Anda di halaman 1dari 49

BAB I.

LATAR BELAKANG SEJARAH

Sebelum membahas masalah aspek hukum dalam perbankan, terlebih


dahulu kita perlu mengetahui sejarah perkembangan perbankan di
Indonesia, khususnya sejak zaman penjajahan Belanda sampai saat ini.
Sampai saat ini masih banyak istilah perbankan di Indonesia yang
merupakan istilah peninggalan zaman Belanda, misalnya istilah bilyet
giro, rekening-courant (rekening koran), giroverkeer (lalu lintas giro),
overboeking (pemindahbukuan), dan masih banyak lagi.

Di bidang hukum, masih sangat banyak ketentuan di bidang perbankan


dewasa ini yang berupa peninggalan zaman kolonial Belanda, misalnya :

1. Hukum perjanjian, masih berlaku hukum perjanjian sebagaimana


diatur oleh buku ketiga Burgelijk Wetboek (KUP Perdata) yang mulai
berlaku di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda.

2. Hukum perseroan terbatas, masih berlaku ketentuan Wetboek


van Koophandel buku kesatu, yang juga merupakan hukum
peninggalan zaman kolonial Belanda. Hukum ini mulai berlaku
sejak 1 Mei 1848, dan telah diterjemahkan menjadi Kitab Undang-
Undang Hukum Dagang (KUHD).

3. Hukum tentang surat berharga, tentang wesel masih berlaku


pasal 100 s/d 173 Wetboek van Koophandel, tentang cek pasal 178
s/d 229, surat sanggup (promessory note) pasal 174 s/d 177.

4. Hukum tentang pertanggungan, misalnya dalam pemberian bank


garansi masih berlaku pasal 1820 s/d 1850 Burgelijk Wetboek.

5. Hukum acara perdata, Bila ada kredit macet, maka


penyelesaiannya di pengadilan masih diatur oleh Herziene Inlandsch
Reglement (HIR).

Sejarah perkembangan perbankan di Indonesia dapat dikelompokkan


menjadi 9 periode :

a. periode pendudukan Belanda

b. periode pendudukan Jepang

c. periode awal Kemerdekaan Indonesia

_______________________________________________________________________________________________________ 1
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
d. periode 1950 - 1959

e. periode 1959 - 1966

f. periode 1966 - 1969

g. periode 1069 - 1083

h. periode 1983 - 1988

i. Periode 1988 - sekarang

PERIODE PENDUDUKAN BELANDA

Bank pertama di Indonesia didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda


pada 1824 dengan nama Nederlandsche Handel Maatschappij (NHM),
bank tersebut didirikan untuk mengisi kekosongan akibat likuidasi
Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC), kendati telah menguasai
hampir seluruh wilayah kawasan Nusantara selama sekitar 2 abad
(1602 - 1799) mengalami kebangkrutan. Sekarang ini NHM telah
berubah menjadi Bank Ekspor Impor Indonesia (BEII).

Pemerintah Hindia Belanda juga mendirikan De Javasche Bank (1827),


kini Bank Indonesia (BI), dan NV Escompto Bank, sebuah bank swasta
yang pernah dikenal sebagai Bank Dagang Negara (BDN) yang saat ini
merupakan salah satu bank yang melebur/merger menjadi Bank
Mandiri.

Sementara itu, guna memberikan fasilitas terhadap lalu lintas


pembayaran serta pembiayaan impor dan ekspor ke Eropa dan Amerika,
pemerintah Hindia Belanda membuka pintu lebar-lebar bagi bank-bank
devisa asing untuk mendirikan kantor cabang di Indonesia, seperti The
Chartered Bank of India, The Oversees Chinese Banking Corporation,
The Bank of China, The Bank of Taiwan, The Yokohama Specie Bank
(Yokohama Shokin Ginko) dan The Mitsui Bank.

PERIODE PENDUDUKAN JEPANG

Pada masa pendudukan Jepang, dunia perbankan Indonesia mengalami


masa suram. Pemerintah tentara Jepang merasa perlu memaksa bank
supaya menyediakan biaya untuk keperluan perang tentara Jepang.
Pada 20 Oktober 1942, panglima tertinggi Jepang di Jawa
memerintahkan penutupan bank, dengan demikian De Javasche Bank

_______________________________________________________________________________________________________ 2
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
dan sejumlah bank Hindia-Belanda dan bank-bank asing lainnya
ditutup.
Sehubungan dengan penutupan bank-bank tersebut, ditunjuk satu
likuidator yaitu Nanpo Kaihatsu Kinko yaitu sebuah bank yang berkantor
pusat di Tokyo yang bertindak sebagai bank sirkulasi.

Pada 1 April 1943, Nanpo Kaihatsu Kinko membuka empat kantor di


pulai Jawa dan empat lagi di Sumatra. Bank tabungan milik Hindia
Belanda yang dibekukan setelah tentara Jepang mendarat di Indonesia,
dibuka kembali tetapi namanya diganti menjadi Tyokin Kyoku dengan
modal permulaan dari pihak Jepang.

Periode Awal Kemerdekaan Indonesia

Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dalam Sidang


Dewan Menteri pada 19 September 1945 Pemerintah RI memutuskan
untuk mendirikan sebuah bank sirkulasi berbentuk bank milik negara.
Untuk itu pemerintah mempercayakan pembentukannya pada R.M.
Margono Djojohadikusumo. Realisasinya dilakukan secara dinamis
revolusioner, karena untuk pendirian bank sirkulasi seharusnya
diperlukan UU melalui prosedur yang lama.
Segera dilakukanlah tindakan-tindakan positif dengan mendirikan
Yayasan ”Pusat Bank Indonesia” dengan akta Notaris R.M. Soerojo di
Jakarta pada 14 Oktober 1945. Modal awalnya berjumlah Rp. 340 ribu
uang Jepang yang diperoleh dari Dana Revolusi yaitu dana yang
dikumpulkan oleh rakyat untuk perjuangan kemerdekaan.

Setahun setelah kemerdekaan pemerintah mengeluarkan PP Pengganti


UU No. 2 tahun 1946 yang menegaskan lahirnya BNI yang peresmiannya
dilakukan pada 17 Agustus 1946. Tugas BNI sebagaimana tercantum
dalam peraturan tersebut adalah mengeluarkan dan mengedarkan uang
kertas bank di samping bertindak sebagai pemegang kas negara.
Pada kenyataannya tugas BNI adalah mengatur pengedaran uang RI
(ORI = Oeang Repoeblik Indonesia) sebagai uang kertas pemerintah,
disamping menarik uang masa pendudukan Jepang dan menggantinya
dengan ORI.

Periode 1950 - 1959

Pada 6 Desember 1951 De Javasche Bank dinasionalisasikan dengan UU


No. 14 tanggal 6 Desember 1951, hampir seluruh saham De Javasche
Bank di bursa Belanda dibeli dengan harga 120% dari harga nominal
yang berarti 360% dalam rupiah

_______________________________________________________________________________________________________ 3
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
Pada 1953 dikeluarkan UU No. 11 tahun 1953 tentang penetapan UU
Pokok Bank Indonesia sebagai pengganti UU De Javasche Banktahun
1922. Di samping itu terdapat pula aturan tambahan yaitu PP No. 1
tahun 1955, keputusan-keputusan Dewan Moneter No. 25, 26, dan 27
tahun 1957. Dengan demikian BI telah dilengkapi dengan kekuasaan
dan hak-hak prerogatif sebagai suatu bank central modern.

Bank kedua yang dinasionalisasi adalah NHM (Nederlandsche Handels


Maatschappij), bank terbesar dan tertua berbentuk NV yang didirikan
tahun 1824. Bank ini dinasionalisasi dengan UU No. 41/prp/1960
tanggal 26 Oktober 1960.

Bank lain milik pemerintah Belanda yang dinasionalisasi pada waktu itu
adalah PT. Escomto Bank yang semula bernama Nederlandsche Indische
Handlesbank yang didirikan tahun 1863, sebagai bank ini oleh
pemerintah didirikan Bank Dagang Negara (BDN) dengan UU No.
13/prp/1960 tertanggal 1 April 1960.

Periode 1959 - 1966

Periode 1959 - 1966 ini merupakan puncak pemerintahan Orde Lama


yang penuh dengan perjuangan politik, seperti konfrontasi pengembalian
Irian Barat, konfrontasi dengan Malaysia, pembentukan sistem Ekonomi
Terpimpin dengan Rencana Pembangunan Semesta, sejumlah proyek
mandataris, dan lain-lain yang semuanya dibiayai dengan defisit
spending (defisit anggaran) dari APBN (Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara).

Pada periode ini kegiatan industri perbankan mengalami kemerosotan


yang cukup drastis. Hal seperti ini tidak lepas dari kebijaksanaan
pemerintah sendiri yang sebelum 1966 lebih memberi prioritas pada
masalah-masalah politik daripada pembangunan ekonomi sehingga
mengakibatkan timbulnya banyak kesulitan di bidang ekonomi.

Laju pertumbuhan yang terjadi selama periode ini kurang dari dua
persen. Artinya lebih rendah daripada pertambahan jumlah penduduk,
sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan pendapatan per kapita.

Periode 1966 - 1969

Pemerintah Orde Baru yang baru lahir dihadapkan pada suatu urgensi
untuk segera menormalkan keadaan ekonomi dan moneter yang telah
berantakan pada tahun-tahun terakhir pemerintahan orde lama.
Adapun tindakan-tindakan yang diambil oleh pemerintah Orde Baru
adalah :

_______________________________________________________________________________________________________ 4
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
1. Tindakan moneter tahun 1965 yang menetapkan mata uang rupiah
baru menggantikan seribu rupiah uang lama.

2. Mengusahakan APBN yang seimbang, walaupun dengan bantuan


kredit lunak dari negara-negara donor IGGI (Inter Governmental
Group on Indonesia), sehingga sumber inflasi dari defisit anggaran
bisa ditiadakan.

3. Menormalkan kembali struktur perbankan sesuai dengan UU Pokok


Perbankan 1967 dan UU Bank Indonesia 1968.

4. Menggalakkan tabungan dan deposito yang sekaligus dapat


mengurangi inflasi dengan menetapkan tingkat bunga deposito yang
menarik, untnuk tahap pertama dengan tingkat bunga 6% sebulan.

5. Menyehatkan posisi neraca pembayaran dalam bentuk moratorium


pembayaran kredit ke luar negeri dan sekaligus mendapatkan
bantuan, termasuk pangan (beras dan gandum) untuk perbaikan
segera pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat.

6. Menormalkan hubungan dengan luar negeri termasuk kesediaan


pembicaraan kompensasi segala perusahaan dan perkebunan yang
telah dinasionalisasikan.

7. Mengadakan UU penanaman modal asing (PMA) dan penanaman


modal dalam negeri (PMDN) dan sekaligus memberi izin kepada
beberapa kantor cabang bank asing untuk membuka kantor dan
melakukan kegiatan di Jakarta.

Serangkaian keputusan dan UU yang dikeluarkan dalam periode


tersebut telah memberikan landasan bagi kebijaksanaan nasional
tentang pengaturan perbankan di Indonesia. Landasan pokok penting
bagi perbankan seperti tercantum di dalam UU Pokok Perbankan No. 14
tahun 1967 berbunyi :

1. Pertama, tata perbankan harus merupakan suatu kesatuan sistem


yang menjamin adanya kesatuan pimpinan dalam mengatur seluruh
perbankan di Indonesia serta mengawasi pelaksanaan kebijaksanaan
moneter pemerintah di bidang perbankan.

2. Kedua, memobilisasi dan mengembangkan seluruh potensi nasional


yang bergerak di bidang perbankan berdasarkan azas-azas demokrasi
ekonomi.

_______________________________________________________________________________________________________ 5
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
3. Ketiga, membimbing dan memanfaatkan segala potensi tersebut di
atas bagi kepentingan ekonomi rakyat.

Periode 1969 - 1983

Pada 1974, BI mengeluarkan peraturan tentang berlakunya pasar uang


di Jakarta. Peraturan ini menyebabkan bank yang kelebihan atau
kekurangan dana secara bebas dapat mentransfer atau meminta dari
bank lain dengan menjanjikan bunga yang menguntungkan kedua belah
pihak. Pada tahun-tahun yang lalu transaksi dalam pasar uang antar
bank ini terjadi terutama antara bank-bank pemerintah sebagai
penyedia dana dan pemberi pinjaman, dan bank-bank swasta terutama
cabang bank asing sebagai penerima pinjaman.

Pasar uang antar bank tersebut dapat dijadikan arena bagi BI untuk
mempengaruhi perkembangan dana dan kredit perbankan. Melalui
intervensinya pada pasar uang antar bank ini. BI dapat mengendalikan
perkembangan uang primer dan jumlah uang yang beredar. Selanjutnya
perkembangan transaksi dan suku bunga dalam pasar ini dapat
dijadikan ukuran bagi perlu atau tidaknya diambil tindakan untuk
mempengaruhinya.

Periode 1983 - 1988

Periode ini disebut juga periode deregulasi, karena pada periode ini
turun banyak sekali kebijakan baru yang merupakan kemajuan besar
yang perlu dicatat dalam sejarah pembangunan bangsa ini khususnya di
bidang moneter dan perbankan.

Pada awal dasawarsa 1980-an Indonesia menghadapi berbagai persoalan


sebagai akibat resesi ekonomi dunia dan penurunan harga minyak bumi
di pasaran internasional.

Perkembangan ekonomi dunia memperlihatkan bahwa setelah


kebijaksanaan Januari 1982 ternyata neraca pembayaran Indonesia
menghadapi tekanan yang semakin berat. Hal itu bersumber dari masih
berlanjutnya resesi ekonomi seperti tampak pada semakin menurunnya
pertumbuhan ekonomi negara-negara industri, lesunya pasaran minyak,
serta lemahnya daya saing ekonomi Indonesia.

Kenyataan tersebut mendorong perlunya suatu perubahan yang cukup


mendasar dalam kebijaksanaan moneter danperbankan yang kemudian
diwujudkan dengan keluarnya Kebijaksanaan 1 Juni 1983.

_______________________________________________________________________________________________________ 6
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
Ciri pokok kebijaksanaan ini adalah deregulasi di bidang perbankan
khususnya di bidang perkreditan, penghapusan pagu kredit yang telah
berlaku sejak April 1974.

Tujuan kebijaksanaan ini adalah mengurangi ketergantungan bank-


bank pada BI dan ketentuan ini telah membebaskan BI sebagai lender of
the first resort dan kembali ke fungsi pokoknya sebagai lender of the last
resort. Kebijaksanaan 1 Juni 1983 juga bertujuan meningkatkan
mobilisasi dana dari masyarakat dengan cara memberikan kebebasan
pada bank-bank dalam menentukan suku bunga, baik dalam rangka
pemupukan dana dari masyarakat maupun penyaluran kredit.

Kenyataan menunjukkan bahwa kebijaksanaan ini telah memberi hasil


yang cukup berarti. Sejak 1 Juni 1983 sampai dengan Maret 1984
deposito pada bank-bank pemerintah meningkat 151 persen
dibandingkan dengan peningkatan sebesar 18 persen dari Agustus 1982
sampai dengan Mei 1983.

Menjelang akhir 1986 pemerintah mengeluarkan lagi kebijaksanaan


moneter yaitu devaluasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika
sebesar 45 persen, atau dari nilai tukar 1134 rupiah menjadi 1644
rupiah pada tanggal 12 September 1986. Dua hari setelah itu BI
mengumumkan cara baru dalam penentuan nilai tukar dengan tidak
lagi memberi porsi yang kuat pada dolar, melainkan dengan variasi
perhitungan yang didasarkan atas tingkat SDR (special drawing rights),
di samping tetap berpegang pada prinsip nilai tukar mengambang
(floating rate).

Sementara itu sejak Desember 1986 sampai akhir Mei 1987 terjadi
capital outflow yang cukup deras. Beberapa kondisi yang menyebabkan
larinya modal ke luar negeri tersebut antara lain :

1. Ketidakpastian besarnya proyeksi defisit neraca pembayaran luar


negeri kita waktu itu sebagai akibat ketidakpastian harga migas dan
penurunan harga berbagai komoditi ekspor tradisional lainnya, serta
depresiasi dolar AS yang berlangsung sangat cepat. Sementara itu
debt service ratio (DSR) Indonesia sudah meningkat menjadi di atas
41 persen.

2. Kurangnya dukungan iklim usaha dan besarnya distorsi dalam


ekonomi dalam negeri antara lain karena masih berlakunya tata
niaga impor bagi komoditi bahan baku dan komoditi penolong
penting.

_______________________________________________________________________________________________________ 7
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
3. Manajemen kurs BI sering tertinggal oleh perkembangan kurs pasar
internasional. Di samping itu BI menetapkan premi swap valuta
asing pada tingkat konstan tertentu. Keterlambatan kurs valuta
asing dan tingkat premi swap tersebut telah membuka peluang bagi
spekulator valuta asing untuk memperoleh keuntungan.

Periode 1988 - Sekarang

Pada tanggal 27 Oktober 1988, Menko EKUIN Radius Prawiro


mengumumkan serangkaian kebijaksanaan baru yang merupakan paket
deregulasi di bidang keuangan moneter dan perbankan (KMP).
Paket kebijaksanaan ini lebih dikenal dengan sebutan Pakto 1988.

Adapun intisari paket Oktober 1988 tersebut meliputi :

1. Semua bank baik bank pemerintah, bank pembangunan daerah,


bank swasta nasional maupun bank koperasi bebas membuka kantor
cabang di seluruh wilayah Indonesia, dengan syarat 24 bulan
terakhir atau minimal 20 bulan terakhir tergolong sehat termasuk
permodalannya.

2. Pembukaan kantor cabang pembantu dan kantor-kantor lainnya di


bawah kantor cabang, cukup dengan pemberitahuan kepada BI .
Jadi tidak perlu izin baru.

3. Pendirian bank umum, bank pembangunan swasta dan bank


pembangunan koperasi yang selama ini tertutup dibuka kembali,
dengan syarat modal setornya minimal 10 milyar untuk bank umum
dan bank pembangunan swasta, dan simpanan wajibnya minimal 10
miliar rupiah untuk bank pembangunan koperasi.

4. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang ada dapat ditingkatkan menjadi


bank umum atau bank pembangunan setelah memenuhi syarat
permodalan.

5. BPR boleh didirikan di kecamatan di luar ibukota dati II, dan ibukota
propinsi dengan syarat berbentuk perseroan terbatas (PT) atau
perusahaan daerah (PD) dan modal setornya 50 juta rupiah.
Sedangkan untuk yang berbentuk badan hukum koperasi, simpanan
pokok dan simpanan wajibnya minimal 50 juta rupiah.

_______________________________________________________________________________________________________ 8
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
6. BPR boleh membuka cabang di kecamatan rempat kedudukan bank
yang bersangkutan tanpa izin dari menteri keuangan tetapi harus
lapor kepada BI setempat.

7. BPR dapat menghimpun dana masyarakat berupa giro, deposito, dan


tabungan, sedangkan pemberian kreditnya terutama diperuntukan
bagi pengusaha kecil atau masyarakat pedesaan. Namun
berdasarkan SK Menteri Keuangan No. 279/KMK.01/1989 tanggal 25
Maret 1989 yaitu penyempurnaan Keputusan Menteri Keuangan RI
No. 1064/KMK.00/1988 tentang pendirian dan usaha BPR, maka
akhirnya BPR tidak diperkenankan menghimpun dana masyarakat
dalam bentuk giro.

8. BPR yang ada di ibukota negara, ibukota propinsi atau ibukota dati II
harus ditingkatkan menjadi bank umum atau bank pembangunan
atau dipindahkan ke kecamatan. Batas waktu penyesuaian tersebut
dua tahun sejak berlakunya peraturan.

9. Semua bank dapat menyelenggarakan program tabanas, taska dan


tabungan lainnya.

10. Penerbitan sertifikat deposito oleh bank tidakmemerlukan izin lagi.

11. Syarat menjadi bak devisa hanya dikaitkan dengan tingkat


kesehatan yaitu selama 24 bulan atau minimal 20 bulan tergolong
sehat, dengan volume usaha harus mencapai sekurang-kurangnya
Rp. 100 milyar, dana pihak ketiga sekurang-kurangnya Rp. 80
milyar dan pinjaman yang diberikan sekurang-kurangnya Rp. 75
milyar.

12. Cabang-cabang bank devisa nasional secara otomatis menjadi bank


devisa tanpa perlu izin lagi kecuali melapor ke BI.

13. Dibuka kemungkinan untuk mendirikan bank campuran yang


didirikan secara bersama oleh satu atau lebih bank nasional dan
satu bank atau lebih bank asing. Syaratnya bank asing yang
bersangkutan mempunyai kantor perwakilan di Indonesia termasuk
peringkat besar di negara asalnya.

14. Bank campuran dapat memilih tempat kedudukan di salah satu


dari enam kota yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya,
Medan dan Ujung Pandang. Tetapi juga posisi kredit bank
campuran tersebut setelah 12 bulan sejak didirikan diwajibkan
sekurang-kurangnya mencapai 50 persen untuk kredit ekspor.

_______________________________________________________________________________________________________ 9
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
15. Bank asing yang tela hada dan tergolong sehat dapat membuka
kantor cabang pembantu baik di Jakarta maupun di lima kota
besar tadi. Setelah 12 bulan sejak dibukanya kantor cabang
pembantu tersebut, posisi kredit ekspornya harus mencapai
sekurang-kurangnya 50 persen dari total kredit yang diberikan.

16. Bank-bank bukan devisa diperkenankan melakukan usaha


perdagangan valuta asing (money changer). Di samping itu izin
usaha perdagangan valuta asing yang selama ini berlaku untuk
satu tahun diubah menjadi tanpa batas atau untuk selamanya.

17. Jangka swap diperpanjang dari maksimal enal bulan menjadi tiga
tahun. Premi swap yang selama ini sembilan persen diubah
berdasarkan keadaan pasar yaitu perbedaan antara rata-rata suku
bunga deposito di dalam negeri dengan LIBOR (London Inter Bank
Over Rate). Bila bank mengenakan premi lebih tinggi maka premi
swap ulang BI disesuaikan denganpremi tersebut.

18. BUMN dan BUMD dapat menempatkan dananya pada semua bank
unum dan LKBB, namun penempatan dana tersebut pada bank-
bank yang bukan milik pemerintah atau pemerintah daerah tidak
boleh melebihi 50 persen dari dana yang dapat ditempatkan dan
pada masing-masing bank maksimum 20% dari seluruh
penempatan dana BUMN/BUMD yang bersangkutan.

19. Bank dan LKBB dikenakan btas maksimum pemberian kredit (legal
lending limit) kepda debitor dan debitor grup, pemegang saham dan
pengurus antara lain :
a. Sebanyak 20% dari modal sendiri bank atau LKBB untuk
fasilitas yang disediakan bagi satu debitor.
b. Sebanyak 50% dari modal sendiri bank atau LKBB untuk
fasilitas yang disediakan bagi suatu debitor grup.
c. Sebanyak 5% dari modal sendiri bank atau LKBB untuk kredit
bagi anggota dewan komisaris bukan pemegang saham beserta
grup perusahaan yang dimilikinya.
d. Sebanyak 10% dari jumlah penyertaan pada bank atau LKBB
bagi pemegang saham atau perusahaan yang dimilikinya.

20. Likuiditas wajib mínimum bank diturunkan dari 15% menjadi 2%


dari jumlah kewajiban kepada pihak ketiga dan batas pinjaman
maksimum antar bank ditiadakan.

21. LKBB diperkenankan menerbitkan sertifikat deposito tanpa izin.

_______________________________________________________________________________________________________ 10
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
22. Perluasan modal bank dan LKBB dapat dilakukan dengan
menerbitkan penjualan saham baru melalui pasar modal.

Paket kebijaksanaan baru ini memberi sejumlah kemudahan dan


keterbukaan luar biasa, bahkan memiliki peluang ke arah perdagangan
bebas. Setelah terciptanya berbagai kemudahan melalui pakto 1988,
perbankan nasional seolah-olah bangkit kembali dan secara perlahan
para bankir bangun untuk menentukan wawasan baru dan sekaligus
memanfaatkan momentum emas tersebut.

Dalam perkembangannya Pakto 1988 tersebut mengalami beberapa kali


penyempurnaan guna disesuaikan dengan kondisi dan perkembangan
moneter dan perbankan di Indonesia.
Puncak dari periode ini adalah diberlakukannya UU no. 7 tahun 1992
tentang perbankan pada 25 Maret 1992 yang menggantikan UU No. 14
tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan yang sudah berumur 25
tahun.

Hal-hal yang perlu dicatat dari UU Perbankan 1992 antara lain :

1. Bahwa UU tersebut memang dimaksudkan untuk mengganti UU no.


14 tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan dan beberapa UU di
bidang perbankan lainnya yang berlaku sampai saat ini yang sudah
tidak dapat mengikuti perkembangan perekonomian nasional
maupun internacional (konsiderans UU tersebut huruf d).

2. Sebagaimana diketahui UU Perbankan 1967 disusun pada saat dan


kondisi perekonomian yang jauh berbeda dengan situasi dan kondisi
perekonomian saat ini. Perkembangan perekonomian nasional
maupun internasional yang senantiasa bergerak cepat disertai
tantangan yang semakin luas perlu diikuti secara tanggap oleh
perbankan nasional dalam menjalankan fungsi dan tanggung
jawabnya, sehingga perbankan nasional :
a. Perlu ditata dalam struktur kelembagaan yang lebih luas dengan
landasan yang lebih luas, dan lebih jelas ruang geraknya.
b. Perlu diberi kesempatan untuk memperluas jangkauan
pelayanannya di seluruh penjuru tanah air.
c. Perlu diperkuat dengan landasan hukum yang dibutuhkan bagi
terselenggaranya pembinaan dan pengawasan yang mendukung
peningkatan kemampuan perbankan dalam menjalankan
fungsinya secara sehat, wajar dan efisien sekaligus
memungkinkan perbankan Indonesia melakukan penyesuaian
yang diperlukan sejalan dengan perkembangan norma-norma
perbankan internacional.

_______________________________________________________________________________________________________ 11
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
3. Dalam rangka penyempurnaan tata perbankan di Indonesia,
ditempuh langkah-langkah antara lain sebagai berikut :
a. Penyederhanaan jennis bank menjadi bank umum dan bank
perkreditan rakyat, serta memperjelas ruang lingkup dan batas
kegiatan yang dapat diselenggarakan.
b. Persyaratan pokok untuk mendirikan suatu bank diluar secara
rinci sehingga ketentuan pelaksanaan yang berkaitan dengan
kegiatan perbankan lebih jelas dan terarah.
c. Peningkatan perlindungan dana masyarakat dipercayakan pada
lembaga perbankan melalui prinsip kehati-hatian dan pemenuhan
ketentuan persyaratan kesehatan bank.
d. Peningkatan profesionalisme para pelaku di bidang perbankan.
e. Perluasan kesempatan untuk menyelenggarakan kegiatan di
bidang perbankan secara sehat dan bertanggung jawab, sekaligus
mencegah terjadinya praktek-praktek yang merugikan
kepentingan masyarakat luas.

4. Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan


demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian.
Fungsi utamanya adalah sebagai penghimpun dan pengatur dana
masyarakat dan bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan
nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan
ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan
rakyat banyak (pasal 2, 3 dan 4 UU Perbankan 1992).

_______________________________________________________________________________________________________ 12
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
BAB II. JENIS DAN USAHA PERBANKAN

JENIS BANK BERDASARKAN FUNGSINYA

1. Bank Sentral, yaitu Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam


UU No. 13 tahun 1968.
2. Bank Umum, yaitu bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran.
3. Bank Perkreditan Rakyat, yaitu bank yang dapat menerima
simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan dan
atau bentuk lainnya yang disamakan dengan itu.
4. Bank Umum yang mengkhususkan diri untuk melaksanakan
kegiatan tertentu, atau memberikan perhatian yang lebih besar
kepada kegiatan tertentu. Yang dimaksud dengan mengkhususkan
diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu adalah antara lain :
melaksanakan kegiatan pembiayaan jangka panjang, pembiayaan
untuk mengembangkan koperasi, pengembangan pengusaha
golongan ekonomi lemah/pengusaha kecil, pengembangan ekspor
non migas dan pengembangan pembangunan perumahan.

JENIS BANK BERDASARKAN KEPEMILIKANNYA

1. Bank Umum Milik Negara, yaitu Bank yang hanya dapat didirikan
berdasarkan UU.
2. Bank Umum Swasta, yaitu bank yang hanya dapat didirikan dan
menjalankan usaha setelah mendapat izin dari Menteri Keuangan
dengan mendengar pertimbangan-pertimbangan BI. Ketentuan

_______________________________________________________________________________________________________ 13
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
tentang perizinan, bentuk hukum, dan kepemilikan Bank Umum
Swasta ditetapkan dalam pasal 16, 21 dan pasal 22 UU No. 7 tahun
1992 tentang Perbankan. Sedangkan syarat pendiriannya saat ini
diatur dalam SK Menteri Keuangan RI No. 1061/KMK/00/1988
tentang pendirian Bank Swasta, Nasional, dan Bank Koperasi
tanggal 28 Oktober 1988.
3. Bank Campuran, yaitu bank umum yang didirikan bersama oleh
satu atau lebih bank umum yang berkedudukan di Indonesia dan
didirikan oleh warga negara Indonesia dan atau badan hukum
Indonesia yang dimiliki sepenuhnya oleh warga negara Indonesia,
dengan satu atau lebih bank yang berkedudukan di luar negeri.
Ketentuan tentang pendirian Bank Campuran diatur dan ditetapkan
dalam pasal 17 UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan. Syarat
pendirian Bank Campuran untuk saat ini diatur dalam SK Menteri
Keuangan RI No. 1068/KMK?001/1988 tentang pendirian Bank
Campuran tanggal 28 Oktober 1988.
4. Bank Pembangunan Daerah, yaitu bank milik Pemerintah Daerah.
Berdasarkan pasal 54 UU Perbankan 1992 dimana dinyatakan
bahwa UU No. 13 tahun 1962 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Bank Pembangunan Daerah dinyatakan hanya berlaku untuk
jangka waktu 1 tahun sejak mulai berlakunya UU tersebut, maka
bentuk Bank Pembangunan Daerah tersebut akan disesuaikan
menjadi Bank Umum sesuai dengan UU Perbankan 1992.

USAHA BANK

Sesuai dengan pasal 6 UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan, maka


usaha-usaha yang dapat dilakukan bank meliputi :

1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa


giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
2. Memberikan kredit.
3. Menerbitkan surat pengakuan hutang.
4. Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk
kepentingan dan atas perintah nasabahnya :
a. Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang
masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam
perdagangan surat-surat dimaksud.
b. Surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa
berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan
surat-surat dimaksud.
c. Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah.
d. Sertifikat Bank Indonesia.

_______________________________________________________________________________________________________ 14
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
e. Obligasi.
f. Surat dagang berjangka waktu sampai dengan satu tahun.
g. Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai
dengan satu tahun.
5. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun
kepentingan nasabah.
6. Menempatkan dana, meminjam dana dari atau meminjamkan dana
kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana
telekomunikasi, maupun dengan wesel unjuk, cek, atau sarana
lainnya.
7. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan
melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga.
8. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga.
9. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain
berdasarkan suatu kontrak.
10. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya
dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek.
11. Membeli melalui pelelangan agunan baik semua maupun sebagian
dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank,
dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan
secepatnya.
12. Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan
wali amanat.
13. Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi
hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan
Pemerintah.
14. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang
tidak bertentangan dengan Undang-undang dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Selain melakukan kegiatan usaha tersebut diatas, Bank Umum dapat


pula (pasal 7) :

1. Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan


yang ditetapkan oleh BI.
2. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan
lain di bidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura,
perusahaan efek, asuransi, serta lembaga kliring penyelesaian dan
penyimpanan, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh BI.
3. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi
akibat kegagalan kredit, dengan syarat harus menarik kembali
penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh
BI.

_______________________________________________________________________________________________________ 15
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
4. Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun
sesuai dengan ketentuan dalam perundang-undangan dana pensiun
yang berlaku.

Sedangkan usaha-usaha Bank Perkreditan Rakyat antara lain (pasal 13):

1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa


deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu.
2. Memberikan kredit.
3. Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi
hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan
pemerintah.
4. Menempatkan dananya dalam bentuk SBI, deposito berjangka,
sertifikat deposito dan atau tabungan pada bank lain.

BAB III. ASPEK HUKUM PERBANKAN SYARIAH

PENGERTIAN

Istilah bank memang tidak dikenal dalam khazanah keilmuan Islam.


Yang dikenal adalah istilah jihbiz. Kata jihbiz berasal dari bahasa Persia
yang berarti penagih pajak. Istilah jihbiz mulai dikenal di zaman
Mu’awiyah, yang ketika itu fungsinya sebagai penagih pajak dan
penghitung pajak atas barang dan tanah. Di zaman Bani Abbasiyah,
jihbiz populer sebagai suatu profesi penukaran uang. Pada zaman itu
mulai diperkenalkan uang jenis baru yang disebut fulus yang terbuat
dari tembaga. Sebelumnya uang yang digunakan adalah dinar (terbuat
dari emas) dan dirham (terbuat dari perak). Di zaman itu, jihbiz tidak
saja melakukan penukaran uang namun juga menerima titipan dana,
meminjamkan uang, dan jasa pengiriman uang. Bila di zaman
Rasulullah SAW satu fungsi perbankan dilaksanakan oleh satu individu,
maka di zaman Bani Abbasiyah ketiga fungsi utama perbankan
dilakukan oleh satu individu jihbiz.

_______________________________________________________________________________________________________ 16
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
BAB IV. ASPEK HUKUM RAHASIA BANK

PENGERTIAN

Hubungan antara bank dengan nasabahnya ternyata tidaklah seperti


hubungan kontraktual biasa. Akan tetapi dalam hubungan tersebut
terdapat pula kewajiban bagi bank untuk tidak membuka rahasia dari
nasabahnya kepada pihak lain manapun kecuali jika ditentukan lain
oleh perundang-undangan yang berlaku.

Karena itu, hubungan nasabah dengan banknya mirip dengan


hubungan antara lawyer dengan klien, atau hubungan antara dokter
dengan pasiennya. Yakni sama-sama mengandung kewajiban untuk
merahasiakan data dari klien/nasabah/pasiennya. Sering juga untuk
rahasia yang terbit dari hubungan seperti ini disebut dengan istilah
”rahasia jabatan”.

Istilah rahasia bank mengacu kepada rahasia dalam hubungan antara


bank dengan nasabahnya. Rahasia yang bukan merupakan rahasia
antara bank dengan nasabah, walaupun bersifat ”rahasia” tidak
tergolong ke dalam istilah ”rahasia bank” menurut Undang-Undang

_______________________________________________________________________________________________________ 17
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
Perbankan. Rahasia lain yang bukan rahasia bank tersebut misalnya
rahasia mengenai data dalam hubungan dengan pengawasan bank oleh
Bank Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat 3 dan
Pasal 33 Undang-Undang Perbankan.

Menurut Undang-Undang Perbankan Pasal 1 ayat (28) yang dimaksud


dengan Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Undang-
Undang Perbankan No. 10 Tahun 1998 mempertegas dan mempersempit
pengertian rahasia bank dibandingkan dengan ketentuannya dalam
pasal-pasal dari undang-undang sebelumnya, yaitu Undang-Undang No.
7 Tahun 1992 menunjukkan rahasia bank kepada nasabah deposan.

Dari pengertian yang diberikan oleh Pasal 1 ayat 16 dan pasal-pasal


lainnya, terdapat unsur-unsur dari rahasia bank itu sebagai berikut :

1. Rahasia bank berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah


penyimpan dan simpanannya.
2. Hal tersebut ”wajib” dirahasiakan oleh bank, kecuali termasuk ke
dalam kategori perkecualian berdasarkan prosedur dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
3. Pihak yang dilarang membuka rahasia bank adalah pihak bank
sendiri dan/atau pihak terafiliasi.

Dasar Hukum Rahasia Bank

Agar dapat berlaku secara yuridis format, rahasia bank harus


mempunyai dasar hukumnya. Adapun yang merupakan dasar hukum
berlakunya rahasia bank adalah Pasal 40 sampai dengan dan termasuk
Pasal 45 Undang-Undang Perbankan.

Ruang Lingkup Rahasia Bank

Untuk dapat mengetahui apakah prinsip rahasia bank dilaksanakan


oleh sesuatu bank atau tidak, ada dua tahap yang mesti diklarifikasi,
yaitu sebagai berikut :

Tahap I : Apakah informasi yang diberikan oleh bank itu termasuk


dalam ruang lingkup rahasia bank.
Tahap II : Apakah informasi tersebut disampaikan oleh pihak-pihak
yang memang dilarang oleh perundang-undangan yang
berlaku.
Tahap III : Jika informasi tersebut termasuk ke dalam lingkup rahasia
bank, maka harus diteliti apakah pembukaan informasi

_______________________________________________________________________________________________________ 18
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
tersebut tidak tergolong ke dalam perkecualian yang
dibenarkan oleh perundang-undangan yang berlaku.

Apakah informasi tersebut termasuk dalam ruang lingkup Rahasia Bank


: Undang-Undang Perbankan Pasal 40 mengenai ruang lingkup rahasia
bank, dengan tegas menyebutkan bahwa yang tergolong ke dalam
rahasia bank adalah hanya keterangan mengenai :

a. Nasabah penyimpan, atau


b. Simpanan dari nasabah tersebut.

Apakah informasi tersebut disampaikan oleh pihak-pihak yang memang


dilarang oleh Undang-Undang yang berlaku.
Perlu pula dilihat apakah yang membuka rahasia bank termasuk orang-
orang yang memang dilarang untuk membuka rahasia bank.

Adapun yang merupakan orang-orang yang memang dilarang membuka


rahasia bank adalah sebagai berikut :

1. Pihak Bank sendiri, dan/atau


2. Pihak Terafiliasi, terdiri dari :
a. Anggota dewan komisaris atau pengawas, direksi, pejabat atau
karyawan bank yang bersangkutan;
b. Anggota pengurus, badan pemeriksa, direksi, pejabat atau
karyawan bank, khusus bagi bank berbentuk hukum koperasi
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Pihak pemberi jasa kepada bank yang bersangkutan, termasuk
tetapi tidak terbatas pada akuntan publik, penilai, konsultan
hukum, dan konsultan lainnya.
d. Pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia turut serta
mempengaruhi pengelolaan Bank, termasuk tetapi tidak terbatas
pada pemegang saham dan keluarganya, keluarga komisaris,
keluarga pengawas, keluarga direksi, keluarga pengurus.

_______________________________________________________________________________________________________ 19
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
BAB V. ASPEK HUKUM SURAT BERHARGA

PENGERTIAN

Dalam dunia perusahaan dan perdagangan menginginkan segala


sesuatunya bersifat praktis dan aman, khususnya dalam lalu lintas
pembayaran. Artinya tidak lagi menggunakan alat pembayaran berupa
uang, melainkan cukup dengan menerbitkan surat berharga baik
sebagai alat pembayaran kontan maupun sebagai alat pembayaran
kredit.

PRAKTIS artinya dalam setiap transaksi tidak perlu membawa mata


uang dalam jumlah besar sebagai alat pembayaran, melainkan cukup
dengan mengantongi surat berharga saja.
AMAN artinya tidak setiap orang yang tidak berhak dapat menggunakan
surat berharga ini, karena pembayaran dengan surat berharga
memerlukan cara-cara tertentu. Sedangkan jika menggunakan mata

_______________________________________________________________________________________________________ 20
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
uang dalam jumlah besar, kemungkinannya timbul bahaya atau
kerugian, misalnya pencurian, penodongan.

Dalam perusahaan dan perdagangan dikenal bermacam-macam surat


yang pada umumnya disebut surat berharga berdasarkan kenyataan
bahwa surat itu mempunyai nilai uang atau dapat ditukar dengan
sejumlah uang atau apa saja yang disebut dalam surat itu dapat dinilai
atau ditukar dengan uang. Surat-surat berharga itu berupa :
- Wesel
- Aksep
- Cek
- Saham
- Obligasi
- Konosemen

Dalam KUHD tidak ada definisi apa yang dimaksud dengan surat
berharga itu. Hanya dapat disimpulkan dari ciri-ciri atau syarat-syarat
yang ditetapkan dalam pasal-pasal KUHD bahwa surat itu dapat
dikatakan surat berharga.

Seperti yang diatur dalam KUHD, perlu dibedakan dua macam surat itu
yaitu :
1. Surat berharga terjemahan dari istilah dalam bahasa Belanda
”waarde papier”, di negara-negara Anglo Saxon dikenal dengan
istilah ”negotiable instruments”.
2. Surat yang mempunyai harga atau nilai terjemahan dari istilah
aslinya dalam bahasa Belanda ”papier van waarde”, dalam bahasa
Inggrisnya ”letter of value”.

Surat Berharga adalah surat yang oleh penerbitnya sengaja diterbitkan


sebagai pelaksanaan pemenuhan suatu prestasi, yang berupa
pembayaran sejumlah uang.

Tetapi pembayarannya tidak dilakukan dengan menggunakan mata


uang, melainkan dengan menggunakan alat bayar lain. Alat bayar itu
berupa surat yang didalamnya mengandung suatu perintah kepada
pihak ketiga, atau pernyataan sanggup, untuk membayar sejumlah uang
kepada pemegang surat tersebut.

Diterbitkan surat itu oleh penerbit, maka pemegangnya diserahi tugas


untuk memperoleh pembayaran dengan jalan menunjukkan dan
menyerahkan surat itu kepada pihak ketiga atau yang menyanggupi itu.
Pemegang surat mempunyai hak tagih atas sejumlah uang yang tersebut
di dalamnya.

_______________________________________________________________________________________________________ 21
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
Hak tagih itu kemudian dapat pula diperalihkan kepada pemegang
berikutnya dengan mudah atau sederhana, baik dengan cara
penyerahan suratnya dari tangan ke tangan, maupun dengan cara
membuat suatu pernyataan atau akta pada surat itu lalu suratnya
diserahkan kepada pemegang berikutnya.

Apabila menerima sepucuk surat wesel atau cek, berarti memperoleh


hak tagih sejumlah uang yang tersebut di dalam surat wesel atau cek
itu, hak tagih mana mudah sekali dipindahkan kepada orang lain.
Dengan kata lain surat wesel atau cek itu dapat diperjual belikan
dengan mudah.

Pemegang surat itu merupakan bukti bahwa sebagai yang berhak atas
tagihan yang tersebut di dalamnya. Apabila datang kepada pihak yang
diperintahkan atau yang menyanggupi membayar seperti disebutkan
dalam surat itu untuk memperoleh pembayaran, cukup dengan
menunjukkan dan menyerahkan suratnya saja tanpa ada formalitas
lain.

Bagi pihak yang diperintahkan atau yang menyanggupi membayar, akan


melakukan pembayaran tanpa ada kewajiban menyelidiki apakah
pemegang itu adalah yang berhak sesungguhnya atau tidak. Dalam
ilmu hukum dagang surat bukti semacam ini disebut ”surat legitimasi”.

Maka dapat disimpulkan bahwa surat berharga itu mempunyai tiga


fungsi utama yaitu :
1. Sebagai alat pembayaran (alat tukar uang)
2. Sebagai alat untuk memindahkan hak tagih (diperjualbelikan dengan
mudah atau sederhana)
3. Sebagai surat bukti hak tagih (surat legitimasi)

Tujuan Penerbitan surat berharga ialah sebagai pemenuhan prestasi


berupa pembayaran sejumlah uang.

KLAUSULA PENGALIHAN

Fungsi surat berharga ialah sebagai alat untuk memindahkan hak tagih,
artinya dapat diperjualbelikan atau dipindahtangankan kepada
pemegang berikutnya setiap saat apabila dikehendaki oleh
pemegangnya.

Pemindahtanganan itu cukup dengan menyerahkan suratnya saja, atau


dengan menuliskan keterangan pada surat itu bahwa hak tagihnya
dipindahkan kemudian ditandatangani dan diserahkan.

_______________________________________________________________________________________________________ 22
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
Cara memperalihkan hak tagih itu dapat diketahui dari klausula yang
terdapat dalam surat berharga itu. Dalam surat berharga selalu
terdapat klausula atas tunjuk atau atas pengganti.

Surat Berharga yang berklausula atas tunjuk, peralihannya kepada


pemegang berikutnya cukup dengan menyerahkan surat itu saja.

Surat Berharga yang berklausula atas pengganti, peralihan kepada


pemegang berikutnya dilakukan dengan endosemen dan penyerahan
suratnya (pasal 613 ayat 3 KUH Perdata)

SURAT WESEL

PENGERTIAN

Dalam bahasa Inggris surat wesel disebut bill of exchange. Dikatakan


berlainan karena pada konferensi Jeneva, negara Inggris tidak
menandatangani perjanjian surat wesel itu.

Dalam perundang-undangan tidak terdapat perumusan tentang surat


wesel. Tetapi dalam Pasal 100 KUHD dimuat syarat-syarat formal
sepucuk surat wesel.

Surat Wesel adalah surat yang memuat kata wesel, yang ditebitkan
pada tanggal dan tempat tertentu, dengan mana penerbit
memerintahkan tanpa syarat kepada tersangkut untuk membayar
sejumlah uang tertentu kepada pemegang atau penggantinya pada
tanggal dan tempat tertentu.

Beberapa Personil Wesel dalam hukum wesel yaitu orang-orang yang


terlibat dalam lalu lintas pembayaran dengan surat wesel, ialah :

1. Penerbit, adalah drawer, yaitu orang yang mengeluarkan surat wesel.


2. Tersangkut, adalah drawee, yaitu orang yang diberi perintah tanpa
syarat untuk membayar.
3. Akseptan, adalah acceptor, yaitu tersangkut yang telah menyetujui
untuk membayar surat wesel pada hari bayar, dengan memberikan
tanda tangannya.
4. Pemegang Pertama, adalah holder, yaitu orang yang menerima surat
wesel pertama kali dari penerbit.
5. Pengganti, adalah endorsee, yaitu orang yang menerima peralihan
surat wesel dari pemegang sebelumnya.

_______________________________________________________________________________________________________ 23
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
6. Endosan, adalah indorser, yaitu orang yang memperalihkan surat
wesel kepada pemegang berikutnya.

Syarat-syarat Formal Surat Wesel

Surat wesel harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh


Undang-undang yang disebut syarat-syarat formal. Menurut
ketentukan Pasal 100 KUHD setiap surat wesel harus memuat syarat-
syarat formal berikut ini :

1. Istilah ”wesel” harus dimuatkan dalam teksnya sendiri dan


disebutkan dalam bahasa surat itu ditulis.
2. Perintah tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu.
3. Nama orang yang harus membayarnya (tersangkut).
4. Penetapan hari bayarnya (hari jatuh).
5. Penetapan tempat dimana pembayaran harus dilakukan.
6. Nama orang kepada siapa atau penggantinya pembayaran harus
dilakukan.
7. Tanggal dan tempat surat wesel diterbitkan.
8. Tanda tangan orang yang menerbitkan.

Apabila surat wesel tidak memuat salah satu dari syarat-syarat formal
tersebut, surat itu tidak dapat diperlakukan sebagai surat wesel
menurut Undang-undang, kecuali dalam hal-hal berikut ini :

1. Surat wesel yang tidak menetapkan hari bayarnya, dianggap harus


dibayar pada hari diperlihatkan.
2. Jika tidak ada penetapan khusus, maka tempat yang ditulis
disamping nama tersangkut, dianggap sebagai tempat pembayaran
dan tempat dimana tersangkut berdomisili.
3. Surat wesel yang tidak menerangkan tempat diterbitkan, dianggap
ditanda tangani di tempat yang tertulis di samping mana penerbit
(lihat Pasal 101 KUHD).

Penetapan Hari Bayar

Dalam surat wesel harus disebutkan ketentuan hari bayar (time of


payment). Jika tidak disebutkan, surat wesel itu dianggap harus
dibayar pada hari diperlihatkan (Pasal 101 ayat 2 KUHD). Menurut
Pasal 132 KUHD ada empat cara menentukan hari bayar surat wesel :

1. Pada waktu diperlihatkan, surat wesel ini disebut surat wesel atas
penglihatan.
2. Pada waktu tertentu sesudah diperlihatkan (after sight), surat wesel
ini disebut surat wewel sesudah penglihatan (after sight draft).

_______________________________________________________________________________________________________ 24
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
3. Pada waktu tertentu sesudah hari tanggal penerbitannya (after date),
surat wesel ini disebut surat wesel sesudah penanggalan (after date
draft).
4. Pada hari tanggal yang ditentukan (date), surat wesel ini disebut
wesel penanggalan (date draft).

Penetapan hari bayar sifatnya mutlak apabila ditentukan lain daripada


yang tersebut diatas ini atau yang pembayarannya bisa diangsur, adalah
batal.

Kewajiban dan Tanggung Jawab Penerbit

Tanggung Jawab Penerbit


Terbitnya surat wesel ialah perikatan dasar yang terjadi antara penerbit
dan pemegang pertama. Sesuai dengan fungsi dan tujuan surat
berharga, maka surat wesel itu akan berpindah dari tangan ke tangan,
dari pemegang pertama kepada pemegang berikutnya. Perpindahan
tersebut dapat berlangsung terus sampai tiba hari bayarnya.

Dalam peredaran surat wesel itu, dapat terjadi hal-hal yang oleh
penerbit tidak inginkan, misalnya :

- Jatuh ke tangan pemegang yang tidak berhak


- Tanda tangan dipalsukan
- Tersangkut tidak mau mengakseptasi
- Akseptan tidak membayar pada hari bayar
- Terjadi penerbit sendiri melarang pemegang pertama memindah
tangankan surat wesel itu
Menghadapi berbagai persoalan demikian ini penerbit tidak lepas dari
kewajiban dan tanggung jawab. Pada surat wesel yang beredar terdapat:

- Tanda tangan penerbit


- Akseptan
- Pemegang pertama
- Para endosan
- Dan mungkinjuga tanda tangan orang lain yang ikut melibatkan diri
dalam hubungan hukum wesel, misalnya avalis, intervenien.
- Salah satu tanda tangan mereka itu tidak sah atau palsu, misalnya
tidak cakap melakukan perbuatan hukum, tidak berwenang,
penipuan, pemalsuan.

Kewajiban Menjamin Akseptasi dan Pembayaran

_______________________________________________________________________________________________________ 25
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
Menurut ketentuan Pasal 108 ayat 1 KUHD, penerbit surat wesel harus
menjamin akseptasi dan pembayaran. Arti pasal ini ialah penerbit
menjamin pemegang pertama atau pemegang berikutnya bahwa
tersangkut akan mengakseptasi surat wesel itu, atau tersangkut akan
membayar pada hari bayar baik dengan maupun tanpa akseptasi.

Jika ternyata tidak mau mengakseptasi atau setelah mengakseptasi


tetapi tidak membayar pada hari bayar, penerbit berkewajiban untuk
membayar sendiri kepada pemegang surat wesel itu.

Tetapi menurut ketentuan Pasal 108 ayat 2 KUHD, penerbit boleh


meniadakan kewajibannya menjamin akseptasi, namun setiap klausula
yang meniadakan kewajiban menjamin pembayaran, harus dianggap
tidak tertulis. Dalam hal ini penerbit tetap bertanggung jawab terhadap
pembayaran surat wesel itu, karena pembayaran adalah kewajiban
pokok penerbit. Karena terbitnya surat wesel itu adalah perbuatan
penerbit untuk memenuhi prestasinya kepada penerima surat wesel, jadi
merupakan kewajiban pokoknya.

Kewajiban Menyediakan Dana (Fonds)

Sejalan dengan kewajiban menjamin pembayaran, penerbit berkewajiban


pada hari bayar menyediakan dana yang cukup pada tersangkut guna
pembayaran surat wesel yang diterbitkannya. Kewajiban ini diatur
dalam Pasal 109 b KUHD.

Mengapa sebabnya penerbit berkewajiban menyediakan dana pada


tersangkut? Karena dalam hubungan hukum wesel itu tersangkut yang
diperintahkan tanpa syarat untuk membayar kepada pemegang surat
wesel atas dasar hubungan pribadi antara penerbit dan tersangkut.
Bilamanakah dikatakan dana telah tersedia dengan cukup pada
tersangkut? Menurut ketentuan Pasal 109 c KUHD, dana dianggap
telah tersedia (funds availiability) pada tersangkut apabila tersangkut
mempunyai hutang yang sudah dapat ditagih pada penerbit atau pada
orang atas tanggungan siapa surat wesel itu diterbitkan, paling sedikit
sebesar jumlah nominal surat wesel pada hari bayar atau pada saat
pemegang boleh melaksanakan hak regresnya menurut Pasal 142 ayat 3
KUHD. Termasuk pengertian dana ialah piutang, kredit yang disediakan
oleh bankir kepada penerbit simpanan uang pada tersangkut.

Jika pada hari bayar penerbit tidak menyediakan dana pada tersangkut,
akan menimbulkan akibat bahwa tersangkut tidak akan mengakseptasi
dan tidak akan membayar surat wesel itu. Jika surat wesel oleh
tersangkut tidak diakseptasi dan kemudian diprotes, pemegang tidak
berhak menuntut tersangkut untuk membayar, karena ia tidak terikat

_______________________________________________________________________________________________________ 26
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
untuk membayar menurut hukum wesel. Tersangkut yang tidak
mengakseptasi surat wesel berada di luar hukum wesel.

Dapat disimpulkan bahwa penerbit berkewajiban menjamin akseptasi


dan pembayaran surat wesel yang diterbitkannya. Untuk terjaminnya
pembayaran, penerbit harus telah menyediakan dana pada tersangkut
pada hari bayar. Penerbit tetap bertanggung jawab terhadap pemegang
surat wesel yang jujur.

SURAT SANGGUP

Pengertian, Istilah dan Definisi SURAT SANGGUP

Istilah surat sanggup berasal dari promissory note. Surat Sanggup juga
disebut surat aksep. Aksep berarti setuju. Kata sanggup atau setuju itu
mengandung suatu janji untuk membayar, yaitu kesediaan dari pihak
penanda tangan untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang
atau penggantinya pada waktu tertentu. Jadi surat sanggup atau surat
aksep adalah surat tanda sanggup atau setuju membayar sejumlah
uang kepada pemegang atau penggantinya pada hari tertentu.

Karena suatu janji sanggup atau setuju membayar, maka kedudukan


penanda tangan surat sanggup itu sama seperti kedudukan akseptan
pada surat wesel. Dari ketentuan Pasal 177 ayat 1 KUHD yang
menyatakan bahwa penanda tangan suatu surat sanggup sama
terkaitnya seperti akseptan suatu surat wesel.

Dalam surat sanggup tidak ada tersangkut, karena penanda tangan


sebagai penerbit mengikatkan diri untuk membayar kepada penerima
atau pemegangnya, jadi berposisi seperti akseptan pada surat wesel.
Karena itu kedudukan penanda tangan berbeda dengan kedudukan
penerbit surat wesel. Jika penerbit surat wesel adalah debitur wajib
regres, maka penanda tangan surat sanggup bukanlah debitur wajib
regres melainkan debitur yang wajib membayar sama seperti akseptan
pada surat wesel. Surat Sanggup adalah surat janji membayar.

Dalam undang-undang tidak terdapat perumusan atau definisi surat


sanggup. Tetapi dalam pasal 174 KUHD dimuat syarat-syarat formal
surat sanggup. Dan syarat-syarat formal tersebut dapat dirumuskan
pengertian atau definisi surat sanggup itu.

Sebagai surat yang memuat kata surat sanggup yang ditandatangani


pada tanggal dan tempat tertentu, dengan mana penanda tangan

_______________________________________________________________________________________________________ 27
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
menyanggupi tanda syarat untuk membayar sejumlah uang tertentu
kepada pemegang atau penggantinya pada tanggal dan tempat tertentu.

Bentuk Surat Sanggup

Surat sanggup adalah surat berharga, dan harus memenuhi syarat-


syarat formal yang diatur oleh undang-undang. Syarat formal itu
menentukan bentuk surat sanggup. Penanda tangan surat sanggup
bisa manusia pribadi bisa juga badan hukum.

Penerbitan Surat Sanggup

Penerbitan surat sanggup berlatar belakang pada suatu perjanjian yang


disebut perikatan dasar, misalnya perjanjian hutang piutang uang,
perjanjian penitipan uang. Dalam perjanjian itu pihak penanda tangan
berposisi sebagai debitur dan pihak penerima atau pemegang berposisi
sebagai kreditur.

Surat Sanggup sebagai Bukti Pinjaman Uang

Surat sanggup digolongkan kepada surat tagihan hutang yang bukan


perintah untuk membayar melainkan berupa janji untuk membayar.
Surat sanggup bersifat sebagai alat bukti pinjaman uang.

Misalnya penanda tangan sebagai pembeli barang dari penjual (penerima


surat sanggup). Pembeli belum mempunyai uang tunai. Dalam hal ini
pembeli diberi tempo untuk membayar pada waktu tertentu di kemudian
hari. Sebagai tanda bukti, pembeli ini menanda tangani surat sanggup
bahwa pada tanggal yang telah ditentukan, penerima surat sanggup
(dalam hal ini penjual barang) datang menunjukkan surat sanggup guna
menagih piutangnya itu.

Surat Sanggup sebagai Alat Bayar

Penyimpan dana menyanggupi untuk membayarkan dana yang ada


padanya setiap saat bila si empunya dana menghendakinya. Caranya
penyimpan dana menandatangani surat sanggup yang dapat
diperlihatkan setiap saat dikehendaki oleh penerima atau pemegangnya.
Dalam hal ini surat sanggup bukan lagi bersifat alat bukti pinjaman
uang melainkan bersifat sebagai alat bayar sejumlah uang.

Di sini penerima atau pemegang surat sanggup atas penglihatan ini


sama dengan penerima atau pemegang uang tunai, artinya seketika
dikehendakinya surat sanggup itu dapat ditukarkan dengan uang tunai

_______________________________________________________________________________________________________ 28
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
pada penanda tangan, atau dapat digunakan sebagai alat bayar dalam
transaksi jual beli.

Syarat-syarat Formal Surat Sanggup

Syarat-syarat formal surat sanggup diatur dalam Pasal 174 KUHD.


Menurut ketentuan pasal tersebut, setiap surat sanggup harus memuat
syarat-syarat berikut :

1. Baik klausula order, penyebutan surat sanggup, atau promes atas


pengganti, harus dimuat dalam teksnya sendiri dan diistilahkan
dalam bahasa surat itu ditulis.
2. Kesanggupan tanpa syarat untuk membayar sejumlah uang tertentu.
3. Penetapan hari bayarnya.
4. Penetapan tempat dimana pembayaran harus dilakukan.
5. Nama orang kepada siapa atau penggantinya pembayaran harus
dilakukan.
6. Tanggal dan tempat surat sanggup itu ditandatangani.
7. Tanda tangan orang yang mengeluarkan surat sanggup.

Syarat-syarat formal tersebut diatas harus dipenuhi oleh surat sanggup.


Hal ini ditentukan dalam Pasal 175, yang menyatakan bahwa apabila
salah satu dari syarat-syarat tersebut tidak ada, surat itu tidak berlaku
sebagai surat sanggup.

SURAT CEK

Pengertian Surat Cek

Dalam perundang-undangan tidak terdapat perumusan atau definisi


tentang surat cek. Dalam Pasal 178 KUHD hanya diatur tentang syarat-
syarat formal surat cek. Maka dapat disimpulkan pengertian atau
definisi surat cek.
Surat Cek adalah surat yang memuat kata cek, yang diterbitkan pada
tanggal dan tempat tertentu, dengan nama penerbit memerintahkan
tanpa syarat kepada bankir untuk membayar sejumlah uang tertentu
kepada pemegang atau pembawa di tempat tertentu.

Personil Surat Cek

Beberapa personil dalam hukum cek, yang terlihat dalam lalu lintas
pembayaran dengan surat cek adalah :

_______________________________________________________________________________________________________ 29
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
1. Penerbit (trekker, drawer) yaitu orang yang mengeluarkan surat cek.
2. Tersangkut (drawee) yaitu bankir yang diberi perintah tanpa syarat
untuk membayar sejumlah uang tertentu.
3. Pemegang (holder) yaitu orang yang diberi hak untuk memperoleh
pembayaran, yang namanya tercantum dalam surat cek.
4. Pembawa (bearer) yaitu orang yang ditunjuk untuk menerima
pembayaran, tanpa menyebutkan namanya dalam surat cek Siapa
yang membawa dan memperlihatkan surat cek itu kepada bankirnya,
akan memperoleh pembayaran. Adanya pembawa ini sebagai akibat
dari klausula atas tunjuk yang berlaku bagi surat cek.
5. Pengganti (order) yaitu orang yang menggantikan kedudukan
pemegang surat cek dengan jalan endosemen. Surat cek diterbitkan
dengan klausula atas pengganti dengan mencantumkan nama
pemegang dalam surat cek.

Penerbitan Surat Cek

Dalam perikatan dasar tersebut pihak penerbit berposisi sebagai


debitur, sedangkan pihak pemegang atau pembawa surat cek sebagai
kreditur. Penerbit sebagai debitur juga mempunyai perikatan dasar
dengan tersangkut pada siapa ia mempunyai piutang atau mempunyai
dana. Tersangkut ini dalam hukum cek adalah bankir.

Sebagai pihak yang mempunyai piutang atau dana pada bank, penerbit
sewaktu-waktu dapat menagih atau mengambil dana yang tersedia pada
bank tersebut. Untuk mengambil dana itu digunakan cara tertentu
yaitu dengan menerbitkan surat cek.

Dana yang tersimpan pada bank dapat diambil sewaktu-waktu


diperlukan, maka surat cek yang diterbitkan itu mempunyai fungsi
sebagai alat bayar yang sama dengan uang tunai (cash). Artinya jika
pemegang atau pembawa itu mengadakan jual beli sesuatu, maka dapat
membayar dengan surat cek itu, kemudian dapat ditukarkan dengan
uang pada bank penyimpan dana setiap saat diperlukan.
Sebagai alat pembayaran tunai, surat cek dengan mudah dipindah
tangankan kepada orang lain. Hal ini dilambangkan dengan klausula
yang terdapat dalam surat cek yaitu klausula atas tunjuk. Menurut
ketentuan Pasal 613 ayat 3 KUH Perdata penyerahan surat atas tunjuk
dilakukan dengan penyerahan surat itu. Jadi surat cek itu adalah surat
atas tunjuk apabila pembawa menunjukkan surat cek itu kepada bank
yang bersangkutan seketika itu pula harus dibayar.

Perbedaan dengan Surat Wesel

_______________________________________________________________________________________________________ 30
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
Surat cek termasuk surat tagihan hutang yang berupa perintah untuk
membayar sejumlah uang tertentu, jadi sama seperti pada surat wesel.

Kedua macam surat berharga ini terdapat perbedaan pokok sebagai


berikut :

1. Fungsi Ekonomis dalam Lalu lintas Pembayaran. Surat wesel


menitikberatkan sebagai alat pembayaran kredit yaitu untuk
memperoleh uang kredit. Sedangkan surat cek menitikberatkan
fungsi ekonomis sebagai alat pembayaran tunai (Pasal 205 ayat 1
KUHD).
2. Waktu Peredaran. Sebagai alat pembayaran kredit, surat wesel
mempunyai waktu peredaran yang lama bisa melebihi satu tahun.
Sedangkan surat cek sebagai alat pembayaran tunai mempunyai
waktu peredaran yang singkat 70 hari (Pasal 206 ayat 1 KUHD).
3. Waktu Pembayaran. Surat wesel harus dibayar pada waktu tertentu
yang telah ditetapkan dalam surat wesel. Sedangkan surat cek harus
dibayar pada waktu diperlihatkan (Pasal 205 ayat 1 KUHD).
4. Penerbitan atas Bankir. Surat wesel diterbitkan atas bankir atau
bukan bankir. Pemegang surat wesel dapat memperoleh pembayaran
sebelum hari bayar dengan jalan mengendosemenkan surat wesel
kepada orang lain. Sedangkan surat cek sebagai alat pembayaran
tunai harus diterbitkan atas bankir. Jika ingin memperoleh
pembayaran langsung aja diperlihatkan kepada bankirnya.
5. Lembaga Akseptasi. Surat wesel mengenai lembaga akseptasi,
artinya sebelum hari bayar tiba, perlu memperoleh kepastian lebih
dulu dari tersangkut. Sedangkan surat cek sebagai alat pembayaran
tunai tidak mengenal lembaga akseptasi, setiap waktu diperlihatkan
kepada bankir, harus dibayar.
6. Klausula yang Berlainan. Surat wesel bersifat atas pengganti.
Sedangkan surat cek dapat diterbitkan atas pengganti dan dapat juga
atas tunjuk. Pada umumnya surat cek diterbitkan atas tunjuk
sehingga peralihannya cukup dari tangan ke tangan (Pasal 182
KUHD).

Syarat-syarat Formal Surat Cek

Surat cek harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh


undang-undang yang disebut syarat-syarat formal. Menurut ketentuan
Pasal 178 KUHD setiap surat cek harus memuat syarat-syarat formal
berikut ini :

1. Istilah cek harus dimuat dalam teksnya sendiri dan disebutkan


dalam bahasa surat itu ditulis.

_______________________________________________________________________________________________________ 31
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
2. Perintah tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu.
3. Nama orang yang harus membayar (tersangkut).
4. Penetapan tempat dimana pembayaran harus dilakukan.
5. Tanggal dan tempat surat cek diterbitkan.
6. Tanda tangan orang yang menerbitkan.

Kewajiban dan Tanggung Jawab Penerbit

Surat cek adalah perikatan dasar yang terjadi antara penerbit dan
pemegang pertama atau penerima. Dalam hukum pihak penerbit
berposisi sebagai debitur yang berkewajiban membayar sedangkan
penerima surat cek berposisi sebagai kreditur.

Untuk melakukan pembayaran debitur menerbitkan surat cek, dalam


surat cek memerintahkan pihak ketiga yaitu tersangkut untuk
membayar kepada penerima surat cek. Antara penerbit dan tersangkut
ada hubungan hukum dalam mana penerbit menyimpan atau
menyediakan dana untuk kepentingan penerbit.
Tersangkut adalah bank, maka penerbit mempunyai rekening giro pada
bank yang bersangkutan, dalam rekening tersebut tersedia dana yang
sewaktu-waktu diperlukan dapat diambil dengan menerbitkan cek.

Bank sebagai pihak yang diperintahkan membayar berkewajiban


melakukan pembayaran yang jumlahnya disesuaikan dengan keadaan
dana yang tersedia. Apabila dana penerbit tidak mencukupi maka bank
tidak akan melakukan pembayaran melainkan menegur pemilik dana
(pemilik rekening giro).

Sesuai dengan undang-undang Pasal 190 a KUHD, setiap penerbit atau


setiap mereka atas perhitungan siapa surat cek diterbitkan, wajib
mengusahakan supaya pada hari bayarnya pada tersangkut telah ada
dana cukup guna membayar surat cek tersebut, demikian juga
sekiranya surat cek itu dinyatakan harus dibayarkan kepada orang
ketiga, namun semuanya tidak mengurangi kewajiban penerbit
menurut Pasal 189 KUHD bahwa setiap penerbit harus menjamin
pembayaran surat cek.

Ketentuan Pasal 190 b KUHD tersangkut dianggap telah menguasai


dana yang diperlukan apabila surat cek diperlihatkan, kepada penerbit
atau kepada siapa surat cek itu diterbitkannya mempunyai hutang yang
telah dapat ditagih, sejumlah yang tertera dalam surat cek.
Apabila penerbit tidak memenuhi dana sejumlah yang tertera di surat
cek, pada saat diperlihatkan ke tersangkut (bank) maka dianggap tidak
memenuhi kewajiban pokoknya seperti tersebut dalam Pasal 190 a
KUHD. Apabila pada waktu surat cek diperlihatkan ke bank

_______________________________________________________________________________________________________ 32
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
(tersangkut) dan mecukupi untuk membayar surat cek itu maka
penerbit dianggap menunjukkan itikad baik memenuhi kewajibannya.

BILYET GIRO

Pengantar

Bilyet Giro adalah surat berharga yang tidak diatur dalam KUHD yang
tumbuh dan berkembang dalam praktik perbankan karena kebutuhan
dalam lalu lintas pembayaran secara giral. Bank Indonesia sebagai
bank sentral mengatur dan memberi petunjuk cara penggunaan Bilyet
Giro. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/32/Kep/Dir
tahun 1995 tanggal 4 Juli 1995 menggantikan Surat Edaran Bank
Indonesia No. 4/670/UPPB/PdB tanggal 24 Januari 1972 tentang Bilyet
Giro yang mulai berlaku tanggal 1 November 1995.

Pengertian Bilyet Giro

Adalah surat perintah nasabah yang telah dibakukan bentuknya kepada


bank penyimpan dana untuk memindahbukukan sejumlah dana dari
rekening yang bersangkutan kepada pihak penerima yang disebutkan
namanya pada bank yang sama atau pada bank lainnya.

Pembayaran dana bilyet giro tidak dapat dilakukan dengan uang tunai
dan tidak dapat dipindahtangankan dengan endosemen. Bilyet artinya
surat dan giro artinya simpanan nasabah pada bank yang
pengambilannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek
atau dengan pemindahbukuan. Dengan pemindahbukuan itu
menggunakan Bilyet Giro.

Pasal 1 d Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/32/Kep/Dir


Tahun 1995 tentang Bilyet Giro adalah surat perintah dari nasabah
kepada bank penyimpan dana untuk memindahbukukan sejumlah dana
dari rekening yang bersangkutan kepada rekening pemegang yang
disebutkan namanya.

Dapat diuraikan unsur-unsur penting bilyet giro sebagai berikut:

1. Nasabah yaitu orang atau badan yang memiliki rekening di bank.


2. Penarik (penerbit), yaitu nasabah yang memerintahkan pemindah
bukuan sejumlah dana atas beban rekeningnya.
3. Bank penyimpan dana, yaitu bank dimana nasabah mempunyai
rekening.

_______________________________________________________________________________________________________ 33
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
4. Tertarik (tersangkut), yaitu bank penyimpan dana yang menerima
perintah pemindahbukuan.
5. Dana, yaitu uang simpanan nasabah pada bank.
6. Pemindahbukuan, yaitu pembayaran dengan cara mengalihkan dana
dari rekening penarik ke rekening pemegang.
7. Pemegang, yaitu nasabah yang memperoleh pemindahbukuan dana
sebagaimana diperintahkan oleh penarik kepada tertarik.
8. Bank Penerima, yaitu bank yang menatausahakan rekening
pemegang.

Pembayaran dengan Pemindahbukuan

Bilyet Giro tidak dapat dilakukan pembayarannya dengan uang tunai.


Dalam hal ini ada persamaannya dengan cek perhitungan yang juga
tidak dapat dibayar dengan uang tunai karena cek perhitungan adalah
pembayaran dengan pemindahbukuan.

Antara alat pembayaran dengan pemindahbukuan, dua surat tersebut


mempunyai sifat yang berbeda. Cek adalah alat pembayaran tunai,
sehingga setiap saat dapat diperlihatkan untuk dipindahbukukan, dan
dapat dipindahtangankan melalui endosemen. Pada cek hanya dikenal
satu tanggal, yaitu tanggal penerbitan cek. Bilyet giro mempunyai dua
tanggal dalam teksnya, yaitu tanggal penerbitan dan tanggal efektif.

Syarat-syarat Formal Bilyet Giro

Menurut ketentuan Pasal 2 Surat Keputusan Bilyet Giro harus


memenuhi syarat-syarat formal sebagai berikut :

1. Nama dan nomor Bilyet Giro yang bersangkutan,


2. Nama tertarik (tersangkut),
3. Perintah tanpa syarat pemindahbukuan,
4. Nama dan nomor rekening pemegang,
5. Nama bank penerima,
6. Jumlah dana yang dipindahbukukan,
7. Tempat dan tanggal penarikan,
8. Tanda tangan penarik,
9. Tanggal efektif.

BAB V. LEMBAGA-LEMBAGA PEMBIAYAAN

_______________________________________________________________________________________________________ 34
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
Dengan semakin maraknya dunia bisnis, tidak bisa kita elakkan lagi
adanya kebutuhan dana yang diperlukan baik oleh kalangan usahawan
perseorangan maupun usahawan yang tergabung dalam suatu badan
hukum di dalam mengembangkan usahanya maupun di dalam
meningkatkan mutu produknya, sehingga dapat dicapai suatu
keuntungan yang memuaskan maupun tingkat kebutuhan bagi
kalangan lainnya.

Awal mula keberadaan dibutuhkannya lembaga pembiayaan, pertama


kali disebutkan di dalam Keputusan Presiden No. 61 tahun 1988 tanggal
20 Desember 1988, dn dijabarkan lebih lanjut melalui Keputusan
Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1998 tanggal 20 Desember 1988
tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan.

Menurut Pasal 1 Keppres di atas dijelaskan bahwa yang dimaksud


dengan Lembaga Pembiayaan adalah :
”Suatu badan usaha yang di dalam melakukan kegiatan
pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau brang modal
dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat”.

Adapun bidang-bidang usaha yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan


antara lain :

a. Perusahaan Sewa Guna Usaha (leasing company) adalah : badan


usa yang melakukan usaha pembiayaan dalam bentuk penyediaan
barang modal baik secara finance lease maupun operating lease
untuk digunakan oleh penyewa guna usaha selam jangka waktu
tertentu berdsarkan pembayaran secara berkala.

b. Perusahaan Modal Ventura (venture capital company) adalah :


badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan dalam bentuk
penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan yang menerima
bantuan pembiayaan (investee company) untuk jangka waktu
tertentu.

c. Perusahaan Perdagangan Surat Berharga (securities company)


adalah : badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan dalam
betuk perdagangan surat berharga.

d. Perusahaan Anjak Piutang (factoring company) adalah : badan


usaha yang melakukan usaha pembiayaan dalam bentuk pembelian
dan/atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka
pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau
luar negeri.

_______________________________________________________________________________________________________ 35
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
e. Perusahaan Kartu Kredit (credit card company) adalah : badan
usaha yang melakukan usaha pembiayaan untuk membeli barang
dan jasa dengan menggunakan kartu kredit.

f. Perusahaan pembiayaan konsumen (consumers finance


company) adalah : badan usaha yang melakukan pembiayaan
pengadaan barang untuk kebutuhan consumen dengan sistem
pembayaran angsuran atau berkala.

SEWA GUNA USAHA (LEASING)

A. Pengertian

Kata leasing sebenarnya berasal dari kata to lease yang berarti


menyewakan. Leasing sebagai suatu jenis kegiatan dapat dikatakan
masih baru atau muda dalam kegiatan yang dilakukan di Indonesia
yaitu baru dipakai pada tahun 1974.

Sampai saat ini belum ada undang-undang khusus yang mengatur


tentang leasing, namun untuk mengantisipasi kebutuhan agar secara
hukum mempunyai pegangan yang jelas dan pasti, padata tahun 1971
telah dikeluarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri
Perindustrian, dan Menteri Perdagangan dan Koperasi No. : Kep-
122/MK/IV/1/1974 : No. 32/M/SK/2/1974; dan No. 30/Kpb/I/1974
tertanggal 7 Pebruari 1974.

Seperti diuraikan di atas, kegiatan leasing dapat dilakukan secara


finance maupun secara operating lease.

Finance Lease, artinya: kegiatan sewa guna usaha dimana penyewa guna
usaha pada akhir masa kontrak mempunyai hak opsi untuk membeli
objek sewa guna usaha berdasarkan nilai sisa yang disepakati bersama.

Sedangkan Operating Lease, artinya : kegiatan ewa guna usaha dimana


penyewa guna usaha tidak mempunyai hak opsi untuk membeli sewa
guna usaha.

Dalam usaha leasing tentunya terdapat beberapa pihak yang


bersangkutan dalam perjanjian leasing yang terdiri dari :

1. Pihak yang disebut Lessor, yaitu pihak yang menyewakan barang


dapat terdiri dari beberapa perusahaan. Pihak penyewa ini disebut
juga sebagai investor, equity-holders, owner-participans atau
trusters-owners.

_______________________________________________________________________________________________________ 36
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
2. Pihak yang disebut Lesee, yaitu pihak yang menikmati barang-
tersebut dengan membayar sewa guna yang mempunyai hak opsi.

3. Pihak kreditur atau lender atau disebut juga dept-holders atas loan
participans dalam transaksi leasing. Mereka umumnya terdiri dari
bank, insurance company (perusahaan asuransi), trusts, yayasan.

4. Pihak supplier yaitu penjual dan pemilik barang yang disewakan


suplier ini dapat berdiri dari perusahaan (manufacturers) yang
berada di dalam negeri atau yang mempunyai kantor pusat di luar
negeri.

B. Manfaat Leasing

Dengan leasing, perusahaan dapat memperoleh barang modal dengan


jalan sewa beli, yang dapat diangsur setiap bulan atau setiap triwulan
kepada lessor.

Usaha pembiayaan melalui leasing ini dapat diperoleh dalam waktu yang
cepat. Bagi perusahaan yang modalnya lemah, dengan perjanjian
leasing akan memberikan kesempatan pada perusahaan tersebut untuk
bernafas dan perusahaan tersebut juga dapat memiliki barang modal
yang bersangkutan.

Antara lesee dan lessor di dalam perjanjian leasing dapat mengadakan


kesepakatan dalam hal menetapkan besar dan banyaknya angsuran
sesuai dengan kemampuan lesee.

Dalam hukum perdata, ada 3 (tiga) bentuk ikatan yang mirip satu sama
lainnya, namun berlainan dalam hukumnya yaitu antara sewa guna
usaha (leasing), sewa beli (hire purchase), dan jual beli secara angsuran
(credit sale).
Ketiga bentuk ikatan ini berbeda satu dengan yang lainnya, yang dapat
diuraikan sebagai berikut :

a. Sewa Beli (hire purchase) adalah : jual beli barang dimana penjual
melaksanakan penjualan barang dengan cara memperhitungkan
setiap pembayaran yang dilakukan oleh pembeli yang dengan
pelunasan atas harga barang yang telah disepakati bersama dan
yang diikat dalam suatu perjanjian, serta hak milik atas barang
tersebut baru beralih dari penjual kepada pembeli setelah jumlah
harganya dibayar lunas oleh pembeli kepada penjual.

_______________________________________________________________________________________________________ 37
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
b. Jual Beli secara Angsuran (credit sale) adalah : jual beli dimana
penjual melaksanakan penjualan barang dengan cara menerima
pelunasan pembayaran yang dilakukan oleh pembeli dalam
beberapa kali angsuran atas harga barang yang telah disepakati
bersama dan yang diikat dalam suatu perjanjian, serta hak milik
atas barang tersebut beralih dari penjual kepada pembeli pada saat
barangnya diserahkan oleh penjual kepada pembeli.

Persamaan antara perjanjian leasing dengan kedua perjanjian di atas


adalah bahwa pada perjanjian leasing, lesee membayar imbalan jasa
kepada lessor dalam waktu tertentu.
Sedangkan pada perjanjian sewa beli dan jual beli dengan angsuran,
pembeli membayar angsuran kepada penjual dalam waktu tertentu
sesuai denganperjanjian.

Perbedaan antara perjanjian leasing dengan kedua perjanjian di atas


adalah sebagai berikut :

Perjanjian Leasing Perjanjian Sewa Beli dan Jual


Bali Secara Angsuran
1. Lessor adalah pihak yang 1. Harga pembelian barang
menyediakan dana dan sebagian kadang-kadang
membiayai seluruh pembelian dibayar oleh pembeli. Jadi
barang tersebut. penjual tidak membiayai
seluruh harga beli barang yang
bersangkutan.
2. Masa leasing biasanya 2. Jangka waktu tidak
ditetapkan sesuai dengan memperhatikan baik pada
perkiraan umur kegunaan perkiraan umur kegunaan
barang. barang maupun kemampuan
pembeli mengangsur harga
barang.
3. Pada akhir masa leasing, lesse 3. Pada akhir masa perjanjian,
danpat menggunakan hak hak milik atas barang dengan
opsinya untuk membeli barang sendirinya beralih pada
yang bersangkutan, sehingga pembeli. Hak milik atas
hak milik atas barang beralih barang beralih dari penjual
pada lesse. pada pembeli pada saat barang
diserahkan oleh penjual.

C. Mekanisme Leasing

Skema Prosedur Mekanisme Leasing

_______________________________________________________________________________________________________ 38
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
5 1
8 Supplier 6

9 7

2
Lessor 3 Lesse
10

Perusahaan 4
Asuransi

Untuk mengetahui bagaimana mekanisme penggunaan lembaga leasing,


secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Lesse bebas memilih dan menentukan peralatan yang dibutuhkan,


mengadakan penawaran harga dan menunjuk supplier peralatan
dimaksud.

2. Setelah lesse mengisi formulir permohonan lesse, mengirimkan


kepada lessor disertai dokumen pelengkap.

3. Lessor mengevaluasi kelayakan kredit dan memutuskan untuk


memberikan fasilitas lease dengan syarat dan kondisi yang disetujui
lesse (lama kontrak pembayaran sewa lease), maka kontrak lease
dapat ditandatangani.

4. Pada saat yang sama, lesse dapat menandatangani kontrak


asuransi untuk peralatan yang dilease dengan perusahaan asuransi
yang disetujui lessor, seperti yang tercantum pada kontrak lease.
Antara lessor dan perusahaan asuransi terjalin perjanjian kontrak
utama.

5. Kontrak pembelian peralatan akan ditandatangani lessor dengan


supplier peralatan tersebut.
6. Suppler dapat mengirim peralatan yang dilease ke lokasi lease.
Unsur mempertahankan dan memelihara kondisi peralatan

_______________________________________________________________________________________________________ 39
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
tersebut, supplier akan menandatangani perjanjian pelayanan
purna jual.

7. Lease menandatangani tanda terima peralatan dan menyerahkan


kepada supplier.

8. Supplier menyerahkan surat tanda terima (yang diterima dari lesse),


bukti pemilikan dan pemindahan pemilikan kepada lessor.

9. Lessor membayar harga peralatan yang dilease kepada supplier.

10. Lesse membayar sewa lease secara periodik sesuai dengan jadwal
pembayaran yang telah ditentukan kontrak lease.

Pada hakikatnya leasing merupakan salah satu cara pembiayaan yang


mirip dengan kredit bank. Hanya bedanya leasing memberikan bantuan
dalam bentuk barang modal, sedangkan bank memberikan bantuan
berupa permodalan.

MODAL VENTURA (VENTURE CAPITAL)

A. Pengertian dan Landasan Hukum

Yang dimaksud dengan perusahaan modal ventura (venture capital)


adalah : suatu badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan
dalam bentuk penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan pasangan
usaha (invester company) untuk jangka waktu tertentu.

Sedangkan yang dimaksud dengan perusahaan pasangan usaha (PPU /


invester company) adalah suatu perusahaan yang memperoleh
pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal dari perusahaan modal
ventura (PMV).

Lembaga modal ventura juga merupakan suatu alternatif lembaga


pembiayaan lain di luar bank. Dikatakan demikian karena memang
lembaga ini di dalam memberikan dananya bagi pihak lain berbeda
dengan bank. Lembaga modal ventura tidak memerlukan benda
jaminan (collateral) untuk dapat mengeluarkan dananya. Sedangkan
bank dalam memberikan kreditnya mewajibkan nasabahnya untuk
memberikan jaminan yang diperlukan sebagai suatu syarat yang wajib.

Jenis pembiayaan yang dilakukan modal ventura dapat dibedakan atas


3 (tiga) macam, yaitu sebagai berikut :

_______________________________________________________________________________________________________ 40
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
a. Conventional Loan, Pinjaman jenis ini bisa diberikan tanpa
jaminan dan bisa pula disertai dengan jaminan.

b. Conditional Loan, Dalam model ini, modal ventura turut


menikmati laba, bila proyek yang dibiayai menanggung keuntungan
dan turut pula menanggung rugi seandainya perusahaan yang
dibiayai ternyata mengalami kerugian.

c. Equity Investment, yaitu modal ventura yang menyertakan saham


untuk mendukung kegiatan perusahaan yang baru berdiri dan
antara modal ventura dengan perusahaan yang dibiayai terjalin
kerja sama di bidang manajemen.

Secara resmi lembaga modal ventura baru ada di Indonesia sejak adanya
Keppres No. 61 tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan, yang diatur
lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan No.
1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan
Lembaga Pembiayaan. Ketentuan tersebut merupakan landasan
berpihak yang cukup kuat dan merupakan satu-satunya peraturan
pelaksanaanyang ada bagi para pemodal (investor) yang ingin
melakukan usaha atau bisnisnya.

B. Potensial Usaha

Kegiatan modal ventura hanya dilakukan dalam bentuk penyertaan


modal ke dalam suatu perusahaan pasangan usaha untuk hal-hal
seperti :

a. Pengembangan suatu penemuan baru.


b. Pengembangan perusahan yang pada tahap awal usahanya
mengalami kesulitan dana.
c. Membantu perusahaan yang berada pada tahap pengembangan.
d. Membantu perusahaan yang berada dalam tahap kemunduran
usaha.
e. Pengembangan proyek penelitian dan rekayasa.
f. Pengembangan pelbagai penggunaan teknologi baru dan alih
teknologi baik dari dalam maupun luar negeri.
g. Mambantu pengalihan pemilikan perusahaan.

Selain itu dalam menyertakan modalnya ke dalam perusahaan pasangan


usahanya, perusahaan modal ventura melakukannya hanya bersifat
sementara yaitu dalam jangka waktu tidak boleh melebihi batas 10
(sepuluh) tahun.

_______________________________________________________________________________________________________ 41
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
Selain perusahaan swasta nasional dan koperasi, pihak bank pun dapat
menjalankan usaha di bidang modal ventura dengan terlebih dahulu
membentuk perusahaan pembiayaan yang bergerak di bidang modal
ventura dan telah memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan.

Sedangkan mengenai jumlah modal disetor atau disimpan pokok dan


simpanan wajib, ditetapkan sebesar 3 miliar (untuk perusahaan swasta
dan koperasi) dan 10 miliar (untuk perusahaan petungan Indonesia dan
asing).

ANJAK PIUTANG (FACTORING)

A. Pengertian

Lembaga anjak piutang atau factoring merupakan lembaga pembiayaan


yang dalam melakukan usaha pembiayaannya dilakukan dalam bentuk
pembelian dan atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan
jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam
atau luar negeri.

Pada jasa factoring terbagi dalam 2 (dua) bagian yaitu jasa keuangan dan
jasa non keuangan. Dalam hal jasa keuangan biasanya perusahaan
faktor dapat memberi pre-financing sampai 80 % dari piutang dagang.
Sedangkan untuk jasa non-financing perusahaan faktor melayani
pengelolaan kredit bagikepentingan klien.

B. Mekanisme Kerja Factoring

Dalam kegiatan factoring terdapat 3 (tiga) pihak yang terlibat secara


aktif, yaitu perusahaan factoring, klien, dan cutomer.

Klien adalah pengguna jasa perusahaan factoring,


Cutomer adalah pihak yang berutang kepada klien,
Klien bisa berupa pedagang, pabrik, pemilik toko, petani, dan
sebagainya.

Adapun mekanisme perdagangan domestik dengan factoring adalah


sebagai berikut :

Pertama, penjual (klien) menyerahkan barang kepada pembeli


(customer).
Kemudian klien menyerahkan foto copy invoice kepada factoring.

_______________________________________________________________________________________________________ 42
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
Perusahaan factoring segera membayar sampai 80 % dari nilai
kepada pembeli, lalu pembeli membayar tagihan tadi kepada
perusahaan factor.
Perusahaan factor mengembalikan sisa pembayaran (refund) kepada
penjual sebesar 20 % dari nilai invoice yang dikurangi fee yang telah
disepakati bersama dalam kontrak factoring.

Jadi transaksi anjak piutang merupakan pengalihan mutlak yang


dilakukan oleh klien (penjual piutang) terhadap perusahaan factoring
atas utang pihak ketiga (debitur) karena adanya pembelian barang atau
jasa dari pihak kreditur (klien). Dan piutang atau tagihan-tagihan itu
sifatnya jangka pendek.

Piutang yang diperjualbelikan itu adalah yang berbentuk surat


pengakuan piutang (promissory note), atau piutang yang terbit dari
transaksi dagang (trade transaction).
Kepada pihak debitur (yang berutang) biasanya akan diberitahukan,
bahwa telah terjadi pengalihan piutang dari kreditur (klien factoring) ke
perusahaan factoring.

Mekanisme Perdagangan dalam Negeri dengan Factoring

Pabrik Tekstil

1. Penyerahan barang
2. Invoice
3. Copy Invoice
6. Refund
Departemen
Store

4. Initial Payment
5. Payment

Perusahaan
Factor

Uraian perdagangan dengan factoring, sebagai berikut :

_______________________________________________________________________________________________________ 43
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
1. Setelah barang dan invoice diserahkan (angka 1 dan 2), pabrik
menyerahkan pula copy invoice kepada perusahaan factor (angka 3)

2. Berdasarkan copy invoice tersebut dan sesuai dengan perjanjian


factoring yang telah disetujui bersama, perusahaan factoring wajib
segera membayar (initial payment) sampai dengan 80 % dari jumlah
nilai invoice (angka 4).

3. Perusahaan factor selanjutnya aktif melakukan penagihan sesuai


syarat pembayaran yang ditetapkan antara pabrik dengan pasar
swalayan. (pabrik telah meminta agar pembayaran dilakukan
melalui perusahaan factoring). Pasar swalayan membayar kepada
perusahaan factor sesuai kontraknya dengan pabrik (angka 5).

4. Setelah seluruh pembayaran selesai, perusahaan factor


mengembalikan sisa pembayaran (refund) kepada pabrik sebesar
20% dari nilai invoice dikurangi biaya factoring yang telah
disepakati dalam factoring agreement (angka 6).

Dalam Internasional Factoring terdapat 4 (empat) pihak yang terlibat,


yaitu : eksportir, Importir, eksport factor, dan import factor.

Mekanisme Perdagangan Internasional dengan Factoring

Indonesia Amerika
Eksportir Eksportir
Goods and Invoice

Copy Statement
Invoice

Prepayment Payment

Copy Invoice
Eksport Factor Import Factor

Payments

Uraian perdagangan factoring internasional sebagai berikut :

1. Eksportir membuat perjanjian factoring (factoring agreement)


dengan perusahaan factor.

_______________________________________________________________________________________________________ 44
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
2. Eksportir mengajukan permohonan credit limit tertentu sehubungan
dengan rencana ekspor yang bersangkutan kepad importer di
Amerika.
3. Eksportir factor memilih salah satu import factor di Amerika.

4. Import factor melakukan penyelidikan (credit investigation) untuk


mengetahui credit standing dari importer. Berdasarkan hasil
penyelidikannya, impor factor mempertimbangkan permohonan
tersebut. Apabila impor factor menyetujui permohonan eksportir,
maka invoice yang difactorkan sampai dengan jumlah credit limit
yang akan disetujui dijamin pembayarannya oleh import factor.

5. Atas dasar persetujuan credit limit tersebut, eksportir mengapalkan


barangnya ke Amerika dan mengirimkan invoices kepada importer
dengan pemberitahuan agar importir melakukan pembayaran yang
bertalian kepada impor factor.

6. Setelah barang dikapalkan, eksportir menyampaikan copy invoice


tersebut kepada ekspor factor. Seterimanya copy invoice tersebut,
ekspor factor membayar sampai dengan 80 % dari nilai invoice
sesuai agreement yang telah ditandatangani.

7. Eksport factor mengirim copy invoice kepada impor factor.

8. Seterimanya copy invoices tersebut, import factor menyiapkan sales


ledger yang diperlukan dan melakukan penagihan kepada importir.

9. Import factor melakukan remit sebesar 100 % dari nilai invoce


setelah dikurangi tarif tertentu yang telah disepakati setelah
importir membayar atau selambat-lambatnya 90 hari setelah
tanggal pengiriman barang tanpa memperhatikan apakah import
factor telah menerima pembayaran dari importir atau belum.

10. Setelah eksport factor menerima remittance dari import factor, sisa
pembayaran (sebesar 20 %) segera diselesaikan setelah dikurangi
biaya factoring.

C. Keuntungan Factoring

Umumnya perusahaan factoring ini mendapat keuntungan dari segi


biaya yang dikenakan, yang besarnya antara 3 % dari jumlah piutang
yang dibeli. Akan tetapi, besar kecilnya persentase tergantung pula dari

_______________________________________________________________________________________________________ 45
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
mudah tidaknya piutang tersebut ditagih, dan berat tidaknya risiko bagi
pihak penagih pada saat menagih utangnya.

Sedangkan keuntungan bagi pihak penjual piutang (kreditur dari pihak


terutang), jelas akan memudahkan kelancaran jalannya usaha, yaitu
karena mengalirnya dana secara terus-menerus.
Dengan demikian keuntungan-keuntungan yang diperoleh dalam
menggunakan jasa perusahaan factoring adalah sebagai berikut :

1. Adanya peningkatan modal kerja. Dengan pengalihan piutang,


klien akan memperoleh pembayaran di muka sampai dengan 80 %
dari nilai tagihan. Hal ini berarti mempercepat perputaran dana
untuk meningkatkan aktivitas penjualan klien.

2. Adanya perlindungan kredit, sejalan dengan peningkatan volume


penjualan secara kredit, perkembangan usaha berarti
bertambahnya risiko kredit. Tetapi dengan fasilitas yang diberikan
oleh perusahaan factoring, bilamana terdapat kredit macet,
tentunya akan menjadi tanggung jawab perusahaan factoring
tersebut sebatas yang disetujui.

3. Manajemen kredit. Perusahaan factoring memiliki data kredit yang


terpercaya sehingga klien dapat memanfaatkan kredit analisis
perusahaan factoring tersebut. Termasuk untuk transaksi dengan
perusahaan internasional.

4. Penagihan piutang. Perusahaan factoring mengemban tanggung


jawab atas tagihan faktur-faktur yang dialihkan kepada mereka oleh
klien. Hal ini berarti menghemat wakti dan biaya klien.

5. Administrasi penjualan. Jurnal penjualan klien akan


dikomputerisasikan dengan sistem yang dimiliki perusahaan
factoring. Klien akan mendapatkan informasi tentang status
piutangnya melalui laporan-laporan berkala tentang tagihan, posisi
utang, dan lain-lain. Setiap akhir bulan biasanya perusahaan
factoring akan mengirimkan laporan transaksi klien, di samping
laporan posisi utang kepada para customer klien tersebut.

USAHA KARTU KREDIT

Perusahaan kartu kredit (credit card company) adalah badan usaha yang
melakukan usaha pembiayaan untuk membeli barang dan jasa dengan
menggunakan kartu kredit.

_______________________________________________________________________________________________________ 46
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
Kartu kredit atau yang lebih dikenal dengan credit card ini adalah :
Suatu kartu plastik yang berukuran hapir sama dengan ukuran
KTP, yang diterbitkan oleh issuer (penerbit) dan dipergunakan oleh
cardholder (pemegang kartu) dan berfungsi sebagai alat pembayaran
pengganti uang tunai dan pihak penerima adalah kaun usahawan/
pedagang (merchant) yang telah ditentukan oleh pemegangnya
kepada penerbit.
Penerbitan kartu kredit itu sendiri sebenarnya merupakan satu
pemberian fasilitas kredit oleh suatu bank penerbit kepada pemegang
kartu. Pemberian fasilitas ini tidaklah berdasarkan akte-akte secara
otentik melainkan hanya dengan akte-akte di bawah tangan dan tidak
mutlak harus ada jaminan kredit. Akan tetepi bukan berarti kartu
kredit mudah diperoleh oleh siapa saja, melainkan harus memenuhi
persyaratan-persyaratan yang sangat selektif yang ditentukan oleh
penerbit.

Dengan memperhatikan kondisi di atas, tampak bahwa hukum yang


berlaku yang mengatur masalah kartu kredit adalah hukum kebebasan
berkontrak antara para pihak berlandaskan Pasal 1338 KUH Perdata,
oleh karena belum ada pengaturan yang khusus yang mengatur
masalah kartu kredit tersebut.

PEMBIAYAAN KONSUMEN

Yang dimaksud dengan lembaga pembiayaan konsumen (consumers


finance) adalah :
Suatu lembaga yang dalam melakukan pembiayaan pengadaan
barang untuk kebutuhan konsumen dilakukan dengan sistem
pembayaran secara angsuran atau berkala.

Kehadiran lembaga pembiayaan konsumen ini sebenarnya secara


informal sudah tumbuh sejak lama sebagai bagian dari aktivitas trading.
Namun secara normal baru diakui sejak tahun 1988 melalui SK Menteri
Keuangan No. 1251/KMK.013/1988 yang secara formal mengangkat
kegiatan usaha pembayaran ke permukaan sebagai bagian resmi sektor
jasa keuangan.

Lembaga pembiayaan konsumen ini berbeda dengan bank, walaupun


kedua-duanya merupakan sumber dana yang diperlukan seseorang.
Bila pembiayaan konsumen akan melihat barang-barang apa saja yang
dibiayai, maka pada kredit bank pihak bank cukup memandang siapa
konsumen yang akan mendapat bantuan dana.
Kedua lembaga ini mempunyai kesamaan seperti objeknya sama yaitu
barang-barang konsumsi dan mengenakan bunga sebagai biaya.

_______________________________________________________________________________________________________ 47
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
Setiap konsumen menginginkan adanya kemudahan, keringanan,
pelayanan yang cepat, waktu yang singkat, prosedur yang tidak
birokratis dan tidak berbelit-belit, oleh karena itu beberapa hal akan
menjadi pertimbangan bagi konsumen untuk memilih lembaga
pembiayaan mana yang dapat membantu untuk mendapatkan barang-
barang konsumsi yang diinginkan, antara lain :

a. Persyaratan yang tidak rumit.


b. Peroses penelitian konsumen oleh bank/lembaga keuangan.
c. Jangka waktu untuk memutuskan.
d. Uang muka yang diminta banyak atau sedikit.
e. Jangka waktu pembayaran yang dimungkinkan. Sebab konsumen
ada yang minta waktu pendek, dan ada yang mau jangka panjang.
f. Berapa jumlah rupiah yang dapat diberikan.
g. Berapa suku bunga yang ditawarkan, apakah cukup kompetitif/
bersaing atau tidak.
h. Adakah biaya-biaya lain seperti biaya administrasi, provisi,
notaris, asuransi dan lain-lain.

_______________________________________________________________________________________________________ 48
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
_______________________________________________________________________________________________________ 49
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.

Anda mungkin juga menyukai