2. Pada pasien myasis dengan angka komplikasi dan morbiditas yang tinggi, dilakukan operasi
debridement dan diberikan antibiotik parenteral, serta Ivermectin (antiparasit) dapat
dipertimbangkan. Setelah proses ekstraksi selesai dilakukan, pemeriksaan yang teliti harus
dilakukan untuk mengeksklusi kehadiran benda asing lainnya. Orang tua juga harus diberikan
edukasi untuk menjauhkan paparan benda asing hidung potensial lainnya dari anak-anaknya.

10
BENDA ASING DI TELINGA

Penatalaksanaan
Ekstrasi benda asing dengan menggunakan pengait atau pinset atau alligator (khususnya gabah).
Pada anak yang tidak kooperatif, sebaiknya dikeluarkan dalam narcosis umum, agar tidak terjadi
komplikasi pada membrane timapani.
• Bila benda asing berupa binatang atau serangga yang hidup, harus dimatikan dulu dengan
meneteskan pantokain, xylokain, minyak atau alcohol kemudian dijepit dengan pinset. Usaha
pengeluaran harus dilakukan dengan hati- hati biasanya dijepit dengan pinset dan ditarik keluar.
Bila pasien tidak kooperatif dan beresiko merusak gendang telinga atau struktur- struktur telinga
tengah, maka sebaiknya dilakukan anastesi sebelum dilakukan penatalaksanaan.
Kemudian benda asing dikait dengan pinset atau klem dan ditarik keluar. Setelah benda asing
keluar, liang telinga dibersihkan dengan larutan betadin. Bila ada laserasi liang telinga diberikan
antibiotik ampisilin selama 3 hari dan analgetik jika perlu.
Benda asing seperti kertas, busa, bunga, kapas, dijepit dengan pinset dan ditarik keluar. Benda
asing yang licin dan keras seperti batu, manik-manik, biji-bijian pada anak yang tidak kooperatif
dilakukan dengan narkose. Dengan memakai lampu kepala yang sinarnya terang lalu
dikeluarkan dengan pengait secara hati-hati karena dapat menyebabkan trauma pada membran
timpani.
Pengambilan benda asing dari kanalis audiotorius eksternus merupakan tantangan bagi petugas
perawatan kesehatan. Banyak benda asing (misalnya : kerikil, mainan, manik-manik,
penghapus) dapat diambil dengan irigasi kecuali ada riwayat perforasi lubang membrana
timpani. Benda asing dapat terdorong secara lengkap ke bagian tulang kanalis yang
menyebabkan laserasi kulit dan melubangi membrana timpani pada anak kecil atau pada kasus
ekstraksi yang sulit pada orang dewasa. Pengambilan benda asing harus dilakukan dengan
anatesia umum di kamar operasi.
• Ekstraksi benda asing dengan menggunakan pengait atau pinset atau aligator (khususnya
gabah).Pada anak yang tidak kooperatif, sebaiknya dikeluarkan dalam narcosis umum, supaya
tidak terjadi komplikasi pada membran timpani.
• Bila benda asing berupa binatang atau serangga yang hidup, harus dimatikan dulu dengan
meneteskan pantokain, xylokain, minyak atau alkohol kemudian dijepit dengan pinset.

Benda Asing (Corpus Alienum) di Liang Telinga


Benda asing (corpus alienum) yang berada dalam telinga bisa berupa benda mati, benda hidup,
binatang, komponen tumbuhan dan mineral. Kacang hijau dan karet penghapus banyak ditemukan
pada pasien anak-anak. Pasien dewasa seringkali berupa potongan korek api dan binatang seperti
kecoa, semut dan nyamuk.

Cara mengeluarkan benda asing (corpus alienum) dari liang telinga, antara lain :
1. Benda hidup. Harus dimatikan terlebih dahulu sebelum kita keluarkannya. Masukkan tampon
basah ke dalam liang telinga lalu tetesi cairan misalnya larutan rivanol dan biarkan selama 10
menit.
2. Tidak kooperatif. Pegang kepala anak. Anestesi umum dapat kita lakukan pada kasus tertentu.
3. Irigasi. Gunakan air bersih yang sesuai suhu tubuh.
4. Pinset.
5. Kapas yang terpilin.
6. Pengait serumen. Gunakan untuk mengeluarkan benda asing (corpus alienum) yang besar.
7. Cunam atau pengait. Gunakan pada benda asing (corpus alienum) yang kecil.

11
EPISTAKSIS

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan epistaksis ini dapat dibagi menjadi penatalaksanaan pada keadaan akut dan
penatalaksanaan definitif. Penatalaksanaan akut adalah upaya yang dilakukan untuk
mengidentifikasi sumber pendarahan dan menghentikannya, sedangkan penatalaksanaan definitif
adalah upaya yang dilakukan untuk mengetahui penyebab dari epistaksis tersebut termasuk
didalamnya upaya mencegah berulangnya epistaksis tersebut. Termasuk didalam penatalaksanaan
definitif adalah, pemasangan tampon anterior dan posterior, irigasi air panas dari rongga hidung,
angiografi dan embolisasi arteri karotid eksternal, dan pembedahan. Beberapa pilihan bedah
termasuk elektrokauter danligasi pembuluh darahhidung. Beberapa upaya ligasi arteri yang dapat
dilakukakan adalah ligase apada a. sphenopalatina arteri, a. ethmoidalis, ligasi a. karotis eksternal,
ligasia. maksilaris interna.
Berikut adalah cara yang lazim dilakukan dalam memeriksa dan melakukan penanganan terhadap
pasien dengan epistaksis.
1. Gunakan pelindung diri (APD) yang memadai
2. Amankan jalan napas dan fungsi vital lain
3. Bila memungkinkan pasien dalam posisi duduk tegak menghadap kearah dokter
4. Lakukan penekanan sedang pada cuping hidung selama 10-15 menit
• Bila masih berdarah, bersihkan bekuan darah dan semprotkan vasokonstriktor lokal
(adrenaline 1/200.000 ), dengan catatan tekanan
darah pasien normal
• Bila perdarahan berhenti, tenangkan pasien dan observasi ketat.
5. Lanjutan dari (4), lakukan pemeriksaan dengan lampu kepala yang terang dan
fokus,
• Bila sumber perdarahan ditemukan dan diidentifikasi, lakukan kauterisasi
dengan AgNo3 10-30 %, atau gunakan tampon gel, setelah itu segera
lakukan upaya mengoreksi status hemodinamik pasien.
• Bila sumber perdarahan tidak ditemukan lakukan pemasangan tampon
anterior bisa dibalurkan dengan Kemycitine zalf atau Adrenaline
1/200.000.
6. Bila
• Perdarahan berhenti, upayakan pasien observasi 4-6 jam
• Bila perdarahan menetap rujuk untuk penanganan lebih lanjut.

Beberapa pilihan penanganan epistaksis


1. Kauterisasi mukosa hidung
• Pembuluh darah / focus perdarahan terlihat
• Gunakan AgNO3 10 – 30 %
• Perhatian terhadap ulkus septum
2. Kauterisasi endoskopi
• Bahan yang digunakan sama dengan diatas
• Menggunakan endoskop hidung yang rigid
• Dapat digunakan untuk perdarahan yang letaknya lebih dalam
• Perlu keterampilam
3. Pemasangan tampon hidung
• Tampon berupa kasa gulung, tampon kapas, Merocell atau Rapid Rhinos
• Perlu spekulum hidung, pinsep bayonet panjang
• Tampon kasa gulung yang sudah dibaluri betadine + kemycitine zalf
• Perlu keterampilan dan keberanian

12
4. Septoplasty.
5. Ligasi arteri.
6. Oklusi / embolisasi arteri.

13

Anda mungkin juga menyukai