Anda di halaman 1dari 5

KERANGKA ACUAN

PROGRAM FILARIASIS

I. LATAR BELAKANG

Filariasis ( Penyakit Kaki Gajah) adalah penyakit menular yang mengenai saluran dan
kelenjar limfe disebabkan oleh cacing filarial dan ditularkan oleh nyamuk. Penyakit
ini bersifat kronis dan bila tidak diobati, dapat menimbulkan cacat menetap, berupa
pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin pada perempuan maupun laki-laki.
Akibatnya penderita tidak dapat bekerja secara optimal bahkan hidupnya tergantung
kepada orang lain sehingga menjadi beban masyarakat. Data WHO menunjukkan
bahwa didunia terdapat 1,3 miliar penduduk yang berada dinegara berisiko tertular
filariasis, dan lebih dari 60 % negara-negara tersebut berada di Asia Tenggara.
Dengan berbagai akibat tersebut, saat ini penyakit kaki gajah telah menjadi salah satu
penyakit yang diprioritaskan untuk dieliminasi.Telah disusun rencana aksi Nasional 
yang sistematis untuk menanggulangi hal tersebut yaitu dengan menetapkan dua pilar
kegiatan yang akan ditempuh yaitu memutuskan mata rantai penularan dengan
Pemberian Obat Massal Pencegahan Filariasis (POMP filariasis) di daerah en demis
dengan menggunakan Diethyl Carbamazine (DEC)6 mg/kg berat badan yang
dikombinasikan dengan albendazole 400 mg sekali setahun dan dilakukan minimal 5
tahun 
berturut turut . Setelah 5 tahun menjalani pengobatan masal filariasis maka dilakukan
evaluasi microfilaria dalam darah melalui survey darah jari (SDJ) dan Transmission
Assesment Surveys(TAS)pada anak sekolah, sedangkan untuk kasus klinis dilakukan
perawatan kasus akut maupun kasus klinis kronis .  Penyakit kaki gajah mulai ramai
diberitakan sejak akhir tahun 2009, akibat terjadinya kematian pada beberapa orang.
Sebenarnya penyakit ini sudah mulai dikenal sejak tahun 1500 oleh masyarakat, dan
mulai diselidiki lebih mendalam ditahun 1800 untuk mengetahui penyebaran, gejala
serta upaya mengatasinya. Baru tahun 1970 obat yang lebih tepat untuk mengobti
filarial ditemukan.
Di Indonesia filariasis telah tersebar luar hampir di semua provinsi, berdasarkan
laporan  survey pada tahun 2000 tercatat sebanyak 6500 kasus kronis di 1553  desa 
pada 231 kabupaten di 26 Provinsi. Pada tahun 2005 kasus kronis dilaporkan
sebanyak 10273 orang yang tersebar di 373 Kabupaten / Kota di 33
Provinsi. Filariasis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh cacing filaria
yang ditularkan melalui berbagai jenis nyamuk.
Terdapat tiga spesies cacing penyebab Filariasis yaitu: Wuchereria bancrofti; Brugia
malayi; Brugia timori. Semua spesies tersebut terdapat di Indonesia, namun lebih dari
70% kasus filariasis di Indonesia disebabkan oleh Brugia malayi. Cacing tersebut
hidup di kelenjar dan saluran getah bening sehingga menyebabkan kerusakan pada
sistem limfatik yang dapat menimbulkan gejala akut dan kronis. Gejala akut berupa
peradangan kelenjar dan saluran getah bening (adenolimfangitis) terutama di daerah
pangkal paha dan ketiak tapi dapat pula di daerah lain. Gejala kronis terjadi akibat
penyumbatan aliran limfe terutama di daerah yang sama dengan terjadinya
peradangan dan menimbulkan gejala seperti kaki gajah (elephantiasis), dan hidrokel.
Berdasarkan laporan dari kabupaten/kota, jumlah kasus kronis filariasis yang
dilaporkan sampai tahun 2009 sudah sebanyak 11.914 kasus.
Saat ini, diperkirakan larva cacing tersebut telah menginfeksi lebih dari 700 juta orang
di seluruh dunia, dimana 60 juta orang diantaranya (64%) terdapat di regional Asia
Tenggara. (WHO, 2009). Di Asia Tenggara, terdapat 11 negara yang endemis
terhadap filariasis dan salah satu diantaranya adalah Indonesia. Indonesia merupakan
salah satu negara di Asia Tenggara dengan jumlah penduduk terbanyak dan wilayah
yang luas namun memiliki masalah filariasis yang kompleks. Di Indonesia, ke tiga
jenis cacing filaria (W. Brancrofti, B malayi dan B timori) dapat ditemukan. (WHO,
2009) .
Filariasis dapat ditularkan oleh seluruh jenis spesies nyamuk. Di Indonesia
diperkirakan terdapat lebih dari 23 spesies vektor nyamuk penular filariasis yang
terdiri dari genus Anopheles, Aedes, Culex, Mansonia, dan Armigeres. Untuk
menimbulkan gejala klinis penyakit filariasis diperlukan beberapa kali gigitan nyamuk
terinfeksi filaria dalam waktu yang lama.
Orang yang terinfeksi mikrofilaria akibat adanya larva cacing ini di dalam tubuhnya,
tidak selalu menimbukan gejala. Gejala yang timbul biasanya diakibatkan oleh larva
cacing yang merusak kelenjar getah bening sehingga mengakibatkan tersumbatnya
aliran pembuluh limfa. Gejala yang timbul biasanya berupa pembengkakan (edema) di
daerah tertentu (pada aliran pembuluh limfa di dalam tubuh manusia). Gejala ini dapat
berupa pembesaran tungkai/kaki (kaki gajah) atau lengan dan pembesaran
skrotum/vagina yang pembengkakan(edema)nya bersifat permanen.
Penyakit filariasis bersifat menahun (kronis) dan jarang menimbulkan kematian pada
penderitanya. Namun, bila penderita tidak mendapatkan pengobatan, penyakit ini
dapat menimbulkan cacat menetap pada bagian yang mengalami pembengkakan
(seperti: kaki, lengan dan alat kelamin) baik pada penderita laki-laki maupun
perempuan.
            Filariasis menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia sesuai dengan
resolusi World Health Assembly (WHA) pada tahun 1997. Program eleminasi
filariasis di dunia dimulai berdasarkan deklarasi WHO tahun 2000. di Indonesia
program eliminasi filariasis dimulai pada tahun 2002. Untuk mencapai eliminasi, di
Indonesia ditetapkan dua pilar yang akan dilaksanakan yaitu: 1).Memutuskan rantai
penularan dengan pemberian obat massal pencegahan filariasis (POMP filariasis) di
daerah endemis; dan 2).Mencegah dan membatasi kecacatan karena filariasis.

II. TUJUAN
a. Tujuan Umum
Terselenggaranya kegiatan Transmission Assesment Survey Filariasis

b. Tujuan khusus

1) Meningkatkan kemampuan petugas puskesmas dalam pelaksanan


eliminasi filariasis.
2) Meningkatkan kesiapan masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan
pencegahan penyakit filariasis.
3) Membuat acuan untuk keseragaman pelaksanaan eliminasi filariasis
di puskesmas
4) Terlaksananya Kegiatan TAS

III. SASARAN
Anak usia 6 – 12 tahun, dan suspek Filariasis.

IV. PELAKSANAAN KEGIATAN


A. Kabupaten
1. Kepala Dinas Kesehatan (Koordinator)
2. Kepala Bidang P2P
3. Kepala Seksi P2PM
4. Pengelola Program Malaria Kabupaten
B. Puskesmas
5. Kepala Puskesmas
6. Pengelola Program Puskesmas

V. METODE
A. Sosialisasi
B. Survei Darah Jari

VI. LINTAS PROGRAM YANG TERLIBAT


1. Petugas Filariasis
2. Dokter Puskesmas
3. Bidan Desa
4. Kader Filariasis

LINTAS SEKTOR YANG TERLIBAT


1. Kecamatam
2. Kepala Desa
3. Tokoh Agama
4. Tokoh Masyarakat
5. Kader
VII. PENUTUP
Demikian Kerangka Acuan Kegiatan (KAK) Program Filariasis, untuk menjadi acuan
pelaksanan kegiatan.

Kuala Tungkal, Agustus 2019


Pengelola Program

Evi Susanti
NIP. 19750427 199703 2 001

Anda mungkin juga menyukai