MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Perbandingan Dakwah
Dosen Pengampu : Drs.Uwoh Saepulloh, M.Ag
oleh:
Candra Alimin
(1184030027)
MD IV A
Daftar Isi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
Kata Pengantar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
BAB I: Pendahuluan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
A. Latar belakang Penulisan ........................................................3
B. Rumusan Masalah ...................................................................3
C. Tujuan Penulisan Makalah .......................................................3
1
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah S.W.T sang Pencipta alam
semesta, manusia, karena berkat limpahan rahmat, taufiq, hidayah serta inayah-
Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang sederhana dan dapat
terselesaikan dengan baik. Maksud dari tujuan makalah ini tidaklah lain untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah serta merupakan bentuk langsung
tanggung jawab kami pada tugas yang diberikan.
Maka dengan demikian yang dapat kami sampaikan dimana kami sadar
bawasannya kami hanyalah seorang manusia yang tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan, sedangkan kesempurnaan hanya milik Allah S.W.T sehingga dalam
penulisan dan penyusunan ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang konstruktif akan senantiasa kami nanti dalam upaya evaluasi
diri dan akhirnya kami hanya bisa berharap, bahwa dibalik ke tidak sempurnaan
makalah ini dan penyusunan makalah ini adalah ditemukan sesuatu yang dapat
memberikan manfaat atau bahkan hikmah bagi kami, pembaca, dan bagi seluruh
mahasiswa - mahasiswi. Amien ya Rabbal ‘alamin.
Penulis
2
BAB 1
PENDAHULUAN
3
BAB 2
PEMBAHASAN
1
Wahidin Saputra. Pengantar Ilmu Dakwah. (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 13
4
2. Periode Keluarga/Dakwah Secara Rahasia (Sirriyatud Dakwah)
Dalam periode ini, Allah SWT, menyuruh Rasulullah Saw.
Menyampaikan dakwah kepada keluarganya yang terdekat terlebih dahulu,
dan jangan menghiraukan ancaman dan penghinaan musyrik Quraisy.2
Selama 3 tahun membangun kutlah kaum muslim dengan
membangun pola pikir yang islami (‘aqliyah islamiyah) dan jiwa yang
islami (nafsiyah islamiyah), maka muncullah sekelompok orang yang
memiliki syakhsiyah islamiyah (kepribadian Islam) yang siap berdakwah
di tengah-tengah masyarakat jahiliyah pada saat itu. Hal ini bertepatan
dengan turunnya surat al Hijr : 94, yang memerintahkan Rasulullah untuk
berdakwah secara terang-terangan dan terbuka. Ini berarti Rasulullah dan
para sahabatnya telah berpindah dari tahapan dakwah secara sembunyi-
sembunyi (daur al istikhfa’) kepada tahapan dakwah secara terang-
terangan (daur al i’lan).
2
Ibid, h. 4
5
Dakwah Islam dimulai di Mekah dengan cara sembunyi-sembunyi.
Dan Ibnu Ishaq menyebutkan, dakwah dengan cara ini berjalan selama tiga
tahun. Demikian pula dengan Abu Naim: ia mengatakan dakwah tertutup
ini berjalan selama tiga tahun.
3. Periode Konfrontasi / Da’wah Secara Terang-terangan (Jahriyatud
Da’wah)
Dalam masa periode konfrontasi ini, Rasulullah Saw, berdakwah
dengan terus terang, dengan blak-blakan tanpa menghiraukan penghinaan
dan ancaman. Nabi Saw, keluar menjalankan dakwahnya ke segala tempat,
ke ka’bah, ke tempat-tempat orang Quraisy berkumpul, pada musim hari
raya, bahkan pada segala kesempatan, mengajak mereka memeluk agama
Allah Swt, agama tauhid. Maka berkembanglah dakwah Rasulullah Saw,
dan banyaklah pengikutnya, sehingga menyebabkan kaum quraisy mulai
bertindak keras dan kejam.3
4. Periode Kekuatan/ Da’wah Secara Terang-terangan (Jahriyatud
Da’wah)
Pada akhir periode ketiga, yaitu dalam tahun ke delapan Hijriah,
masuklah ke dalam Islam, Hamzah dan Umar bin Khattab, keduanya
adalah pahlawan-pahlawan Quraisy, sehingga dengan sebab masuknya
mereka ke dalam Islam, barisan kaum muslimin menjadi kuat dan
masuklah dakwah Islam ke dalam periode ke tempat yaitu periode
kekuatan.
Dalam permulaan periode ke empat ini, yaitu dalam tahun ke
delapan Hijriah, kaum Muslimin untuk pertama kali melakukan ibadah
shalat dengan terang-terangan dalam ka’bah, sedangkan sebelum itu
mereka melakukan shalat dengan sembunyi-sembunyi.4
Benturan antara Rasulullah dengan kafir Quraisy terjadi karena
Rasulullah dan para sahabat selalu melecehkan khayalan mereka,
merendahkan tuhan-tuhan mereka, menyebarkan rusaknya kehidupan
mereka yang rendah, dan mencela cara-cara hidup mereka yang
3
Ibid, h. 15
4
Ibid, h. 15 – 16
6
sesat. Rasulullah tidak pernah berkompromi apalagi bekerjasama
menjalankan sistem kehidupan rusak dan sesat buatan manusia jahiliyah.
Al Qur’an senantiasa turun kepada Beliau, dan menyerang orang-orang
kafir secara gamblang. Akibatnya, manusia-manusia jahil itu menghalangi
dan menyakiti Rasulullah dengan fitnah, propaganda yang menyesatkan,
pemboikotan bahkan penyiksaan fisik.
B. Metode dan teknik Dakwah Rasulullah saw.
Pokok-pokok pikiran yang dijadikan strategi dakwah Rasulullah SAW
adalah:5
1. Berdakwah dimulai dari diri sendiri, maksudnya sebelum mengajak orang
lain meyakini kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya, maka terlebih
dahulu orang yang berdakwah itu harus meyakini kebenaran Islam dan
mengamalkan ajarannya.
2. Cara (metode) melaksanakan dakwah sesuai dengan petunjuk Allah SWT
dalam Surah An-Nahl ayat 125.
Berdakwah itu hukumnya wajib bagi Rasulullah SAW dan umatnya sesuai
dengan petunjuk Allah SWT dalam Surah Ali Imran, 3: 104.
5
M. Munir dkk, Metode dakwah,(Jakarta; Kencana, 2006) Cet ke-3 h. 8
7
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan
mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang
beruntung.” (QS. Ali Imran, 3: 104)
Berdakwah dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah SWT semata, bukan
dengan untuk memperoleh popularitas dan keuntungan yang bersifat
materi.
Masyarakat Islam atau masyarakat madani adalah masyarakat yang
menerapkan ajaran Islam pada seluruh aspek kehidupan, sehingga terwujud
kehidupan bermasyarakat yang baldatun tayyibatun wa rabbun ghafur, yakni
masyarakat yang baik, aman, tenteram, damai, adil, dan makmur di bawah
naungan ridha Allah SWT dan ampunan-Nya.
Usaha-usaha Rasulullah SAW dalam mewujudkan masyarakat Islam
seperti tersebut adalah:6
1. Membangun Masjid
Mengenai fungsi atau peranan masjid pada masa Rasulullah SAW
adalah sebagai berikut:7
a. Masjid sebagai sarana pembinaan umat Islam di bidang akidah, ibadah,
dan akhlak.
b. Masjid merupakan sarana ibadah, khususnya shalat lima waktu, shalat
Jumat, shalat Tarawih, shalat Idul Fitri dan Idul Adha.
c. Masjid merupakan tempat belajar dan mengajar tentang agama Islam
yang bersumber kepada Al-Qur’an dan Hadis.
d. Masjid sebagai tempat pertemuan untuk menjalin hubungan
persaudaraan sesama Muslim (ukhuwah Islamiah) demi terwujudnya
persatuan.
e. Menjadikan masjid sebagai sarana kegiatan sosial. Misalnya sebagai
tempat penampungan zakat, infak, dan sedekah dan menyalurkannya
6
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta; Bumi Aksara, 1991, Cet. 1, h. 61.
7
Ibd, h. 9
8
kepada yang berhak menerimanya, terutama para fakir miskin dan
anak-anak yatim terlantar.
f. Menjadikan halaman masjid dengan memasang tenda, sebagai tempat
pengobatan para penderita sakit, terutama para pejuang Islam yang
menderita luka akibat perang melawan orang-orang kafir.
2. Mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan Ansar
Rasulullah SAW bermusyawarah dengan Abu Bakar r.a. dan Umar
bin Khatab tentang mempersaudarakan antara Muhajirin dan Ansar,
sehingga terwujud persatuan yang tangguh. Hasil musyawarah
memutuskan agar setiap orang Muhajirin mencari dan mengangkat
seorang dari kalangan Ansar menjadi saudaranya senasab (seketurunan),
dengan niat ikhlas karena Allah SWT. Demikian juga sebaliknya orang
Ansar.
Rasulullah SAW memberi contoh dengan mengajak Ali bin Abi
Thalib sebagai saudaranya. Apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW
dicontoh oleh seluruh sahabat misalnya:8
a. Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Rasulullah SAW, pahlawan Islam
yang pemberani bersaudara dengan Zaid bin Haritsah, mantan hamba
sahaya, yang kemudian dijadikan anak angkat Rasulullah SAW.
b. Abu Bakar ash-Shiddiq, bersaudara dengan Kharizah bin Zaid.
c. Umar bin Khattab bersaudara denga Itban bin Malik al-Khazraji
(Ansar).
d. Abdurrahman bin Auf bersaudara dengan Sa’ad bin Rabi (Ansar).
Persaudaraan secara sepasang–sepasang seperti tersebut, ternyata
membuahkan hasil sesama Muhajirin dan Ansar terjalin hubungan
persaudaraan yang lebih baik. Mereka saling mencintai, saling
menyayangi, hormat-menghormati, dan tolong-menolong dalam kebaikan
dan ketakwaan.
Kaum Ansar dengan ikhlas memberikan pertolongan kepada kaum
Muhajirin berupa tempat tinggal, sandang-pangan, dan lain-lain yang
8
Ibid, h. 10
9
diperlukan. Namun kaum Muhajirin tidak diam berpangku tangan, mereka
berusaha sekuat tenaga untuk mencari nafkah agar dapat hidup mandiri.
Misalnya, Abdurrahman bin Auf menjadi pedagang, Abu Bakar, Umar bin
Khattab dan Ali bin Abu Thalib menjadi petani kurma.
Kaum Muhajirin yang belum mempunyai tempat tinggal dan mata
pencaharian oleh Rasulullah SAW ditempatkan di bagian Masjid Nabawi
yang beratap yang disebut Suffa dan mereka dinamakan Ahlus
Suffa (penghuni Suffa). Kebutuhan-kebutuhan mereka dicukupi oleh kaum
Muhajirin dan kaum Ansar secara bergotong-royong.
3. Perjanjian dengan masyarakat Yahudi Madinah
Menurut Ibnu Hisyam, Rasulullah SAW membuat perjanjian
dengan penduduk Madinah non-Islam dan tertuang dalam Piagam
Madinah. Piagam Madinah itu antara lain berisi:
a. Setiap golongan dari ketiga golongan penduduk Madinah memiliki hak
pribadi, keagamaan dan politik. Sehubungan dengan itu setiap
golongan penduduk Madinah berhak menjatuhkan hukuman kepada
orang yang membuat kerusakan dan memberi keamanan kepada orang
yang mematuhi peraturan.
b. Setiap individu penduduk Madinah mendapat jaminan kebebasan
beragama.
c. Seluruh penduduk kota Madinah yang terdiri dari kaum Muslimin,
kaum Yahudi dan orang-orang Arab yang belum masuk Islam sesama
mereka hendaknya saling membantu dalam bidang moril dan materiil.
Apabila Madinah diserang musuh, maka seluruh penduduk Madinah
harus bantu-membantu dalam mempertahankan kota Madinah.
d. Rasulullah SAW adalah pemimpin seluruh penduduk Madinah. Segala
perkara dan perselisihan besar yang terjadi di Madinah harus diajukan
kepada Rasulullah SAW untuk diadili sebagaimana mestinya.
10
Pada saat Nabi Muhammad SAW tiba di Madinah, masyarakatnya
terbagi menjadi berbagai kelompok besar, yaitu kelompok Muhajirin dan
kelompok Anshar, Yahudi, Nasrani, dan penyembah berhala. Pada
awalnya, mereka semua menerima kedatangan Nabi dan umat Islam.
Namun setelah masyarakat muslim berkembang menjadi besar dan
berkuasa, mereka mulai menaruh rasa dendam dan tidak suka.
Untuk mengatasi berbagai persoalan tersebut, Nabi saw mencoba
menata sistem sosial agar mereka dapat hidup damai dan tenteram. Untuk
kalangan umat Islam, Nabi saw telah mempersaudarakan antara Muhajirin
dan Anshar. Sementara untuk kalangan non muslim, mereka diikat dengan
peraturan yang dirancang Nabi dan umat Islam yang tertuang di dalam
Piagam Madinah.
Pada masa Rasulullah, penduduk Madinah mayoritas sudah
beragam Islam, sehingga masyarakat Islam sudah terbentuk, maka adanya
pemerintahan Islam merupakan keharusan. Rasulullah SAW selain sebagai
seorang Nabi dan Rasul, juga tampil sebagai seorang Kepala Negara
(khalifah).
Sebagai Kepala Negara, Rasulullah SAW telah meletakkan dasar
bagi setiap sistem politik Islam, yakni musyawarah. Melalui musyawarah,
umat Islam dapat mengangkat wakil-wakil rakyat dan kepala
pemerintahan, serta membuat peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh
seluruh rakyatnya. Dengan syarat, peraturan-peraturan itu tidak
menyimpang dari tuntutan Al-Qur’an dan Hadis.
11
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Nabi saw tidak menampakan da’wah di majelis-majelis umum orang-
orang Quraisy, dan tidak melakukan da’wah kecuali kepada orang-orang yang
memiliki hubungan kerabat atau kenal baik sebelumnya.Mereka ini bertemu
dengan Nabi secara rahasia. Apabila diantara mereka ingin melaksanakan
salah satu ibadah, ia pergi ke lorong-lorong Mekah seraya bersembunyi dari
pandangan orang Quraisy.
Dari penjelasan makalah di atas, maka dapat di ambil kesimpulan
bahwa dakwah Rasulullah SAW periode Madinah itu merupakan dakwah
lanjutan yang dilakukan Rasulullah SAW pada saat beliau hijrah dari kota
Mekah ke kota Madinah. Dimana dalam periode Madinah ini, pengembangan
Islam lebih ditekankan pada dasar-dasar pendidikan masyarakat Islam dan
pendidikan sosial kemasyarakatan.
B. Saran
Demikian makalah yang kami susun, semoga dapat memberikan
manfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca umumnya. Penyusun
menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
makalah kami.
12
DAFTAR PUSTAKA
13