Anda di halaman 1dari 8

NAMA : ALFIN SANG PRIMA RIDIANSYA

NIM : 19650114

SOAL RUANG CVCU

1. Seorang Laki - laki berusia 62 tahun dirawat di ruang CVCU hari ke – 3 dengan diagnosis
gagal jantung kongestif. Pasien mengeluh sesak bertambah saat berjalan kekamar mandi.
Hasil pemeriksaan fisik frekuensi nadi 98x/mnt, TD 160/90 mmHg, RR 28 x/mnt, hasil
EKG sinus rhythm, urin 50 cc/jam.
Apakah masalah keperawatan utama pada pasien tersebut?
a. Intoleransi aktifitas
b. Pola nafas tidak efektif
c. Gangguan eliminasi urin
d. Kelebihan volume cairan
e. Gangguan perfusi jaringan
 Jawaban : A (Intoleransi aktifitas)
 Alasan :
Diagnosa keperawatan dalam masalah ini adalah intoleransi aktifitas.
Intolerasi aktivitas adalah ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas
sehari-hari. Intoleransi aktivitas pada pasien dengan gagal jantung kongestif
disebabkan jantung tidak mampu untuk memompa darah dalam jumlah yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan oksigen karena
kerusakan sifat kontraktil dari jantung dan curah jantung kurang dari normal. Hal
ini disebabkan karena meningkatnya beban kerja otot jantung, sehingga bisa
melemahkan kekuatan kontraksi otot jantung dan produksi energi menjadi
berkurang.
Didukung dengan batasan karakteristik yang muncul dari kasus yaitu :
1. Tekanan darah abnormal terhadap aktivitas (160/90 mmHg)
2. Perubahan EKG yang mencerminkan aritmia (hasil EKG sinus rhythm)
3. Ketidaknyamanan setelah beraktifitas (Pasien mengeluh sesak bertambah
saat berjalan kekamar mandi)
4. Dipsneu setelah beraktifitas (RR 28x/menit)
 Sumber :
 Budiawan, I Kadek. (2018). Gambaran Asuhan Keperawatan pada
Pasien Gagal Jnatung Kongestif dengan Intoleransi Aktivitas di
Ruang Cendrawasih RSUD Wangaya. Poltekes Denpasar Bali :
Jurusan Keperawatan
 Nurarif dan Kusuma H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC. Yogyakarta :
MediaAction.

2. Seorang Laki – laki berusia 62 tahun dirawat di CVCU dengan diagnosis medis (Infark
Miokard Akut) IMA dan pasein telah mengalami gagal jantung kiri.Pasien tersebut
diberikan terapi lasix (diuretik) oleh dokter.
Berikut ini tanda yang menunjukkan bahwa obat lasix tersebut telah bekerja adalah:
a. Adanya poliuri
b. Adanya disfagia
c. Adanya takipnea
d. Adanya takikardia
e. Adanya hipotermia
 Alasan : Lasix adalah obat yang digunakan untuk mengobati gagal jantung
kongestif, sirosis hati, dan penyakit ginjal, termasuk sindrom nefrotik. Obat
ini memiliki kandungan utama berupa furosemide sebagai turunan asam
antranilat. Furosemide bekerja dengan cara membuang cairan berlebih di
dalam tubuh. Furosemide menghambat reabsorpsi natrium dan Klorida di
tubulus proksimal dan distal, sama dengan di lengkung Henle dengan
menghambat sistem co-transport natrium klorida. Sistem ini menyebabkan
cairan berlebih tereksresi bersama dengan natrium, klorida, magnesium, dan
kalsium. Cairan berlebihan yang tidak bisa dikeluarkan dengan semestinya
ini disebabkan oleh penyakit-penyakit seperti gagal jantung, penyakit ginjal
maupun kelainan pada hati.
 Sumber : Makani Mawaqit dan Ndaru Setyaningrum. (2017). Pola
penggunaan furosemid dan perubahan elektrolit pasien gagal jantung di
Rumah Sakit X Yogyakarta. Jurnal Ilmiah Farmasi 13(2) : Universitas Islam
Indonesia
3. Seorang Perempuan berusia 67 tahun dirawat diruang CVCU mengeluh nyeri dada
sebelah kiri, nyeri dirasakan seperti ditekan benda yang berat. Nyeri akan berkurang
jika digunakan untuk istitahat dan bertambah jika digunakan untuk bergerak (merubah
posisi) dengan skala nyeri 6. Perawat akan melakukan tindakan perekaman EKG pada
pasien, perawat telah memasang sadapan di V5. Dimanakah letak lokasi pemasangan
elektroda berikutnya?
a. Sela iga ke 4garis sternal kiri.
b. Sela iga ke 4 garis sternal kanan
c. Sela iga ke 5 garis mid clavicula
d. Sejajar V4 garis anterior axila
e. Sejajar V5 garis mid axila
 Alasan : EKG merupakan rangkaian kegiatan merekam aktivitas listrik jantung
dalam waktu tertentu, sandapan elektroda standar yang di pasang di
perikordinal adalah : V1 = sela iga ke 4 garis strenal kiri. V2 = sela iga ke 4
garis strenal kiri. V3 = antara V2 dan V4. V4 = sela iga ke 5 garis mid
klafikula.V5 = sejajar V4 garis anterior axila. V6 = sejajar V5 garis mid axila.
 Sumber : AIPNI. (2019). SiNERSI. Jakarta : Asosiasi Institusi Pendidikan
Ners Indonesia (AIPNI)

4. Seorang pasien laki – laki berusia 86 tahun dirawat diruang CVCU dengan gagal
jantung grade IV. Pasein menyatakan telah siap meninggal dan lebih berbahagia
bertemu Tuhannya dan menolak untuk dilakukan tindakan apapun. Kondisi pasien
mengalami penurunan kesadaran spoor koma dan mengalami henti jantung, perawat
tetap melakukan tindakan RJP. Manakah prinsip etik yang dilanggar perawat pada
kasus tersebut?
a. Justice
b. Fidelity
c. Otonomi
d. Benificience
e. Non maleficience
 Alasan : Fidelity adalah menepati janji dan komitmen terhadap orang lain,
Veracity adalah prinsip penuh dengan kejujuran akan keberanian. Benificience
adalah melakukan hal-hal yang baik untuk orang lain.
Pada Pembahasannya pasien mempunyai hak unntuk mengelola dan
memutuskan tindakan yang boleh dan tidak boleh dilakukan terhadap dirinya
sepanjang perawat telah menjelaskan dengan benar dan proporsional. Namun
keputusan tetap ditangan pasien atau keluarga. Pada kasus ini perawat
melaukan tindakan RJP padahal pasien sudah nyaman dengan tidak
dilakukaan tindakan apapun dan itu telah menjadi pilihannya. Maka perawat
telah mengabaikan hak dan otonomi pasien.
 Sumber : AIPNI. (2019). SiNERSI. Jakarta : Asosiasi Institusi Pendidikan
Ners Indonesia (AIPNI)

5. Seorang Perempuan 62 tahun dirawat di CVCU karena gagal jantung. Pada monitor
ditemukan gambaran EKG sebagai berikut: Apakah tindakan yang harus dilakukan?
a. Cek kesadaran
b. Cek denyut nadi
c. Lakukan pijat jantung
d. Lakukan defibrilasi
e. Lakukan kardioversi
 Alasan : Sangat penting untuk dapat mengenali penyebab spesifiknya, karena
untuk VF dan VT tanpa nadi, defibrilasi adalah satu – satunya terapi definitif,
dan defibrilasi awal memilikI tingkat keberhasilan resusitasi yang lebih tinggi.
Memulai bantuan hidup dasar dengan menilai respon, mengaktivasi kode,
meminta defibrilator, membuka jalan napas, mengecek nadi dan melakukan
kompresi dada.
Penanganan emergensi dan evaluasi awal kardioversi emergensi
dengan sedasi adekuat harus dilakukan pada sustained VT yang menyebabkan
hipotensi simptomatik, edema paru, atau infark miokard tanpa terlebih dahulu
menentukan penyebab;1,3,6 diberikan DC Shock dengan sinkronisasi energi
tinggi 100-360 Joule. Setelah kejut listrik (shock) pertama lanjutkan kompresi
dada selama 1 menit sebelum menilai ritme jantung. Jika pasient tetap VF atau
VT, lakukan shock lagi dan lanjutkan kompresi dada selama 1 menit. Hal ini
seharusnya diulang dalam pola siklus shock – RJP, shock – RJP hingga
sirkulasi spontan kembali atau irama berubah menjadi PEA atau asistol.
Energi untuk kejut listrik tidak perlu ditingkatkan pada pengulangan
selanjutnya dan dapat tetap diberikan pada level 150 joule untuk defibrilator
bifasik dan 360 joule untuk defibrilator monofasik. Kompresi dada harus
dilakukan berkesinambungan dan hanya dihentikan secara singkat untuk
menilai irama dan memberikan kejut listrik.
 Sumber : Tim Pelatihan Rumah Sakit Muhammadiyah Jawa Timur. 2016.
Advanced Cardiac Life Support. Surabaya : Rumah Sakit Muhammadiyah
Jawa Timur

6. Seorang perempuan berusia 72 tahun dirawat di ruang CVCU dengan keluhan nyeri
pada daerah leher menyebar kepunggung kiri dengan skala nyeri 7. Hasil pengkajian
ditemukan pasien mengeluh sesak, gelisah dan sulit tidur di malam hari. TD : 140/90
mmHg, Nadi 100 x/mnt, frekuensi nafas 28x/mnt, SaO2 : 92%. Hasil EKG
menunjukkan gambaran ST elevasi. Apakah tindakan keperawatan yang tepat
dilakukan pada kasus tersebut?
a. Membatasi aktifitas
b. Membatasi retensi cairan
c. Menganjurkan pasien rileks
d. Mengajarkan latihan napas dalam
e. Kolaborasi pemberian nitrogriserin
 Alasan : Tanda dan gejala yang ditunjukkan pada kasus tersebut adalah adanya
sumbatan pembuluh darah koroner. Tindakkan yang tepat pada situasi ini adalah
yang dapat menimbulkan dilatasi pembuluh darah coroner atau lisis sumbatan
coroner. Nitrogliserin merupakan regimen yang menimbulkan dilatasi coroner,
sehingga sirkulasi menjadi lancar, reperfusi terjadi dan nyeri menjadi berkurang,
mka tindakan yang tepat dilakukan adalah pemberian nitrogilserin.
 Sumber : AIPNI. (2019). SiNERSI. Jakarta : Asosiasi Institusi Pendidikan Ners
Indonesia (AIPNI)
7. Seorang pasien perempuan berusia 52 tahun dirawat di CVCU dengan diagnosis
medis (Infark Miokard Akut) IMA dan telah mengalami gagal jantung kiri.Pasien
tersebut diberikan terapi lasix (diuretik) oleh dokter. Sebagai perawat apa yang harus
anda waspadai pada pasien yang mendapatkan terapi lasix adalah:
a. Kelumpuhan saraf
b. Defisit volume cairan
c. Penurunan kesadaran
d. Kelebihan volume cairan
e. Gangguan eleminiasi fekal: diare
 Alasan : Kebanyakan efek samping lasix terjadi pada penggunaan dengan
dosis tinggi dan efek yang serius jarang terjadi. Efek samping yang umum
adalah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit termasuk hiponatremia,
hipokalemia, dan hipokloremik alkalosis, terutama setelah penggunaan dosis
besar atau berkepanjangan. Tanda-tanda ketidakseimbangan elektrolit
termasuk sakit kepala, hipotensi, kejang otot, mulut kering, haus, kelemahan,
lesu, mengantuk, gelisah, oliguria, aritmia jantung, dan gangguan pencernaan.
Hipovolemia dan dehidrasi dapat terjadi, terutama pada orang tua. Karena
durasi kerjanya yang pendek, resiko hipokalemia mungkin lebih sedikit pada
loop diuretik seperti furosemid dibandingkan dengan diuretik thiazide
 Sumber : Musyahida Robiyatul. 2016. Studi Penggunaan Furosemid Pada
Pasienn Penyakit Gagal Ginjal Kronik Stadium V. Fakultas Farmasi
:Universitas Airlangga

8. Pasien 42 tahun dirawat di CVCU dengan diagnosa medis ACS. Hasil pemeriksaan
terakhir pasien terdapat gambaran EKG asistol, nadi tidak teraba, apnea. Apakah
tindakan yang tepat dilakukan oleh perawat?
a. Lakukan RJP 5 siklus
b. Menyiapkan Defibrilasi
c. Injeksi atropine 1 mg iv
d. Injeksi ephineprine 1 mg iv
e. Mengecek gambarang EKG 12 lead
 Alasan : Jika didapatkan asistol mulai lakukan resusitasi jantung paru 5 siklus
dan lakukan managemen segera. Jangan lakukan defibrilasi jika irama jantung
bukan VT / VF.
 Sumber : AIPNI. (2019). SiNERSI. Jakarta : Asosiasi Institusi Pendidikan
Ners Indonesia (AIPNI)

9. Seorang perempuan berusia 72 tahun dirawat diruang CVCU dengan tanda dan gejala
nadi tidak teraba dan nafas tidak ada. Pemeriksaan EKG irama tidak teratur, frekuensi
nadi 355 x/mnt sehingga tidak terhitung. Dokter dan perawat melakukan RJP,
defibrilasi, dan memberikan terapi Ephineprine & Amiodarone kepada pasien. Irama
aritmia apa yang terjadi pada pasien ?
a. Sinus Takikardi
b. Ventrikel Takikardi
c. Ventrikel Fibrilasi
d. Pulseles Electrical Activiti
e. Asistole
 Alasan : Ventricular tachycardia (VT) atau ventrikel takikardi adalah kondisi
serius yang menyebabkan jantung berdetak jauh lebih cepat dari biasanya
(takikardi). Pada kondisi yang normal, jantung Anda berdetak 60-100 kali per
menit. Detak sebanyak ini cukup untuk menyuplai volume darah menuju paru-
paru dan sirkulasi periferal. Namun, pada kondisi VT, jantung Anda berdetak
sebanyak lebih dari 100 detak per menit, dengan setidaknya 3 detak jantung
yang tidak normal berturut-turut (heart circle).
Percepatan detak jantung umumnya disebabkan oleh masalah pada
aliran listrik atau elektrik pada jantung. Namun, tidak menutup kemungkinan
terdapat masalah lain pada jantung yang dapat memicu terjadinya kondisi ini.
 Sumber : https://hellosehat.com/kesehatan/penyakit/ventricular-tachycardia/

10. Seorang pasien perempuan berusia 64 tahun dirawat di RS dengan keluhan nyeri
dada. Hasil pengkajian ditemukan nyeri seperti diremas dengan skala 7. TD : 150/90
mmHg, frekuensi nadi 98x/mnt. Frekuensi nafas 25x/mnt, suhu 370C. pasien
direncanakan untuk diberi obat isosorbit Dinitrat (ISDN). Bagaimanakan cara
pemberian obat yang tepat pada kasus tersebut?
a. Minum obat setelah makan
b. Minum obat sebelum makan
c. Obat diminum dengan cara dihisap
d. Obat diminum dengan cara dikunyah
e. Obat diminum dengan cara meletakkan obat dibawah lidah
 Alasan : Karena obat ini sangat baik diabsorpsi tanpa makanan dan lebih cepat
lagi diabsorpsi di sublunginal. Karena nyeri yang dialami pasien itu akibat dari
konstriksi atau sumbatan pembuluh coroner maka perlu diberikan obat yang
cepat kerjanya. Maka yang paling sering diberikan adalah sublingunal
 Sumber : AIPNI. (2019). SiNERSI. Jakarta : Asosiasi Institusi Pendidikan
Ners Indonesia (AIPNI)

Anda mungkin juga menyukai