ASKEP Sistem Hematoogi HIV Amp AIDS Pada Anak
ASKEP Sistem Hematoogi HIV Amp AIDS Pada Anak
D
I
S
U
S
U
N
Oleh :
Kelompok III :
Nama : 1. Gunawan Ziraluo
2. Junaidi Simamora
3. Putra Chaniago
4. Hendra Setiawan Siregar
5. Crismes Siahaan
6. SriWahyuni Dakhi
7. Imeria Gulo
8. Melina Gulo
9. MetaSusila Dakhi
10.Delina Lase
11.Emiria Harefa
12.Ronald Pasaribu
Jurusan : Akper Tingkat II Semester
IV
MK. : KEPERAWATAN ANAK
Dosen : NS RONALD SAGALA, Skep
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan
rahmatnya dan karunianya sehingga kami dari kelompok III (Tiga) dapat menyelesaikan
makalah ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dengan judul makalah ‘’ASUHAN
KEPERAWATAN PADA BAYI/ANAK DENGAN GANGGUAN SISTEM
HEMATOLOGI HIV & AIDS ”
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada
1. Bapak Ns Ronald Sagala, Skep yang telah berkenan membimbing kami dalam
tugas makalah ini
2. Teman-teman satu angkatan yang telah banyak memberi dukungan utk
menyelesaikan makalah ini
Disamping itu kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca dan kita semuanya untuk
kesempurnaan makalah ini dimasa akan datang
Akhir kata kami ucapkan banyak terima kasih dari semua pihak,semoga makalah ini
dapat berguna bagi kita semua.
Kelompok III
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 4
BAB II TINJAUN TEORITIS MEDIS...................................................... 5
A. Defenisi……………………………………………………… 5
B. Etilogi………………………………………………………… 6
C. Phofisiologi…………………………………………………… 7
D. Manifestasi Klinis…………………………………………… 7
E. Komlikasi……………………………………………………… 8
F. Penatalaksanaan………………………………………………... 10
G. Pemeriksaan Diagnostik……………………………………… 11
F. Klasifikasi…………………………………………………………..12
BAB III TINJAUN TEORITIS KEPERAWATAN.................................... 14
A. Pengkajian………………………………………………………… 14
B. Diagnosa Keperawatan……………………………………………. 15
C. Intervensi………………………………………………………….. 16
D. Implementasi……………………………………………………… 17
E. Evaluasi…………………………………………………………… 17
BAB IV KESIMPULAN.............................................................................. 18
BAB V PEMBAHASAN………………………………………………… 19
BAB IV TOPIK YANG TIDAK DIMENGERTI……………………………… 23
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
3
PENDAHULUAN
Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) pertama kali ditemukan pada anak tahun
1983 di Amerika Serikat, yang mempunyai beberapa perbedaan dengan infeksi HIV pada
orang dewasa dalam berbagai hal seperti cara penularan, pola serokonversi, riwayat perjalanan
dan penyebaran penyakit, faktor resiko, metode diagnosis, dan manifestasi oral.
Dampak acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) pada anak terus meningkat, dan
saat ini menjadi penyebab pertama kematian anak di Afrika, dan peringkat keempat penyebab
kematian anak di seluruh dunia. Saat ini World Health Organization (WHO) memperkirakan
2,7 juta anak di dunia telah meninggal karena AIDS.
Kasus pertama AIDS di Indonesia ditemukan pada tahun 1987 di Bali yaitu seorang
warga negara Belanda. Sebenarnya sebelum itu telah ditemukan kasus pada bulan Desember
1985 yang secara klinis sangat sesuai dengan diagnosis AIDS dan hasil tes Elisa 3 (tiga) kali
diulang, menyatakan positif, namun hasil Western Blot yang dilakukan di Amerika Serikat
ialah negatif sehingga tidak dilaporkan sebagai kasus AIDS. Penyebaran HIV di Indonesia
meningkat setelah tahun 1995. Berdasarkan pelaporan kasus HIV/AIDS dari tahun 1987
hingga 31 Desember 2008 terjadi peningkatan signifikan. Setidaknya, 2007 hingga akhir
Desember 2008 tercatat penambahan penderita AIDS sebanyak 2.000 orang. Angka ini jauh
lebih besar dibanding tahun 2005 ke 2006 dan 2006 ke 2007 yang hanya ratusan. Sedangkan
dari keseluruhan penderita, pada akhir 2008, AIDS sudah merenggut korban meninggal
sebanyak 3.362 (20,87 persen), sedangkan mereka yang hidup adalah 12.748 (79,13 persen)
orang. Untuk proporsi berdasarkan jenis kelamin hingga kini masih banyak diderita oleh kaum
laki-laki yaitu 74,9 persen, dibanding perempuan sebanyak 24,6 persen. Fakta baru tahun 2002
menunjukkan bahwa penularan infeksi HIV di Indonesia telah meluas ke rumah tangga,
sejumlah 251 orang diantara penderita HIV/AIDS di atas adalah anak-anak dan remaja, dan
transmisi perinatal (dari ibu kepada anak) terjadi pada 71 kasus.
Telah dilaporkan 34 anak usia bawah lima tahun (Balita) di propinsi Papua positif
mengidap Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Tampaknya kasus ini tidak hanya
menimpa anak balita di propinsi tersebut. Mungkin juga akan dialami beberapa anak balita di
propinsi lainnya, mengingat kasus HIV juga mulai menyebar ke seluruh pelosok
Indonesia.APAKAH BEDA INFEKSI HIV DAN AIDS ?Infeksi HIV adalah infeksi virus
yang secara progresif menghancurkan sel-sel darah putih dan menyebabkan AIDS (Acquired
Immunodeficiency Syndrome).AIDS adalah penyakit fatal yang merupakan stadium lanjut
dari infeksi HIV.
BAB II
4
TINJAUAN TEORITIS MEDIS
A. Defenisi
HIV merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yang artinya adalah
virus yang menyerang daya tahan tubuh manusia, sehingga system kekebalan tubuh
manusia dapat menurun tajam bahkan hingga tidak berfungsi sama sekali.
Deficiency : Kekurangan
5
dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi ( Center for Disease Control and
Prevention )
B. ETIOLOGI
Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency virus
(HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1.
Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2
dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk
memudahkan keduanya disebut HIV.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala.
Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.
Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, B
menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh,
dan manifestasi neurologist.
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita.
Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
C. Phatofisiologi
6
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang
terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa
dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat
pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen
grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human
Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan
banyaknya kematian sel T 4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam
usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara progresif.
Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong.
Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak
memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel
T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-
300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur
oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan
menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis
mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi
infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.
D. Manifestasi Klinis
Masa antara terinfeksi HIV dan timbul gejala-gejala penyakit adalah 6 bulan-10 tahun.
Rata-rata masa inkubasi 21 bulan pada anak-anak dan 60 bulan/5tahun pada orang dewasa.
Tanda-tanda yang di temui pada penderita AIDS antara lain:
1. Gejala yang muncul setelah 2 sampai 6 minggu sesudah virus masuk ke dalam tubuh:
sindrom mononukleosida yaitu demam dengan suhu badan 38 C sampai 40 C dengan
pembesaran kelenjar getah benih di leher dan di ketiak, disertai dengan timbulnya bercak
kemerahan pada kulit.
2. Gejala dan tanda yang muncul setelah 6 bulan sampai 5 tahun setelah infeksi, dapat muncul
gejala-gejala kronis : sindrom limfodenopati kronis yaitu pembesaran getah bening yang terus
membesar lebih luas misalnya di leher, ketiak dan lipat paha. Kemudian sering keluar keringat
malam tanpa penyebab yang jelas. Selanjutnya timbul rasa lemas, penurunan berat badan
sampai kurang 5 kg setiap bulan, batuk kering, diare, bercak-bercak di kulit, timbul tukak
(ulceration), perdarahan, sesak nafas, kelumpuhan, gangguan penglihatan, kejiwaan terganggu.
Gejala ini di indikasi adanya kerusakan sistem kekebalan tubuh.
7
3. Pada tahap akhir, orang-orang yang sistem kekebalan tubuhnya rusak akan menderita AIDS.
Pada tahap ini penderita sering di serang penyakit berbahaya seperti kelainan otak, meningitis,
kanker kulit, luka bertukak, infeksi yang menyebar, tuberkulosis paru (TBC), diare kronik,
candidiasis mulut dan pnemonia.
Menurut Cecily L Betz, anak-anak dengan infeksi HIV yang didapat pada masa
perinatal tampak normal pada saat lahir dan mulai timbul gejala pada 2 tahun pertama
kehidupan. Manifestasi klinisnya antara lain :
1. Berat badan lahir rendah
2. Gagal tumbuh
3. Limfadenopati umum
4. Hepatosplenomegali
5. Sinusitis
6. Infeksi saluran pernapasan atas berulang
7. Parotitis
8. Diare kronik atau kambuhan
9. Infeksi bakteri dan virus kambuhan
10. Infeksi virus Epstein-Barr persisten
11. Sariawan orofarings
12. Trombositopenia
13. Infeksi bakteri seperti meningitis
14. Pneumonia interstisial kronik
Lima puluh persen anak-anak dengan infeksi HIV terkena sarafnya yang memanifestasikan
dirinya sebagai ensefalopati progresif, perkembangan yang terhambat, atau hilangnya
perkembangan motoris.
E. Komlikasi
a. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human
Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan,
keletihan dan cacat.
b. Neurologik
8
- kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus (HIV)
pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan,
disfasia, dan isolasi social.
c. Gastrointestinal
- Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma
Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.
- Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan
anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
- Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat
infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.
d. Respirasi
e. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi
otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan
sepsis.
f. Sensorik
- Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek
nyeri.
F. Penatalaksanaan
9
Asuhan ibu : ikuti panduan Center for Disease Control (CDC) untuk profilaksis
antiretrovirus gestasional
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus
(HIV), bisa dilakukan dengan :
- Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir
yang tidak terlindungi.
- Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status
Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS,
obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan
menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah
sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency
Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat
replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
10
– Didanosine
– Ribavirin
– Diedoxycytidine
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat
unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan
dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
G. Pemeriksaan Diagnostik
- ELISA
Western blot
Kultur HIV
Hematokrit.
LED
CD4 limfosit
Serum mikroglobulin B2
Hemoglobulin
11
H. Klasifikasi
Sejak 1 januari 1993, orang-orang dengan keadaan yang merupakan indicator AIDS (kategori
C) dan orang yang termasuk didalam kategori A3 atau B3 dianggap menderita AIDS.
a. Kategori Klinis A
Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa/remaja dengan infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat dipastikan tanpa keadaan dalam kategori
klinis B dan C
b. Kategori Klinis B
1. Angiomatosis Baksilaris
2. Kandidiasis Orofaring/ Vulvavaginal (peristen,frekuen / responnya jelek terhadap
terapi
3. Displasia Serviks ( sedang / berat karsinoma serviks in situ )
4. Gejala konstitusional seperti panas ( 38,5o C ) atau diare lebih dari 1 bulan.
5. Leukoplakial yang berambut
6. Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada lebih dari satu
dermaton saraf.
7. Idiopatik Trombositopenik Purpura
8. Penyakit inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii
c. Kategori Klinis C
12
7. Refinitis Cytomegalovirus ( gangguan penglihatan )
8. Enselopathy berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
9. Herpes simpleks (ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis )
10. Histoplamosis diseminata / ekstrapulmoner )
11. Isoproasis intestinal yang kronis
12. Sarkoma Kaposi
13. Limpoma Burkit , Imunoblastik, dan limfoma primer otak
14. Kompleks mycobacterium avium ( M.kansasi yang diseminata / ekstrapulmoner
15. M.Tubercolusis pada tiap lokasi (pulmoner / ekstrapulmoner )
16. Mycobacterium, spesies lain,diseminata / ekstrapulmoner
17. Pneumonia Pneumocystic Cranii
18. Pneumonia Rekuren
19. Leukoenselophaty multifokal progresiva
20. Septikemia salmonella yang rekuren
21. Toksoplamosis otak
22. Sindrom pelisutan akibat Human Immunodeficiency Virus ( HIV)
13
BAB III
A. Pengkajian
Riwayat : tes HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi, menggunakan obat-obat.
Penampilan umum : pucat, kelaparan.
Gejala subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil, keringat malam hari
berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, sulit tidur.
Status mental : marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati, withdrawl, hilang
interest pada lingkungan sekitar, gangguan prooses piker, hilang memori, gangguan
atensi dan konsentrasi, halusinasi dan delusi.
HEENT : nyeri periorbital, fotophobia, sakit kepala, edem muka, tinitus, ulser pada
bibir atau mulut, mulut kering, suara berubah, disfagia, epsitaksis.
14
B. Diagnosa keperawatan
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang
beresiko.
Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi,
kelelahan.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang,
meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.
Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang orang
dicintai.
Analisa data
DO :
- Na 98 mmoL/L
15
DO :
- LED 30 mm
Tujuan : – mempertahankan hidrasi cairan yang dibuktikan oleh normalnya kadar elektrolit
Intervensi Rasional
Mandiri Indikator tidak langsung dari status
Kaji turgor kulit,membran mukosa, dan cairan.
rasa haus Mempertahankan keseimbangan cairan,
Pantau masukan oral dan memasukkan mengurangi rasa haus, melembabkan
cairan sedikitnya 2500 ml/hari mukosa.
Hilangkan makanan yang potensial Mungkin dapat mengurangi diare.
menyebabkan diare, yakni yang pedas/
makanan berkadar lemak tinggi, Meningkatkan asupan nutrisi secara
kacang, kubis, susu. adekuat.
Berikan makanan yang membuat pasien
berselera. Mengurangi insiden muntah,
menurunkan jumlah keenceran feses
Kolaborasi mengurangi kejang usus dan peristaltik.
Mewaspadai adanya gangguan elektrolit
Berikan obat-obatan sesuai indikasi : dan menentukan kebutuhan elektrolit.
antiemetikum, antidiare atau
antispasmodik. Diperlukan untuk mendukung volume
sirkulasi, terutama jika pemasukan oral
Pantau hasil pemeriksaan laboratorium. tidak adekuat.
Intervensi Rasional
Mandiri Deteksi dini terhadap infeksi penting
Pantau adanya infeksi : demam, untuk melakukan tindakan segera.
16
mengigil, diaforesis, batuk, nafas Infeksi lama dan berulang memperberat
pendek, nyeri oral atau nyeri menelan. kelemahan pasien.
Ajarkan pasien atau pemberi perawatan Berikan deteksi dini terhadap infeksi.
tentang perlunya melaporkan
kemungkinan infeksi. Peningkatan SDP dikaitkan dengan
Pantau jumlah sel darah putih dan infeksi
diferensial Memberikan informasi data dasar,
Pantau tanda-tanda vital termasuk peningkatan suhu secara berulang-ulang
suhu. dari demam yang terjadi untuk
menunjukkan bahwa tubuh bereaksi
Awasi pembuangan jarum suntik dan pada proses infeksi ang baru dimana
mata pisau secara ketat dengan obat tidak lagi dapat secara efektif
menggunakan wadah tersendiri. mengontrol infeksi yang tidak dapat
disembuhkan.
Kolaborasi Mencegah inokulasi yang tak disengaja
dari pemberi perawatan.
Beriakan antibiotik atau agen
antimikroba, misal : trimetroprim Menghambat proses infeksi. Beberapa
(bactrim atau septra), nistasin, obat-obatan ditargetkan untuk
pentamidin atau retrovir. organisme tertentu, obat-obatan lainya
ditargetkan untuk meningkatkan fungsi
imun
17
BAB IV
KESIMPULAN
Bayi dan balita dapat tertular HIV selama kehamilan, waktu melahirkan dan saat
menyusui, jika ibunya terinfeksi HIV. Jika tertular pada awal kehamilan, kemungkinan anak
akan melanjut cepat ke AIDS, dan akan meninggal dalam dua tahun pertama kehidupannya,
bila tidak diberi ART. Namun pada sebagian besar anak dengan HIV, perkembangan penyakit
akan lebih pelan, dan ada harapan mereka dapat tahan hidup tanpa ART selama 8-9 tahun atau
lebih.
Pengobatan HIV/AIDS yang ada saat ini dapat dikatakan belum baik, karena hanya
bersifat mensupres virus dan tidak dapat mengeradikasi virus, sehingga petugas kesehatan
baiknya lebih mementingkan upaya pencegahan daripada pengobatan.
18
BAB V
PEMBAHASAN
Karena ganasnya penyakit ini, maka berbagai usaha dilakukan untuk mengembangkan obat-
obatan yang dapat mengatasinya. Pengobatan yang berkembang saat ini, targetnya adalah
enzim-enzim yang dihasilkan oleh HIV dan diperlukan oleh virus tersebut untuk berkembang.
Enzim-enzim ini dihambat dengan menggunakan inhibitor yang nantinya akan menghambat
kerja enzim-enzim tersebut dan pada akhirnya akan menghambat pertumbuhan virus HIV.
HIV merupakan suatu virus yang material genetiknya adalah RNA (asam ribonukleat) yang
dibungkus oleh suatu matriks yang sebagian besar terdiri atas protein. Untuk tumbuh, materi
genetik ini perlu diubah menjadi DNA (asam deoksiribonukleat), diintegrasikan ke dalam
DNA inang, dan selanjutnya mengalami proses yang akhirnya akan menghasilkan protein.
Protein-protein yang dihasilkan kemudian akan membentuk virus-virus baru.
19
Gambar 1B Daur hidup HIV
Untuk dapat membentuk protein yang aktif, informasi genetik yang tersimpan pada RNA virus
harus diubah terlebih dahulu menjadi DNA. Reverse transcriptase membantu proses
pengubahan RNA menjadi DNA. Jika proses pembentukan DNA dihambat, maka proses
pembentukan protein juga menjadi terhambat. Oleh karena itu, pembentukan virus-virus yang
baru menjadi berjalan dengan lambat. Jadi, penggunaan obat-obatan penghambat enzim
reverse transcriptase tidak secara tuntas menghancurkan virus yang terdapat di dalam tubuh.
Penggunaan obat-obatan jenis ini hanya menghambat proses pembentukan virus baru, dan
proses penghambatan ini pun tidak dapat menghentikan proses pembentukan virus baru secara
total.
Obat-obatan lain yang sekarang ini juga banyak berkembang adalah penggunaan penghambat
enzim protease. Dari DNA yang berasal dari RNA virus, akan dibentuk protein-protein yang
nantinya akan berperan dalam proses pembentukan partikel virus yang baru. Pada mulanya,
protein-protein yang dibentuk berada dalam bentuk yang tidak aktif. Untuk mengaktifkannya,
maka protein-protein yang dihasilkan harus dipotong pada tempat-tempat tertentu. Di sinilah
peranan protease. Protease akan memotong protein pada tempat tertentu dari suatu protein
yang terbentuk dari DNA, dan akhirnya akan menghasilkan protein yang nantinya akan dapat
membentuk protein penyusun matriks virus (protein struktural) ataupun protein fungsional
yang berperan sebagai enzim.
20
oleh protease. p17 berfungsi sebagai protein kapsid, p24 protein matriks, dan p7 nukleokapsid.
p2, p1 dan p6 merupakan protein kecil yang belum diketahui fungsinya. Tanda panah
menunjukkan proses pemotongan yang dikatalisis oleh protease HIV (Flexner, 1998).
Menurut Flexner (1998), pada saat ini telah dikenal empat inhibitor protease yang digunakan
pada terapi pasien yang terinfeksi oleh virus HIV, yaitu indinavir, nelfinavir, ritonavir dan
saquinavir. Satu inhibitor lainnya masih dalam proses penelitian, yaitu amprenavir. Inhibitor
protease yang telah umum digunakan, memiliki efek samping yang perlu dipertimbangkan.
Semua inhibitor protease yang telah disetujui memiliki efek samping gastrointestinal.
Hiperlipidemia, intoleransi glukosa dan distribusi lemak abnormal dapat juga terjadi.
Dari uraian di atas, kita dapat mengetahui bahwa sampai saat ini belum ada obat yang benar-
benar dapat menyembuhkan penyakit HIV/AIDS. Obat-obatan yang telah ditemukan hanya
menghambat proses pertumbuhan virus, sehingga jumlah virus dapat ditekan.
Oleh karena itu, tantangan bagi para peneliti di seluruh dunia (termasuk Indonesia)
adalah untuk mencari obat yang dapat menghancurkan virus yang terdapat dalam tubuh, bukan
hanya menghambat pertumbuhan virus. Indonesia yang kaya akan keanekaragaman hayati,
21
tentunya memiliki potensi yang sangat besar untuk ditemukannya obat yang berasal dari alam.
Penelusuran senyawa yang berkhasiat tentunya memerlukan penelitian yang tidak sederhana.
Dapatkah obat tersebut ditemukan di Indonesia?
BAB VI
22
TOPIK YANG TIDAK DIMENGERTI
Sejak 1 januari 1993, orang-orang dengan keadaan yang merupakan indicator AIDS (kategori
C) dan orang yang termasuk didalam kategori A3 atau B3 dianggap menderita AIDS.
b. Kategori Klinis A
Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa/remaja dengan infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat dipastikan tanpa keadaan dalam kategori
klinis B dan C
c. Kategori Klinis B
9. Angiomatosis Baksilaris
10. Kandidiasis Orofaring/ Vulvavaginal (peristen,frekuen / responnya jelek terhadap
terapi
11. Displasia Serviks ( sedang / berat karsinoma serviks in situ )
12. Gejala konstitusional seperti panas ( 38,5o C ) atau diare lebih dari 1 bulan.
13. Leukoplakial yang berambut
14. Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada lebih dari satu
dermaton saraf.
15. Idiopatik Trombositopenik Purpura
16. Penyakit inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii
d. Kategori Klinis C
23
29. Refinitis Cytomegalovirus ( gangguan penglihatan )
30. Enselopathy berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
31. Herpes simpleks (ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis )
32. Histoplamosis diseminata / ekstrapulmoner )
33. Isoproasis intestinal yang kronis
34. Sarkoma Kaposi
35. Limpoma Burkit , Imunoblastik, dan limfoma primer otak
36. Kompleks mycobacterium avium ( M.kansasi yang diseminata / ekstrapulmoner
37. M.Tubercolusis pada tiap lokasi (pulmoner / ekstrapulmoner )
38. Mycobacterium, spesies lain,diseminata / ekstrapulmoner
39. Pneumonia Pneumocystic Cranii
40. Pneumonia Rekuren
41. Leukoenselophaty multifokal progresiva
42. Septikemia salmonella yang rekuren
43. Toksoplamosis otak
44. Sindrom pelisutan akibat Human Immunodeficiency Virus ( HIV)
24
Daftar Pustaka
25