Anda di halaman 1dari 27

TUGAS KEGAWATDARURATAN

MANAJEMEN SYOCK

Dosen Pengampu Mata Ajar:


Ns. Selamat Budiman, S.Kep., M.Kep

Disusun oleh :

KEKE VIONICKA H.

AKADEMI KEPERAWATAN SETIH SETIO MUARA BUNGO


TAHUN 2020
1.Definisi
Syok merupakan suatu keadaan dimana pasokan darah tidak mencukupi
untuk memenuhi kebutuhan organ-organ di dalam tubuh. Hal ini berhubungan
dengan gangguan sirkulasi yang mengakibatkan tidak adekuatnya perfusi dan
oksigenasi untuk mempertahankan metabolisme aerobik sel secara normal. Perfusi
jaringan yang tidak adekuat ini menyebabkan terganggunya metabolisme sel atau
jaringan serta memicu terjadinya kerusakan sel bahkan kegagalan organ. Syok
disebabkan oleh gangguan satu atau lebih dari tiga komponen tekanan darah
normal yaitu volume darah rendah, disfungsi jantung dan perubahan diameter
pembuluh darah.2,3
Terdapat empat kategori umum syok yaitu syok hipovolemik, syok
kardiogenik, syok distributif dan syok obstruktif. Syok hipovolemik merupakan
syok yang terjadi karena kehilangan volume intravaskular yang cepat dan masif.
Pada syok kardiogenik terjadi aliran darah yang tidak adekuat karena gangguan
fungsi jantung yang biasanya disebabkan oleh infark miokardium masif dan
gangguan irama jantung. Syok distributif terjadi akibat vasodilatasi yang
berlebihan dan gangguan distribusi aliran darah. Penyebab tersering syok
distributif adalah syok septik. Penyebab lain meliputi syok anafilaksis dan syok
neurogenik. Syok obstruktif terjadi karena impedansi pengisian jantung yang
adekuat, berupa obstruksi sirkulasi darah dan oksigenasi darah yang tidak adekuat.
Syok obstruktif sering disebabkan oleh obstruksi sirkulasi sentral misalnya
embolus paru masif, tamponade perikardium, tension pneumotoraks atau diseksi
aorta thorakalis.1,2

2.Etiologi
a. Syok hipovolemik
Syok hipovolemik merupakan syok yang terjadi akibat
berkurangnya volume plasma di intravaskuler. Penyebab syok
hipovolemik dapat berupa perdarahan hebat (hemoragik), Sindrom Syok
Dengue (SSD), trauma dan dehidrasi berat oleh berbagai sebab seperti
luka bakar dan diare berat. Namun yang paling sering disebabkan oleh
perdarahan sehingga syok hipovolemik dikenal juga dengan syok
hemoragik.1,3

b. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik adalah syok yang disebabkan karena kerusakan
jantung sehingga jantung tidak dapat memompa sejumlah darah untuk
mencukupi aliran ke seluruh tubuh. Ada beberapa penyebab syok
kardiogenik seperti:
- Disfungsi miokardium (gagal memompa) terutama karena
komplikasi infark miokardium akut.
- Pengisian diastolik ventrikel yang tidak kuat, antara lain
takiaritmia, tamponade jantung, tension pneumothorak, emboli
paru dan infark ventrikel kanan.
- Curah jantung yang tidak adekuat, antara lain bradiaritmia,
regurgitasi mitral atau ruptur septum interventrikel.3

c. Syok obstruktif
Syok obstruktif disebabkan oleh ketidakmampuan pasien dalam
menghasilkan curah jantung yang cukup, walaupun volume intravaskuler
dan kontraktilitas miokardium normal. Keadaan ini dikarenakan aliran
darah keluar dari ventrikel terobstruksi secara mekanik. Penyebab utama
obstruksi adalah tamponade pericardium.3

d. Syok distributif
Syok distributif adalah syok yang disebabkan oleh maldistribusi
volume sirkulasi darah pada tubuh. Ada tiga jenis syok distributif yaitu
syok anafilaktik, syok sepsis dan syok neurogenik.3
1. Syok anafilaktik
Syok anafilaktik adalah kejadian akut yang berpotensi fatal di
mana terjadi reaksi sistem multiorgan yang disebabkan oleh perilisan
mediator kimia dari sel mast dan basofil. Banyak pemicu yang
menyebabkan terjadinya syok anafilaktik. Makanan adalah pemicu
yang paling umum terutama kacang. Selain makanan, terdapat obat-
obatan (antibiotik, anestesi lokal, analgesik, opiate, dektran, dan
media kontras), produk-produk biologis (darah, venom, vaksin,
ekstrak alergen), pengawet dan zat adiktif (metabisulfite, MSG) dan
lain-lain (lateks dan idiopatik)
2. Syok sepsis
Syok sepsis tetap menjadi penyebab utama kesakitan dan
kematian dalam berbagai kasus. Infeksi saluran pernapasan dan
saluran pencernaan merupakan tempat yang paling sering terjadi
sepsis, diikuti oleh saluran kemih dan infeksi jaringan lunak. Setiap
sistem organ cenderung terinfeksi oleh patogen tertentu.
Syok sepsis disebabkan oleh beberapa hal yaitu bakteri gram
positif, bakteri gram negatif, parasit dan jamur. Namun, penyebab
paling sering adalah bakteri. Bakteri gram positif adalah organisme
utama yang menyebabkan sepsis. Lalu bakteri gram negatif menjadi
patogen penting yang menyebabkan sepsis berat dan syok sepsis.
3. Syok neurogenik
Syok neurogenik adalah jenis syok distributif dimana terjadi
suatu keadaan hilangnya tonus otonom secara tiba – tiba akibat dari
cedera tulang belakang. Syok neurogenik disebabkan oleh adanya
disfungsi sistem saraf otonom dengan disfungsi ganglia simpatis
paravertebral yang menginervasi segmen torakolumbal, dimana
bagian ini merupakan persarafan yang berfungsi untuk
mempertahankan tonus pembuluh darah perifer. Syok neurogenik
disebabkan oleh adanya cedera tulang belakang, anestesi umum atau
spinal, luka, dan kecemasan. Pasien dengan cedera tulang belakang
bagian servikal lebih mungkin untuk berkembang menjadi syok
neurogenik.

3.Patofisiologi
Syok merupakan kondisi terganggunya perfusi jaringan. Terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi perfusi jaringan, yaitu : 4
1. Cardiac output (curah jantung)
Merupakan volume darah yang dipompakan oleh jantung dari ventrikel
kiri maupun ventrikel kanan dalam interval 1 menit. Cardiac output dapat
dihitung dengan rumus stroke volume x heart rate. Sehingga cardiac output
dipengaruhi oleh stroke volume dan denyut jantung dalam 1 menit. Perfusi
jaringan dipengaruhi oleh cardiac output, jika terdapat penurunan yang
penyebabnya bisa karena aritmia atau AMI (acute myokard infark) maka
volume darah yang dipompa menuju seluruh tubuh pun akan menurun
sehingga jaringan di seluruh tubuh mengalami hipoperfusi.
2. Vascular : perubahan resistensi vascular
Tonus vaskular diregulasi oleh:
- Aktivitas tonus simpatis.
- Katekolamin sistemik yang berperan dalam sistem saraf simpatis.
- Myogenic factor yang berperan dalam menjaga aliran darah tetap konstan
ketika terjadi berbagai macam faktor yang mempengaruhi perfusi.
- Substansi yang berperan sebagai vasodilator.
3. Humoral: renin, vasopressin, prostaglandin, kinin, atrial natriuretic factor.
Faktor-faktor yang mempengaruhi mikrosirkulasi yaitu:
- Adanya adhesi platelet dan leukosit pada lesi intravaskuler.
- Koagulasi intravaskuler.
- Adanya vasokontriksi pada pembuluh darah prekapiler dan postkapiler
- Adanya hipoksia yang menyebabkan vasodilatasi artriola  venokontriksi
 kehilangan cairan intravaskuler  meningkatnya permeabilitas
intrakapiler  edema jaringan.

Terdapat 4 tahapan dalam proses terjadinya syok yang berlangsung secara


progresif dan berkelanjutan, yaitu :4
1. Inisial
Dalam tahap ini terjadi keadaan hipoperfusi yang menyebabkan tidak
cukupnya oksigen untuk memberikan suplai terhadap kebutuhan metabolisme
seluler. Keadaan hipoksia ini menyebabkan terjadinya fermentasi asam laktat
pada sel. Hal ini terjadi Hal ini terjadi karena ketika tidak adanya oksigen,
maka proses masuknya piruvat pada siklus kreb menjadi menurun, sehingga
terjadi penimbunan piruvat. Piruvat tersebut akan diubah menjadi laktat oleh
laktat dehidrogenase sehingga terjadi penimbunan laktat yang menyebabkan
keadaan asidosis laktat. 4
2. Kompensatori
Tubuh menjalani mekanisme fisiologis untuk mengembalikan dalam
kondisi normal meliputi neural, humoral dan biokimia. Asidosis yang terjadi
dalam tubuh dikompensasi dengan keadaan hiperventilasi dengan tujuan
untuk mengeluarkan CO2 dari dalam tubuh, karena secara tidak langsung
CO2 berperan dalam keseimbangan asam basa dengan cara menurunkan pH
dalam darah. Dengan demikian ketika CO2 dikeluarkan melalui hiperventilasi
dapat menaikkan pH darah didalam tubuh sehingga mengkompensasi asidosis
yang terjadi. 4
Pada syok juga terjadi hipotensi yang kemudian pada ambang batas
tertentu dideteksi oleh baroreseptor yang kemudian tubuh merespon dengan
menghasilkan norepinefrin dan epinefrin. Norepinefrin berperan dalam
vasokonstriksi pembuluh darah namun memberikan efek yang ringan pada
peningkatan denyut jantung. Sedangkan epinefrin memberikan efek secara
dominan pada peningkatan denyut jantung dan memberikan efek yang ringan
terhadap vasokonstriksi pembuluh darah. Dengan demikian kombinasi efek
keduanya dapat berdampak terhadap peningkatan tekanan darah. Selain
dilepaskan norepinefrin dan epinefrin, RAA (renin angiotensi aldosteron)
juga teraktivasi dan terjadi juga pelepasan hormon vasopressor atau ADH
(anti diuretic hormon) yang berperan untuk meningkatkan tekanan darah dan
mempertahankan cairan didalam tubuh dengan cara menurunkan urine output.
4

3. Progresif
Ketika syok tidak berhasil ditangani dengan baik, maka syok akan
mengalami tahap progresif dan mekanisme kompensasi mulai  mengalami
kegagalan. Pada stadium ini, asidosis metabolik semakin parah, otot polos
pada pembuluh darah mengalami relaksasi sehingga terjadi penimbunan
darah dalam pembuluh darah. Hal ini mengakibatkan peningkatan tekanan
hidrostatik dikombinasikan dengan lepasnya histamin yang mengakibatkan
bocornya cairan ke dalam jaringan sekitar. Hal ini mengakibatkan konsentrasi
dan viskositas darah menjadi meningkat dan dapat terjadi penyumbatan dalam
aliran darah sehingga berakibat terjadinya kematian jaringan. 4
4. Refraktori
Pada stadium ini terjadi kegagalan organ untuk berfungsi dan syok
menjadi ireversibel. Kematian otak dan seluler pun berlangsung. Syok
menjadi irevesibel karena ATP sudah banyak didegradasi menjadi adenosin
ketika terjadi kekurangan oksigen dalam sel. Adenosin yang terbentuk mudah
keluar dari sel dan menyebabkan vasodilatasi kapiler. Adenosin selanjutnya
ditransformasi menjadi asam urat yang kemudian diekskresi ginjal. Pada
tahap ini, pemberian oksigen menjadi sia- sia karena sudah tidak ada adenosin
yang dapat difosforilasi menjadi ATP. 4

Pada syok hipovolemik paling sering disebabkan oleh perdarahan mukosa


saluran cerna dan trauma berat. Secara klinis syok hipovolemik ditandai oleh
menurunnya volume cairan intravaskular diikuti dengan penurunan tekanan vena
sentral, hipotensi arterial dan peningkatan tahanan vaskular sistemik. Respon yang
dihasilkan jantung berupa takikardia namun respon ini dapat terjadi minimal pada
orang tua atau karena pengaruh obat-obatan. Gejala yang ditimbulkan bergantung
pada tingkat kegawatan syok namun tekanan darah dan diuresis tidak banyak
terganggu pada syok hipovolemik yang ringan. 1,2
Syok kardiogenik merupakan gangguan yang disebabkan oleh penurunan
curah jantung sistemik pada keadaan volume intravaskular yang cukup yang dapat
menyebabkan hipoksia jaringan. Proses yang mendasari syok kardiogenik
terjadinya depresi kontraktilitas miokard menyebabkan penurunan curah jantung,
tekanan darah rendah, insufisiensi koroner selanjutnya terjadi penurunan
kontraktilitas. Syok kardiogenik ditandai dengan gangguan fungsi ventrikel kiri
yang mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran
oksigen ke jaringan. Yang khas pada syok kardiogenik yang disebabkan oleh
infark miokardium akut adalah hilangnya 40% atau lebih jaringan otot pada
ventrikel kiri. Selain dari kehilangan masif jaringan otot pada ventrikel kiri juga
ditemukan daerah-daerah nekrosis fokal di seluruh ventrikel. Nekrosis fokal
diduga akibat dari ketidakseimbangan yang terus-menerus antara kebutuhan dan
suplai oksigen miokardium. Pembuluh koroner tidak mampu meningkatkan aliran
darah secara memadai sebagai respon terhadap peningkatan beban kerja dan
kebutuhan oksigen jantung oleh aktivitas respon kompensatorik seperti
perangsangan simpatik. 3,4
Sebagai akibat dari proses infark, kontraktilitas ventrikel kiri dan
kinerjanya menjadi sangat terganggu. Ventrikel kiri gagal bekerja sebagai pompa
dan tidak mampu menyediakan curah jantung yang memadai untuk
mempertahankan perfusi jaringan. Gangguan fungsi miokardium yang berat akan
menyebabkan menurunnya curah jantung dan hipotensi arteria. Akibatnya
terjadinya asidosis metabolik dan menurunnya perfusi koroner yang lebih lanjut
mengganggu fungsi ventrikel dan menyebabkan terjadinya aritmia. 3
Pada umumnya penyebab syok septik adalah infeksi bakteri gram negatif
yang berada dalam darah (endotoksin). Syok septik sering diikuti dengan
hipovolemia dan hipotensi. Hal ini dapat disebabkan karena penimbunan cairan di
sirkulasi mikro, pembentukan pintasan arteriovenus dan penurunan tahapan
vaskuler sistemik, kebocoran kapiler menyeluruh, depresi fungsi miokardium. 4
Syok neurogenik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok
distributif. Syok neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor karena
hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh sehingga
terjadi hipotensi dan terjadi reaksi vasovagal berlebihan yang mengakibatkan
terjadinya vasodilatasi menyeluruh di daerah splanikus sehingga aliran darah ke
otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan
yang panas, terkejut, takut, atau nyeri hebat. Pasien merasa pusing dan biasanya
jatuh pingsan. Setelah pasien dibaringkan umumnya keadaan berubah menjadi
baik kembali secara spontan. Adanya syok pada trauma kepala harus dicari
penyebab yang lain. Trauma pada medula spinalis akan menyebabkan hipotensi
akibat hilangnya tonus simpatis. Gambaran klasik dari syok neurogenik adalah
hipotensi tanpa takikardi atau vasokonstriksi perifer. 3,4
Pada syok anafilaktik terjadi reaksi hipersensitivitas tipe cepat (reaksi
hipersensitivitas tipe I) yaitu reaksi antara antigen spesifik dan antibodi spesifik
(IgE) yang terikat pada sel mast. Sel mast dan basofil akan mengeluarkan
mediator yang mempunyai pengaruh pada organ target seperti sistem
kardiovaskular, traktus respiratorius, gastrointestinalis dan kulit. Di dalam tubuh
sel yang mengandung histamin dalam jumlah besar adalah sel gaster, trombosit,
sel mast dan basofil. Pada sel mast dan basofil, histamin disimpan dalam lisosom
dan dilepaskan melalui degranulasi setelah perangsang yang cukup. Histamin
bereaksi pada banyak organ target melalui reseptor H1 dan H2. Reseptor H1
terdapat terutama pada sel otot polos bronkioli dan vaskular, sedangkan reseptor
H2 terdapat pada sel parietal gaster. Pengaruh fisiologik histamin pada manusia
dapat dilihat pada berbagai organ. Histamin dapat menyebabkan kontraksi otot
polos bronkus yang menyebabkan bronkokonstriksi. Pada sistem vaskular
menyebabkan dilatasi venula kecil, sedangkan pada pembuluh darah yang lebih
besar menyebabkan konstriksi karena kontraksi otot polos. Perubahan vaskular ini
menyebabkan respons wheal-flare (triple respons dari Lewis) dan bila terjadi sel
sistemik dapat menimbulkan hipotensi, urtikaria dan angioedema. Pada traktus
gastrointestinalis histamin meningkatkan sekresi mukosa lambung dan bila
pelepasan histamin terjadi sistemik maka aktivitas usus polos dapat meningkat
menyebabkan diare dan hipermotilitas.5

4.Manifestasi Klinis dan Diagnosis


Manifestasi klinis tergantung pada penyebab syok (kecuali syok
neurogenik) yang meliputi:3,6 
1. Sistem pernafasan: nafas cepat dan dangkal.
2. Sistem sirkulasi: ekstremitas pucat, dingin, dan berkeringat dingin, nadi cepat
dan lemah, tekanan darah turun bila kehilangan darah mencapai 30%.
3. Sistem saraf pusat: keadaan mental atau kesadaran penderita bervariasi
tergantung derajat syok, dimulai dari gelisah, bingung sampai keadaan tidak
sadar.
4. Sistem pencernaan: mual, muntah.
5. Sistem ginjal: produksi urin menurun.
6. Sistem kulit/otot: turgor menurun, mata cekung, mukosa lidah kering.
7. Individu dengan syok neurogenik akan memperlihatkan kecepatan denyut
jantung yang normal atau melambat, tetapi akan hangat dan kering apabila
kulitnya diraba.

1. Syok Hipovolemik
Menurut Beecher, syok hipovolemik dibagi atas 4 derajat berdasarkan
perkiraan hilangnya darah Estimated Blood Loss (EBL) yang digambarkan pada
laki-laki dewasa 70 kg BB (tabel 1).4,6

Tabel 1. Derajat Hipovolemi Berdasarkan EBL4,6

2. Syok Kardiogenik
Kegagalan perfusi dan suplai oksigen disebabkan oleh adanya kerusakan
primer fungsi atau kapasitas pompa jantung untuk mencukupi volume jantung
semenit, berkaitan dengan terganggunya preload, afterload, kontraktilitas,
frekuensi ataupun ritme jantung.6,7
Gambaran klinis syok kardiogenik tampak sama dengan gejala
klinis syok hipovolemik, disertai adanya disritmia, bising jantung, gallop.
Tanda awal iskemi jantung akut yaitu nyeri dada, sesak nafas, diaforesis,
gelisah dan ketakutan, nausea dan vomiting dan gangguan sirkulasi lanjut
menimbulkan berbagai disfungsi end organ. Edema paru diketahui dengan
keluhan sesak nafas, sianosis sentral, terdapat ronkhi paru, krepitasi
perikardial ataupun wheezing. Beberapa tipe penyebab kardiogenik syok
selain iskemia miokard antara lain: kardiomiopati, aorta stenosis, aorta
regurgitasi, stenosis mitral, regurgitasi mitral dengan pemeriksaan klinis
masing-masing sesuai tabel.6,8
Komponen utama syok kardiogenik adalah gangguan fungsi ventrikel kiri,
bukti kegagalan organ akibat berkurangnya perfusi jaringan dan tidak adanya
hipovolemia atau sebab-sebab lainnya. Menurut Myocardial Infarction Research
Units of the National Heart, lung, and Blood Institute, syok kardiogenik ditandai
oleh hal - hal sebagai berikut:6,7
1. Tekanan arteri sistolik < 90 mmHg atau 30 sampai 60 mmHg dibawah
batas sebelumnya.
2. Adanya penurunan aliran darah ke organ-organ utama yang ditandai
oleh produksi urine < 20 ml/jam, biasanya disertai penurunan kadar
natrium dalam urine, vasokontriksi perifer yang disertai gejala kulit
dingin dan lembab dan terganggunya fungsi mental.
3. Indeks jantung < 2,1 L/(menit/m2).
4. Bukti-bukti gagal jantung kiri dengan peningkayan tekanan baji kapiler
paru-paru (PCWP) 18 sampai 21 mmHg.

Tabel 2. Beberapa Penyebab Syok Kardiogenik6

3.Syok Obstruktif
Gejala klinis syok obstruktif tampak hampir sama dengan syok
kardiogenik dan hipovolemik. Gejala klinis juga tergantung etiologi penyebabnya,
yang sering terjadi adalah tromboemboli paru, tamponade jantung, obstruksi
arterioventrikuler dan tension pneumothorax.7
Faal jantung pada fase permulaan normal, tetapi terdapat penurunan
venous return karena obstruksi. Pada fase selanjutnya akan tampak kelelahan,
cemas, sinkop, pucat, berkeringat dingin, hipotensi, takikardi, angina, distres
respirasi, pulsus paradoksus (turunnya tekanan sistolik 10 mmHg pada inspirasi
spontan) serta pernafasan Kussmaul. Gejala ini akan berlanjut sebagai tanda-tanda
akut kor pulmonal dan payah jantung kanan yaitu pulsasi vena jugularis, gallop,
bising pulmonal dan aritmia.4,6
Karakteristik manifestasi klinis tamponade jantung yaitu suara jantung
menjauh, pulsus altemans, JVP selama inspirasi. Sedangkan Emboli pulmonal:
dispneu mendadak, nyeri dada substernal, disritmia jantung, gagal jantung
kongesti, pada pemeriksaan EKG terdapat strain ventrikel kanan.8

4.Syok Distributif
a. Syok Septik
Gejala klinis syok septik tak dapat dilepaskan dari keadaan sepsis
sendiri yaitu berupa sindroma reaksi inflamasi sistemik (SIRS) dimana
terdapat dua gejala atau lebih: 1. Temperatur >38 C atau < 36 C, 2. Heart
rate >90x/mnt, 3. Frekuensi nafas >20x/mn atau PaCO2 < 4,3 kPa, 4.
Leukosit >12.000 sel/mm atau < 4000 sel/mm atau>10% bentuk imatur.6,7
Syok septik adalah sindroma sepsis disertai hipotensi dan
gangguan perfusi. Tekanan sistolik < 90 mmHg atau turun > 40 mmHg
dari tekanan basal tanpa sebab jelas. Terdapat dua fase sindroma klinis
yaitu warm syok dan cold syok (tabel 3).6,7
Pertanda awal dari syok septik sering berupa penurunan kesiagaan
mental dan kebingungan, yang timbul dalam waktu 24 jam atau lebih
sebelum tekanan darah turun. Gejala ini terjadi akibat berkurangnya aliran
darah ke otak. Curahan darah dari jantung memang meningkat, tetapi
pembuluh darah melebar sehingga tekanan darah turun. Pernafasan
menjadi cepat, sehingga paru-paru mengeluarkan karbondioksida yang
berlebihan dan kadarnya di dalam darah menurun.3,6,7
Gejala awal berupa menggigil hebat, suhu tubuh yang naik sangat
cepat, kulit hangat dan kemerahan, denyut nadi yang lemah dan tekanan
darah yang turun-naik. Produksi air kemih berkurang meskipun curahan
darah dari jantung meningkat. Pada stadium lanjut, suhu tubuh sering
turun sampai dibawah normal. Pada stadium lanjut, suhu tubuh sering
turun sampai dibawah normal. Bila syok memburuk, beberapa organ
mengalami kegagalan adalah ginjal yang ditandai dengan produksi air
kemih berkurang, paru-paru yang ditandai gangguan pernafasan dan
penurunan kadar oksigen dalam darah serta jantung yaitu penimbunan
cairan dan pembengkakan.6

Tabel 3. Gejala Syok Septik Menurut Fase6

b. Syok Anafilaktik
Syok anafilaktik adalah hipotensi yang merupakan bagian dan
sindroma klinis reaksi imunologis antibody-mediated bersifat sistemik.
Gejala klinis timbul setelah kontak dengan antigen dari beberapa detik
sampai beberapa jam dengan manifestasi klinis yang berbeda-beda dalam
berat ringannya, lama serangan maupun perjalanan penyakitnya (dapat
mengenai satu sistem atau lebih). Tingkat keparahan klinis tergantung
pada rute masuknya dan dosis antigen.5
Efek klinis anafilaktik mengenai sistem pernafasan dan sistem
sirkulasi. Terjadi edem hipofaring dan laring, konstriksi bronkus dan
bronkiolus, disertai hipersekresi mukus, dimana semua keadaan ini
menyebabkan spasme dan obstruksi jalan nafas akut dengan gejala:
dispneu, wheezing dan gagal nafas akut. Mediator terpenting syok
anafilaksis adalah histamin, menyebabkan vasodilatasi arteriol, dan
peningkatan permiabilitas vaskuler sehingga terjadi hipotensi. Hal ini
diperberat dengan adanya angioedem yang terjadi di kulit (flushing, urtika,
eritema) dan organ visera. Turunnya perfusi koroner akibat hipotensi
ataupun pacuan reseptor H (histamin) pada arteri koroner juga akan
menimbulkan spasme arteri dan depresi myokard dengan gejala angina dan
takikardi.5,6
Efek substansi mediator primer pada rangkaian konstriksi otot
polos menyebabkan gangguan sistem gastrointestinal berupa nausea,
vomiting, kram abdomen dan diare. Pada sistem renal timbul gejala
hematuri yang disebabkan proses hemolisis. Akibat syok lebih lanjut
adalah gangguan perfusi ke SSP menyebabkan turunnya kesadaran.
Apabila masuk pada fase syok maka akan memberikan gejala seperti syok
hipovolemik. Kematian disebabkan oleh keadaan syok ataupun obstruksi
jalan nafas.5,6

b. Syok Neurogenik
Sering terjadi pada cervical atau high thoracic spinal cord injury.
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik
terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan
dapat lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit
neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia. Sedangkan pada keadaan
lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat.
Karena terjadinya pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler dan vena,
maka kulit terasa agak hangat dan cepat berwarna kemerahan.6

5.MANAJEMEN SYOK
Pengenalan dan restorasi yang cepat dari perfusi adalah kunci pencegahan
disfungsi organ-multipel dan kematian. Pada semua bentuk syok, manajemen
jalan nafas dan pernafasan untuk memastikan oksigenasi pasien adalah baik,
kemudian restorasi cepat dengan infus cairan. Pilihan petama adalah kristaloid
(Ringer laktat/Ringer asetat) disusul darah pada syok perdarahan. Pengobatan
syok sebelumnya didahului dengan penegakan diagnosis etiologi. Diagnosis awal
etiologi syok adalah essensial, kemudian terapi selanjutnya tergantung
etiologinya.3,6,7
Tujuan pengelolaan syok adalah mencapai normalisasi parameter
hemodinamik melalui resusitasi,dengan tujuan akhir adalah meningkatkan
hantaran dan penggunaan oksigen oleh jaringan dan sel. Tata laksana utama
pengelolaan adalah berdasarkan Basic Life Support dan Advanced life Support,
kemudian tetapkan diagnosis, batasi kerusakan dan terapi definitif berdasar
penyakit yang mendasari syok. Arah utama pengelolaan dimulai dari kontrol jalan
nafas untuk pemberian ventilasi dan oksigenasi, resusitasi cairan untuk
menggantikan volume sirkulasi bagi jenis syok yang membutuhkan (terutama
hipovolemik) dan pengelolaan hipotensi dan asidemia, serta pemberian obatobat
inotropik, antiaritmi dan diuretik untuk memperbaiki daya pompa jantung, obat-
obat vasoaktif untuk perbaikan tonus vaskuler.3

1) Syok Hipovolemik
Pada hipovolemia, cairan yang hilang berasal dari cairan ekstraseluler
(intravaskuler dan interstisium) oleh karena cairan yang hilang adalah cairan
isotonik. Dalam keadaan normal, osmolaritas cairan interstisium dan intravaskuler
adalah sama, maka penghitungan cairan yang hilang didasarkan pada persen
berkurangnya plasma (cairan intravaskular). Tujuan utama adalah restorasi
volume intravaskuler dengan target optimalkan tekanan darah , nadi, dan perfusi
organ. Bila hipovolemi telah teratasi baru boleh diberikan vasoaktif agent
(dopamine, dobutamine).6

a. Penatalaksanaan Umum
1. Letakkan pasien pada posisi telentang
2. Beri oksigen sebanyak 5 – 10 L/menit dengan kanula nasal atau
sungkup muka
3. Lakukan kanulasi vena tepi dengan kateter no.16 atau 14 perkutaneus
atau vena seksi. Kalau perlu jumlah kanulasi vena 2 – 3 tergantung
pada tingkat kegawatan syok. Kanulasi dapat dilakukan pada :
- Vena safena magna.
- Vena basilika. Gunakan kateter panjang untuk mancapai dan
mengukur tekanan vena sentral.
- Vena femoralis.
Kanulasi vena sentral perkutaneus pada syok hipovolemik berat harus
dicegah karena mungkin vena-vena besar kolaps dan mudah terjadi
komplikasi pneumotoraks dan atau hematotoraks. Kedua komplikasi
dapat memperberat kondisi pasien bahkan kematian.
4. Beri infus dengan cairan kristaloid atau koloid. Tujuan utama terapi
adalah untuk memulihkan curah jantung dan perfusi jaringan secepat
mungkin. Pada perdarahan kelas I dan II terapi cairan berupa
kristaloid sedangkan untuk perdarahan kelas III dan IV
dipertimbangkan untuk transfusi darah.1,2,6

b. Monitor Resusitasi
1. Penentuan resusitasi
Pemberian cairan parenteral pada resusitasi syok hipovolemik
sebaiknya dituntun oleh parameter fisiologik penting dan bukan oleh
suatu formula. Petunjuk bahwa resusitasi berhasil antara lain Tekanan
Vena Sentral (TVS) mendekati nilai normal (3-8 cm H2O), diuresis di
atas 0,5 ml/kgBB/jam, kesadaran membaik, perfusi perifer membaik
dan curah jantung meningkat (curah jantung normal = 3,5 L/menit,
tensi mendekati normal, nadi teraba baik).1,2,6
- Tekanan Vena Sentral (TVS) dan tekanan baji kapiler paru
(TBKP)
Pengukuran TVS pada syok hipovolemik mutlak dilakukan untuk
menuntun dan mengetahui keberhasilan resusitasi. Pada individu
sehat, TVS dapat dipakai sebagai ukuran tekanan atrium kiri tidak
langsung, kecuali terdapat penyakit kardiorespirasi seperti gagal
jantung kongestif atau penyakit paru obstruktif menahun. Dalam
hal ini pengukuran tekanan atrium kiri atau TKBP lebih
mencerminkan keadaan sebenarnya, hanya amat disayangkan
pengukuran TKBP tidak praktis untuk keadaan gawat darurat. Pada
syok ringan sampai sedang, nilai TVS sampai 15 cm H2O
umumnya dapat ditoleransi oleh pasien. Tetapi pada syok berat
yang telah disertai dengan kebocoran endotel kapiler, TVS harus
dipertahankan pada batas 3-8 cm H2O karena kelebihan cairan
intravaskular dapat memperberat edema intertitial terutama pada
jaringan paru.
- Diuresis
Merupakan indeks aliran darah viseral yang baik terutama aliran
darah ginjal. Diuresis harus dipertahankan minimal 0,5 ml.kg/jam.
- Lain-lain
Keberhasilan resusitasi juga dapat ditunjukkan dengan perbaikan
tingkat kesadaran dan perfusi perifer. Untuk itu umumnya
digunakan indikator klinis termasuk Analisis Gas Darah (AGD),
pengukuran curah jantung, dan konsumsi oksigen yang hanya
dapat dilakukan di rumah sakit besar.1,2,6

2. Tanda-tanda kegagalan resusitasi


- TVS dan diuresis yang meningkat di atas normal. Hal ini
menunjukkan kelebihan cairan intra vaskular dan harus segera
dikurangi.
- TVS dan diuresis masih di bawah normal. Hal ini menunjukkan
kekurangan cairan intra vaskular dan perlu ditambah.
- TVS meningkat, diuresis menurun. Perlu mengukur TBKP dan
curah jantung untuk penentuan terapi lebih lanjut.1,2,6

3. Evaluasi terapi
Evaluasi yang penting adalah kontinuitas pengamatan parameter
fisiologik sebagaimana yang telah dianjurkan terdahulu. Tambahan
evaluasi antara lain:1,2,6
- Pengukuran tekanan darah, frekuensi nadi, dan pernapasan tiap 15-
30 menit.
- Pengukuran keseimbangan pemasukan dan pengeluaran cairan.
Ingat bahwa syok berat atau berlanjut sering disertai nekrosis
tubular akut dan kegagalan ginjal.

2) Syok Obstruktif
Resusitasi volume akan memperbaiki pengisian ventrikel,
dibutuhkan agen inotropik untuk meningkatkan cardiac output.
Selanjutnya terapi definif adalah intervensi operatif. Penyebab syok
obstruktif harus diidentifikasi dan segera dihilangkan.6,7
a. Pericardiocentesis atau pericardiotomi untuk tamponade jantung.
b. Dekompressi jarum atau pipa thoracostomy atau keduanya pada
pneumothorax tension.
c. Dukungan ventilasi dan jantung, mungkin thrombolisis, dan mungkin
prosedur radiologi intervensional untuk emboli paru.6

3) Syok Kardiogenik
Tujuan utama adalah memperbaiki fungsi miokardium dan
sirkulasi. Bila Cardiac Output (CO)↓ Blood Pressure (BP)↓ Sistemic
Vascular Resistance (SVR)↑ beri dobutamine 5μg/kg/min. Pada keadaan
tekanan darah sangat rendah harus diberikan obat yang berefek inotropik
dan vasopresor yaitu nor- epinephrine.6
a. Optimalkan prabeban dengan infus cairan. Untuk mencegah kelebihan
cairan dan udem paru perlu dilakukan monitoring TVS atau TBKP.
b. Optimalkan kontraktilitas jantung dengan inotropes sesuai keperluan,
seimbangkan kebutuhan oksigen jantung. Dapat dipakai dobutamin,
amrinone dan obat vasoaktif lain.
c. Sesuaikan pasca beban untuk memaksimalkan CO. Dapat dipakai
vasokonstriktor bila pasien hipotensi dengan SVR rendah. Pasien syok
kardiogenik mungkin membutuhkan vasodilatasi untuk menurunkan
SVR, tahanan pada aliran darah dari jantung yang lemah. Dapat
dipakai nitroprusside dan nitroglycerin.
d. Diberikan diuretik bila jantung dekompensasi.
e. Kateterisasi arteri pulmonal dianjurkan dipasang untuk penunjuk
terapi.
f. Penyakit jantung yang mendasari harus diidentifikasi dan diobati.6,8

4) Syok Distributif
a. Pada SIRS dan sepsis, bila terjadi syok ini karena toksin atau mediator
penyebab vasodilatasi. Pengobatan berupa resusitasi cairan segera dan
setelah kondisi cairan terkoreksi, dapat diberikan pressor untuk
mencapai Mid Arterial Pressure (MAP) optimal. Sering terjadi
pressor dimulai sebelum prabeban adekuat tercapai. Perfusi jaringan
dan oksigenasi sel tidak akan optimal kecuali bila ada perbaikan
prabeban. Dilakukan juga pengobatan kausal dari sepsis.
b. Untuk syok neurogenik, Setelah mengamankan jalan nafas dan
resusitasi cairan, guna meningkatkan tonus vaskuler dan mencegah
bradikardi diberikan Norepinefrin. Epinefrin berguna meningkatkan
tonus vaskuler tetapi akan memperberat bradikardi, sehingga dapat
ditambahkan dopamin dan efedrin. Agen antimuskarinik atropin dan
glikopirolat juga dapat untuk mengatasi bradikardi. Terapi definitif
adalah stabilisasi Medulla spinalis yang terkena.6,7

  Early Goal Directed Therapy (EGDT) merupakan penatalaksanaan


pasien dengan sepsis berat dan syok septik, yang bertujuan memperbaiki
penghantaran oksigen ke jaringan, dalam jangka waktu tertentu. Intervensi
untuk meningkatkan curah jantung meliputi resusitasi cairan untuk
meningkatkan preload, pemberian inotropik untuk memperbaiki
kontraktilitas jantung, serta pemberian vasopresor (atau vasodilator) untuk
optimalisasi afterload. Konten oksigen arterial dapat ditingkatkan dengan
transfusi Packed Red Cell (PRC) dan meningkatkan SaO2 dengan terapi
oksigen.9
Gambar 1. Alogaritme Penatalaksanaan Syok Sepsis9

5) Syok Anafilaktik
Tujuan utama adalah: 1. mencegah efek mediator dengan menghambat
sintesis dan pelepasan mediator serta blokade receptor, 2. Mengembalikan fungsi
organ dan perubahan patofisiologi akibat mediator. Prioritas tindakan utama
adalah membebaskan jalan nafas dan memelihara ventilasi adekuat akibat adanya
obstruksi jalan nafas. Tindakan invasif seperti intubasi endotrakeal dan
cricothyroidotomy atau tracheostomy dapat dilakukan. Keadaan hipovolemi
diatasi dengan cairan koloid atau kristaloid sekaligus memperbaiki keadaan
asidosis.6
a. Hentikan obat/identifikasi obat yang diduga menyebabkan reaksi
anafilaksis.
b. Torniquet, pasang torniquet di bagian proksimal daerah masuknya obat
atau sengatan hewan. longgarkan torniquet 1-2 menit tiap 10 menit.
c. Posisi, tidurkan dengan posisi kaki dinaikkan 30-40o. Bila pasien tidak
sadar lakukan manuver tripel.
d. Pemasangan jalur intravena.
e. Henti nafas/jantung lakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP).
f. Pemasangan pipa endotrakea/trakeostomi/krikotiotomi.
g. Persiapan defibrilator.
h. Adrenalin (epinefrin) atau noradrenalin (norepinefrin) dengan dosis:
- Intravena : adrenalin 3-5ml larutan 1:10.000 (0,3-0,5 mg) IV.
Noradrenalin 0,1 ml/kgBB larutab 1:10.000 IV.
- Intramuskular/subkutan : adrenalin 0,3-0,5 ml larutan 1:10.000
(0,3-0,5 mg) im/sk. Noradrenalin 0,01 ml/kgBB larutan 1:1000
im/sk.Dosis ulangan sesuai keperluan, setiap 5-10 menit.
i. Aminofilin
Untuk bronkospasme yang tidak dapat diatasi oleh adrenalin. Dosis awal 5
mg/kgBB diberikan selama 15-20 menit (diencerkan dalam 20 ml
dekstrosa 5%). Dosis pemeliharaan 0,6 mg/kgBB/jam.5,6

j. Terapi Cairan
Secara sederhana, tujuan dari terapi cairan dibagi atas resusitasi untuk
mengganti kehilangan cairan akut dan rumatan untuk mengganti
kebutuhan harian. Untuk mempertahankan keseimbangan cairan maka
input cairan harus sama untuk mengganti cairan yang hilang. Cairan itu
termasuk air dan elektrolit. Tujuan terapi cairan bukan untuk
kesempurnaan keseimbangan cairan, tetapi penyelamatan jiwa dengan
menurunkan angka mortalitas.1,2
Umumnya terapi cairan yang dapat diberikan berupa cairan kristaloid
dan koloid atau kombinasi keduanya. Cairan kristaloid adalah cairan yang
mengandung air, elektrolit dan atau gula dengan berbagai campuran.
Cairan ini bisa isotonik, hipotonik, dan hipertonik terhadap cairan plasma.
Sedangkan cairan koloid yaitu cairan yang berat molekul nya tinggi.1,2,6

Cairan kristaloid
a. Cairan Hipotonik
Cairan ini didistribusikan ke ekstraseluler dan intraseluluer.
Oleh karena itu penggunaannya ditujukan kepada kehilangan cairan
intraseluler seperti pada dehidrasi kronik dan pada kelainan
keseimbangan elektrolit terutama pada keadaan hipernatremi yang
disebabkan oleh kehilangan cairan pada diabetes insipidus. Cairan ini
tidak dapat digunakan sebagai cairan resusitasi pada kegawatan.
Contohnya dextrosa 5%.
b. Cairan Isotonik
Cairan isotonik terdiri dari cairan garam faali (NaCl 0,9%),
ringer laktat dan plasmalyte. Ketiga jenis cairan ini efektif untuk
meningkatkan isi intravaskuler yang adekuat dan diperlukan jumlah
cairan ini 4x lebih besar dari kehilangannya. Cairan ini cukup efektif
sebagai cairan resusitasi dan waktu yang diperlukanpun relatif lebih
pendek dibanding dengan cairan koloid.
c. Cairan Hipertonik
Cairan ini mengandung natrium yang merupakan ion
ekstraseluler utama. Oleh karena itu pemberian natrium hipertonik
akan menarik cairan intraseluler ke dalam ekstra seluler. Peristiwa ini
dikenal dengan infus internal. Disamping itu cairan natrium hipertonik
mempunyai efek inotropik positif antara lain mevasodilatasi pembuluh
darah paru dan sistemik. Cairan ini bermanfaat untuk luka bakar
karena dapat mengurangi edema pada luka bakar, edema perifer dan
mengurangi jumlah cairan yang dibutuhkan, contohnya NaCl 3%.1,2,6

Beberapa contoh cairan kristaloid:1,2,6


a. Ringer Laktat (RL)
Larutan yang mengandung konsentrasi Natrium 130 mEq/L,
Kalium 4 mEq/l, Klorida 109 mEq/l, Kalsium 3 mEq/l dan Laktat 28
mEq/L. Laktat pada larutan ini dimetabolisme di dalam hati dan
sebagian kecil metabolisme juga terjadi dalam ginjal. Metabolisme ini
akan terganggu pada penyakit yang menyebabkan gangguan fungsi
hati. Laktat dimetabolisme menjadi piruvat kemudian dikonversi
menjadi CO2 dan H2O (80% dikatalisis oleh enzim piruvat
dehidrogenase) atau glukosa (20% dikatalisis oleh piruvat
karboksilase). Kedua proses ini akan membentuk HCO3.
Sejauh ini Ringer Laktat masih merupakan terapi pilihan karena
komposisi elektrolitnya lebih mendekati komposisi elektrolit plasma.
Cairan ini digunakan untuk mengatasi kehilangan cairan ekstra seluler
yang akut. Cairan ini diberikan pada dehidrasi berat karena diare murni
dan demam berdarah dengue. Pada keadaan syok, dehidrasi atau DSS
pemberiannya bisa diguyur.
b. Ringer Asetat
Cairan ini mengandung Natrium 130 mEq/l, Klorida 109
mEq/l, Kalium 4 mEq/l, Kalsium 3 mEq/l dan Asetat 28 mEq/l. Cairan
ini lebih cepat mengoreksi keadaan asidosis metabolik dibandingkan
Ringer Laktat, karena asetat dimetabolisir di dalam otot, sedangkan
laktat di dalam hati. Laju metabolisme asetat 250 – 400 mEq/jam,
sedangkan laktat 100 mEq/jam. Asetat akan dimetabolisme menjadi
bikarbonat dengan cara asetat bergabung dengan ko-enzim A untuk
membentuk asetil ko-A., reaksi ini dikatalisis oleh asetil ko-A sintetase
dan mengkonsumsi ion hidrogen dalam prosesnya. Cairan ini bisa
mengganti pemakaian Ringer Laktat.
c. Glukosa 5%, 10% dan 20%
Larutan yang berisi Dextrosa 50 gr/liter , 100 gr/liter , 200
gr/liter.9 Glukosa 5% digunakan pada keadaan gagal jantung
sedangkan Glukosa 10% dan 20% digunakan pada keadaan
hipoglikemi , gagal ginjal akut dengan anuria dan gagal ginjal akut
dengan oliguria .
d. NaCl 0,9%
Cairan fisiologis ini terdiri dari 154 mEq/L Natrium dan 154
mEq/L Klorida, yang digunakan sebagai cairan pengganti dan
dianjurkan sebagai awal untuk penatalaksanaan hipovolemia yang
disertai dengan hiponatremia, hipokloremia atau alkalosis metabolik.
Cairan ini digunakan pada demam berdarah dengue dan renjatan
kardiogenik juga pada sindrom yang berkaitan dengan kehilangan
natrium seperti asidosis diabetikum, insufisiensi adrenokortikal dan
luka bakar. Pada anak dan bayi sakit penggunaan NaCl biasanya
dikombinasikan dengan cairan lain, seperti NaCl 0,9% dengan Glukosa
5 %.

Cairan Koloid
Jenis-jenis cairan koloid adalah:1,2,6
a. Albumin
Terdiri dari 2 jenis yaitu:
1. Albumin endogen.
Albumin endogen merupakan protein utama yang dihasilkan
dihasilkan di hati dengan berat molekul antara 66.000 sampai
dengan 69.000, terdiri dari 584 asam amino. Albumin merupakan
protein serum utama dan berperan 80% terhadap tekanan onkotik
plasma. Penurunan kadar Albumin 50 % akan menurunkan tekanan
onkotik plasmanya 1/3nya.

2. Albumin eksogen.
Albumin eksogen ada 2 jenis yaitu human serum albumin,
albumin eksogen yang diproduksi berasal dari serum manusia dan
albumin eksogen yang dimurnikan (Purified protein fraction)
dibuat dari plasma manusia yang dimurnikan.
Albumin ini tersedia dengan kadar 5% atau 25% dalam
garam fisiologis. Albumin 25% bila diberikan intravaskuler akan
meningkatkan isi intravaskuler mendekati 5x jumlah yang
diberikan. Hal ini disebabkan karena peningkatan tekanan onkotik
plasma. Peningkatan ini menyebabkan translokasi cairan intersisial
ke intravaskuler sepanjang jumlah cairan intersisial mencukupi.
Komplikasi albumin adalah hipokalsemia yang dapat menyebabkan
depresi fungsi miokardium, reaksi alegi terutama pada jenis yang
dibuat dari fraksi protein yang dimurnikan. Hal ini karena faktor
aktivator prekalkrein yang cukup tinggi dan disamping itu
harganya pun lebih mahal dibanding dengan kristaloid.8 Larutan
ini digunakan pada sindroma nefrotik dan dengue syok sindrom.

3. HES (Hidroxy Ethyl Starch)


Senyawa kimia sintetis yang menyerupai glikogen. Cairan
ini mengandung partikel dengan berat molekul beragam dan
merupakan campuran yang sangat heterogen.Tersedia dalam
bentuk larutan 6% dalam garam fisiologis. Tekanan onkotiknya
adalah 30 mmHg dan osmolaritasnya 310 mosm/l. HES dibentuk
dari hidroksilasi aminopektin, salah satu cabang polimer glukosa.8
Pada penelitian klinis dilaporkan bahwa HES merupakan volume
ekspander yang cukup efektif. Efek intarvaskulernya dapat
berlangsung 3-24 jam. Pengikatan cairan intravasuler melebihi
jumlah cairan yang diberikan oleh karena tekanan onkotiknya yang
lebih tinggi. Komplikasi yang dijumpai adalah adanya gangguan
mekanisme pembekuan darah. Hal ini terjadi bila dosisnya
melebihi 20 ml/ kgBB/ hari.

4. Dextran
Campuran dari polimer glukosa dengan berbagai macam
ukuran dan berat molekul. Dihasilkan oleh bakteri Leucomostoc
mesenteriodes yang dikembang biakkan di media sucrose. Berat
molekul bervariasi dari beberapa ribu sampai jutaan Dalton.
Ada 2 jenis dextran yaitu dextran 40 dan 70. dextran 70
mempunyai berat molekul 70.000 (25.000-125.000). Sediaannya
terdapat dalam konsentrasi 6% dalam
garam fisiologis. Dextran ini lebih lambat dieksresikan
dibandingkan dextran 40. Oleh karena itu dextran 70 lebih efektif
sebagai volume ekspander dan merupakan pilihan terbaik
dibadingkan dengan dextran 40.
Dextran 40 mempunyai berat molekul 40.000 tersedia
dalam konsentrasi 10% dalam garam fisiologis atau glukosa 5%.
Molekul kecil ini difiltrasi cepat oleh ginjal dan dapat memberikan
efek diuretik ringan. Sebagian kecil dapat menembus membran
kapiler dan masuk ke ruang intersisial dan sebagian lagi melalui
sistim limfatik kembali ke intravaskuler.
Pemberian dextran untuk resusitasi cairan pada syok dan
kegawatan menghasilkan perubahan hemodinamik berupa
peningkatan transpor oksigen. Cairan ini digunakan pada penyakit
sindroma nefrotik dan dengue syok sindrom. Komplikasi antara
lain payah ginjal akut, reaksi anafilaktik dan gangguan pembekuan
darah.

5. Gelatin
Cairan ini banyak digunakan sebagai cairan resusitasi
terutama pada orang dewasa dan pada bencana alam. Terdapat 2
bentuk sediaan yaitu:
- Modified Fluid Gelatin (MFG)
- Urea Bridged Gelatin (UBG)
Kedua cairan ini punya berat molekul 35.000. Kedua jenis gelatin
ini punya efek volume expander yang baik pada kegawatan.
Komplikasi yang sering terjadi adalah reaksi anafilaksis.

Pemilihan cairan sebaiknya berdasarkan atas status hidrasi pasien,


konsentrasi elektrolit dan kelainan metabolik yang ada. Terapi awal pasien
hipotensif adalah cairan resusitasi dengan memakai 2 liter larutan isotonis
Ringer Laktat.2,6
Terapi cairan merupakan terapi yang paling penting untuk syok
hipovolemik dan distributif. Pemberian cairan secara IV akan
memperbaiki volume darah yang bersirkulasi, menurunkan viskositas
darah, dan meningkatkan alirah darah vena sehingga memperbaiki curah
jantung. Larutan parenteral pada syok hipovolemik diklasifikasi berupa
cairan kristaloid, koloid, dan darah. Cairan kristaloid cukup baik untuk
terapi syok hipovolemik. Keuntungan cairan kristaloid antara lain mudah
tersedia, murah, mudah dipakai, tidak menyebabkan reaksi alergi, dan
sedikit efek samping. Kelebihan cairan kristaloid pada pemberian dapat
berlanjut dengan edema seluruh tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu
dicegah. 2,6
Pada syok obstruktif manajemen bertujuan untuk menghilangkan
sumbatan. Pemberian cairan kristaloid isotonik dilakukan untuk
mempertahankan volume intravaskular, namun terapi definitifnya adalah
pembedahan untuk mengatasi obstruksi yang terjadi.1,2
Pada syok kardiogenik, terapi cairan yang terlalu cepat akan
berakibat fatal karena akan meningkatkan beban kerja jantung yang
selanjutnya akan membahayakan sirkulasi. Pada syok distributif, volume
darah yang bersirkulasi tidak adekuat disebabkan oleh vasodilatasi perifer
sehingga terapi cairan tetap diperlukan. Apabila hipotensi tetap terjadi
walaupun telah dilakukan terapi cairan yang cukup maka dibutuhkan
pemberian vasopressor.1,2
Terapi resusitasi cairan dinyatakan berhasil dengan menilai
perbaikan outcome hemodinamik klinis seperti:1,2
1. MAP (mean arterial pressure) ≥65 mmHg
2. CVP (central venous pressure) 8-12 mmHg
3. Urine Output ≥ 0,5 mL/kgBB/jam
4. Central venous (vena cava superior) atau mixed venous oxygen
saturation ≥ 70%
5. Status mental normal

a. Prognosis
Syok perlu didiagnosa dan diterapi secara dini, makin dini diketahui dan
diberikan terapinya maka makin baik prognosanya. Pada stadium lanjut syok
menyebabkan kegagalan fungsi pada beberapa organ  ”multiple organ failure”.
Dapat terjadi keadaan yang disebut syok lung, syok kidney, syok liver dan
sebagainya, bila demikian keadaannya atau kondisinya maka kemungkinan hidup
penderita adalah minimal. Sedangkan untuk syok kardiogenik secara keseluruhan
prognosis buruk.6,7

Anda mungkin juga menyukai