Pasien Cedera Kepala Ringan PDF
Pasien Cedera Kepala Ringan PDF
ASMA MUTHMAINAH
0906629252
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah S.W.T, karena atas karunia dan rahmat-Nya,
saya dapat menyelsaikan karya ilmiah akhir ners ini. Penulisan karya ilmiah akhir ners ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Ners pada
Program Profesi Ners, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia.
Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan berbagai pihak, dari masa perkuliahan
hingga penyusunan karya ilmiah akhir ners ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan
karya ilmiah akhir ners ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada :
(1) Ibu Junaiti Sahar, S.Kp., M.App.Sc., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia.
(2) Ibu Nur Agustini, S.Kp., M.Si., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
arahan dan dukungan dalam penyusunan karya ilmiah akhir ners ini.
(3) Ibu Dessie Wanda, S.Kp., M.N, selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik
dan saran yang membangun dalam penyelesaian karya ilmiah akhir ners ini.
(4) Ibu Dwi Nurviyandari Kusumawati S.Kp., M.N., selaku pembimbing akademik (PA)
yang telah memberikan arahan dan senantiasa memberikan semangat selama saya
menjalani profesi Ners di FIK UI.
(5) Ayahanda Muhamad Yani yang tak henti memberikan dukungan dan semangat baik
dalam bentuk moril maupun materiil kepada Ananda.
(6) Ibunda Siti Nurmawati yang tak pernah letih memberikan dukungan dan semangat
dikala raga ini lemah dan semangat ini luntur, Ibunda selalu menyemangati Ananda.
Ananda sangat menyayangi dan mencintai Ibunda dan Ayahanda
(8) Sahabat-sahabat terbaik saya: Choirunnisa Umam, Dita Nur Hidayah, Evie Kemala
Dewi, Laily Agustiani, Najat, Raditha Ramadhany, Saetia Listiana. Kalian telah
mewarnai hari-hari saya selama hampir 5 tahun, memberikan saya semangat dikala
merasa jenuh saat menjalani profesi Ners di FIK UI dan membuat hari-hari saya saat
menjalani profesi Ners ini menjadi lebih indah.
(9) Teman-teman seperjuangan profesi Ners FIK UI 2013 yang senantiasa saling
memberikan semangat agar segera menyelesaikan profesi Ners ini.
Akhir kata, saya berharap Allah S.W.T. berkenan membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu. Semoga karya ilmiah akhir ners ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan .
Penulis
Cedera kepala merupakan kejadian paling sering dan proporsi epidemik terbanyak sebagai
hasil kecelakaan jalan raya dan merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
perkotaan. Cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala yang disebabkan
serangan/benturan fisik dari luar. Cedera kepala meliputi trauma kepala, tengkorak, dan otak.
Salah satu keluhan yang sering dialami pada pasien dengan cedera kepala ringan yaitu nyeri
kepala akut post trauma. Karya ilmiah ini memaparkan asuhan keperawatan yang diberikan
kepada salah satu pasien yang mengalami cedera kepala ringan di ruang rawat bedah anak
lantai 3 utara Gedung Teratai RSUP Fatmawati. Implementasi keperawatan yang dilakukan
ialah latihan slow deep breathing. Evaluasi yang didapatkan bahwa setelah melakukan latihan
slow deep breathing klien mengalami penurunan skala nyeri yang signifikan dibandingkan
dengan klien yang melakukan teknik relaksasi napas dalam.
Kata kunci: slow deep breathing, nyeri kepala akut, cedera kepala ringan
Head injury is the most frequent occurrence and most epidemic proportions as a result of
road accidents and is one of the problems of urban public health. Head injury is a damage to
the head caused by an attack / physical impact from the outside. Head injuries include head
trauma, skull, and brain. One complaint that is often experienced in patients with mild head
injury is acute post-traumatic headache. This paper describes the nursing care given to a
patient who suffered a minor head injury in the pediatric surgery ward 3rd floor of the north
Teratai building RSUP Fatmawati. Implementation is done nursing practice slow deep
breathing. The evaluation found that after a slow deep breathing exercises clients experience
significant pain reduction in scale compared with the client who breathing in relaxation
techniques.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Angka kejadian cedera kepala di ruang rawat bedah anak Gedung Teratai RSUP
Fatmawati selama 3 bulan dari bulan April – Juni 2014 adalah sebanyak 45 kasus.
Pasien dengan cedera kepala dapat secara primer mengakibatkan kerusakan permanen
pada jaringan otak atau mengalami cedera sekunder seperti adanya iskemik otak akibat
hipoksia, hiperkapnia, hiperglikemia atau ketidakseimbangan elektrolit (Arifin, 2008).
Komplikasi lain yang terjadi pada cedera kepala adalah peningkatan tekanan intrakranial,
yaitu tekanan yang terjadi pada ruang serebral akibat bertambahnya volume otak melebihi
ambang toleransi dalam ruang kranium. Hal ini dapat disebabkan karena edema serebri
dan perdarahan serebral. Salah satu gejala dari peningkatan tekanan intrakranial adalah
adanya nyeri kepala (Hickey, 2003). Keadaan nyeri ini terjadi akibat perubahan organik
atau kerusakan serabut saraf otak, edema otak dan peningkatan tekanan intrakranial
karena sirkulasi serebral yang tidak adekuat (Black & Hawks, 2009).
Nyeri kepala posttraumatik dikelompokkan menjadi dua, yaitu: nyeri akut dan nyeri
kepala kronik. Nyeri kepala akut terjadi setelah trauma sampai dengan 7 hari, sedangkan
nyeri kepala kronik dapat terjadi setelah 3 bulan pasca cedera kepala (Perdossi, 2010).
Nyeri kepala pada pasien tentu menimbulkan perasaan tidak nyaman dan hal ini akan
berpengaruh terhadap aktivitasnya, tidak terpenuhinya kebutuhan dasar, bahkan dapat
berdampak pada faktor psikologis, seperti: menarik diri, menghindari percakapan, dan
menghindari kontak dengan orang lain (Potter & Perry, 2006). Moscato, Peracchi,
Mazzotta, Savi dan Battistella. (2005) melaporkan nyeri kepala posttrauma kepala dapat
menyebabkan kelemahan, pusing, mual, tidak konsentrasi dan insomnia.
Dalam keadaan istirahat, otak memerlukan oksigen sebanyak 20% dari seluruh kebutuhan
oksigen tubuh. Adanya kebutuhan oksigen yang tinggi disertai aktifitas metabolik otak
yang terjadi secara terus menerus menyebabkan otak memerlukan aliran darah yang
konstan kedalam otak. Berkurang atau hilangnya suplai darah ke otak dalam beberapa
Tindakan keperawatan utama dalam menangani kasus cedera kepala di ruang perawatan
bedah anak gedung Teratai RSUP Fatmawati relatif sama yaitu mengobservasi tingkat
kesadaran, tanda vital, peningkatan tekanan intrakranial, dan nyeri kepala. Pasien
dianjurkan untuk mengurangi aktivitas, menghindari terjadinya valsava manuver dan
berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat-obatan untuk mengurangi edema
serebri, obat – obatan antibiotik, dan obat analgetik.
Terapi slow deep breathing mungkin menjadi alternatif untuk mengatasi nyeri kepala akut
post trauma kepala karena secara fisiologis menimbulkan efek relaksasi sehingga dapat
menurunkan metabolisme otak. Slow deep breathing merupakan tindakan yang disadari
untuk mengatur pernapasan secara dalam dan lambat. Pengendalian pengaturan
pernapasan secara sadar dilakukan oleh korteks serebri, sedangkan pernapasan yang
spontan atau automatik dilakukan oleh medulla oblongata (Martini, 2006). Napas dalam
lambat dapat menstimulasi respons saraf otonom, yaitu dengan menurunkan respons saraf
simpatis dan meningkatkan respons parasimpatis. Stimulasi saraf simpatis meningkatkan
aktivitas tubuh, sedangkan respons parasimpatis lebih banyak menurunkan ativitas tubuh
sehingga dapat menurunkan aktivitas metabolic (Velkumary & Madanmohan, 2004).
1.2 Perumusan Masalah
Pasien dengan cedera kepala akan mengalami nyeri kepala. Keadaan tersebut diakibatkan
oleh adanya penurunan cerebral blood flow pada 24 jam pertama cedera kepala,
meningkatnya tekanan intrakranial, dan menurunnya perfusi jaringan serebral (Deem,
2006). Nyeri kepala pada pasien tentu menimbulkan perasaan tidak nyaman dan hal ini
akan berpengaruh terhadap aktivitasnya, tidak terpenuhinya kebutuhan dasar, bahkan
Untuk memperbaiki perfusi jaringan otak sekaligus mengurangi gejala penyertanya maka
prinsip penatalaksanaan yang harus dilakukan adalah mempertahankan keseimbangan
antara suplay dengan kebutuhan (demand) oksigen dan glukosa di otak (Deem, 2006).
Terapi slow deep breathing mungkin menjadi alternatif untuk mengatasi nyeri kepala akut
post trauma kepala karena secara fisiologis menimbulkan efek relaksasi sehingga dapat
menurunkan metabolisme otak. Slow deep breathing merupakan tindakan yang disadari
untuk mengatur pernapasan secara dalam dan lambat. Hasil penelitian Burke and
Marconett (2008) juga menunjukkan bahwa teknik napas dalam dan lambat meningkatkan
aktivasi saraf parasimpatis dan mempunyai efek yang signifikan untuk menurunkan
respiratory rate, konsumsi oksigen, pengeluaran karbondioksida. Hal ini membuat
peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana “Pengaruh terapi slow deep breathing
terhadap intensitas nyeri kepala pada pasien cedera kepala ringan di ruang rawat bedah
anak lantai III utara gedung Teratai RSUP Fatmawati”.
TINJAUAN PUSTAKA
Masyarakat perkotaan memiliki ciri-ciri yaitu jumlah penduduk yang padat, lalu lintas
yang padat, lingkungan yang tercemar, udara kotor, mobilitas yang tinggi, kehidupan
yang heterogen. Dari segi psikososial, masyarakat perkotaan cenderung stress, memiliki
perilaku yang menjurus pada perilaku kekerasan, dan sulit mendapatkan pekerjaan. Nilai
dan norma yang ada di perkotaan rata-rata sudah mulai luntur. Namun, di kota mudah
mendapatkan pelayanan kesehatan dengan mudah.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan agar mencapai tingkat kesehatan yang optimal
pada masyarakat perkotaan antara lain upaya promotif, preventif, kuratif, rehabillitatif,
dan resosialitatif.
Intervensi yang bersifat promosi dilakukan untuk gangguan pada garis pertahanan yang
bersifat fleksibel berupa pendidikan kesehatan untuk meningkatkan status kesehatan yang
dapat dilakukan dengan cara penyuluhan kesehatan, peningkatan gizi, pemeliharaan
kesehatan perorangan, pemeliharaan kesehatan lingkungan, olahraga teratur, rekreasi, dan
pendidikan seks.
2.1.2.2 Preventif
Intervensi yang bersifat prevensi atau pencegahan digunakan pada gangguan garis
pertahanan normal misalnya berupa deteksi dini tumbuh kembang balita dan keluarga
serta mencegah terjadinya penyakit dan gangguan kesehatan terhadap individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat melalui kegiatan imunisasi, pemeriksaan kesehatan berkala
melalui posyandu, puskesmas, dan kunjungan rumah, pemberian vitamin A, iodium, dan
pemeriksaan dan pemeliharaan kehamilan, nifas, dan menyusui.
2.1.2.3 Kuratif
Upaya kuratif bertujuan untuk mengobati anggota keluarga yang sakit atau memiliki
masalah kesehatan melalui kegiatan perawatan orang sakit di rumah, perawatan orang
sakit sebagai tindak lanjut dari Puskesmas atau rumah sakit, perawatan ibu hamil dengan
kondisi patologis, perawatan payudara, dan perawatan tali pusat bayi baru lahir.
2.1.2.4 Rehabilitatif
Upaya rehabilitative merupakan upaya pemulihan terhadap pasien yang dirawat di rumah
atau kelompok-kelompok yang menderita penyakit tertentu seperti TBC, kusta, dan cacat
fisik lainnya melalui kegiatan misalnya latihan fisik pada penderita kusta, patah tulang,
dan lain sebagainya.
2.1.2.4 Resosialitatif
Cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala yang disebabkan serangan/benturan
fisik dari luar yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran, bukan bersifat
kongenital ataupun degeneratif dan dapat menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif
dan fungsi fisik (Brain Injury Assosiation of America, 2006). Cedera kepala meliputi
trauma kepala, tengkorak, dan otak. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik
yang serius diantara penyakit neurologik, dan proporsi epidemik sebagai hasil kecelakaan
jalan raya. Risiko utama pasien yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak
akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respons terhadap cedera dan
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial (Brunner & Suddarth, 2002).
Penyebab cedera kepala dapat dibedakan berdasarkan jenis kekerasan yaitu jenis
kekerasan benda tumpul dan benda tajam. Benda tumpul biasanya berkaitan dengan
kecelakaan lalu lintas (kecepatan tinggi, kecepatan rendah), jatuh, dan pukulan benda
tumpul, sedangkan benda tajam berkaitan dengan benda tajam (bacok) dan tembakan.
Kontribusi paling banyak terhadap cedera kepala serius adalah kecelakaan sepeda motor.
Hal ini disebabkan sebagian besar (>85%) pengendara sepeda motor tidak menggunakan
helm yang memenuhi standar. Pada saat penderita terjatuh helm sudah terlepas sebelum
kepala menyentuh tanah, akhirnya terjadi benturan langsung kepala dengan tanah atau
helm dapat pecah dan melukai kepala.
Hasil penelitian Astin (2002) dalam Potter (2006) menunjukkan bahwa relaksasi dapat
menurunkan nyeri dan mengontrol tekanan darah. Penelitan Samsyudin (2009) yang
dilakukan pada 34 anak post operasi dengan melakukan terapi relaksasi napas dalam
secara signifikan dapat mengurangi intensitas nyeri. Pengendalian pengaturan pernapasan
secara sadar dilakukan oleh korteks serebri, sedangkan pernapasan yang spontan atau
automatic dilakukan oleh medulla oblongata (Martini, 2006).
Slow deep breathing adalah metode bernapas yang frekuensi bernapas kurang dari 10 kali
permenit dengan fase ekshalasi yang panjang (Breathesy, 2007). Slow deep breathing
adalah gabungan dari metode nafas dalam (deep breathing) dan napas lambat sehingga
dalam pelaksanaan latihan pasien melakukan nafas dalam dengan frekuensi kurang dari
atau sama dengan 10 kali permenit. Napas dalam lambat dapat menstimulasi respons saraf
otonom melalui pengeluaran neurotransmitter endorphin yang berefek pada penurunan
respons saraf simpatis dan peningkatkan respons parasimpatis. Stimulasi saraf simpatis
meningkatkan aktivitas tubuh, sedangkan respons parasimpatis lebih banyak menurunkan
ativitas tubuh atau relaksasi sehingga dapat menurukan aktivitas metabolic (Velkumary &
Jerath, Edry, Barnes, dan Jerath (2006) mengemukakan bahwa mekanisme penurunan
metabolisme tubuh pada pernapasan lambat dan dalam masih belum jelas, namun
menurut hipotesanya napas dalam dan lambat yang disadari akan mempengaruhi sistem
saraf otonom melalui penghambatan sinyal reseptor peregangan dan arus hiperpolarisasi
baik melalui jaringan saraf dan non-saraf dengan mensinkronisasikan elemen saraf di
jantung, paruparu, sistem limbik, dan korteks serebri. Selama inspirasi, peregangan
jaringan paru menghasilkan sinyal inhibitor atau penghambat yang mengakibatkan
adaptasi reseptor peregangan lambat atau slowly adapting stretch reseptors (SARs) dan
hiperpolarisasi pada fibroblas. Kedua penghambat impuls dan hiperpolarisasi ini dikenal
untuk menyinkronkan unsur saraf yang menuju ke modulasi sistem saraf dan penurunan
aktivitas metabolik yang merupakan status saraf parasimpatis. Teknik pernapasan dengan
pola yang teratur juga dapat dilakukan untuk relaksasi, manajemen stres, kontrol
psikofisiologis dan meningkatkan fungsi organ (Ritz & Roth, 2003; Kwekkeboom, 2005;
Lane & Arcinesgas, 2007; Geng & Ikiz, 2009). Latihan napas dalam dan lambat secara
teratur akan meningkatkan respons saraf parasimpatis dan penurunan aktivitas saraf
simpatik, meningkatkan fungsi pernafasan dan kardiovaskuler, mengurangi efek stres, dan
meningkatkan kesehatan fisik dan mental (Velkumary & Madanmohan, 2004; Kiran,
Behari, Venugopal, Vivekanandhan & Pandey, 2005; Larson & Jane, 2004).
Klien bernama Anak D, berusia 17 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Klien merupakan anak
pertama dari pasangan Tn. M dan Ny. A. Tempat tinggal klien yaitu bersama orang tuanya di
daerah Cempaka Putih, Ciputat Timur, Tangerang Selatan. Klien merupakan anak ke 1 dari 6
bersaudara. Klien masuk RSUP Fatmawati pada tanggal 07 Mei 2014 melalui IGD karena
mengalami kecelakaan lalu lintas. Klien mengendarai motor dengan kecepatan sedang
(40km/jam) dan menggunakan helm. Klien menabrak motor lain. Saat terjatuh, wajah klien
langsung menubruk aspal. Sesaat setelah terjadi kecelakaan berdasarkan keterangan warga
yang menolong, klien pingsan dan tidak ada muntah. Klien dipindahkan ke ruang bedah anak
lantai 3 gedung Teratai RSUP Fatmawati pada tanggal 10 Mei 2014.
Riwayat kelahiran klien berdasarkan keterangan Ibu klien, klien lahir secara spontan di usia
kehamilan yang cukup bulan dan tidak ada kelainan bawaan. Imunisasi yang diberikan
kepada klien lengkap. Saat masih kecil klien hanya pernah sakit demam dan belum pernah
dirawat di rumah sakit. Keluarga tidak mempunyai riwayat penyakit degeneratif. Saat ini
berat badan klien 50 kg dan tinggi badan 155cm.
Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 12 Mei 2014 kesadaran klien compos mentis, GCS
15 E4M6V5 dan keadaan umum klien sakit sedang. Tanda – tanda vital klien cukup stabil
yaitu tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 86x/menit, pernafasan 22x/menit dan suhu 36,7 0 C.
Terlihat balutan luka di sekitar wajah yaitu dibagian dahi, hidung, dan dagu. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan di bagian kepala terdapat luka laserasi di kulit kepala, rambut
berwarna hitam dan agak kotor, konjungtiva mata tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil
isokor 3mm/3mm, membran mukosa bibir terlihat kering. Pada bagian leher tidak terdapat
pembesaran tiroid dan tidak ada pembesaran kelenjar getah bening. Pada bagian dada terlihat
balutan karena terdapat fraktur klavikula sinistra, dada simetris, suara napas vesikuler dan
bronkovesikuler di kedua lapang paru, bunyi jantung I & II, tidak ada murmur dan gallop,
abdomen datar, ekstremitas hangat, turgor kulit baik dan capillary refill time < 3 detik.
Keluhan yang dirasakan klien saat ini yaitu nyeri pada bagian kepala dan wajah.
Terapi medikasi yang didapatkan klien yaitu Ceftriaxone 2 x 2gr, Keterolac 2 x 30 gr,
Phenitoin 2 x 100 mg, Manitol 4 x 100 ml, semua terapi diberikan secara iv. Terapi cairan
yang didapatkan klien yaitu NaCL 0,9% + N5000 1 amp + tramadol 1 amp 1500/24 jam
Setelah dilakukan pengkajian keperawatan, maka dilakukan analisis data untuk menentukan
masalah keperawatan pada Anak D. Berdasarkan hasil pengkajian klien mengeluh nyeri di
bagian kepala dan wajah. Nyeri berasal dari luka karena kecelakaan menubruk aspal. Saat
dilakukan pengukuran skala nyeri menggunakan Visual Analog Scale (VAS), klien
mengatakan nyerinya berada di skala 4. Nyeri berlangusng terus menerus. Nyeri membuat
klien tidak bisa tidur sehingga menggangu waktu tidur klien,
Masalah lain yang muncul pada anak D yaitu resiko perubahan perfusi jaringan serebral.
Meskipun diagnosa ini tidak aktual pada klien, namun melihat kejadian dari kecelakaan yang
dialami klien yaitu wajah yang langsung menubruk aspal dan bagian yang terdapat banyak
luka yaitu wajah klien. Selain itu berdasarkan hasil CT Scan kepala juga terdapat banyak
fraktur diantaranya fraktur multiple (nasal, maksila sinistra, frontalis), hematosinus ethmoid
bilateral, maksilaris bilateral & sphenoid, sinusitis maksilaris kanan. Fraktur dinding dasar
sinus maksilaris kanan-kiri multiple meliputi palatum, fraktur dasar orbita kanan-kiri, fraktur
multiple dinding sinus frontal dan os frontal, fraktur pada os pterygoideus medial-lateral
kanan-kiri. Meskipun tidak adanya tanda-tanda perdarahan serebral, klien perlu pengawasan
terhadap resiko perubahan perfusi jaringan serebral.
Masalah lain yang muncul pada anak D yang juga bukan masalah aktual yakni resiko infeksi
Berdasarkan hasil pengumpulan data objektif yaitu terlihat beberapa balutan luka pada wajah
ANALISIS SITUASI
4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep Terkait KKMP dan Konsep Kasus
Terkait
Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan bahwa klien mengalami cedera kepala ringan
akibat kecelakaan lalu lintas. Cedera kepala merupakan kejadian paling sering dan
penyakit neurologik yang serius diantara penyakit neurologik lain dan proporsi epidemik
yang banyak sebagai hasil kecelakaan jalan raya. Berdasarkan penelitian Riyadina dan
Subik (2005) di Instalasi Gawat Darurat RSUP. Fatmawati Jakarta kecelakaan banyak
terjadi pada siang hari, namun kecelakaan pada malam hari mempunyai proporsi yang
lebih tinggi keparahan cederanya (59%) dibandingkan kecelakaan pada siang hari.
Waktu malam hari suasananya lebih gelap dan sudah mulai sepi. Kondisi tersebut
menyebabkan pengendara mengemudikan kenderaannya dengan kecepatan tinggi (>60
km/jam), kurang waspada, dan kurang hati-hati. Risiko terjadinya kematian dan cidera
meningkat seiring dengan kenaikan kecepatan mengemudi
Secara garis besar terdapat 4 faktor yang berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas, antara
lain faktor manusia, kendaraan, kondisi jalan, dan lingkungan. Faktor manusia dibagi lagi
Salah satu ciri masyarakat perkotaan yakni lalu lintas yang padat. Jalan raya penuh
dengan berbagai kenderaan berupa kenderaan tidak bermotor dan kenderaan bermotor.
Kondisi kendaraan yang tidak baik atau rusak akan mengganggu laju lalu lintas sehingga
menyebabkan kemacetan bahkan kecelakaan. Saat ini jumlah dan penggunaan kenderaan
bermotor bertambah dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 12% per tahun. Komposisi
terbesar adalah sepeda motor (73% dari jumlah kenderaan pada tahun 2002-2003 dan
pertumbuhannya mencapai 30% dalam 5 tahun terakhir). Rasio jumlah sepeda motor dan
penduduk diperkirakan 1:8 pada akhir tahun 2005.
Selain itu, faktor jalan dilihat dari ketersediaan rambu-rambu lalu lintas, panjang dan
lebar jalan yang tersedia tidak sesuai dengan jumlah kenderaan yang melintasinya, serta
keadaan jalan yang tidak baik misalnya berlobang-lobang dapat menjadi memicu
terjadinya kecelakaan dan faktor lingkungan yaitu adanya kabut, hujan, jalan licin juga
memicu resiko kejadian kecelakaan yang lebih besar.
Dalam kasus ini, kecelakaan yang dialami oleh anak D bisa disebabkan oleh berbagai
faktor, salah satunya faktor manusia. Faktor manusia menyangkut masalah disiplin
berlalu lintas. Kecelakaan yang dialami anak D berasal dari faktor pengemudi yang
merupakan akibat dari tidak disiplinnya pengemudi dalam berlalu lintas. Tidak
disiplinnya pengemudi dalam berlalu lintas tidak hanya mencakup penggunaan helm
namun helm yang digunakan harus yang terstandarisasi. Meskipun anak D menggunakan
helm, helm yang digunakan anak D bukan helm yang terstandarisasi. Anak D
menggunakan helm yang tidak ada penutup kaca depan atau bukan helm full face. Hal ini
terlihat dari bagian tubuh dari anak D yang mengalami luka yang cukup serius yaitu
disekitar wajah dikarenakan tidak adanya pelindung yang aman maka saat kecelakaan
wajah klien langsung menubruk aspal.
4.3 Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait
Asuhan keperawatan kepada Anak D telah dilakukan secara komprehensif, baik dari segi
fisik maupun psikologi. Sehubungan dengan nyeri kepala yang dirasakan klien, penulis
menerapkan implementasi latihan slow deep breathing yang merupakan tindakan untuk
mengatur pernapasan secara dalam dan lambat yang dapat menimbulkan efek relaksasi.
Pada saat relaksasi terjadi perpanjangan serabut otot, menurunnya pengiriman impuls
saraf ke otak, menurunnya aktifitas otak, dan fungsi tubuh yang lain. Relaksasi secara
umum merupakan keadaan menurunnya kognitif, fisiologi, dan perilaku (Potter & Perry,
2006). Napas dalam lambat dapat menstimulasi respons saraf otonom melalui
pengeluaran neurotransmitter endorphin yang berefek pada penurunan respons saraf
simpatis dan peningkatkan respons parasimpatis. Stimulasi saraf parasimpatis dan
penghambatan stimulasi saraf simpatis pada slow deep breathing juga berdampak pada
vasodilatasi pembuluh darah otak yang memungkinkan suplai oksigen otak lebih banyak
sehingga perfusi jaringan otak diharapkan lebih adekuat (Denise, 2007; Downey, 2009).
Slow deep breathing adalah metode bernapas yang frekuensi bernapas kurang dari 10 kali
permenit dengan fase ekshalasi yang panjang (Breathesy, 2007). Slow deep breathing
adalah gabungan dari metode nafas dalam (deep breathing) dan napas lambat sehingga
dalam pelaksanaan latihan pasien melakukan nafas dalam dengan frekuensi kurang dari
atau sama dengan 10 kali permenit. Napas dalam lambat dapat menstimulasi respons saraf
otonom melalui pengeluaran neurotransmitter endorphin yang berefek pada penurunan
respons saraf simpatis dan peningkatkan respons parasimpatis. Stimulasi saraf simpatis
meningkatkan aktivitas tubuh, sedangkan respons parasimpatis lebih banyak menurunkan
Intervensi slow deep breathing ini diadaptasi dari aplikasi Tesis yang berjudul “Pengaruh
Latihan: Slow Deep Breathing Terhadap Intensitas Nyeri Kepala Akut Pada Pasien
Cedera Kepala Ringan” milik Tarwoto dari Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia Program Magister Ilmu Keperawatan Kekhususan Keperawatan Medikal Bedah
tahun 2011. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Tarwoto (2011) didapatkan
perbedaan yang bermakna rerata intensitas nyeri kepala akut pada pasien cedera kepala
ringan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol setelah dilakukan latihan slow
deep breathing
Evaluasi dari implementasi latihan slow deep breathing ini adalah dilihat dari intensitas
nyeri, denyut nadi dan pernafasan. Karakteristik dari respons relaksasi ditandai oleh
menurunnya denyut nadi, jumlah pernapasan, penurunan tekanan darah, dan konsumsi
oksigen (Potter & Perry, 2006). Setelah dilakukan implementasi selama 2 minggu
didapatkan hasil penurunan intensitas nyeri yang signifikan setelah melakukan latihan
slow deep breathing. Penurunan skala nyeri berkurang 1-3 skala dari skala nyeri awal
yaitu 4 menjadi skala 1 yang diukur menggunakan Visual Analog Scale (VAS) setelah
melakukan latihan slow deep breathing selama 10 menit, 3 kali dalam sehari.
Penulis melakukan perbandingan dengan pasien Anak DH, berusia 13 tahun yang juga
mengalami cedera kepala ringan. Anak DH mendapatkan intervensi dari nyeri kepala
yang dialaminya yaitu teknik relaksasi napas dalam. Penurunan skala nyeri hanya
mengalami penurunan 1 skala dari skala 4 menggunakan pengukuran skala nyeri Visual
Analog Scale (VAS).
Salah satu teknik manajemen nyeri nonfarmakologi yang dapat digunakan untuk
mengatasi nyeri kepala akut pada pasien cedera kepala ringan yaitu terapi musik. Terapi
musik dapat digunakan oleh individu dari berbagai macam rentang usia dan beragam
kondisi. Terapi ini juga digunakan untuk mendukung proses pembelajaran, membangun
rasa percaya diri, mengurangi stress, mendukung latihan fisik dan mamfasilitasi berbagai
macam aktivitas yang berkaitan dengan kesehatan (Ariestia, 2006). Terapi musik bisa
dilakukan untuk mengurangi rasa khawatir klien yang menjalani berbagai operasi atau
serangkaian perawatan penyakit berat di rumah sakit.
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Cedera kepala merupakan kejadian paling sering akibat dari kecelakaan lalu lintas.
Kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu masalah yang paling sering terjadi di daerah
perkotaan. Kecelakaan lalu lintas dapat dipicu oleh berbagai faktor diantaranya faktor
pengemudi, faktor penunjang, dan faktor pengguna jalan. Kecelakaan lalu lintas yang
dialami oleh anak D berasal dari beberapa faktor diantaranya faktor pengemudi yaitu anak
D yang tidak menggunakan helm yang terstandar. Selain itu, banyaknya pengendara
kendaraan bermotor dan sempitnya badan jalan membuat masalah kemacetan lalu lintas
yang mengakibatkan pengemudi melanggar aturan lalu lintas yaitu menyalip atau
mendahului kendaraan dari sebelah kiri. Hal ini juga memicu kecelakaan lalu lintas yang
dialami anak D. Cedera kepala berdasarkan berat ringannya cedera dibagi menjadi 3 yaitu
cedera kepala ringan, cedera kepala sedang, dan cedera kepala berat. Pada kasus ini, anak
D masuk ke dalam klasifikasi cedera kepala ringan. Manifestasi klinis cedera kepala
ringan yang dialami anak D antara lain nyeri kepala akut.
Implemetasi keperawatan yang dilakukan oleh penulis untuk mengatasi nyeri kepala akut
pada anak D yang menderita cedera kepala ringan yaitu latihan slow deep breathing.
Latihan ini diadaptasi dari aplikasi Tesis yang berjudul “Pengaruh Latihan: Slow Deep
Breathing Terhadap Intensitas Nyeri Kepala Akut Pada Pasien Cedera Kepala Ringan”
milik Tarwoto dari Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Program Magister
Ilmu Keperawatan Kekhususan Keperawatan Medikal Bedah tahun 2011. Berdasarkan
hasil implementasi yang dilakukan selama 3 minggu didapatkan hasil penurunan skala
nyeri yang diukur menggunakan Visual Analog Scale (VAS) dari skala 4 menjadi skala 1
setelah dilakukan latihan selama 10 menit, 3 kali dalam sehari. Penulis juga melakukan
perbandingan terhadap pasien lain yang mengalami kasus yang sama yaitu cedera kepala
ringan pada anak DH, berusia 13 tahun. Pada anak DH hanya dilakukan impelemntasi
teknik relaksasi napas dalam. Penurunan skala nyeri pada anak DH hanya berkurang 1
skala yang diukur menggunakan pengukuran skala nyeri yang sama yaitu Visual Analog
Scale (VAS). Skala nyeri anak DH hanya berkurang dari skala 4 menjadi skala 3.
5.2 Saran
1 13/05/2014 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan □ Kaji tingkatan nyeri, lokasi, □ Informasi memberikan data dasar untuk
keperawatan selama 3x 30 durasi, frekuensi nyeri dan mengevaluasi kebutuhan/keefektifan
Ditandai dengan; menit, nyeri tindakan penghilangan nyeri intervensi
berkurang/hilang, dengan yang digunakan
Ds : kriteria hasil :
□ Perhatikan adanya gelisah yang □ Kejang dapat terjadi sebagai akibat dari
meningkat, peningkatan iritasi serebral, hipoksia, atau peningkatan
keluhan, dan tingkah laku yang TIK dan kejang dapat meningkatkan TIK
tidak sesuai lebih lanjut yang meningkatkan kerusakan
jaringan serebral
P:
1. Pantau TTV
2. Lanjutkan intervensi
- TTV
TD = 120/80 mmHg,
HR = 80x/menit,
RR = 20x/menit,
A:
- TTV
TD = 120/80 mmHg,
HR = 82x/menit,
RR = 20x/menit,
A:
S : 36,70 C
4. Mengkaji respon motorik
terhadap perintah yang Pupil iskohor
sederhana
GSC 15, E4V6M5
S : 36,70 C
4. Memantau TTV
Pupil iskohor