Disusun oleh :
Giska Indah P2.06.20.2.18.050
Hosana Indah P2.06.20.2.18.053
Puteri Adelia N. P2.06.20.2.18.065
Yulia P2.06.20.2.18.080
Tingkat II B
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-NYA kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Keperawatan
Anak. Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas mahasiswa
dalam memahami “Asuhan Keperawatan Pada Anak Down Sindrom”. Isi dari
makalah ini, terdapat uraian dan penjelasan tentang Asuhan Keperawatan Sindrom
Down.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 2
C. Tujuan ........................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Sindrom Down ............................................................................................ 4
B. Etiologi Sindrom Down ................................................................................................ 5
C. Klasifikasi dan Tipe Down Sindrom .......................................................... 6
D. Manifestasi Klinis Sindrom Down ............................................................. 7
E. Patofisiologi Sindrom Down ......................................................................................... 8
F. Komplikasi Penyakit Down Sindrom ........................................................10
G. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Down Sindrom ...................................11
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................................. 20
B. Saran ............................................................................................................................ 20
PENDAHULUAN
A. LatarBelakang
Terdapat satu kejadian sindrom Down per 1.000 kelahiran hingga satu
kejadian per 1.100 kelahiran di seluruh dunia. Setiap tahunnya, sekitar 3.000
hingga 5.000 anak lahir dengan kondisi ini. WHO memperkirakan ada 8 juta
penderita sindrom down di seluruh dunia. (World Health Organization, 2010)
Kecenderungan sindrom down di Indonesia pada anak berusia 24-59
bulan di Indonesia meningkat. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
Kementerian Kesehatan, pada 2010 prevalensi sindrom down sebesar 0,12
persen. Namun, nilai ini meningkat menjadi 0,13 persen pada 2013. Dengan
kata lain, terdapat 0,13 persen anak usia 24-59 bulan di Indonesia yang
menderita sindrom down. Jika dilihat berdasarkan jenis kecacatan, pada 2015,
prevalen sindrom down termasuk cukup tinggi dibandingkan kecacatan
lainnya. Anak yang menderita tuna daksa dan bibir sumbing pada 2015
sebesar 0,08 persen dan penderita tuna runguhanya 0,07 persen dari anak usia
24 sampai 59 bulan. Sedangkan, penderita terbanyak adalah tuna netra yaitu
0,17 persen dari anak berusia 24-59 bulan.
Tahun 2015 dilakukan deskriptif dengan teknik survei. Pengambilan
sempel dengan menggunakan teknik cluster random sampling yaitu
pengambilan sempel berdasarkan pendekatan wilayah, dan wilayah yang
dipilih dalam penelitian ini adalah wilayah priyangan yang terdiri atas Kota
Bandung, Kabupaten Bandung, Bandung barat, Cimahi, Sumedang, Garut,
Tasikmalaya, Ciamis, Pangandaran, dan Banjar. Data didapatkan dari data
sekunder yang dimiliki dinas kesehatan Provinsi Jawa Barat, RSUD wilayah
Priyangan, dan yaysan persatuan orangtua anak dengan down sindrom.
Hasil : sebanyak 459 anak mengalami sindrom down atau sebanyak 0,07%
dari total populasi, terdiri atas 55,89% berjenis kelamin laki-laki dan 45,11%
perempuan. Kesimpulannya prevalensi sindroma down diwilayah priyangan
masih tergolong rendah yaitu 0,07%. (Riskesda, 2010)
B. RumusanMasalah
C. TujuanPenulisan
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Kelainan bawaan sejak lahir yang terjadi pada satu diantara 800-900
bayi. Mongolisma (Down Sindrom) ditandai oleh kelainan jiwa atau cacat
mental mulai dari yang sedang sampai berat. Tetapi hampir semua anak yang
menderita kelainan ini dapat belajar membaca dan merawat dirinya sendiri.
Down Sindrom merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak
terjadi pada manusia. Diperkirakan 20% anak dengan Down Sindrom
dilahirkan oleh ibu yang berusia diatas 35 tahun. Sidrom down merupakan
ccat bawaan yang disebabkan oleh adanya kelebihan kromosom x . Sindrom
ini juga disebut trisomi 21, karena 3 dari 21 kromosom menggantikan yang
normal. 95% kasus sindrom down disebabkan oleh kelebihan kromosom.
(Nanda jilid I , 2015; 207).
Sindrom Down adalah suatu kelainan genetik dibaca sejak bayi lahir,
terjadi ketika saat masa embrio (cikal bakal bayi) disebabkan kesalahan dalam
pembelahan sel yang disebut “nondisjuction” embrio yang biasanya
menghasilkan dua salinan kromosom 21, pada kelainan Sindrom Down
menghasilkan salinan kromosom 21 akibatnya bayi memiliki 47 kromsom
bukan 46 kromosom seperti lazimnya. (Antara fakta dan Harapan Sindrom
Down, 2019; 01).
Dari gambar
diatas terlihat adanya kelainan kromosom berupa 47,XX,+21 pada
wanita dengan sindrom Down (tanda panah).
2. Tipe yang kedua adalah translokasi.
Translokasi adalah suatu keadaan dimana tambahan kromosom
21 melepaskan diri pada saat pembelahan sel dan menempel pada
kromosomyang lainnya. Kromosom 21 ini dapat menempel dengan
kromosom 13, 14, 15,dan 22. Ini terjadi sekitar 3-4% dari
seluruh penderita sindrom Down.Dibeberapa kasus, translokasi
sindrom Down ini dapat diturunkan dari orangtua kepada anaknya.
Gejala yang ditimbulkan dari translokasi ini hampirsama dengan gejala
yang ditimbulkan oleh trisomi 21. (Kelainan Mozaik, 2019)
Sindrom Down dimana jumlah total kromosom dalam sel tetap
46, namun salinan kromosom 21 penuh atau parsial tambahan melekat
pada kromosom lainnya. Sindrom Down jenis ini menyumbang 4% dari
kasus Sindrom Down yang ada. Memiliki lebih banyak karakteristik
Sindrom Down. (Antara fakta dan Harapan Sindrom Down, 2019; 01).
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada anak sindrom down yaitu sebagai berikut
(Nanda, 2015; 208) :
1. Hipotonia
2. Postur pendek
3. Oksiput datar
4. Kepala kecil (brakisefalik)
5. Profil wajah datar
6. Jembatan hidung turun dan hidung kecil
7. Fisura palpebra oblik (kemiringan keatas mata)
8. Bercak brushfield (bercak putih pada iris mata)
9. Telinga rendah
10. Bentuk telinga yang tidak normal
11. Mulut kecil
12. Palatum melengkung
13. Tangan dengan jari lebar dan pendek
14. Lipatan tranversal dalam tunggal pada telapak tangan (lipatan simian)
15. Defek jantung kongenital
16. Leher pendek, dengan kulit berlebihan pada tengkuk
17. Hiperfleksibilitas dan sendi goyah (kemampuan berlebihan untuk
mengesktensi sendi)
18. Displastik falang tengah jari kelima (satu fleksi galur bukan dua)
19. Lipatan epikantus (lipatan kulit kecil pada pusat tangah mata)
20. Jarak berlebihan diantara jari kaki yang besar ke jari yang lain
Karakteristik pada anak sindrom down yaitu sebagai berikut: (Antara fakta
dan Harapan Sindrom Down, 2019; 03)
1. Lemah otot (Muscle Hypotenia)
2. Profil muka yang datar (Flat Facial Profil)
3. Bentuk mata yang keatas (Oblique Palpebral Fissures)
4. Bentuk kuping yang abnormal (Displastic Ear)
5. Satu garis horizontal pada telapak tangan (Simian Crease)
6. Kelenturan yang berlebihan pada persendian (Hyperfleksibility)
7. Jari kelingking (jari kecil) hanya ada satu sendi (Displastic Midle
Phalanx of the Five Fingers)
8. Lipatan pada dalam ujung mata (Epicanthal Volds)
9. Jarak yang berlebihan antara jempol kaki dan jari telunjuk kaki
(Exessiv Space Between Large and Second Thoe)
10. Lidah besar yang tidak sebanding dengan mulutnya (Enlargement of
Thongue)
E. Patofisologi
Semua individu dengan sindrom down memiliki tiga salinan kromosom
21, sekitar 95% memiliki salinan kromosom 21 saja. Sekitar 1% individu
bersifat mosaic dengan beberapa sel normal. Sekitar 4% penderita sindrom
down mengalami translokasi pada kromosom 21. Kebanyakan translokasi
yang mengakibatkan sindrom down merupakan gabungan pada sentromer
antara kromosom 13,14,15. Jika suatu translokasi berhasil diidentifikasi,
pemeriksaan pada orang tua harus dilakukan untuk mengidentifikasi individu
normal dengan resiko tinggi mendapatkan anak abnormal 1.
Kromosom 21 yang lebih akan memberi efek ke semua sistem organ dan
menyebabkan perubahan sekuensi spektum fenotip. Hal ini dapat
menyebabkan komplikasi yang mengancam nyawa, dan perubahan proses
hidup yang signifikan secara klinis. Sindrom down akan menurunkan survival
prenatal dan meningkatkan mordibitas prenatal dan postnatal. Anak-anak yang
terkena biasanya mengalami keterlambatan pertumbuhan fisik, maturasi,
pertumbuhan tulang dan pertumbuhan gigi yang lambat. Lokus 21q22.3 pada
proksimal lebihan kromosom 21 memberikan tampilan fisik yang tipikal
seperti retardasi mental, struktur fasial yang khas, anomali pada ekstermitas
atas, dan penyakit jantung kongenital. Hasil analisis molekular menunjukan
regio 21q.22.1-q22.3 pada kromosom 21 bertanggung jawab menimbulkan
penyakit jantung kongenital pada penderita sindrom down. Sementara gen
yang baru lahir dikenal, yaitu DSCRI yang diidentifikasi pada regio 21q22.1-
q22.2 adalah sangat terekspresi pada otak dan jantung dan menjadi penyebab
utama retardasi mental dan defek jantung (Mayo Clinic Internal Medicine
review, 2008).
Abnormalitas fungsi fisiologis dapat mempengaruhi metabolisme
thiroid dan malabsorpsi intestinal. Infeksi yang sering terjadi dikatakan akibat
dari respons sistem imun yang lemah dan meningkatnya insidensi terjadi
kondisi autoimun, termasuk hipothiroidism dan juga penyakit Hashimoto.
Penderita dengan down sindrom seringkali menderita hipersensitivitas
terhadap proses fisiologis tubuh, seperti hipersensitivitas terhadap pilocarpine
dan respons lain yang abnormal. Sebagai contoh anak-anak dengan sindrom
down yang menderita leukemia sangat sensitif terhadap methotrexate.
Menurunnya buffer proses metabolik menjadi faktor predisposisi terjadinya
hiperurisemia dan meningkatnya resistensi terhadap insulin. Ini adalah
penyebab peningkatan kasus Diabetes Mellitus pada penderita sindrom down
(Cincinnati Children’s Hospital Medical Center, 2006).
Anak-anak yang menderita sindrom down lebih rentan menderita
leukemia, seperti Transient Myeleproliferative Disorder dan Acute
Megakaryocytic Leukemia. Hampir keseluruhan anak yang menderita sindrom
down yang mendapat leukemia terjadi akibat mutasi hematopoietic
transcription factor gene yaitu GATA1. Leukemia pada anak-anak dengan
sindrom down terjadi akibat mutasi yaitu trisomi 21, mutasi GATA1, dan
mutasi ketiga yang berupa proses perubahan genetik yang belum diketahui
pasti (Lange BJ, 1998).
Pathway
Faktor penyebab :
Abnormalitas kromosom
Genetik, Umur,
(kelebihan kromosom X)
Radiasi, Infeksi,
Toksik
Translokasi kromosom
Trismi 21 reguler Mozaic
21
Sindrom Down
Kesulitan
pemberian
makanan
Fisura palpebra
oblik (kemiringan
keatas mata) Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
Bercak brushfield
kebutuhan tubuh
(bercak putih pada
iris mata)
Lipatan pada
dalam ujung mata Penyakit kongenital
Hipotiroidisme Leukimia
kongenital kongenital
Mobilitas kongenital
Risiko tinggi
infeksi
F. Komplikasi Penyakit Down Sindrom
Anak sindrom down kemungkinan akan mengalami komplikasi
sebagai berikut :
1. Gangguan sistem pencernaan
Pada sistem pencernaan dapat ditemui kelainan berupa sumbatan
pada esofagus (esophageal atresia) atau duodenum (duodenal atresia).
Saluran esofagus yang tidak terbuka (atresia) ataupun tiada saluran
sama sekali di bagian tertentu esofagus. Saluran usus kecil duodenum
yang tidak terbuka penyempitan yang dinamakan “Hirshprung Disease”.
Keadaan ini disebabkan sistem saraf yang tidak normal di bagian rektum.
2. Gangguan Tiroid
Gangguan pendengaran akibat infeksi telinga berulang dan otitis
serosa. Usia 30 tahun menderita demensia (hilang ingatan, penurunan
kecerdasan dan perubahan kepribadian). Penderita down syndrome sering
mengalami gangguan pada beberapa organ tubuh seperti hidung, kulit
dan saluran cerna yang berkaitan dengan alergi.
3. Gangguan Hematologi
Anak penderita sindrom Down mempunyai risiko tinggi mendapat
Leukemia, diperkirakan 10% bayi yang lahir dengan sindrom Down
akan mendapat klon preleukemic, yang berasal dari progenitor
myeloid pada hati yang mempunyai karekter mutasi pada GATA1, yang
terlokalisir pada kromosom X. Mutasi pada faktor transkripsi ini dirujuk
sebagai Transient Leukemia, Transient Myeloproliferative Disease (TMD)
atau Transient Abnormal Myelopoiesis (TAM). (Lanzkowsky, 2005).
G. Penatalaksanaan Medis
Adapun jenis-jenis terapi pada anak down syndrome yaitu sebabgai berikut.
1. Terapi Fisik (Physio Theraphy)
Terapi ini biasanya diperlukan pertama kali bagi anak down
syndrome. Dikarenakan mereka mempunyai otot tubuh yang lemas,
terapi ini diberikan agar anak dapat berjalan dengan cara yang benar.
2. Terapi Wicara
Terapi ini perlukan untuk anak down syndrome yang mengalami
keterlambatan bicara dan pemahaman kosakata.
3. Terapi Okupasi
Terapi ini diberikan untuk melatih anak dalam hal kemandirian,
kognitif/pemahaman, kemampuan sensorik dan motoriknya. Kemandirian
diberikan kerena pada dasarnya anak down syndrome tergantung pada
orang lain atau bahkan terlalu acuh sehingga beraktifitas tanpa ada
komunikasi dan tidak memperdulikan orang lain. Terapi ini membantu
anak mengembangkan kekuatan dan koordinasi dengan atau tanpa
menggunakan alat.
4. Terapi Remedial
Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan
kemampuan akademis dan yang dijadikan acuan terapi ini adalah
bahan-bahan pelajaran dari sekolah biasa.
5. Terapi Sensori Integrasi
Sensori Integrasi adalah ketidakmampuan mengolah
rangsangan/sensori yang diterima. Terapi ini diberikan bagi anak down
syndrome yang mengalami gangguan integrasi sensori misalnya
pengendalian sikap tubuh, motorik kasar, motorik halus dll. Dengan
terapi ini anak diajarkan melakukan aktivitas dengan terarah sehingga
kemampuan otak akan meningkat.
6. Terapi Tingkah Laku (Behaviour Theraphy)
Mengajarkan anak down syndrome yang sudah berusia lebih
besar agar memahami tingkah laku yang sesuai dan yang tidak sesuai
dengan norma-norma dan aturan yang berlaku di masyarakat.
7. Terapi Akupuntur
Terapi ini dilakukan dengan cara menusuk titik persarafan pada
bagian tubuh tertentu dengan jarum. Titik syaraf yang ditusuk
disesuaikan dengan kondisi sang anak.
8. Terapi Musik
Terapi musik adalah anak dikenalkan nada, bunyi-bunyian, dll.
Anak-anak sangat senang dengan musik maka kegiatan ini akan sangat
menyenangkan bagi mereka dengan begitu stimulasi dan daya
konsentrasi anak akan meningkat dan mengakibatkan fungsi tubuhnya
yang lain juga membaik
9. Terapi Lumba-Lumba
Terapi ini biasanya dipakai bagi anak Autis tapi hasil yang
sangat mengembirakan bagi mereka bisa dicoba untuk anak down
syndrome. Sel-sel saraf otak yang awalnya tegang akan menjadi
relaks ketika mendengar suara lumba-lumba.
10. Terapi Craniosacral
Terapi dengan sentuhan tangan dengan tekanan yang ringan
pada syaraf pusat. Dengan terapi ini anak down syndrome diperbaiki
metabolisme tubuhnya sehingga daya tahan tubuh lebih meningkat.
H. Pemeriksaan Penunjang
Terdapat dua tipe uji yang dapat dilakukan untuk mendeteksi bayi
sindrom down. Yaitu pertama uji skrining yang terdiri dari pada blood test
dan/atau sonogram dan yang kedua adalah uji diagnostik yang dapat memberi
hasil pasti apakah bayi yang dikandung menderita sindrom Down atau
tidak (American College of Nurse-Midwives, 2005).
1. Uji skrining/blood test/uji sonogram
Uji sonogram, tehnik pemeriksaan yang digunakan adalah Nuchal
Translucency (NT test). Ujian ini dilakukan pada minggu 11–14
kehamilan. Apa yang diuji adalah jumlah cairan di bawah kulit pada
belakang leher janin. Tujuh dari pada sepuluh bayi dengan sindrom Down
dapat dikenal pasti dengan tehnik ini (American College of Nurse
Midwives, 2005).
Hasil ujian sonogram akan dibandingkan dengan uji darah. Pada
darah ibu hamil yang disuspek bayinya sindrom Down, apa yang
diperhatikan adalah plasma protein-A dan hormon human chorionic
gonadotropin (HCG). Hasil yang tidak normal menjadi indikasi
bahwa mungkin adanya kelainan pada bayi yang dikandung. (Mayo
Foundation for Medical Education and Research (MFMER), 2011).
2. Uji Diagnostik
Terdapat beberapa uji diagnostik yang boleh dilakukan untuk
mendeteksi sindrom Down.
a. Amniocentesis dilakukan dengan mengambil sampel air ketuban
yang kemudiannya diuji untuk menganalisa kromosom janin.
Kaedah ini dilakukan pada kehamilan di atas 15 minggu.
Risiko keguguran adalah 1 per 200 kehamilan.
b. Chorionic villus sampling (CVS) dilakukan dengan mengambil
sampel sel dari plasenta. Sampel tersebut akan diuji untuk
melihat kromosom janin. Tehnik ini dilakukan pada kehamilan
minggu kesembilan hingga 14. Resiko keguguran adalah 1 per 100
kehamilan.
c. Percutaneous umbilical blood sampling (PUBS) adalah tehnik di
mana darah dari umbilikus diambil dan diuji untuk melihat
kromosom janin. Tehnik dilakukan pada kehamilan diatas 18
minggu. Tes ini dilakukan sekiranya tehnik lain tidak berhasil
memberikan hasil yang jelas. Resiko keguguran adalah lebih
tinggi (Mayo Foundation for Medical Education and Research
(MFMER), 2011).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a) Lakukan pengkajian Fisik
1. Kepala
- Sutura sagitalis yang terpisah
- Funtanela palsu
2. Mata
- Fisura palpebralis yang miring
- Terdapat bercak brushfield
- Terdapat lekukan epikantus
- Jarak pupil yang lebar
3. Telinga
- Ukuran telinga yang abnormal
- Letak telinga yang abnormal
4. Mulut
- Mulut terbuka
- Lidah terjulur
- Bentuk palatum jaringan sekitar leher
5. Leher
- Peningkatan jaringan sekitar leher
6. Ekstermitas 33
- Jarak yang lebar antara jari kaki ke 1 dan jari ke 2
- Plantar clase jari ke 1 ke 2
- Hiperleksibilitas
- Kelemahan otot
- Hipotomia
- Tangan yang pendek dan leher leber
Hardhi, Kusuma dan Amin Huda Nurarif. 2015. “Aplikasi Asuhan Keperawatan
berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC”. Yogjakarta: Mediaction
Yogja.
Kyle, Terry. 2014. “Buku Ajar Keperawatan Pediatri”. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC
Rashid, Umar Syahmi bin Mohd. 2009. “Journal Sindroma Down”. Jakarta:
Fakultas Kedokteran UKRIDA.
Wong, Donna L. 2008. “Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6”. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Badi’ah, Atik dan Eko Suryani. 2017. “Asuhan Keperawatan Anak Sehat dan Anak
Berkebutuhan Khusus”. Yogyakarta : Pustaka Baru Press
Wardah. 2019. “Antara Fakta dan Harapan Sindrom Down”. Jakarta Selatan.
Kementrian Kesehatan RI.