Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic

Fever (DHF) merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh virus

dengue melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang masih menyerang penduduk

dunia saat ini. World Health Organization (WHO) memperkirakan Insiden DBD

telah tumbuh meningkat secara dramatis di seluruh dunia dalam beberapa dekade

terakhir. Angka-angka yang sebenarnya dari kasus DBD yang tidak dilaporkan

dan banyak kasus yang kesalahan klasifikasi. Salah satu perkiraan baru-baru ini

menunjukkan bahwa infeksi DBD sebesar 390 juta per tahun. Penelitian lain

memperkirakan 3,9 milyar orang di 128 negara, berada pada daerah yang beresiko

terinfeksi virus dengue (WHO, 2014).

Penyakit DBD dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh

kelompok umur. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku

masyarakat (Kemenkes RI, 2014).

Insidens demam dengue terjadi baik di daerah tropik maupun subtropik

wilayah urban, menyerang lebih dari 100 juta penduduk tiap tahun, dan sekitar

30.000 kematian terjadi terutama untuk anak-anak. Data dari seluruh dunia

menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD

setiap tahunnya. Sementara itu terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009,

WHO mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di
Asia Tenggara (Achmadi, 2010).

Pada tahun 2014 sampai pertengahan bulan Desember tercatat penderita

DBD di 34 provinsi sebanyak 71.668 orang, 641 diantaranya meninggal dunia.

Angka tersebut sedikit lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya (2013)

dengan jumlah penderita sebanyak 112.511 orang dan jumlah kasus meninggal

sebanyak 871 meskipun secara umum terjadi penurunan kasus tahun ini

dibandingkan tahun sebelumnya namun pada beberapa provinsi mengalami

peningkatan jumlah kasus DBD, diantaranya Sumatera Utara, Riau, Kepri, DKI

Jakarta, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Bali, dan Kalimantan Utara

(Kemenkes RI, 2014).

Berdasarkan data Kemenkes RI tahun 2016 jumlah penderita DBD di

Indonesia sebanyak 201.885 kasus dengan jumlah kematian 1.585 orang (IR 77,96

per 100.000 penduduk dan CFR 0.79%). Jumlah kasus ini mengalami peningkatan

jika dibandingkan dengan tahun 2015 yang sebesar 129.650 kasus dengan jumlah

kematian 1.071 orang (IR 50,75 per 100.000 penduduk dan CFR 0.83%)

(Kemenkes RI, 2017).

Di Provinsi Riau, jumlah kasus DBD yang dilaporkan pada tahun 2014

sebanyak 2.342 kasus dan meninggal sebanyak 31 orang (IR = 36,83 per 100.000

penduduk dan CFR = 1,32%). Sedangkan untuk tahun 2015 terjadi sebanyak

3.261 kasus dan meninggal sebanyak 22 orang (IR = 51,40 per 100.000 penduduk,

CFR = 0,67%). Pada tahun 2016 terjadi sebanyak 4.170 kasus dan meninggal

sebanyak 39 orang (IR = 64,14 per 100.000 penduduk, CFR = 0,94%) (Kemenkes

RI, 2016).

Seluruh wilayah Indonesia, mempunyai risiko untuk kejangkitan penyakit


demam berdarah dengue karena virus penyebab dan nyamuk penularnya (Aedes

aegypti) tersebar luas, baik di rumah-rumah maupun di tempat umum, kecuali

yang ketinggiannya lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut.

Mengingat tempat hidup (habitat) nyamuk Aedes aegypti adalah pada

tempat-tempat yang terdapat air bersih, maka orang yang menjaga kebersihan

lingkungan masih dapat terkena DBD. Oleh karena itu program pemberantasan

DBD tidak cukup hanya dengan menjaga kebersihan lingkungan, tetapi harus

menghindari keberadaan jentik di tempat air yang bersih, misalnya menguras bak

mandi setiap seminggu sekali. Hal ini dilakukan mengingat kehidupan nyamuk

Aedes aegypti diketahui siklus hidupnya selama bertelur hingga menetas 10

sampai 14 hari. Dengan menguras bak mandi seminggu sekali tidak memberi

kesempatan Aedes aegypti untuk bertelur sehingga dapat menghilangkan tempat

perindukannya.
Vektor DBD di Indonesia adalah nyamuk Aedes Aegypti sebagai vektor

utama dan Aedes Albopictus sebagai vektor sekunder. Spesies tersebut merupakan

nyamuk pemukiman yang stadium pradewasanya mempunyai habitat

perkembangbiakan di tempat penampungan air/wadah yang berada di pemukiman

dengan air yang relatif jernih. Nyamuk Aedes Aegypti lebih banyak ditemukan

berkembangbiak di tempat-tempat penampungan air buatan antara lain bak mandi,

ember, vas bunga, tempat minum burung, kaleng bekas, dan sejenisnya.

Sementara itu, Aedes Albopictus lebih banyak ditemukan di penampungan air

alami di luar rumah seperti axilla daun, lubang pohon, potongan bambu dan

sejenisnya terutama di wilayah pinggiran kota dan pedesaan (Sukowati, 2010).

Beberapa faktor etiologi yang ditemukan berhubungan dengan penyakit

DBD adalah faktor host (umur, jenis kelamin, mobilitas), faktor lingkungan

(kepadatan rumah, adanya tempat perindukan nyamuk, tempat peristirahatan

nyamuk, kepadatan nyamuk, angka bebas jentik, curah hujan), serta faktor

perilaku (pola tidur dan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk). Curah hujan

yang tinggi saat musim penghujan misalnya, dapat menimbulkan banjir dan

genangan air di suatu wadah/media yang menjadi tempat perkembangbiakan

nyamuk, seperti cekungan di pagar bambu, pepohonan, kaleng bekas, ban bekas,

atap atau tulang rumah (Kemenkes RI, 2010).

Sampai saat ini upaya pemberantasan DBD yang telah dilakukan menitik

beratkan pada pemberantasan nyamuk Aedes Aegypti melalui kegiatan

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan gerakan 3M ( Menutup, Menguras,

dan Mengubur) untuk jentik nyamuk, serta pengasapan untuk nyamuk dewasa.

Selain itu telah diterapkan pula sistem kewaspadaan dini terhadap kemungkinan
terjadinya KLB DBD (Dinkes Prov. Sumut, 2009).

Mengingat sangat berbahayanya penyakit DBD, maka perlu ada upaya

pemberantasan yang komprehensif dari penyakit tersebut. Pemerintah telah

mengeluarkan kebijakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN 3M-Plus) untuk

menanggulangi penyakit DBD. Ini merupakan cara utama yang dianggap efektif,

efisien, dan ekonomis untuk memberantas vektor penular DBD mengingat obat

dan vaksin pembunuh virus DBD belum ditemukan. Program PSN 3M-plus perlu

diimbangi dengan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang DBD.

Pengetahuan yang baik diyakini akan berpengaruh terhadap peningkatan motivasi

masyarakat untuk mencegah munculnya penyakit DBD di lingkungan sekitarnya

(Depkes RI, 2010).

Strategi pemberantasan DBD yang dilakukan secara menyeluruh baik di

tingkat pusat dan tingkat daerah belum menunjukkan hasil yang maksimal,

seharusnya semakin di optimalkan kembali, salah satunya adalah dengan

menerapkan atau mengadopsi sistem pencegahan negara-negara lain yang terbukti

efektif dalam menurunkan angka kejadian DBD, salah satunya strategi

pencegahan dan penanggulangan DBD di Negara Kuba. Negara Amerika Latin ini

mampu mengendalikan kasus DBD di negaranya dengan memobilisir masyarakat

secara konsisten melakukan pemberantasan sarang nyamuk di seluruh negeri

secara terus-menerus dan serentak sepanjang tahun serta penemuan biolarvasida

labiofam, sebuah vaksin yang terbuat dari bakteri, efektif menurunkan angka

penderita demam berdarah (Ardiawan, 2015).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Rahmaditia (2011) tentang

hubungan pengetahuan dan sikap ibu terhadap tindakan pencegahan demam


berdarah dengue pada anak di wilayah kerja Puskesmas Tlogosari Wetan Kota

Semarang, bahwa sebagian besar responden mempunyai pengetahuan tidak baik

tentang DBD (52,0%). Sejumlah responden mempunyai sikap baik terhadap

penyakit DBD (50,0%). Terdapat hubungan antara pengetahuan dengan tindakan

pencegahan DBD p = 0,046. Terdapat hubungan antara sikap dengan tindakan

pencegahan DBD p = 0,007.

Berdasarkan hasil penelitian Luminda (2013), tentang determinan

pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kejadian penyakit demam berdarah

dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Toru Kabupaten Tapanuli

Selatan, menunjukkan variabel pengetahuan (OR=4,107), sikap (OR=3,578),

umur (OR=3,868), keberadaan jentik (OR=4,222) dan tempat penampungan air

(OR=3,388) berhubungan dengan kejadian demam berdarah dengue. Ada

pengaruh pengetahuan (OR=8,596), umur (6,707), keberadaan jentik (35,682) dan

tempat penampungan air (OR=34,392) terhadap kejadian demam berdarah dengue

(DBD). Variabel yang paling dominan memengaruhi kejadian demam berdarah

dengue (DBD) adalah keberadaan jentik dengan nilai OR=35,682.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Dewi (2015) tentang faktor-

faktor yang berhubungan dengan praktik pemberantasan sarang nyamuk demam

berdarah dengue (PSN DBD) keluarga di Kelurahan Mulyoharjo Kecamatan

Jepara Kabupaten Jepara, bahwa ada hubungan antara pengalaman sakit DBD (p =

0,002), pengetahuan (p = 0,002), sikap (p = 0,003), pengalaman mendapat

penyuluhan kesehatan (p = 0,002), dan dukungan petugas kesehatan (p = 0,042)

dengan praktik PSN DBD di Kelurahan Mulyoharjo.

Survei awal yang peneliti lakukan pada bulan April 2017 dengan observasi
dan wawancara langsung dengan masyarakat di Desa Sukasari Kecamatan

Pegajahan Serdang Bedagai diketahui bahwa pengetahuan masyarakat tentang

DBD masih kurang. Hal ini ditunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat belum

paham betul mengenai DBD terutama dalam hal penularan, tanda dan gejala

DBD, serta tindakan penanggulangan DBD. Kemudian adanya perilaku

masyarakat yang masih menampung air hujan menggunakan drum atau ember

untuk tempat air minum hewan ternak, dan untuk keperluan sehari-hari tanpa

melakukan pengurasan tempat penampungan air tersebut. Hal tersebut ikut

berperan terhadap terjadinya DBD, sehingga pencegahan penyakit DBD belum

dilaksanakan dengan optimal di lingkungan masyarakat.

Perilaku masyarakat mempunyai peranan cukup penting terhadap penularan

demam berdarah dengue. Namun perilaku tersebut harus didukung oleh

pengetahuan dan tindakan yang benar sehingga dapat diterapkan dengan benar.

Penelitian dilakukan kepada kepala keluarga (Bapak/Ibu), karena kepala keluarga

mengetahui keadaan kesehatan anggota keluarganya dan memiliki perilaku yang

mewakili keluarganya dalam kaitannya dengan masalah DBD serta mempunyai

peranan penting sebagai pemelihara kesehatan keluarganya. Kepala keluarga

mempunyai peranan besar dalam menentukan nilai-nilai kebersihan dan hidup

sehat di rumah, serta penentu keputusan di dalam keluarga.

Berdasarkan latar belakang tersebut, untuk melihat hal yang menyebabkan

meningkatnya kasus demam berdarah dengue di wilayah kerja puskesmas berseri

pangkalan kerinci, maka penulis melakukan suatu penelitian tentang hubungan

pengetahuan dan peranan petugas kesehatan terhadap tindakan pencegahan

demam berdarah dengue di wilayah kerja puskesmas berseri pangkalan kerinci


tahun 2020.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka disimpulkan rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan pengetahuan dan sikap

masyarakat terhadap tindakan pencegahan demam berdarah dengue di wilayah

kerja puskesmas berseri pangkalan kerinci Tahun 2020.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan

dan peranan petugas kesehatan terhadap tindakan pencegahan demam berdarah

dengue di Wilayah Kerja Puskesmas Berseri Perumahan Lingkar Mas Kabupaten

Pelalawan Tahun 2020.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui:

1. Karakteristik individu (umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan) di

Wilayah Kerja Puskesmas Berseri Perumahan Lingkar Mas Kabupaten Pelalawan

Tahun 2020.

2. Hubungan pengetahuan masyarakat dengan tindakan pencegahan demam

berdarah dengue di Wilayah Kerja Puskesmas Berseri Perumahan Lingkar Mas

Kabupaten Pelalawan Tahun 2020.

3. Hubungan peran petugas kesehatan dengan tindakan pencegahan demam

berdarah dengue di Wilayah Kerja Puskesmas Berseri Perumahan Lingkar Mas

Kabupaten Pelalawan Tahun 2020.


1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Berseri Kabupaten Pangkalan

Kerinci tentang tindakan pencegahan DBD yang baik sehingga bisa

diterapkan baik di rumah serta lingkungan sekitarnya.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumber informasi

bagi Kepala Desa dan masukan dalam rangka meningkatkan upaya-upaya

pencegahan DBD khususnya di Wilayah Kerja Puskesmas Berseri.

3. Menjadi dasar atau bahan yang dapat digunakan peneliti lain sebagai

informasi untuk penelitian–penelitian selanjutnya mengenai hubungan

pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap tindakan pencegahan demam

berdarah dengue.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Berdarah Dengue

Demam berdarah dengue atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah

penyakit virus yang berbahaya karena dapat menyebabkan penderita meninggal

dalam waktu yang sangat pendek. Gejala klinis DBD berupa demam tinggi yang

berlangsung terus menerus selama 2-7 hari dan manifestasi perdarahan yang

biasanya didahului dengan terlihatnya tanda khas berupa bintik-bintik merah

(patechia) pada badan penderita. Penderita dapat mengalami syok dan meninggal.

Sampai sekarang penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat.

Vektor utama DBD adalah nyamuk yang disebut Aedes aegypti, sedangkan vektor

potensialnya adalah Aedes albopictus.

Virus-virus dengue ditularkan ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk

Aedes yang terinfeksi, terutama aedes aegypti dan karenanya di anggap sebagai

arbovirus (virus yang ditularkan melalui artropoda). Bila terinfeksi nyamuk tetap

akan terinfeksi sepanjang hidupnya, menularkan virus ke individu rentan selama

menggigit dan menghisap darah. Nyamuk betina terinfeksi juga dapat

menurunkan virus ke generasi nyamuk dengan penularan trasvorian, tetapi ini

jarang terjadi dan kemungkinan tidak memperberat penularan yang signifikan

pada manusia.

2.1.1 Penyebab Penyakit Demam Berdarah Dengue


Penyebab DBD adalah virus dengue yang sampai sekarang dikenal 4

serotipe (Dengue-1, Dengue-2, Dengue-3, Dengue-4), termasuk dalam group B

Arthropod Borne virus (arbovirus). Keempat serotipe virus ini telah ditemukan di

berbagai daerah di Indonesia. Hasil penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa

Dengue-3 sangat berkaitan dengan kasus DBD berat dan merupakan serotipe yang

paling luas distribusinya disusul oleh Dengue-2, Dengue-1 dan Dengue-4. Dari

empat tipe virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue

dengan tipe Den 1 dan Den 3.

Keempat tipe virus tersebut merupakan genus dari flaviverus famili

flaviviridae. Setiap serotipe cukup berbeda sehingga tidak ada proteksi silang dan

wabah yang disebabkan beberapa serotipe (hiperendemisitas) dapat terjadi.

Penyakit Demam Berdarah Dengue atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ini

disebarkan kepada manusia oleh nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus.

2.1.2 Gejala-Gejala yang Ditimbulkan oleh Demam Berdarah Dengue

Tanda gejala penyakit Demam Berdarah Dengue adalah :

1) Demam : yaitu demam tinggi mendadak, selama terus-menerus selama 2-7

hari, panas dapat turun pada hari ke-3 yang kemudian naik lagi dan pada hari

ke-6 atau ke-7 panas turun mendadak;

2) Pendarahan: pendarahan terjadi di semua organ, bentuk pendarahan dapat

berupa uji tourniquet (Rumple Leede) positif atau dalam bentuk 1 atau lebih

manifestasi perdarahan sebagai berikut: patechia, ekimosis, perdarahan

konjungtiva, perdarahan gusi, hematemesis, melena, dan hematuri;

3) Pembesaran Hati: pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit,

pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit, nyeri tekan sering
ditemukan tanpa disertai ikterus;

4) Renjatan (syok): terjadi renjatan karena pendarahan, atau kebocoran plasma ke

daerah ekstra vasikuler melalui kapiler yang terganggu;

5) Trombositopeni: jumlah trombosit < 100.000 biasanya ditemukan diantara hari

ke 3-7 sakit, pemeriksaan trombosit perlu diulang sampai terbukti jumlah

trombosit dalam batas normal atau menurun;

6) Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit): peningkatan nilai hematokrit (Ht)

menggambarkan hemokonsentrasi selalu dijumpai pada DBD;

7) Gejala klinik lain: gejala klinik lain yang menyertai penderita DBD adalah

nyeri otot, anoreksia, lemah, mual, muntah, sakit perut, diare atau konstipasi,

dan kejang.

Seseorang dinyatakan tersangka DBD apabila demam tinggi mendadak

tanpa sebab jelas, berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari disertai manifestasi

perdarahan (sekurang-kurangnya uji tourniquet positif) dan atau trombositopenia

(jumlah trombosit < 100.000). Diagnosa klinis DBD ditegakkan berdasarkan

kriteria diagnosis menurut WHO yaitu terdiri dari kriteria klinis dan laboratories

dengan maksud untuk mengurangi diagnosa yang berlebihan (over diagnosis).

Kriteria Klinis meliputi: (1) Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang

jelas berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari; (2) terdapat manifestasi

perdarahan, sekurang-kurangnya uji tourniquet (Rumple Leede) positif; (3)

Pembesaran hati; (4) Syok, sedangkan kriteria laboratoris terdiri dari

Trombositopenia (jumlah trombosit 100.000/mmk darah) dan hemokosentrasi,


dapat dilihat dari peningkatan hematokroit 20%.

2.1.3 Cara Penularan Demam Berdarah Dengue

Nyamuk terinfeksi virus DBD dan efektif menularkan virus. Apabila

nyamuk terinfeksi itu mencucuk inang (manusia) untuk mengisap cairan darah,

maka virus yang berada di dalam air liurnya masuk ke dalam sistem aliran darah

manusia. Setelah mengalami masa inkubasi sekitar empat sampai enam hari,

penderita akan mulai mendapat demam yang tinggi.

Nyamuk Aedes aegypti jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari bunga

untuk keperluan hidupnya sedangkan yang betina menghisap darah. Biasanya

nyamuk Aedes aegypti betina mencari mangsanya pada siang hari. Aktifitas

menggigit biasanya mulai pagi sampai petang hari dengan 2 puncak aktifitas

antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00, dan nyamuk ini mempunyai kebiasaan

menghisap darah berulang kali (multiple bites) dalam satu siklus gonotropik ,

untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat

efektif sebagai penular penyakit (Depkes RI, 2010).

2.1.4 Tindakan Pencegahan Demam Berdarah Dengue

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian

mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses

selanjutnya diharapkan akan melaksanakan atau mempraktikkan apa yang

diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Inilah yang disebut praktik (practice)

kesehatan, atau dapat juga dikatakan perilaku kesehatan (overt behaviour).

Hadinegoro (2005), menyatakan bahwa strategi dalam pencegahan DBD,

meliputi:

1. Fogging
Fogging dilakukan terhadap nyamuk dewasa dengan insektisida. Kegiatan fogging

hanya dilakukan jika ditemukan penderita/tersangka penderita DBD lain, atau

sekurang-kurangnya ada 3 orang penderita tanpa sebab yang jelas dan

ditemukannya jentik nyamuk Aedes aegypti di lokasi.

2. Penyuluhan kepada masyarakat

Penyuluhan tentang demam berdarah dan pencegahannya dilakukan melalui media

massa, tempat ibadah, kader/PKK dan kelompok masyarakat lainnya. Selain

penyuluhan kepada masyarakat luas, penyuluhan juga dilakukan secara individu

melalui kegiatan Pemantauan Jentik Nyamuk (PJN).

3. Pemantuan jentik berkala

Pemantauan jentik berkala dilakukan setiap 3 (tiga) bulan di rumah dan tempat-

tempat umum. Diharapkan Angka Bebas Jentik (ABJ) setiap kelurahan/desa dapat

mencapai lebih dari 95% akan dapat menekan penyebaran DBD.

4. Penggerakan masyarakat dalam PSN-DBD

Cara yang tepat dalam pencegahan DBD adalah dengan melaksanakan PSN

– DBD, dapat dilakukan dengan cara, antara lain:

a. Fisik, cara ini dikenal dengan ”3M” yaitu: menguras dan menyikat

bak mandi secara teratur seminggu sekali, menutup rapat tempat

penampungan air rumah tangga (tempayan, drum dan lain-lain),

mengubur, menyingkirkan atau memusnahkan barang-barang bekas

(kaleng, ban dan lain-lain). Berbagai bentuk kegiataan PSN-DBD

yang saat ini dilaksanakan di Indonesia baik secara nasional maupun

regional, antara lain gerakan 3 M (menguras, menutup, dan

mengubur).

b. Kimia, cara memberantas jentik Aedes aegypti dengan menggunakan


insektisida pembasmi jentik yang dikenal dengan istilah larvasida.

Larvasida yang biasa digunakan adalah temephos fomulasi yang

digunakan adalah dalam bentuk granule (sand granules)

c. Biologi, pemberantasan jentik Aedes aegypti dengan cara biologi

adalah dengan memelihara ikan pemakan jentik (ikan kepala timah,

ikan gupi, ikan cupang, dan lain-lain).

2.2 Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan merupakan “hasil tahu” dari manusia dan ini terjadi setelah

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui panca indera manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman,

rasa, dan raba.

Menurut WHO pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau

pengalaman orang lain. Selanjutnya orang yang tahu disebut mempunyai

pengetahuan. Jadi pengetahuan adalah hasil dari tahu. Berdasarkan teori Bloom

(1908) dalam Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa pengetahuan atau kognitif

merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang

(overt behaviour).

Pengetahuan yang tercakup dalam dominan kognitif mempunyai enam

tingkatan yaitu :

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)


sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah

diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling

rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari

antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan

sebagainya.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara

benar, orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya

terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini

dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,

metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke

dalam komponen-kompenen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi, dan

masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari

penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan),

membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis (synthetis)

Sintesis menujukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, merencanakan,

meringkas, menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-

rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini didasarkan pada suatu

kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau

responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat

disesuaikan dengan tingkat-tingkatan diatas.

2.3 Peran Petugas Kesehatan

Petugas kesehatan merupakan anggota yang sangat penting dalam tim

kesehatan karena pengetahuan yang mereka miliki tentang keadaan setempat.

Sebagai tenaga/petugas kesehatan, kunjungan rumah merupakan tugas tambahan

yang penting bagi pemeliharaan kesehatan dan membutuhkan orang tertentu untuk

melaksanakan dengan baik (Notoatmodjo, 2010).

Keterlibatan petugas dalam hal ini adalah petugas puskesmas, dengan

melaksanakan kunjungan rumah terhadap keluarga, yaitu keluarga dari individu

pengunjung puskesmas, atau keluarga-keluarga lain yang berada di wilayah kerja

puskesmas. Dalam kunjungan rumah ini dikumpulkan semua anggota keluarga

dan diberikan informasi berkaitan dengan perilaku yang diperkenalkan.

Pemberian informasi dilakukan secara sistematis, sehingga anggota-anggota


keluarga itu bergerak dari tidak tahu ke tahu, dari tahu ke mau. Bila sarana untuk

melaksanakan perilaku yang bersangkutan tersedia, diharapkan juga sampai

tercapai fase mampu melaksanakan.

Peran petugas kesehatan dan sektor terkait dalam penanggulangan demam

berdarah adalah sebagai berikut (Depkes RI, 1998):

1. Camat dan lurah/kepala desa yang menerima laporan rencana

penanggulangan, memerintahkan warga setempat melalui kepala

lingkungan/kepala dusun untuk melakukan PSN dan membantu kelancaran

pelaksanaan penanggulangan demam berdarah.

2. Petugas kesehatan atau tenaga terlatih melakukan penyemprotan insektisida

2 siklus dengan interval 1 minggu dan memberikan penyuluhan kepada

masyarakat.

3. Kepala lingkungan/kepala dusun dibantu pemuka masyarakat dan kader

menyampaikan informasi tentang rencana penanggulangan demam berdarah

dan membantu pelaksanaan penyuluhan.

4. Kepala lingkungan dan kader mendampingi petugas kesehatan dalam

pelaksanaan penyemprotan.

5. Keluarga melakukan PSN secara serentak sesuai petunjuk pelaksanaan

penanggulangan demam berdarah. Tanggungjawab petugas kesehatan dalam

penanggulangan DBD adalah

a. Petugas DBD mempunyai tanggungjawab untuk melakukan kunjungan

rumah yang dimaksudkan agar keluarga mengerti dan mau melaksanakan

penanggulangan DBD.

b. Melakukan pemeriksaan jentik secara berkala di rumah-rumah untuk


melihat ada tidaknya jentik di bak-bak penampungan air yang ada di

rumah keluarga di wilayah kerjanya.

c. Berperan sebagai penggerak dan pengawas dalam pemberantasan sarang

nyamuk DBD.

d. Membuat catatan/rekapitulasi hasil pemeriksaan jentik.

e. Melaporkan hasil pemeriksaan jentik kepada puskesmas sebulan sekali.

Harahap (2012) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa dukungan petugas

kesehatan menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap perilaku masyarakat dalam

pemberantasan sarang nyamuk.

2.4 Landasan Teori

Teori PRECEDE-PROCEED adalah teori yang paling sering digunakan

untuk program kesehatan. PRECEDE merupakan singkatan dari Predisposing,

Reinforcing dan Enabling yang didalamnya termasuk pendidikan/lingkungan,

diagnose dan evaluasi. PROCEED terdiri atas Policy (Kebijakan), Regulatory

(Peraturan) dan organisasi yang di dalamnya termasuk pendidikan dan

pengembangan lingkungan (Green & Kreuter, 2000).

PRECEDE-PROCEED telah berkembang pada dunia pendidikan sekitar 15-

20 tahun. Sedangkan kerangka PRECEDE telah mulai digunakan awal tahun

1970-an dan disahkan sebagai model perencanaan sampai akhir tahun 1970-an.

Bagian dari model ini adalah “mempertimbangkan berbagai faktor yang

membentuk status kesehatan dan membantu perancang untuk mencapai suatu

bagian yang sangat diutamakan sebagai target untuk intervensi”. PRECEDE juga

menghasilkan spesifikasi objektif dan kriteria untuk evaluasi.


Kerangka PROCEED dikembangkan pada tahun 1980-an oleh keikutsertaan

dari pengarang dalam membuat kebijakan nasional dan pengembangan dari

program promosi kesehatan masyarakat seperti dalam Planned Approach to

Community Health (PATCH) (Green & Kreuter, 2000).

PRECEDE-PROCEED terdiri atas sembilan tahap yaitu tahap pertama

gabungan beberapa tahap yang kelihatannya sulit tetapi dirangkaian percobaan

mendekati kelanjutan tentang langkah-langkah mengungkapkan suatu urutan

sangat logis untuk program promosi kesehatan. Dasar dari model ini adalah untuk

memulai mendekati dengan mengindentifikasi, menentukan penyebab, dan

akhirnya mendesain serta intervensi yang diarahkan untuk mencapai hasil yang

diinginkan. Dengan kata lain, PRECEDE-PROCEED dimulai dengan

pembatasan-pembatasan yang konsekuensinya dipengaruhi oleh penyebab.


Sumber: Ahmad Kholid (2015)

Gambar 2.1 PRECEDE-PROCEED Model

Teori Lawrence W. Green merupakan salah satu teori modifikasi perubahan

perilaku yang dapat digunakan dalam mendiagnosis masalah kesehatan ataupun

sebagai alat untuk merencanakan suatu kegiatan perencanaan kesehatan atau

mengembangkan suatu model pendekatan yang dapat digunakan untuk membuat

perencanaan kesehatan yang dikenal dengan kerangka kerja PRECEDE-

PROCEED.

Lawrence W. Green mencoba hal-hal yang memengaruhi perilaku kesehatan

individu atau masyarakat ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor:

a. Faktor Pendorong (Predisposing Factors)

Faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang,


antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya.

b. Faktor Pemungkin (Enabling Factors)

Faktor-faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan. Hal

ini berupa lingkungan fisik, sarana kesehatan atau sumber-sumber khusus yang

mendukung dan keterjangkauan sumber serta fasilitas kesehatan.

c. Faktor Penguat (Reinforcing Factors)

Faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku, yang terwujud dalam

sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lainnya yang dipercaya oleh

masyarakat.

2.5 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Predisposing Factors
- Pengetahuan

Tindakan Pencegahan

DBD

Reinforcing Factors
- Peran Petugas Kesehatan
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Dari skema diatas dapat dilihat bahwa Predisposing Factors (Pengetahuan)

dan Reinforcing Factors (Peran Petugas Kesehatan) akan memengaruhi tindakan

masyarakat dalam pencegahan DBD.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode survey

analitik dengan desain cross sectional untuk mengetahui hubungan pengetahuan

dan sikap masyarakat terhadap tindakan pencegahan demam berdarah dengue di

Wilayah Kerja Puskesmas Berseri Perumahan Lingkar Mas Kabupaten Pangkalan

Kerinci Tahun 2020.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Perumahan Lingkar Mas Kabupaten Pangkalan

Kerinci tahun 2020. Penelitian ini akan mulai dilaksanakan pada bulan Oktober

2019 sampai dengan selesai.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi penelitian adalah seluruh kepala keluarga di Perumahan Lingkar

Mas Kabupaten Pagkalan Kerinci yaitu sebanyak 150 Kepala Keluarga.

3.3.2 Sampel

Sampel penelitian adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh

populasi, yaitu kepala keluarga (Bapak atau Ibu) di Perumahan Lingkar Mas Kabupaten

Pangkalan Kerinci. Pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik


quota sampling

Untuk menentukan jumlah sampel dalam penelitian ini, digunakan rumus

slovin.(49)

N
n= 2
1+ N (e)

Keterangan:

N = Besarnya Sampel

N = Besarnya Populasi

E = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0,1)

N
n=
1+ N ( e )2

1879
n=
1+1879 ¿ ¿

1879
n=
19,79

n=94,95

Dari rumus diatas maka didapatkan jumlah sampel yang akan diteliti yaitu

sebanyak 95 orang..
Besar sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus

(Vincent Gasperz).

( )

() ( )

( )

()( )

Dimana: N = Populasi keseluruhan

P =

Proporsi

populasi =
0.5 Gp =

Galat

pendugaan

= 0.1

Zc = Nilai derajat

kepercayaan 95% = 1.96

n =

Sampel/Responden

Dengan tingkat kepercayaan 95% diperoleh jumlah sampel sebanyak 89

KK.

Berdasarkan rumus diatas, diperoleh jumlah sampel dalam

penelitian ini sebesar 89 KK. Teknik pengambilan sampel yang

dipilihberdasarkan metode acak proporsional

3.4 Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Data Primer

Data primer dalam penelitian ini didapat dari jawaban

subjek melalui kuesioner. Data kuantitatif diperoleh melalui

metode kuesioner yang dibagikan kepada kepala keluarga di

perumahan lingkar mas kabupaten pangkalan kerinci.

Penggunaan kuesioner yaitu untuk memperoleh data mengenai

pengetahuan masyarakat, peran petugas kesehatan serta

tindakan pencegahan masyarakat terhadap penyakit demam

dengue.
Data primer diperoleh langsung dari responden dengan menggunakan

kuesioner.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari

puskesmas berseri pangkalan kerinci, meliputi profil puskesmas

berseri pangkalan kerinci, profil wilayah kerja puskesmas

berseri pangkalan kerinci dan data jumlah kasus demam dengue

di wilayah kerja puskesmas berseri.

3.4.3 Data Tersier

Data tertier dalam penelitian ini adalah data yang didapat dari studi

kepustakaan, jurnal, dan textbook.

3.5 Variabel dan Definisi Operasional

3.5.1 Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel terikat (dependent

variable) dan variabel bebas (independent variable). Variabel terikat dalam

penelitian ini adalah tindakan pencegahan DBD, sedangkan variabel bebas adalah

pengetahuan dan peran petugas kesehatan.

3.5.2 Definisi Operasional

1. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui tentang terjadinya demam

berdarah dengue meliputi pengertian, penyebab, gejala-gejala, pencegahan

dan penanganan yang diberikan sehubungan dengan kejadian DBD.

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui tentang terjadinya demam

berdarah dengue meliputi pengertian, penyebab, gejala-gejala, pencegahan


dan penanganan yang diberikan sehubungan dengan kejadian DBD.

Pertanyaan pengetahuan yang terdiri dari 15 pertanyaan dengan pilihan

2. Peran petugas kesehatan adalah penilaian yang diberikan oleh responden

berkaitan dengan dukungan petugas kesehatan terhadap program PSN DBD.

3. Tindakan pencegahan demam berdarah dengue adalah partisipasi yang

dilakukan masyarakat untuk menghindari keterjangkitan DBD dalam

keluarga meliputi pelaksanaan kebersihan rumah, penampungan air, dan

perilaku dalam pencegahan demam berdarah dengue.

3.6 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh

peneliti dalam kegiatan mengumpulkan data, sehingga menjadi sistematis dan

memudahkan pengumpulan data yaitu dengan menggunakan kuesioner.

3.7 Aspek Pengukuran

1. Pertanyaan mengenai pengetahuan masyarakat terhadap demam dengue

yang terdiri dari 15 pertanyaan dengan pilihan jawaban a, b, dan c. Jika

responden menjawab benar maka diberi skor 1, jika responden menjawab

salah maka diberi skor 0. Berdasarkan total nilai yang diperoleh dari

pertanyaan maka total nilai maksimal adalah 15.

a. Baik, jika skor yang diperoleh responden 8 - 15.

b. Kurang Baik, jika skor yang diperoleh responden 0 - 7.

2. Peran petugas kesehatan adalah penilaian yang diberikan oleh responden

berkaitan dengan dukungan petugas kesehatan terhadap program PSN DBD.

Diukur dari item pertanyaan yang terdiri dari 5 pertanyaan berbentuk soal.
Jika menjawab “ya” diberi nilai 1, dan menjawab “tidak” diberi nilai 0,

dengan kategori sebagai berikut:

a. Baik, jika skor yang diperoleh responden > 75%.

b. Kurang Baik, jika skor yang diperoleh responden < 75%.

3. Tindakan pencegahan demam berdarah dengue adalah partisipasi yang

dilakukan masyarakat untuk menghindari keterjangkitan DBD dalam

keluarga. Di ukur dari item pertanyaan tindakan pencegahan yang terdiri

dari 10 item berbentuk soal dengan pernyataan „ya‟dan „tidak‟. Jika

menjawab dengan benar diberi nilai1, dan menjawab salah diberi nilai 0.

Berdasarkan jumlah skor yang diperoleh maka dapat dikategorikan sebagai berikut:

a. Baik, jika skor yang diperoleh responden > 75%.

b. Kurang Baik, jika skor yang diperoleh responden < 75%.

4. Pengukuran dilakukan pada setiap variabel penelitian. Cara ukur, alat ukur, skala

ukur, dan kategori masing-masing variabel penelitian diuraikan pada tabel berikut :

Tabel 3.2 Aspek Pengukuran Variabel Penelitian

Variabel Cara ukur Alat ukur Skala Kategori

ukur
Tindakan Wawancara Kuesioner Ordinal 1 = Ya

Pencegahan 2 = Tidak

DBD
Pengetahuan Wawancara Kuesioner Ordinal 1 = Baik

2 = Kurang

Baik

Sikap Wawancara Kues


Ordinal 1 = Baik

ioner 2 = Kurang

Baik
P Wawancara Kues
Nominal 1 = Baik

e ioner 2 = Kurang

r Baik

et

a
t

n
Umur - Kues
Ordinal 1 = Umur 20–

ioner 30 tahun

2 = Umur 31–

41 tahun

3 = Umur 42–

52 tahun
Jenis Kelamin - Kues
Nominal 1 = Laki-laki

ioner 2=

Perempuan
Pendidikan - Kuesioner Ordinal 1=

Pendidikan

rendah

2=

Pendidikan

tinggi (SLTA,

Akademi/PT)

Pekerjaan - Nominal 1= Pekerjaan

Informal

(buruh,p

etani,ped

agang,

IRT)
2

=Formal

(PNS)

3.8 Pengolahan dan Analisis Data

3.8.1 Pengolahan Data

Data yang terkumpul diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Editing, adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data

yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada

tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul.

2. Coding, merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka)

terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Memberikan

kode jawaban secara angka atau kode tertentu, sehingga lebih

mudah dan sederhana.

3. Tabulating, adalah untuk menyusun dan menghitung hasil data

dan dimasukkan dalam tabel data sesuai dengan tujuan penelitian

atau yang diinginkan oleh peneliti.

4. Cleaning, yaitu membersihkan data dari kesalahan apabila ada

dengan melihat missing data, variasi data, dan konsistensi data.

3.8.2 Analisis Data

1. Analisis Univariat

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik individu (umur, jenis


kelamin, pendidikan, dan pekerjaan), pengetahuan, sikap, peran petugas kesehatan,

dan tindakan pencegahan DBD.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan

variable terikat. Untuk mengetahui ada tidaknya kemaknaan dilakukan uji Chi-

Square dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05).

Anda mungkin juga menyukai