Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak
dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Penyebab fraktur
terbanyak adalah karena kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas ini, selain
menyebabkan fraktur, menurut WHO, juga menyebabkan kematian 1,25 juta
orang setiap tahunnya, dimana sebagian besar korbannya adalah remaja atau
dewasa muda.
Prinsip Traksi adalah menarik tahanan yang diaplikasikan pada bagian tubuh,
tungkai, pelvis atau tulang belakang dan menarik tahanan yang diaplikasikan pada
arah yang berlawanan yang disebut dengan countertraksi. Tahanan dalam traksi
didasari pada hokum ketiga. Traksi dapat dicapai melalui tangan sebagai traksi
manual, penggunaan talim splint, dan berat sebagaimana pada traksi kulit serta
melalui pin, wire, dan tongs yang dimasukkan kedalam tulang sebagai traksi
skeletal.
Pada tahun 1340 ahli bedah Perancis bernama Guy de Chauliac menulis
tentang traksi isotonic dengan berat yang ditahan pada kaki tempat tidur pasien,
tetapi akibat pertimbangan praktek hal ini dilakukan hingga tahun 1829 ketika
traksi berkesinambungan diaplikasikan secara luas. Sekitar tahun 1848 Josiah
Crosby seorang klinisi amerika merupakan orang yang pertama mempromosikan
dan menunjukkan traksi kulit yang lebih efektif tidak hanya sebagai terapi dari
fraktur melainkan juga untuk menanani deformitas panggul. Traksi telah menjadi
sebuah ketetapan dalam management ortopedi hingga 1940 ketika fiksasi internal
menggunakan nail, pin dan plate menjadi praktek yang sering. Pengembangan ini
berpasangan dengan kurangnya pembedahan fraktur dengan kebutuhan ekonomi
untuk perawatan rumah sakit yang lebih.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan traksi?
2. Apa etiologi dari traksi?
3. Bagaimana patofisiologi traksi?
4. Apa manifestasi klinis dari traksi?
5. Apa saja komplikasi yang terjadi pada traksi?
6. Bagaimana penatalaksanaan dari traksi?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa yang di maksud dengan traksi
2. Mengetahui etiologi dari traksi
3. Mengetahui patofisiologi traksi
4. Mengetahui manifestasi klinis dari traksi
5. Mengetahui beberapa komplikasi dari traksi
6. Mengetahui penatalaksanaan dari tarksi

2
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Medis
2.1.1 Pengertian Traksi
Beberapa tulang misalnya femur mempunyai kekuatan otot yang kuat
sehingga reposisi tidak dapat dilakukan sekaligus. Traksi adalah pemasangan
gaya tarikan ke bagan tubuh. Traksi digunakan untuk meminimalkan spasme otot,
untuk mereduksi, menyejajarkan, mengimobilisasi fraktur, mengurangi
deformitas, dan untuk menambah ruangan diantara kedua permukaan patahan
tulang. Unruk itu, traksi diperlukan untuk reposis dan imobilisasi pada tulang
panjang.
Traksi digunakan untuk menahan kerangka pada posisi sebenarnya,
penyembuhan, mengurangi nyeri, mengurangi kelainan bentuk atau perubahan
bentuk. Penanganan nyeri dan pencegahan komplikasi adalah dua kunci tugas
perawat dalam perawatan traksi. Komplikasi yang terjadi berhubungan dengan
penggunaan traksi dan pembatasan gerak, jika klien obesitas, cachetic, tua, anak
muda, diabetes dan perkok.
Kadang traksi harus dipasang dengan arah yang lebih dari satu untuk
mendapatkan garis tarikan yang diinginkan. Efek traksi yang dipasang harus
dievaluasi dengan sinar-X, dan mungkin diperlukan penyesuaian. Indikasi traksi
adalah pada pasien fraktur dan atau dislokasi. Bila otot dan jaringan lunak sudah
rileks, berat yang digunakan harus digantu untuk memperoleh gaya tarikan yang
diinginkan.
Traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh (Brunner &
Suddarth), Traksi merupakan pengobatan konservatif yang bertujuan untuk
mereduksi fraktur atau kelainan seperti spasme otot dengan menggunakan
pemberat sebagai konter traksi. (Rasyad, 2007)
Traksi adalah pemasangan gaya tarikan kebagian tubuh. Traksi digunakan
untuk meminimalkan spasme otot; untik mereduksi, mensejajarkan,
mengimobilisasi fraktur, untuk mengurangi deformitas; dan untuk menambah

3
ruangan diantara kedua permukaan patahan tulang. Traksi harus di berikan
dengan arah dan besaran yang diinginkan untuk mendapatkan efek teraupetik.
Faktor-faktor yang mengganggu keefektifan tarikan traksi harus dihilangkan.
Kadang, traksi harus dipasang dengan arah yang lebih dari satu untuk
mendapatkan garis tarkan yang diinginkan. Dengan cara ini, bagian garis tarikan
yang pertama, nerkontrasi terhadap garis tarikan lainnya. Garis-garis tarikan
tersebut dikenal sbagai vector gaya. Resultanta gaya tarikan yang sebenarnya
terletak ditempat diantara kedua garis tarikan tersebut. Efek traksi yang dipasang
harus dievaluasi dengan sinar x, dan mungkin diperlukan penyesuain. Bila otot
dan jaringan lunak sudah relaks berat yang digunakan harus diganti untuk
memperoleh gaya tarikan yang di inginkan. (Suddarth, 2002)

2.1.2 Etiologi

 Trauma/tekanan pada tulang


Jenis kekuatan yang menyebabkan luka menentukan jenis dan tingkatan serta
jenis patah tulang. Kekuatan itu dapat tensile (dengan tegangan) tulang ditarik
terpisah atau compressive dimana terjepit dan untuk menentukan tipe injury
dan luas patah tergantung pada kerasnya trauma/tekanan mengenai tulang.
 Trauma langsung/direk
Yaitu bila fraktur terjadi ditempat dimana bagian tersebut mendapat ruda
paksa, misalnya benturan/pukulan pada antebrakii yang mengakibatkan
fraktur.
 Trauma tidak langsung/indirek
Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi
fraktur pada pergelangan tangan, kolum anargikum humeri, supra kondiler
dan klavikula.
 Trauma ringan pun dapat menyebabkan fraktur bila tulang itu sendiri sudah
rapuh.
 Mineralisasi yang tidak adekuat dari tulang

4
Patah tulang dapat disebabkan tidak cukupnya mineral pada tulang ini
mengacu pada tulang yang patologik, dapat terjadi karena terapi jangka
panjang dengan steroid, osteoposus tulang dan tidak ada aktifitas yang sama.

2.1.3 Patofisiologi

1. Traksi kulit
Traksi kulit digunakan untuk mengontrol spasme kulit dan
memberikan imobilisasi. Bila dibutuhkan beban traksi yang berat dan dalam
waktu yang lama, sebaiknya gunakan traksi skelet. Traksi kulit terjadi akibat
beban menarik tali, spon karet atau bahan kanvas yang diletakkan ke kulit.
Traksi pada kulit meneruskan traksi ke struktur musculoskeletal. Beratnya
beban yang dipasang sangat terbatas, tidak boleh melebihi toleransi kulit,
tidak lebih dari 2-3 kg. traksi pelvis umumnya 4,5-9 kg, tergantung berat
badan klien. (Smeltzer, 2002)
Menurut (Sjamsuhidajat, 1997), beban tarikan pada traksi kulit tidak
boleh melebihi 5 kg, karena bila beban berlebih kulit dapat mengalami
nekrosis akibat tarikan yang terjadi karena iskemia kulit. Pada kulit yang tipis,
beban yang diberikan lebih kecil lagi dan pada orang tua tidak boleh
dilakukan traksi kulit. Traksi kulit banyak dipasang pada anak-anak karena
traksi skelet pada anak dapat merusak cakram epifisis. Jadi beratnya beban
traksi kulit antara 2-5 kg.
Lama traksi, baik traksi kulit maupun traksi skelet bergantung pada
tujuan traksi. Traksi sementara untuk imobilisasi biasanya hanya beberapa
hari, sedangkan traksi untuk reposisi beserta imobilisasi lamanya sesuai
dengan lama terjadinya kalus fibrosa. Setelah terjadi kalus fibrosa, ekstremitas
diimobilisasi dengan gips. Traksi kulit apendikuler (hanya pada ekstremitas)
digunakan pada orang dewasa, termasuk traksi ekstensi Buck, traksi Russel,
dan traksi Dunlop.
Traksi Buck, ekstensi Buck (unilateral atau bilateral) adalah bentuk
traksi kulit di mana tarikan diberikan pada satu bidang bila hanya imobilisasi

5
parsial atau temporer yang diinginkan. Traksi Buck digunakan untuk
memberikan rasa nyaman setelah cedera pinggul sebelum dilakukan fiksasi
bedah. Sebelumnya inspeksi kulit dari adanya abrasi dan gangguan peredaran
darah. Kulit dan peredaran darah harus salam keadaan sehat agar dapat
menoleransi traksi. Kulit harus bersih dan kering sebelum boot spon atau pita
traksi dipasang.
Traksi Russel, traksi Russel dapat digunakan untuk fraktur pada plato
tibia, menyokong lutut yang fleksi pada penggantung dan memberikan gaya
tarikan horizontal melalui pita traksi dan balutan elastis ke tungkai bawah.
Bila perlu, tungkai dapat disangga dengan bantal agar lutut benar-benar fleksi
dan menghindari tekanan pada tumit.
Traksi Dunlop, adalah traksi yang digunakan pada ekstremitas atas.
Traksi horizontal diberikan pada humerus dalam posisi abduksi, dan traksi
vertikal diberikan pada lengan bawah dalam posisi fleksi. Untuk menjamin
traksi kulit tetap efektif, harus dihindari adanya lipatan dan lepasnya balutan
traksi dan kontraksi harus tetap terjaga. Posisi yang benar harus dipertahankan
agar tungkai atau lengan tetap dalam posisi netral. Untuk mencegah
pergerakan fragmen tulang satu sama lain, klien dilarang memiringkan
badannya namun hanya boleh bergeser sedikit. Traksi kulit dapat
menimbulkan masalah risiko, seperti kerusakan kulit, tekanan saraf, dan
kerusakan sirkulasi.
Traksi kulit dapat mengakibatkan iritasi kulit. Kulit yang sensitif dan
rapuh pada lansia harus diidentifikasi pada pengkajian awal. Reaksi kulit yang
berhubungan langsung dengan plester dan spon harus dipantau ketat. Traksi
kulitt harus dipasang dengan kuat agar kontak dengan plester dan spon tetap
erat. Gaya geseran pada kulit harus dicegah. Plester traksi harus dipalpasi
setiap hari untuk mengetahui adanya nyeri tekan. Pada ekstremitas bawah,
tumit, dan tendo achilles harus diinspeksi beberapa kali sehari.
Boot spon harus diangkat untuk melakukan inspeksi tiga kali sehari.
Perlu bantuan perawat lain untuk menyangga ekstremitas selama inspeksi.

6
Lakukan perawatan punggung minimal tiap dua jam untuk mencegah ulkus
dekubitus. Gunakan kasur udara, busa densitas padat untuk meminimalkan
terjadinya ulkus kulit.
Lakukan perawatan ekstremitas bawah untuk mencegah penekanan
saraf proneus pada titik ketika melewati sekitar leher fibula tepat di bawah
lutut. Tekanan itu dapat menyebabkan footdrop. Klien ditanya tentang sensasi
perabaannya, minta klien untuk menggerakkan jari dan kakinya. Kelemahan
dorsofleksi menunjukkan fungsi saraf proneus kommunis. Plantar fleksi
menunjukkan fungsi saraf tibialis.
Bila traksi kulit dipasang di lengan, daerah di sekitar siku di mana
saraf ulnaris berada tidak boleh dibalut terlalu kuat. Fungsi saraf ulnaris dapat
dikaji dengan abduksi aktif jari kelingking dan sensasi rabaan pada sisi ulnar
jari kelingking.
Selain risiko komplikasi kerusakan kulit dan tekanan saraf di atas,
kerusakan sirkulasi juga harus mendapat perhatian. Setelah traksi kulit
terpasang, kaku atau tangan diisnpeksi dari adanya gangguan peredaran darah
dalam beberapa menit hingga satu sampai dua jam. Denyut perifer dan warna,
pengisian kapiler, serta suhu jari tangan atau jari kaki harus dikaji. Kaji
adanya nyeri tekan pada betis dan adanya tanda Homan positif yang
merupakan tanda adanya thrombosis vena dalam. Anjurkan klien untuk
melakukan latihan tangan dan kaki setiap jam.
2. Traksi Skelet
Metode ini sering digunakan untuk menangani fraktur femur, tibia,
humerus, dan tulang leher. Traksi dipasang langsung ke tulang dengan
menggunakan pin metal atau kawat (missal Steinman’s pin, Kirchner wire)
yang dimasukkan ke dalam tulang di sebelah distal garis fraktur, menghindari
saraf, pembuluh darah, otot, tendon, dan sendi. Tong yang dipasang di kepala
(missal Gardner-Wells tong) difiksasi di kepala untuk memberikan traksi yang
mengimobilisasi fraktur leher.

7
Traksi skelet biasanya menggunakan beban 7-12 kg untuk mencapai
efek terapi. Beban yang dipasang biasanya harus dapat melawan daya
pemendekan akibat spasme otot yang cedera. Ketika otot rileks, beban traksi
dapat dikurangi untuk mencegah terjadinya dislokasi garis fraktur dan untuk
mencapai penyembuhan fraktur. Mengutip pendapat Sjamsuhidajat (1997),
bahwa beban traksi untuk reposisi tulang femur dewasa biasanya 5-7 kg, pada
dislokasi lama panggul bisa sampai 15-20 kg.
Kadang-kadang traksi skelet bersifat seimbang, yang menyokong
ekstremitas terkena, memungkinkan klien dapat bergerak sampai batas-batas
tertentu, dan memungkinkan kemandirian klien maupun asuhan keperawatan,
sementara traksi yang efektif tetap dipertahankan. Bebat Thomas dengan
pengait Pearson sering digunakan dengan traksi kulit dan aparatus suspense
seimbang lainnya.
Untuk mempertahankan traksi tetap efektif, pastikan tali tetap terletak
dalam alur roda pada katrol, tali tidak rusak, pemberat tetap tergantung
dengan bebas, dan simpul pada tali terikat dengan erat. Evaluasi posisi klien,
karena klien yang merosot ke bawah dapat menyebabkan traksi tidak efektif.
Beban tidak boleh diambil dari traksi skelet kecuali jika terjadi keadaan yang
membahayakan jiwa. Bila beban diambil, tujuan penggunaannya akan hilang
dan dapat terjadi cedera.
Kesejajaran tubuh klien harus diajaga agar tarikannya efektif. Kaki
diposisikan sedemikian rupa sehingga dapat dicegah terjadinya footdrop
(plantar fleksi), rotasi ke dalam (inversi). Kaki klien harus disangga dalam
posisi netral dengan alat ortopedi.
Perlu dipasang pegangan di atas tempat tidur, agar klien mudah untuk
berpegangan. Alat itu sangat berguna untuk membantu klien bergerak dan
defekasi di tempat tidur, serta menaikkan pinggul dari tempat tidur untuk
memudahkan perawatan punggung. Lindungi tumit dan lakukan inspeksi,
karena klien sering menggunakannya sebagai penyangga, sehingga dapat
menyebabkan cedera pada jaringan tersebut. Tempat penusukan pin (lika)

8
perlu dikaji. Lakukan inspeksi paling sedikit tiap delapan jam dari adanya
tanda inflamasi dan bukti adanya infeksi.
Pada klien terpasang traksi perlu melakukan latihan, berguna untuk
menjaga kekuatan dan tonus otot, serta memperbaiki peredaran darah. Latihan
dilakukan sesuai kemampuan. Latihan aktif meliputi menarik pegangan di atas
tempat tidur, fleksi dan ekstensi kaki, latihan rentang gerak, dan menahan
beban bagi sendi yang sehat. Pada ekstremitas yang diimbilisasi, lakukan
latihan kuadrisep dan pengesetan gluteal.
Dorong klien untuk melakukan latihan fleksi dan ekstensi pergelangan
kaki dan kontraksi isometrik oto-otot betis, sebnayak 10 kali tiap jam saat
klien terjaga, dapat mengurangi risiko thrombosis vena dalam. Dapat juga
diberikan stoking elastic, alat kompresi, dan terapi antikoagulan untuk
mencegah terbentuknya thrombus.
Pengangkatan pin dapat dilakukan setelah sinar-X menunjukkan
terbentuknya kalus. Pin dipotong sedekat mungkin dengan kulit dan diangkat
oleh dokter kemudian dipasang gips atau bidai untuk melindungi tulang yang
sedang proses penyembuhan.
2.1.4 Manifestasi Klinis

Mekanisme traksi meliputi tidak hanya dorongan traksi sebenarnya


tetapi juga tahanan yang dikenal sebagai kontratraksi, dorongan pada arah
yang berlawanan, diperlukan untuk keefektifan traksi, kontratraksi mencegah
pasien dari jatuh dalam arah dorongan traksi. Tanpa hal itu, spasme otot tidak
dapat menjadi lebih baik dan semua keuntungan traksi hanya menjadi lewat
saja ada dua tipe dari mekanik untuk traksi, dimana menggunakan kontratraksi
dalam dua cara yang berbeda. Yang pertama dikenal dengan traksi keseim-
bangan, juga dikenal sebagai traksi luncur atau berlari. Di sini traksi
diaplikasikan melalui kulit pasien atau dengan metode skeletal. Berat dan
katrol digunakan untuk mengaplikasikan tahanan langsung sementara berat
tubuh pasien dalam kombinasi dengan elevasi dari dorongan tempat tidur

9
traksi untuk menyediakan. Sudut dan arah dorongan traksi bergantung pada
posisi katrol dan jumlah efek katrol sama dengan jumlah dorongan yang
diaplikasikan. Etika dua katrol segaris pada berat traksi yang sama maka
disebut dengan ”Block and tackle effect” hampir menggandakan jumlah dari
tahanan dorongan. Tahanan vector diciptakan dengan mengaplikasikan
tahanan traksi pada dua yang berbeda tetapi tidak berlawanan terhadap sisi
tubuh yang sama. Hasil ini menghasilkan tahanan ganda untuk dorongan
traksi yang actual.
Friksi selalu ada dalam setiap sistem traksi. Friksi memberikan
resistansi terhadap dorongan traksi malah mengurangi tahanan traksi. Hal ini
diperlukan untuk meminimalisir kapanpun dan bagaimanapun kemungkinan
nantinya.
Kita dapat menggunakan traksi :
1) Untuk mendorong tulang fraktur ke dalam tempat memulai, atau
2) Untuk menjaga mereka immobile sedang hingga mereka bersatu, atau
3) Untuk melakukan kedua hal tersebut, satunya diikuti dengan yang lain.
Untuk mengaplikasikan traksi dengan sempurna, kita harus
menemukan jalan untuk mendapatkan tulang pasien yang fraktur dengan
anam, untuk beberapa minggu jika diperlukan.
Ada dua cara untuk melakukan hal tersebut :
1) Memberi pengikat ke kulit
2) Dapat menggunakan Steinmann pin, a Denham pin, atau Kirschner wire
melalui tulangnya (traksi tulang). Tali kemudian digunakan untuk mengikat
pengikatnya, pin atau wire ditaruh melalui katrol, dan dicocokkan dengan
berat. Berat tersebut dapat mendorong pasien keluar dari tempat tidurnya,
sehingga kita biasanya membutuhkan traksi yang berlawanan dengan
meninggikan kaki dari tempat tidurnya. Salah satu dari tujuan utama dari
traksi adalah memperbolehkan pasien untuk melatih ototnya dan
menggerakkan sendinya, jadi pastikan bahwa pasien melakukan hal ini.

10
Traksi membutuhkan waktu untuk diaplikasikan dan diatur, tetapi hal ini
dapat dengan mudah diatur dengan asisten.
2.1.5 Komplikasi

Berdasarkan pengkajian data, komplikasi potensial yang mungkin timbul


meliputi :
1.   Dekubitus
Dekubitus, kulit pasien diperiksa sesering mungkin mengenai tanda
tekanan atau lecet. Perhatian khusus diberikan pada tonjolan tulang. Perlu
diberikan intervensi awal untuk mengurangi tekanan. Perubahan posisi
pasien perlu sering dilakukan dan memakai alat pelindung kulit sangat
membantu. Bila risiko kerusakan kulit sangat tinggi, seperti pada pasien
trauma ganda atau pada pasien lansia yang lemah, perawat harus
berkonsultasi dengan dokter mengenai penggunaan tempat tidur khusus
untuk membantu mencegah kerusakan kullit. Bila telah terbentuk ulkus
akibat tekanan, perawat harus berkonsultasi dengan dokter mengenai
penanganannya.
2.   Kungesti paru dan pneumonia
Kongesti paru/pneumonia. Paru pasien diauskultasi untuk mengetahui
status pernapasannya. Pasien diajari untuk menarik napas dalam dan
batuk-batuk untuk membantu pengembangan penuh paru-paru dan
mengeluarkan skresi paru. Bila riwayat pasien dan data dasar pengkajian
menunjukkan bahwa pasien mempunyai resiko tinggi mengalami
komplikasi respirasi, perawat harus berkonsultasi dengan dokter
mengenai penggunaan terapi khusus. Bila telah terjadi masalah respirasi,
perlu diberikan terapi sesuai resep.
3.   Konstipasi dan Anoreksia
Konstipasi dan anoreksia. Penurunan motilitas gastrointestinal
menyebabkan anorekksia dan konnstipasi. Diet tnggi serat dan tinggi
cairan dapat membantu merangsanng motilitas gaster. Bila telah terjadi

11
konstipasi, perawat dapat berkonsultasi dengan dokter mengenai
penanganannya, yang mungkin meliputi pelunak tinja, laksatif,
supositoria, dan enema. Untuk memmperbaiki nafsu makan pasien, harus
dicatat makanan apa yang disukai pasien dan dimasukkan dalam program
diet, sesuai kebutuhan.
4.   Stasis dan infeksi kemih
Stasis dan infeksi saluran kemih. Pengosongan kandung kemih yang tak
tuntas Karena posisi pasien di tempat tidur dapat mengakibatkan stasis
dan infeksi saluran kemih. Selain itu pasien mungkin merasa bahwa
menggunakan pispot di tempat tidur kurang nyaman dan membatasi
cairan masuk untuk mengurangi frekuensi berkemih. Perawat harus
memantau masukan cairan dan sifat kemih. Perawat harus mengajar
pasien untuk meminum cairan dalam jumlah yang cukup dan berkemih
tiap 2 sampai 3 jam sekali. Bila pasien memperlihatkan tanda dan gejala
infeksi saluran kemih, perawat segera berkonsultasi dengan dokter
mengenai penanganan masalah ini.
5.  Thrombosis vena dalam
Trombosis vena profunda. Stasis vena terjadi akibat imobilitas. Perawat
harus mmengajar pasien untuk malakuka latihan tumit dan kaki dalam
batas terapi traksi secara teratur sepanjang hari untuk mencegah
terjadinya trombosis vena provunda (DVT). Pasien didorong untuk
meminum air untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsenntrasi yang
menyertainya, yang akan mengakibatkan stasis. Perawat memantau
pasien terhadap terjadinya tanda DVT dan melaporkan hasil temuannya
segera mungkin ke dokter untuk evaluasi definitive dan terapi. (Suddarth,
2002)

12
2.1.6 Penatalaksanaan

 Pemeriksaan Foto polos servikal


 Tes diagnostic pertama yang sering dilakukan pada pasien dengan
keluhan nyeri leher. Foto polos sevikal sangat penting untuk mendeteksi
adanya fraktur dan subluksasi pada pasien dengan trauma leher.
 CT Scan
 Pemeriksaan ini dapat memberikan visualisasi yang baik komponen
tulang sevikal dan sangat membantu bila ada fraktur akut.
 MRI
Pemeriksaan ini sudah menjadi metode imajing pilihan untuk daerah
sevikal MRI dapat mendeteksi kelainan ligament maupun discus.MRI
menggunakan medan magnet kuat dan frekuensi radio dan bila
bercampur dengan frekuensi radio yang dilepaskan oleh jaringan tubuh
akan menghasilkan citra MRI yang berguna dalam mendiagnosis tumor,
infrak, dan kelainan pada pembuluh darah. Pada pemeriksaan ini,
penderita tidak terpajan oleh radiasi dan tidak merasa nyeri walaupun
pasien dapat mengeluh klaustrofobia dan suara logam yang mengganggu
selama prosedur ini.
 Elektrokardiografi
 Pemeriksaan ini membantu mengetahui apakah suatu gangguan bersifat
neurogenik atau tidak. Karena pasien dengan spasme otot, atritis juga
mempunyai gejala yang sama. Selain itu juga untuk menentukan level
dari iritasi/ kompresi radiks, membedakan lesi radiks dan lesi saraf
perifer, membedakan adanya iritasi atau kompresi.
2.2 Konsep Keperawatan

2.2.1 Pengkajian Keperawatan

1. Yang perlu di kaji pada klien dengan traksi, yaitu :

13
 Dampak psikologik dan fisilogik masalah moskuloskeletal dengan
terpasang traksi.
 Adanya tanda – tanda disorientasi, kebigungan, dan masalah perilaku
klien akibat terkungkung pada tempat terbatas dalam waktu yang
cukup lama.
 Tingkat ansietas klien dan respon psikologi terhadapa traksi.
 Status neurovaskuler, meliputi suhu, warna, dan pengisian kapiler.
 Integritas kulit.
 System intugumen perlu di kaji adanya ulkus akibat tekanan,
dekubitus.
 System respirasi perlu di kaji adanya kongesti paru, stasis pneumonia.
 System gastrointestinal perlu di kaji adanya konstipasi, kehilangan
nafsu makan (anoreksia).
 System perkemihan perlu di kaji adanya stasis kemih, dan ISK.
 System kardiovaskuler perlu di kaji adanya perubahan dan gangguan
pada kardiovaskuler.
 Adanya nyeri tekan betis, hangat, kemerahan, bengkak, atau tanda
homa positif (tidak nyaman ketika kaki didorsofleksi dengan kuat)
mengarahkan adanya thrombosis vena dalam.

2. Sedangkan pengkajian secara umum pada pasien traksi, meliputi :


 Status neurology.
 Kulit (dekubitus, kerusakan jaringan kulit).
 Fungsi respirasi (frekuensi, regular/ irregular).
 Fungsi gastroinstetinal (konstipasi, dullness).
 Fungsi perkemihan (retensi urin, ISK).
 Fungsi kardiovaskuler (nadi, tekanan darah, perfusi ke daerah traksi,
akral dingin).
 Status nutrisi (anoreksia).

14
 Nyeri.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :


 Kurang pengetahuan mengenai program terapi.
 Ansietas berhubungan dengan status kesehatan dan alat traksi.
 Nyeri berhubungan dengan traksi dan imobilisasi.
 Kurang perawatan diri (makan, hygiene, atau toileting) berhubungan
dengan traksi.
 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan proses penyakit dan
traksi.
 Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pertahanan
primer tidak efektif, pembedahan.
2.2.3 Intervensi Keperawatan

1. Dx. Keperawatan : kurang pengetahuan mengenai program terapi.


Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 x 24 jam,
diharapkan pengetahuan klien mengenai program terapi bertambah.
kriteria hasil : klien mengerti dengan program terapi, klien
menunjukan pemahaman terhadap program terapi (menjelaskan
tujuan traksi, berpartisipasi dalam rencana perawatan.
Intervensi :
1) Diskusikan masalah patologik. R/ membantu perencanaan dasar.
2) Jelaskan alasan pemberian terapi traksi. R/ Agar klien mengetahui
tujuan pemasanngan traksi.
3) Ulangi dan berikan informasi sesering mungkin. R/ membuat
pasien lebih koperatif.
4) Dorong partisipasi aktif klien dalam perawatan. R/ membantu
dalam proses kemandirian pasien.
2. Dx. Keperawatan : Ansientas berhubungan dengan status kesehatan
dan alat traksi.

15
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 x 24 jam,
diharapkan klien menunjukan penurunan ansietas.
Kriteria hasil : klien berpartispasi aktif dalam perawatan,
mengekspresikan perasaan dengan aktif.
Intervensi :
1) Jelaskan prosedur, tujuan, implikasi pemasangan traksi. R/
membantu klien untuk mengerti mengenai regimen terapi.
2) Diskusikan bersama klien tentang apa yang dikerjakan dan mengapa
perlu dilakukan. R/ membantu klien untuk mengerti mengenai
regimen terapi.
3) Lakukan kunjungan yang sering setelah pemasangan traksi. R/
memantau keadaan klien setelah dilakukan pemasangan traksi.
4) Doronng klien mengekspresikan perasaan dan dengarkan dengan
aktif. R/ membantu mengkaji tingkat ansietas klien.
5) Anjurkan keluarga dan kerabat untuk sering berkunjung. R/ support
dan dukungan akan mengurangi ansietas yang dialami klien.
6) Berikan aktivitas pengalih. R/ mengurangi ansietas klien selama
program terapi.
3. Dx. Keperawatan : nyeri berhubungan dengan traksi dan imobilasasi.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 x 24 jam,
diharapkan klien menyebutkan peningkatan kenyamanan.
Kriteria hasil : klien mampu mengubah posisi sendiri sesering
mungkin sesuai kemampuan traksi, klien dapat beristirahat tenang.
Intervensi :
1) Berikan penyangga berupa papan pada tempat tidur dari kasur yang
padat. R/ membantu posisi klien lebih nyaman.
2) Gunakan bantalan kasur khusus. R/ meminimalkan terjadi ulkus.
3) Miringkan dan rubah posisi klien dalam batas – batas traksi. R/
membantu dalam sirkulasi ke area traksi.

16
4) Bebaskan linen tempat tidur dari lipatan dan kelembaban. R/
membantu mencegah terjadi nya dekubitus.
5) Observasi setiap keluhan klien. R/ membantu dalam
mengidentifikasikan terjadinya gangguan komplikasi dan rencana
perawatan selanjutnya.
4. Dx. Keperawatan : kurang perawatan diri (makan, hygiene, atau
toileting) berhubungan dengan traksi.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 x 24 jam,
klien mampu melakukan perawatan diri.
Kriteria hasil : klien hanya memerlukan sedikit bantuan pada saat
makan, mandi, berpakaian, dan toileting.
Intervensi :
1) Bantu klien memenuhi kebutuhannya sehari – hari, seperti makan,
mandi, dan berpakaian. R/ membantu klien dalam ADL.
2) Dekatkan alat bantu disamping klien. R/ memudahkan klien untuk
memenuhi perawatan dirinya secara mandiri.
3) Tingkatkan rutinitas. R/ memaksimalkan kemandirian klien.
5. Dx. Keperawatan : gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
proses penyakit dan traksi.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 x 24 jam,
diharapkan klien menunjukkan mobilitas yang meningkat.
Kriteria hasil : klien melakukan latihan yang di anjurkan.
Menggunakan alat bantu yang aman.
Intervensi :
1) Dorong klien untuk melakukan latihan otot dan sendi yang tidak
diimobilisasi. R/ mencegah terjadinya kaku otot dan sendi.
2) Anjurkan klien untuk mengerakkan secara aktif semua sendi. R/
mencegah terjadinya kaku otot dan sendi.
3) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi. R/ membantu dalam
menentukkan program terapi selanjutnya.

17
4) Pertahankan gaya tarikan dan posisi yang benar. R/ menghindari
komplikasi akibat ketidaksejajaran.
6. Dx. Keperawatan : resiko kerusakan gangguan integritas kulit
berhubungan dengan pertahanan primer tidak efektif, pembedahan.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 x 24 jam,
diharapkan tidak terjadi gangguan  integritas kulit.
Kriteria hasil : tidak ditemukan adanya dekubitus dan nyeri tekan.
Intervensi :
1) Periksa kulit dari adanya tanda tekanan dan lecet. R/ membantu
dalam pemberian intervensi awal untuk mengurangi tekanan.
2) Rubah posisi dengan sering dan memakai alat pelindung kulit
(misalnya pelindung siku). R/ mencegah terjadinya luka tekan dan
sangat membantu perubahan posisi.
3) Konsultasikan penggunaan tempat tidur khusus. R/ mencegah
kerusakan kulit.
4) Bila sudah ada ulkus akibat tekanan, perawat harus konsultasi
dengan dokter atau ahli terapi enterostomal, mengenai
penangananya. R/ membantu dalam intervensi dan penatalaksanaan
lebih lanjut.
(Bare, 2002)

2.2.4 Implementasi Keperawatan

Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang


spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai dimulai setelah rencana tindakan
disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien
mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan
yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi masalah kesehatan klien.

18
Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan,
pencegahan, penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.

2.2.5 Evaluasi Keperawatan

Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan dapat tercapai


tujuan dan kriteria hasil.
1) Klien mengerti dengan program terapi, klien menunjukkan
pemahaman terhadap program terapi (menjelaskan tujuan traksi,
berpartisipasi dalam rencana perawatan.
2) Klien berpartisipasi aktif dalam perawatan, mengekspresikan
perasaan dengan aktif, dan tingkat ansietas klien menurun.
3) Nyeri berkurang, klien mampu mengubah posisi sendiri sesering
mungkin sesuai kemampuan traksi, klien dapat beristirahat nyenyak.
4) Klien memerlukan sedikit bantuan pada saat makan, mandi,
berpakaian dan toileting.
5) Mobilitas klien meningkat, klien melakukan latihan yang dianjurkan,
menggunakan alat bantu yang aman.
6) Tidak ditemukan adanya dekubitus dan nyeri tekan. Kulit tetap utuh,
atau tidak terjadi luka tekan lebih luas. 

19
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk
menangani kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot. Tujuan dari traksi adalah
untuk menangani fraktur, dislokasi atau spasme otot dalam usaha untuk memperbaiki
deformitas dan mempercepat penyembuhan. Ada dua tipe utama traksi : traksi
skeletal dan traksi kulit, dimaa didalam nya terdapat sejumlah penanganan. Prinsip
traksi adalah menarik tahanan yang diaplikasikan pada bagia tubuh, tungkai, pelvis
atau tulang belakang dan menarik tahanan yang diaplikasikan pada arah yang
berlawanan yang disebut dengan counter traksi.
Traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh. Traksi harus
diberikan dengan arah dan besaran yang diinginkan untuk mendapatkan efek
terapeutik. Faktor – faktor yang mengganggu keefektifan tarikan traksi harus di
hilangkan.
Efek traksi yang di pasang harus di evaluasi dengan sinar x dan mungkin
diperlukan penyesuaian. Bila otot dan jaringan lunak sudah rileks, berat yang
digunakan harus diganti untuk memperoleh gaya tarik yang diinginkan.

3.2 Saran
Sebagai mahasiswa keperawatan kita harus mengetahui tentang Traksi, hal ini
ditujukan apabila mahasiswa menemukan kasus Traksi di lingkungannya,
agar mahasiswa dapat melakukan penanganan pada klien dengan Traksi. Selain
itu, rencana asuhan keperawatan pada klien dengan Traksi sangat penting dipelajari
mahasiswa agar mahasiswa dapat membuat rencana asuhan keperawatan tentang
Traksi dan merawat klien jika berhadapan langsung pada klien dengan Traksi.

20
DAFTAR PUSTAKA

Bare, Z. C. (2002). Keperawatan Medical Bedah. Brunner and Suddart.

Rasyad, C. (2007). Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: Edisi Ketiga.

Sjamsuhidajat. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.

Smeltzer. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal. Jakarta: EGC.

Suddarth, B. a. (2002). Buku Ajar Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

21

Anda mungkin juga menyukai