Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM II

AJARAN ISLAM DALAM UPAYA KURATIF

NAMA ANGGOTA
KELOMPOK 5 :

Sabilatur Rosyadah 101811133002 Nur Alifia Hera.p 101811133033


Lailatul Hasanah 101811133004 Ana Fitrotul Laili 101811133049
Imas Elva 101811133011 Shofi Nilam Sari 101811133054
Dhanti Prima Dana 101811133015 Aisyah Amini 101811133065
Ari Setiawan 101811133024 Nurul Dewi Oktavia 101811133071
Rizky Novita A. 101811133025 Bella Dwi Saputri 101811133078
M. Arju Ilmi A. 101811133029

KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
anugerah-Nya sehingga makalah Agama Islam II dengan judul " Ajaran Islam dalam
Upaya Kuratif " dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini kami ucapkan terima kasih
sebanyak-banyaknya kepada Bapak M. Farid Dimyati Lusno, dr.MKL selaku dosen
mata kuliah agama islam II. Selain itu kami juga mengucapkan terimakasih kepada :
1. Orang tua yang selalu mendoakan dan mendukung perkuliahan kami selama ini.

2. Teman-teman sekelompok yang telah bekerja sama menyelesaikan tugas


makalah ini.

3. Semua pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan anugerah serta balasan pahala atas
segala yang telah diberikan oleh pihak yang telah membantu selama proses pengerjaan
makalah. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami sendiri dan orang lain.

Surabaya, 24 Februari 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................2

1.3 Tujuan......................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................4

2.1 Pengertian Pengobatan dalam Islam........................................................................4

2.2 Hubungan antara Sakit, Obat, dan Pengobatan dalam Islam...................................6

2.3 Prinsip Pengobatan dalam Islam..............................................................................8

2.4 Petunjuk Al-Qur’an dan Al-Hadist tentang pengobatan........................................10

2.5 Metode Pengobatan Para Nabi Dan Rosul............................................................14

2.6 Pengobatan modern menurut pandangan Islam.....................................................22

2.7 Pengobatan yang dilarang dalam Islam.................................................................25

2.8 Cara membedakan pengobatan syar’I dan tidak....................................................35

BAB III PENUTUP.........................................................................................................37

3.1 Kesimpulan............................................................................................................37

3.2 Saran......................................................................................................................38

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................38

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak 15 abad yang lalu, Nabi Muhammad SAW berdasarkan reformasi
yang dibawa melalui Risalah Islamiyyahnya, berkaitan dengan hidup dan
kehidupan manusia adalah terwujudnya suatu eksistensi kebahagiaan,
keselamatan, kesuksesan dan kenyamanan hidup di dunia dan di akhirat.
Sehat jiwa (sehat rohaniyah) yang terdapat pada hati dan sanubari dari setiap
umat manusia akan tetap terjaga untuk selalu tunduk di hadapan Allah SWT,
melalui sholat lima waktu. Selain itu, sikap yang selalu dilandasi bahwa “La
ilaha illallah” (Tiada Tuhan yang wajib disembah kecuali Allah) akan
mengusir dan mengantisipasi setiap penyakit ruhaniyyah, seperti sombong,
dengki, dendam, memikirkan diri sendiri, dan beberapa penyakit yang
tergolong berbahaya, yaitu munafik, kafir, dan musyrik.
Selain itu, sehat jasmaniah juga sangat penting untuk dijaga. Dengan
memiliki sehat jasmani, seorang hamba Allah mampu melakukan aktivitas
dan perbuatannya sesuai dengan aturan-aturan dan norma hukum islam secara
ikhlas, tanggung jawab dan penuh dengan kesadaran. Oleh karena itu, apabila
seseorang mengalami sakit pada jasmaninya, mereka dihimbau untuk
melakukan suatu perbuatan (mengobatinya) namun sesuai dengan ajaran atau
syariat Islam yang berlaku. Sehat jasmani dan rohani merupakan nikmat
Allah yang sangat luar biasa yang dikaruniakan kepada setiap hamba-Nya
secara cuma-cuma.Namun, nikmat inilah yang sering kali dilupakan dan
diabaikan oleh manusia karena kesombongan dari manusia itu sendiri.Baru
ketika seseorang tersebut jatuh sakit, rasa ingat kepada Allah pun mulai
muncul, berharap untuk segera diberikan kesembuhan seperti sedia kala.Sakit
pada dasarnya dapat dimaknai sebagai suatu hikmah dan bahan untuk
evaluasi diri bahwa siapapun dapat mengalami kondisi yang tidak
berdaya.Sehingga, sakit ini merupakan ujian sekaligus hikmah bahwa Allah
menunjukkan kuasa-Nya, Allah-lah tempat manusia meminta dan memohon
pertolongan.
Oleh karena itu, persoalan kesehatan dan menjaga kesehatan adalah hal
yang penting di dalam ajaran Islam.Terganggunya persoalan kesehatan
membuat seseorang tidak dapat berbuat maksimal dalam menjalankan
kewajiban dan tugas- tugas kemanusiaannya.Penyakit yang terkandung dalam
tubuh seseorang dapat mempengaruhi organ syarat, pikiran dan
perasaan.Maka dari itu penguatan tubuh sangat diperlukan dalam menunjang
aktivitas keseharian seseorang. Sehingga mempelajari ilmu dan metode yang
berkaitan dengan kesehatan dirasakan sangat perlu untuk membahasnya
menurut pandangan Al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad saw. serta
mencontoh apa yang telah dipraktekkan pada masa Rasulullah saw. hal ini
sesuai dengan hadis Nabi saw. “Setiap penyakit ada obatnya, jika obat dari
suatu penyakit itu tepat, ia akan sembuh dengan izin Allah sw. (HR.
Muslim)”.Begitu pula Imam Syafi’i berkata: “Jenis ilmu itu ada dua, yakni
ilmu fiqh untuk urusan agama dan ilmu kedokteran untuk urusan jasmani
manusia, ilmu selain kedua hal itu hanyalah bekal pergi ke perkumpulan.”

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian dari pengobatan dalam islam ?


2. Bagaimanakah Hubungan antara sakit,obat, dan pengobatan dalam islam ?
3. Bagaimanakah Prinsip pengobatan dalam islam ?
4. Apakah ada petunjuk Di Al-Quran serta Hadist tentang pengobatan islam?
5. Bagaimanakah metode pengobatan menurut para nabi ?
6. Bagaimanakah pandangan islam dalam metode pengobatan tradisional dan
pengobatan modern ?
7. Pengobatan seperti apakah yang dilarang dalam islam ?
8. Bagaimna cara membedakan pengobatan syar’i dan tidak sya’i dalam
islam ?

1. 3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari pengobatan dalam islam.


2. Untuk mengetahui Hubungan antara sakit,obat, dan pengobatan dalam
islam.
3. Untuk mengetahui Prinsip pengobatan dalam islam.
4. Untuk mengetahui ada atau tidaknya petunjuk Di Al-Quran serta Hadist
tentang pengobatan islam.
5. Untuk mengetahui Metode pengobatan menurut para nabi.
6. Untuk mengetahui pandangan islam dalam metode pengobatan tradisional
dan pengobatan modern.
7. Untuk mengetahui Pengobatan yang terlarang menurut ajaran agama
islam.
8. Untuk mengetahui membedakan pengobatan syar’i dan tidak sya’i dalam
islam.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pengobatan dalam Islam

Islam adalah agama yang kaya. Khazanahnya mencakup segenap aspek


kehidupan manusia, termasuk di antaranya masalah kesehatan dan
pengobatan. Ilmu pengobatan islam sebenarnya tidak kalah dengan ilmu
pengobatan barat. Contohnya, Ibnu sina seorang muslim yang menjadi pionir
ilmu kedokteran modern. Ilmu pengobatan islam bertumpu pada cara-cara
alami dan metode ilahiah. Yang sebenarnya sangat bermanfaat bagi seorang
muslim dalam menjaga kesehatan dan mengobati penyakitnya. Islam sebagai
sebuah ajaran tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi
juga juga mengatur bagaimana hubungan manusia dengan sesama manusia
yang mencakup pelbagai aspek kehidupan yang termasuk di dalamnya
permasalahan kesehatan. Dalam doktrin Islam, menjaga kesehatan lebih baik
daripada menanggulangi penyakit.

Pengobatan adalah suatu kebudayaan untuk menyelamatkan diri dari dari


penyakit yang mengganggu hidup. Kebudayaan tidak saja dipengaruhi oleh
lingkungan, tetapi juga oleh kepercayaan dan keyakinan, karena manusia
telah merasa di alam ini ada sesuatu yang lebih kuat dari dia, baik yang dapat
dirasakan oleh pancaindera maupaun yang tidak dapat dirasakan dan bersifat
ghaib. Pengobatan ini pun tidak lepas dari pengaruh kepercayaan atau agama
yang di anut manusia. Secara umum di dalam dunia pengobatan dikenal
istilah medis dan non medis. Para ahli berbeda pendapat tentang penjelasan
batasan istilah medis dan definisinya secara terminologis menjadi 3 pendapat,
yaitu :

1. Pendapat pertama
Medis atau kedokteran adalah ilmu untuk mengetahui berbagai kondisi
tubuh manusia dari segi kesehatan dan penyakit yang menimpanya.
Pendapat ini di nisbat kan oleh para dokter klasik dan Ibnu Rusyd Al-
hafidz.
2. Pendapat kedua
Medis atau kedokteran adalah ilmu tentang berbagai kondisi tubuh
manusia untuk menjaga kesehatan yang telah ada dan mengembalikannya
dari kondisi sakit.
3. Pendapat ketiga
Ilmu pengetahuan tentang kondisi-kondisi tubuh manusia, dari segi
kondisi sehat dan kondisi menurunnya kesehatan untuk menjaga kesehatan
yang telah ada dan mengembalikannya kepada kondisi sehat ketika kondisi
nya tidak sehat. Ini adalah pendapat Ibnu sina.
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pengobatan medis
sebagai suatu kebudayaan untuk menyelamatkan diri dari penyakit yang
menggaggu hidup manusia di dasar kan kepada ilmu yang di ketahui dengan
kondisi tubuh manusia, dari segi kondisi sehat dan kondisi menurunnya
kesehatan, untuk menjaga kesehatan yang telah ada dan mengembalikannya
ketika kondisi tidak sehat. Pengobatan medis sendiri dalam sejarah manusia
merupakan hasil proses panjang yang di awali secara tradisional hingga
menjadi modern seperti sekarang.
Selain pengobatan medis ada istilah ilmu kedokteran islam yang erat
kaitannya dengan pengobatan dalam pandangan islam. Ilmu kedokteran Islam
didefinisikan sebagai ilmu pengobatan yang model dasar, konsep, nilai, dan
prosedur- prosedurnya sesuai atau tidak berlawanan dengan Alquran dan
Assunnah.Prosedur medis atau alat pengobatan yang digunakan tidak spesifik
pada tempat atau waktu tertentu.Ilmu kedokteran Islam itu universal,
mencakup semua aspek, fleksibel, dan mengijinkan pertumbuhan serta
perkembangan berbagai metode investigasi dan pengobatan penyakit.
Definisi tersebut memerlukan perubahan dasar dari sistem pengobatan.
Dengan demikian, ilmu kedokteran Islam merupakan hasil sebuah kritik
Islami dan reformulasi paradigma dasar, metodologi penelitian, pembelajaran,
dan pelatihan ilmu kedokteran. Proses perubahan konseptual ini juga
memerlukan Islamisasi ilmu kedokteran. Hasil akhir dari proses Islamisasi
tidak akan menjadi system pengobatan, perawatan, atau prosedur bagi umat
Muslim saja tetapi juga bagi seluruh umat manusia karena Islam merupakan
sebuah tata nilai yang universal dan objektif. Islamisasi bukan berarti ilmu
pengobatan keagamaan, kedaerahan, atau yang lebih sempit tetapi
membuatnya luar biasa bagi seluruh umat manusia.
Proses Islamisasi meliputi semua sistem ilmu kedokteran, tetapi lebih
diprioritaskan pada ilmu kedokteran barat karena sudah mendominasi. Oleh
karena itu harus dimulai dengan pemeriksaan kritis dan menyusun ulang
metodologi penelitian. Ilmu pengetahuan dihasilkan oleh penelitian dan
manusia harusnya berada dalam posisi menghasilkan, bukan menggunakan
hasil proses ilmu pengetahuan.
2.2 Hubungan antara Sakit, Obat, dan Pengobatan dalam Islam

Sakit/penyakit itu bisa menjadi sebuah hikmah, sebuah ujian/test dan


cobaan (imtihan wa ibtilaan) bagi siapapun hamba-Nya, untuk menjadikan
sakit itu sebagai sebuah hikmah untuk lebih diposisikan Allah SWT sebagai
tempat meminta, bermunajat, dan tempat mengajukan berbagai keluhan dan
problem, sehingga melalui sakit, Allah SWT akan mendengar rintihan dan
manja sosok seorang hamba-Nya. Penyakit menjadi hikmah tersendiri, bagi
dunia ketabiban dan kedokteran dengan hadirnya rumah sakit dan juga
farmasi yang berkait dengan obat-obatan. Para ulama Islam, semisal Ibnu
Sina (Avicena), dan Ibn Rusyd (Averoes) dengan menulis kitab Al-
kulliyyatnya yang mengurai tentang obat dan pengobatan berdasarkan pesan
teks ayat Alquran dan Hadist Nabi, serta praktek Rasulullah dalam bentuk
Thibbun-nabawi. Sehingga konsep dan penemuan para ulama Islam,
khususnya Ibn Rusyd ini menjadi bahan dan cikal bakal pengembangan
dunia kedokteran di Eropa dan dunia modern kini.

Thibbun Nabawi mengacu pada kata dan tindakan Rasul yang terkait
dengan usaha menanggulangi wabah penyakit, penyembuhan penyakit, dan
perawatan pasien. Termasuk ucapan Rasul mengenai masalah kesehatan,
tindakan medis yang dipraktekkan orang lain pada masa Rasulullah, tindakan
medis yang dipraktekkan oleh Nabi pada diri beliau sendiri dan orang lain,
tindakan medis yang diamati oleh Rasul, prosedur kedokteran yang Rasul
dengar dan ketahui tentangnya dan tidak melarang, atau praktek-praktek
kedokteran umum yang harus diketahui Rasulullah.

Rasul mengatakan sebuah prinsip dasar dalam pengobatan untuk setiap


penyakit adalah perawatan (ma anzala allahu daa; illa anzala lahu shifa'a-
Kitaab al Tibb, al Bukhari). Hal ini mendorong kita untuk mencari cara
pengobatan. Dengan demikian, tradisi pengobatan ala Nabi tidak hanya
berhenti pada pengajaran pengobatan oleh Rasulullah, melainkan untuk
mendorong manusia agar terus mencari dan bereksperimen dengan ilmu
pengobatan baru. Hal tersebut merupakan implikasi bahwa pengobatan ala
Nabi tidaklah statis. Ada ruang untuk berkembang, bahkan memunculkan
dasar ilmu yang baru. Implikasi-implikasi lainnya dari hadist ini adalah
pengobatan tidak bertentangan dengan qadar (ketentuan awal). Keduanya
baik penyakit maupun penyembuhannya adalah bagian dari qadar.

Adapun solusi untuk mengantisipasi secara preventif dan mengatasi


secara kuratif terhadap penyakit, adalah:

 Orang sakit menjadikan penyakit ini sebagai sebuah hikmah dan


muhasabah, untuk terus berhusnuzzan kepada Allah SWT masih
memberikan kesempatan untuk sembuh kembali.
 Membaca istigfar atas maksiat dan dosa yang dilakukan, membaca zikir
dan doa yang ma`tsur sesuai dengan petunjuk Rasulullah SAW, dan
minum air putih, ikhlas dengan membaca sebelumnya surat al-fatihah.
 Jika masih belum sembuh, konsultasi kepada ahlinya yang
berkompetensi dalam bidang ketabiban dan kedokteran untuk berikhtiar
baik rawat biasa, maupun rawat inap.
 Memilih sistem pengobatan yang tidak membawa kepada kemusyrikan
dengan mempersyaratkan sesuatu yang tidak rasional dan mengada-
ngada (tetapi di balik itu ada penipuan),
 Mengkonsumsi obat yang halal, baik yang nabati, maupun yang
hewani, yang diproduk dari bahan-bahan yang halal.
Jika ikhtiar melalui pengobatan dan tersebut dikabulkan oleh Allah SWT
sembuh, Insya Allah kesembuhan tersebut akan disyukuri untuk lebih
meningkatkan lagi amal salih, dan ibadah kepada-Nya. Jika tidak sembuh,
maka diakhiri kehidupan ini dengan penuh tawakkal dengan disertai dengan
ikhtiar, dan kembali ke hadirat Allah SWT dalam penuh kepuasan, penuh
dengan nilai-nilai kesalehan, dengan membawa predikat husnul-Khatimah.

2.3 Prinsip Pengobatan dalam Islam

Ada beberapa prinsip pengobatan menurut standar Islam. Prinsip ini


secara umum terbagi menjadi tiga, yaitu:

A. Tidak berobat dengan zat yang diharamkan


Nabi Muhammad bersabda, ”Innallaha lam yaj’al sifaa’akum fiimaa
hurrima’alaykum (Allah tidak menjadikan penyembuhanmu dengan apa
yang diharamkan atas kamu).” (H.R.Al-Baihaqi). Prinsip ini
menunjukkan bahwa berobat dengan menggunakan zat-zat yang
diharamkan sementara kondisinya tidak benar-benar darurat maka
penggunaan zat tersebut diharamkan. Misal pengobatan (terapi) dengan
meminum air seninya sendiri, terapi hormon dengan menggunakan lemak
babi. Atau mengobati gatal ditubuh dengan memakan kadal, mengobati
mata rabun dengan memakan kelelawar dan seterusnya.
Adapun yang paling populer pada saat ini, dan sering tampil dalam
acara kuliner ekstrim adalah memakan daging ular kobra untuk
mengobati penyakit asma. Di dalam pelaksanaan ibadah haji, setiap calon
jamaah haji wajib diberi vaksin meningitis yang di dalamnya ada
kandungan unsur enzim babi (porcein). Ketika belum ditemukan
alternatif vaksin lainnya, maka klasifikasi penggunaan vaksin ini bersifat
darurat karena implikasi penyakit ini yang sangat berbahaya. Namun
ketika sudah ada alternatif penggunaan vaksin lainnya, maka penggunaan
vaksin tersebut menjadi diharamkan.
Demikian juga bagi orang yang akan berhaji untuk ke-sekian
kalinya, baik sebagai jama’ah biasa, tim kesehatan ataupun pemandu haji
maka penggunaan vaksin ini sudah diharamkan karena berhaji untuk
yang ke sekian kali menunjukkan kondisi yang sudah tidak darurat lagi
berdasarkan kaidah: keadaan darurat menyebabkan perkara yang dilarang
menjadi boleh (ad-Dharurat tabihu al-mahzhurat). Tanpa kondisi yang
darurat, maka yang haram atau tidak diperbolehkan tetap menjadi sesuatu
yang diharamkan. Berhaji wajib bagi setiap muslim satu kali seumur
hidupnya.
B. Berobat kepada ahlinya (ilmiah)
Prinsip ini menunjukkan bahwa pengobatan yang dilakukan harus
ilmiah. Yang dimaksudkan ilmiah dalam hal ini dapat diukur. Seorang
dokter dalam mengembangkan pengobatannya, dapat diukur kebenaran
metodologinya oleh dokter lainnya. Sementara seorang dukun dalam
mengobati pasiennya, tidak dapat diukur metode yang digunakannya oleh
dukun yang lain. Sistem yang tidak dapat diukur disebut tidak ilmiah dan
tidak metodologist. Dalilnya adalah hadist yang diriwayatkan oleh Imam
Ibnu Majah di atas.
C. Tidak menggunakan mantra (sihir)
Bagian ini yang harus dihindari dalam mendatangi para penghusada
alternatif tersebut. Butuh memperhatikan dengan seksama, apakah
pengobatan yang dilakukan itu menggunakan sihir atau tidak. Nabi
Muhammad bersabda: “Innarruka wattamaa’ima wattuwalata syirkun
(sesungguhnya pengobatan dengan mantra-mantra, kalung-gelang
penangkal sihir dan guna-guna adalah syirik),”(H.R.Ibnu Majah). Jika
pengobatan itu kemudian melibatkan unsur-unsur seperti yang
dimaksudkan dalam hadist di atas maka pengobatan tersebut masuk ke
dalam kelompok perbuatan syirik.
Tiga prinsip inilah yang harus ditransformasikan kepada masyarakat secara
umum. Untuk kaum terpelajar dan berkelas ekonomi tinggi, mereka bisa
memilih model pengobatan yang dia kehendaki. Mungkin tidak terlalu sulit
untuk mengharapkan mereka dapat menerima konsep ini mengingat
mayoritas mereka mengenal konsep di atas yang sudah mereka dapatkan saat
kuliah dulu. Hanya saja paradigma tradisional yang sudah mereka warisi dari
nenek moyang mereka, mempersulit proses penerimaan konsep di atas.
2.4 Petunjuk Al-Qur’an dan Al-Hadist tentang pengobatan

Al-Qur’an adalah Syifa’ merupakan sisi penilaian yang bermakna dua


sisi. Pertama, al-Qur’an menunjukkan makna Syifa’ sebagai petunjuk kepada
makna umum, dan yang kedua, sebagai petunjuk kepada makna khusus.
Makna pertama memberi gambaran tentang seluruh isi al-Qur’an secara
maknawi, surat-surat, ayat-ayat maupun huruf-hurufnya memiliki potensi
penyembuh atau obat, dan sesuai dengan firman Allah Swt dalam surat Yunus
ayat 57 sebagai berikut:

Artinya : “Wahai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu suatu


pelajaran dari Tuhanmu, dan penyembuh segala penyakit yang ada di
dalam dada, dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang
beriman.”.
Penyebutan kata “dada” diartikan dengan hati, dan hal itu menunjukan
bahwa wahyu-wahyu Ilahi itu berfungsi menyembuhkan penyakit-penyakit
ruhani, seperti: ragu, dengki maupun takabur. Di dalam al-Qur’an, hati
ditunjukan sebagai wadah yang menampung rasa cinta dan benci,
berkehendak dan menolak. Bahkan hati dinilai mampu melahirkan
ketenangan ataupun kegelisahan. Adapun pada makna berikutnya, di mana
kata Syifa’ secara khusus yang dimaksud dalam al-Qur’an hanya sebagian
ayat atau surat yang menggambarkan tentang obat dan penyembuh bagi
hambanya, dan ini sesuai dengan surat al-Israa’ ayat 82 yang bunyinya
sebagai berikut:
Artinya: “Dan kami menurunkan sebagian dari al-Qur’an sebagai obat
dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.”

Alquran juga sebagai salah satu sumber Thibbun nabawi, yakni banyak
ayat dalam Alquran yang berhubungan dengan penyakit dalam tubuh dan
pikiran serta cara penyembuhannya. Alquran berbicara tentang kesehatan
fisik dan mental yang buruk/ penyakit hati. Alquran memuat tentang do’a
untuk kesehatan yang baik sebagaimana panduan terapi khusus seperti madu,
hanya memakan makanan yang sehat dan halal, menghindari makanan yang
haram dan tidak sehat, serta tidak makan dalam jumlah yang berlebihan.
Untuk memperoleh ampuhnya obat yang tersurat di dalam al-Qur’an,
seorang hamba mesti mengabdi kepada khaliq-nya dengan setia, selalu
memperhatikan kehendak-kehendaknya apa pun yang dikehendakinya dan
mentaati perintahnya tanpa mengeluh. Inilah sebabnya mengapa al-Qur’an
kerap kali menyeru seorang hamba untuk tetap patuh secara mutlak dan
penyerahan serta kerendahan diri di hadapan sang khaliq. Sikap yang
demikian kerap direalisasikan dengan cara shalat atau sujud (kata kerja
sajada). Objek ini yang juga objek-objek lainnya, seperti ikhlas, ridha,
optimis, syukur dan keteguhan hati merupakan kompleksitas terhadap
perolehan penyembuhan jiwa seorang hamba—yang barang mesti dilakukan
secara simultan melalui proses komunikasi dengan sang khaliq, dengan
harapan memperoleh karunia ilahi.
Untuk lebih spesifikasi sasaran atau objek yang menjadi fokus
penyembuhan, perawatan dan pengobatan dari Syifa’ sebagai berikut:
1. Mental
Maksud ini berhubungan dengan akal dan pikiran yang kerap mudah
lupa atau malas berpikir. Bahkan terkadang tidak memiliki kemampuan
membedakan antara halal dan haram, yang bermanfaat dan yang
bermudharat serta antara hak dan yang bathil. Indikasi ini tentu sesuai
dengan firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 44, yang bunyinya
sebagai berikut:
Artinya: “Mengapa kamu menyeru orang lain berbuat kebaikan,
sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu
senantiasa membaca al-Kitab, apakah kamu tidak berakal
(berpikir).
2. Spiritual
Hubungannya tentu berorientasi dengan masalah ruh, semangat atau
jiwa-religius dan erat kaitannya dengan agama, keimanan, keshalehan
dan nilai-nilai transendental. Kombinasi ini tentu tidak berdiri sendiri,
melainkan memerlukan langkah-langkah verbal dengan menyatakan
dirinya sebagai Islam, dengan fokus utamanya berdasarkan pada konsepsi
wujud manusia sebagai hamba Allah yang menyerah.
3. Moral (akhlak)
Konsep ini menunjukkan suatu keadaan yang melakat pada jiwa
manusia, yang di dalamnya akan melahirkan sejumlah perbuatan-
perbuatan yang terkadang tidak mampu dikontrol secara normatif.
Karena itu, sikap dan karakter manusia cenderung melahirkan nilai-nilai
etika yang bersifat universal. Implementasi norma-etis dalam perspektif
keagamaan merupakan cerminan dari keberagamaan seseorang yang
diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan. Kehadiran etika menjadi
bagian substansial bagi usaha penyelamatan manusia dari keterpurukan
berbagai dimensi etis kemanusiaannya. Oleh karena itu, misi penting
yang perlu diemban dalam etika bermuara kepada perbaikan perilaku
manusia. Tawaran pada sisi etika telah meletakkan nilai-nilai
kemanusiaan, baik hubungan itu secara personal dan interpersonal dalam
masyarakat secara agung dan luhur.
Al-Qur’an sebagai obat telah memenuhi prinsip-prinsip pengobatan,
karena di dalamnya dijelaskan bahwa Allah yang menyembuhkan segala
penyakit. Al-Qur’an adalah kitab petunjuk, maka di dalamnya disebutkan
sesuatu yang haram dan yang halal yang kemudian hal itu akan menjadi
petunjuk bagi manusia untuk membedakan mana yang buruk dan yang baik
bagi kesehatan. Al-Qur’an merupakan kitab yang mengandung kebenaran,
karena berasal dari sisi Allah langsung, sehingga di dalamnya penuh
keyakinan yang benar dan tidak mengandung tahayul. Adapun takhayul,
maka itu adalah buatan manusia sendiri. Dalam surat al-Syuarā’ ayat 80
dijelaskan bahwasanya hanya Allah yang menyembuhkan segala penyakit.
Dalam Tafsir al-Azhar ditegaskan bahwa manusia hanya berusaha mencari
obat, tapi Allah-lah yang menyembuhkannya. Mengingat al-Qur’an adalah
obat bagi orang yang beriman, maka ia dapat diterima, diyakini kebenarannya
dan mengandung keberkahan yang diciptakan Allah di dalamnya. Al-Qur’an
memenuhi kaidah-kaidah pengobatan, karena di dalamnya terdapat petunjuk
untuk menjaga kesehatan, adanya keringanan dalam mengerjakan suatu
amalan wajib, sehingga tidak memberatkan bagi si sakit dan tidak
menyebabkan sakitnya semakin bertambah parah, di dalamnya juga terdapat
informasi tentang pencegahan agar seseorang tidak terserang suatu penyakit.
Hadist sebagai sumber thibbun nabawi, bentuk-bentuk dari pengajaran
kesehatan oleh Rasulullah, yakni sabda Rasul tentang masalah pengobatan,
perawatan medis yang dipraktekkan orang lain pada masa Rasulullah,
perawatan medis yang diamati Rasul, prosedur medis yang Rasul
dengar/ketahui tentangnya dan tidak melarang. Jumlah keseluruhan hadist
tentang pengobatan sekitar 300. Banyak yang tidak mencapai tingkatan hasan.
Bukhari dalam Sahihnya menceritakan 299 hadist yang secara langsung
berhubungan dengan pengobatan. Beliau menyumbangkan dua buah buku
kesehatan: kitaab al tibb dan kitaab al mardha. Banyak hadist Bukhari lainnya
yang secara tidak langsung berhubungan dengan kesehatan.
Dalil yang disyariaatkannya berobat:

‫ثِفَا ًء لَهُ أَ ْن َز َل إِاَل دَا ًء هللُ اأَ ْن َز َل َما‬


Artinya: “Tidaklah Allah menurunkan penyakit, melaikan Dia pula
yang menurunkan obatnya.” (HR. Al-Bukhori).
Hadits ini menjelaskan bahwa adanya obat disetiap penyakit. Ini
menujukkan apabila ingin mencari pengobatan pasti akan menemukan sebuah
obat. Dalam hadits lain, Rasulullah menegaskan perlunya ilmu kedokteran
mempelajari, serta mencari obat.
2.5 Metode Pengobatan Para Nabi Dan Rosul

A. Pengobatan dengan menggunakan air


Dalam Al-Qur’an disebutkan secara umum bahwa pengobatan itu
digolongkan menjadi dua yakni pengobatan dengan menggunakan bahan-
bahan yang didapat secara alami dan pengobatan dengan cara pendekatan
psikologis. Bahan-bahan yang dapat digolongkan sebagai bahan untuk
pengobatan telah dapat digambarkan secara gamblang dalam Al-Qur’an,
baik yang berasal dari air hujan, segala sesuatu yang muncul dari tanah
seperti buah-buahan ataupun mata air dan sumur yang atas petunjuk
Allah swt., manusia mampu mencari dan dapat mempergunakannya
dalam kehidupan sehari-hari.
Konsep Air dalam Al-Qur’n dan Kelebihannya. Dalam QS Al-
Anbiya>’/21: 30.

َْ ‫ماوات و‬b ‫الس‬


َ ‫ا ً فـ‬b ‫انـتَا َر ْتق‬
َ ‫ض َك‬ َ ْ‫َر‬b‫اْأل‬ َ ِ َ َ َّ ‫رُوا أَ َّن‬b َ‫ ْي ٍء َح ٍّي أَفَالَ ُيـ ْؤ ِمنُونَ أَ َول َْم َيـ َر الَّ ِذينَ َكف‬b ‫ َّل َش‬b‫ُك‬
‫ُمَُا َو َج َع ْلنَا ِمنَ ْال َماء‬bَ ‫فَتـ َ ْقنَاه‬

Artinya : “Dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui


bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu
yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. dan dari
air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah
mereka tiada juga beriman?”
Di Jepang, Masaru Emoto dari Universitas Yokohama dengan tekun
melakukan penelitian tentang perilaku air. Air murni dari mata air di
Pulau Honshu didoakan secara agama Shinto, lalu didinginkan sampai
-5̊̊C di laboratorium, lalu difoto dengan mikroskop elektron dengan
kamera kecepatan tinggi. Ternyata molekul air membentuk kristal segi
enam yang indah. Percobaan diulangi dengan membacakan kata,
“Arigato (terima kasih dalam bahasa Jepang)” di depan botol air tadi.
Kristal kembali membentuk sangat indah. Lalu dicoba dengan
menghadapkan tulisan huruf Jepang, “Arigato”. Kristal membentuk
dengan keindahan yang sama. Selanjutnya ditunjukkan kata “setan”,
kristal terbentuk buruk. Diputarkan musik Symphony Mozart, kristal
muncul berbentuk bunga. Ketika musik heavy metal diperdengarkan,
kristal hancur. Ketika 500 orang berkonsentrasi memusatkan pesan
“peace” di depan sebotol air, kristal air tadi mengembang bercabang-
cabang dengan indahnya. Dan ketika dicoba dibacakan doa Islam, kristal
bersegi enam dengan lima cabang daun muncul berkilauan. Emoto
akhirnya berkeliling dunia melakukan percobaan dengan air di Swiss,
Berlin, Prancis, Palestina, dan ia kemudian diundang ke Markas Besar
PBB di New York untuk mempresentasikan temuannya pada bulan Maret
2005 lalu. Ternyata air bisa “mendengar” kata-kata, bisa “membaca”
tulisan, dan bisa “mengerti” pesan.
B. Pengobatan dengan Madu
Allah swt. berfirman dalam QS al-Nahl/16: 68-69.

َ‫ِما يـ َ ْع ِر ُشون‬bََِّّ ‫ْجبَا ِل بـُيُوتا ً َو ِمنَ ال َّش َج ِر َوم‬bِِْ ‫ك إِل َى النَّحْ ِل أَ ِن ات َِّخ ِذي ِمنَ ال‬
َ ُّ‫َوأَوْ َحى َرب‬

Artinya: Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-


sarang di bukit- bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat
yang dibikin manusia”.

ُّْ ٌ‫ َراب‬b ‫ِوا َش‬b


ٌ bِ‫مختَل‬
‫ف‬b ْ ً‫ب َُل َرب ِِّك ُذلُال‬b ‫لُ ِكي ُس‬b ‫اس‬
َِ bَ bُ‫يخَ ُر ُج ِمن بُط‬ ْ َ‫ت ف‬ َ b‫ ِّل الثَّ َم‬b‫َُُّم ُكلِي ِمن ُك‬bَّ ‫ث‬
ِ ‫را‬b
َ‫في َذلِكَ آليَةً لِّقَوْ ٍم يـَتـَفَ َّكرُون‬ ِ ‫أَ ْل َوانُهفِي ِه‬
ِ َّ‫ش فَاء لِلن‬
ِ ‫اس إِ َّن‬

Artinya: “Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan


dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu).
dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-
macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan
bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang
memikirkan.”
Madu merupakan makanan sekaligus obat yang disebutkan oleh Allah
swt. dalam al-Qur’an. Oleh karena itu, Rasulullah saw. Menyukai madu
sebagai makanan atau sebagai penyembuh penyakit. Bahkan, beliau suka
meminum madu di pagi hari dengan dicampur air dingin untuk menjaga
atau mengobati penyakit usus.
Rasulullah saw.:
‫الشفاء فى ثالثة شرطة محجم أو شربة عسل أوكية بنار وأ ى أمتى عن الكي‬
Artinya: “Kesembuhan itu ada pada tiga hal, yaitu dalam pisau
pembekam, meminumkan madu, pengobatan dengan besi panas
(kayy). Dan aku melarang ummatku melakukan pengobatan dengan
besi panas.”
C. Pengobatan dengan Kurma
Allah swt. telah melebihkan kurma dari buah-buahan yang lain.
Allah swt. menyebutnya di 20 tempat yang berbeda di dalam Al-Qur'an
dengan memakai lafadz al-nakhl, al-nakhi>l atau al-nakhlah.

Antara lain sebagai berikut:

 QS al-Rahman/55: 11 dan 68.


َْ ‫ات‬
‫َ ْك َم ِام‬b‫اْأل‬ ُ ‫فِيهَا فَا ِكهَةٌ َوالنَّ ْخ ُل َذ‬
Artinya: “Di bumi itu ada buah-buahan dan pohon kurma yang
mempunyai kelopak mayang”.

ٌ ‫فِي ِه َما فَا ِكهَةٌ َون َْخ ٌل َو ُر َّم‬


‫ان‬

Artinya: “Di dalam keduanya (ada macam-macam) buah-buahan


dan kurma serta delima.”

 QS Qaf/50:10.
ِ َّ‫ت لهََّا طَ ْل ٌع ن‬
‫ضي ٌد‬ ِ َ‫َوالنَّ ْخ َل ب‬
ٍ ‫اس قَا‬
Artinya: “Dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai
mayang yang bersusun- susun.”

 QS Yasin/36: 34 dan 67
‫ب َوفَجَّرْ نَا فِيهَا ِم ْن ْال ُعيُو ِن‬
ٍ ‫يل َوأَ ْعنَا‬ ٍ ‫َو َج َع ْلنَا فِيهَا َجنَّا‬
ٍ ‫ت ِمن ن َِّخ‬
Terjemahnya: “Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan
anggur dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air”.

ِ ْ‫ضيّا ً َوالَ يـَر‬


َ‫ج ُعون‬ ِ ‫َولَوْ نَ َشاء لَ َم َس ْخنَاهُ ْم َعلَى َم َكانَتِ ِه ْم فَ َما ا ْستَطَاعُوا ُم‬
Terjemahnya: “Dan Jikalau Kami menghendaki pastilah Kami ubah
mereka di tempat mereka berada; Maka mereka tidak sanggup
berjalan lagi dan tidak (pula) sanggup kembali.”
 QS al-Ra‘d/13: 4.

ٌ ‫ص ْنـ َو‬
‫ان‬ ِ ‫ ٌل‬bb‫ع َون َِخي‬ ٍ ‫ا‬bbَ‫ات ِّم ْن أَ ْعن‬
ٌ ْ‫ب َوزَ ر‬ ٌ َّ‫ات َو َجن‬ ِ bb‫ ٌع ُّمتَ َج‬bbَ‫ض قِط‬
ٌ ‫او َر‬ ِ ْ‫في األَر‬ ِ ‫َو‬
ُ
ِ ‫في األ ُكإِل ِ َّن‬
‫في‬ ِ ‫ْض‬ ٍ ‫ضهَا َعلَى َبـع‬ َ ‫اح ٍد َونـُفَضِّ ُل بـ َ ْع‬
ِ ‫ِماء َو‬bََِ ‫صنـْ َوا ٍن يُ ْسقَى ب‬
ِ ‫َوغَيـْ ُر‬
َ‫ق وْ ٍم يـ َ ْعقِلُون‬
َ ِّ‫ت ل‬
ٍ ‫َذلِكَ آلَ يَا‬
Terjemahnya: “Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang
berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman
dan pohon korma yang bercabang dan yang tidak bercabang,
disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebahagian
tanam-tanaman itu atas sebahagian yang lain tentang rasanya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda
(kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”

Kurma tak hanya nikmat dijadikan menu berbuka puasa. Selain


merupakan sunah Nabi saw. dengan berbuka puasa dengan kurma,
ternyata kurma mengandung banyak manfaat dan khasiat yang baik bagi
kesehatan.

D. Pengobatan dengan habbatus sauda


Rasulullah saw. bersabda:
ِ ‫َعلَ ْي ُك ْم بِهَ ِذ ِه ْال َحبَّ ِة السَّوْ دَا ِء فَإ ِ َّن فِيهَا‬
‫ش فَا ًء ِم ْن ُك ِّل دَا ٍء ِإالَّ السَّام‬
Artinya: Untuk kalian ada habbatus sauda (jinten hitam) yang di
dalamnya terdapat penyembuh bagi segala macam
penyakit kecuali kematian.
Adapun manfaat Habbatussauda antara lain:
1. Menguatkan sistem kekebalan
Jinten Hitam (Habbatussauda) dapat meningkatkan jumlah
se-sel T, yang baik untuk meningkatkan sel-sel pembunuh alami.
Evektifitasnya hingga 72 % jika dibandingkan dengan plasebo
hanya 7 %. Jadi, Habbatussauda dapat dijadikan sebagai obat
untuk penyakit yang menyerang kekebalan tubuh seperti kanker
dan AIDS.
2. Meningkatkan daya ingat, konsentrasi dan Kewaspadaan
Dengan kandungan asam linoleat (omega 6 dan asam linoleat
(Omega 3), Habbatusssauda merupakan nutrisi bagi sel otak
berguna untuk meningkatkan daya ingat dan kecerdasan.
Habbatussauda juga memperbaiki mikro (peredaran darah) ke
otak dan sangat cocok diberikan pada anak usia pertumbuhan dan
lansia.
3. Meningkatkan Bioaktivitas Hormon
Hormon adalah zat aktif yang dihasilkan oleh kelenjar
endoktrin, yang masuk dalam peredaran darah. Salah satu
kandungan habbatussauda adalah sterol yang berfungsi sintesa
dan bioaktivitas hormon.
4. Menetralkan Racun dalam Tubuh
Racun dapat mengganggu metabolisma dan menurunkan
fungsi organ penting seperti hati, paru-paru dan otak. Gejala
ringan seperti keracunan dapat berupa diare, pusing, gangguan
pernafasan dan menurunkan daya konsentrasi. Habbatussauda
mengandung saponin yang dapat menetralkan dan membersihkan
racun dalam tubuh.
E. Pengobatan dengan minyak zaitun
Allah swt. berfirman dalam QS Al-Nur/24: 35.
َْ
َّ َ ‫ ةُ َكأ‬b‫الز َجا َج‬
‫نـهَا‬ ُّ ‫اج ٍة‬
َ ‫في ُز َج‬ ِ ‫ور ِه َك ِم ْش َكا ٍة فِيهَا ِمصْ بَا ٌح ْال ِمصْ بَا ُح‬ ِ ُ‫ض َمثَ ُل ن‬ ِ ْ‫ر‬bَ‫ت َواْأل‬ِ ‫هَّللا ُ نُو ُر ال َّس َما َوا‬
‫وْ ل َْم‬bbَ‫ي ُء َول‬b‫ُض‬ ِ ‫ا ُد زَيـْ ُتـهَا ي‬bb‫رْ قِيَّ ٍة َوالَ غَرْ بِيَّ ٍة يَ َك‬b‫زَيـتُونِ ٍة الَّ َش‬
ْ ‫ ٍة‬b‫ َج َر ٍة ُّمبَا َر َك‬b‫ ُد ِمن َش‬bَ‫ي يُوق‬
ٌّ ‫وْ َكبٌ ُد ِّر‬bb‫َك‬
َْ
ِ َّ‫ا َل لِلن‬bbَ‫َ ْمث‬b‫ور ِه َمن يَ َشا ُء َويَضْ ِربُ هَّللا ُ اْأل‬
‫ ْي ٍء‬b‫لِّ َش‬b‫اس َوهَّللا ُ بِ ُك‬ ٍ ُ‫ت َْم َس ْسهُ نَا ٌر نُّو ٌر َعلَى ن‬
ِ ُ‫ور يـ َ ْه ِدي ال َّل هُ لِن‬
‫َعلِي ٌم‬
Artinya: Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. perumpamaan
cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus , yang
di dalamnya ada pelita besar. pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu
seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang
dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu)
pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak
pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) Hampir-hampir
menerangi, walaupun tidak disentuh api. cahaya di atas cahaya
(berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang
Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan
bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
Manfaat minyak zaitun:
 Mengurangi kolesterol berbahaya tanpa mengurangi kandungan
kolesterol yang bermanfaat.
 Mengurangi risiko penyumbatan (trombosis) dan penebalan
(ateriosklerosis) pembuluh darah.
 Mengurangi pemakaian obat-obatan penurun tekanan darah tinggi.
F. Pengobatan dengan bekam
Bekam atau hijamah adalah teknik pengobatan dengan jalan
membuang darah kotor (racun yang berbahaya) dari dalam tubuh melalui
permukaan kulit menurut faham umum, sebenarnya ia berfungsi untuk
membuang darah yang telah rusak atau teroksidasi karena tingginya
oksidan dalam tubuh.
Dengan melakukan penghisapan/vakum maka terbentuklah tekanan
negatif di dalam cawan/kop sehingga terjadi drainase cairan tubuh
berlebih (darah kotor) dan toksin, menghilangkan perlengketan/adhesi
jaringan ikat dan akan mengalirkan darah bersih ke permukaan kulit dan
jaringan otot yang mengalami stagnasi serta merangsang sistem syaraf
perifer.

Bekam merupakan pengobatan yang dicontohkan oleh Nabi saw.:

‫تي َع ِن ْال َك ِّي‬ ُ


ِ ‫ َوأَنـْهَى أ َّم‬،‫َار‬ ِ ْ ‫ َوشَرْ طَ ِة‬، ‫ ُشرْ بَ ِة َع َس ٍل‬: ‫ث‬
ٍ ‫ َو َكيَّ ِة ن‬،‫مح َج ٍم‬ ٍ َ‫في ثَال‬
ِ ‫ال ِّشفَا ُء‬
Artinya: Dari Ibnu Abbas r.a. Rasulullah bersabda : "Kesembuhan
(obat) itu ada pada tiga hal: dengan minum madu, pisau hijamah
(bekam), dan dengan besi panas. Dan aku melarang ummatku
dengan besi panas.
G. Pengobatan dengan ruqyah
Ruqyah secara bahasa artinya jampi-jampi atau mantera. Ruqyah
sacara syar’i adalah jampi-jampi atau mantera yang dibacakan oleh
seseorang untuk mengobati penyakit atau menghilangkan ganguan jin
atau sihir atau untuk perlin- dungan dan lain sebagainya dengan hanya
menggunakan ayat-ayat Al-Qur’an dan atau doa-doa yang bersumber dari
hadis-hadis dari Rasulullah saw. dan atau doa-doa yang bisa dipahami
maknanya selama tidak mengandung kesyirikan. Ruqyah merupakan
salah satu metode pengobatan yang telah dikenal sejak lama, bahkan
sebelum Nabi Muhammad saw diutus. Ruqyah secara umum terbagi 2,
yaitu:
 Ruqyah Syar’iyyah yang diperbolehkan oleh syariat Islam yaitu
terapi ruqyah seperti diajarkan oleh Rasulullah saw.
 Ruqyah Syirkiyyah yang tidak diperbolehkan oleh syariat Islam.
Yaitu ruqyah dengan menggunakan bahasa-bahasa yang tidak
dipahami maknanya atau ruqyah yang mengandung unsur-unsur
kesyirikan.
Rasulullah saw. bersabda
‫ال بأس بالرقى ما لم يكن فيه شرك‬
Artinya: “Tidak apa-apa melakukan ruqyah selama tidak
mengandung unsur syirik.”

Dalam Islam ditemukan beberapa dalil yang membolehkan


penggunaan ruqyah sebagai pengobatan penyakit. Seluruh ulama sepakat
bahwa jenis ruqyah yang disebutkan dalam hadis (terapi ruqyah
syar’iyyah) maka mengamalkannya adalah sunnah. Sedangkan ruqyah
yang berbau syirik (Ruqyah Syirkiyyah), seperti dengan menyebut nama
seorang wali untuk menyembuhkan gangguan jin, atau dengan
menggunakan hal-hal yang tak ada tuntunannya dalam syariat adalah
terlarang dan haram hukumnya.
Ruqyah syar’iyyah sendiri adalah salah satu cara dari banyak jalan
untuk mengusir gangguan setan dan sihir. Menurut Abdul Khalik Al-
Atthar dalam bukunya “Menolak dan Membentengi Diri dari Sihir”
menyebutkan bahwa untuk dapat terbebas dari pengaruh jahat, bisa
dilakukan beberapa cara, antara lain:
 Metode Istintaq adalah mengajak bicara setan yang ada di dalam
tubuh orang yang terkena sihir. Dan menanyakan kepadanya tentang
namanya, nama tukang sihir yang memanfaatkan jasanya, nama
orang yang membebani tukang sihir untuk melakukan sihir,
menanyakan tempat penyimpanan sihir serta barang-barang yang
digunakan untuk menyihir. Meskipun demikian, dibutuhkan
kewaspadaan dan tidak mempercayai sepenuhnya akan apa yang
diucapkan oleh setan yang ada di dalam tubuh pasien, sebab bisa jadi
setan berbohong dengan tujuan untuk menimbulkan fitnah dan
memecah belah hubungan baik di antara sesama manusia.
 Metode Istilham Methode Istilham adalah memohon ilham dan
petunjuk yang benar dari Allah swt. agar Allah berkenan
memberikan isyarat lewat mimpi, sehingga sihir yang menimpa
seseorang bisa terdeteksi dan kemudian dilenyapkan.
 Metode Tahsin sin adalah pembentengan, yaitu dengan membentengi
dan melindungi korban sihir dengan menggunakan bacaan Al-
Qur’an, zikir dan ibadahibadah tertentu.

2.6 Pengobatan modern menurut pandangan Islam

A. Pengobatan Dalam Islam


Pengobatan ialah suatu kebudanyaan untuk menyelamatkan diri dari
penyakit yang mengganggu hidup. Kebudayaan tidak hanya dipengaruhi
oleh lingkungan, tetapi juga oleh keyakinan dan kepercayaan, karena
manusia telah merasa di dalam alam ini ada sesuatu yang lebih kuat dari
dia. Baik yang dapat dirasakan oleh pancaindera maupun yang tidak
dirasakannya yang mereka bersifat ghaib. Pengobatan inipun tidak lepas
dari pengaruh kepercanyaan atau agama yang dianut manusia. Terkait
pengobatan, terdapat dua hadis yang terkenal, yakni mewajibkan berobat
bil a sakit dan melarang berobat dengan yang haram.
Usumah bin Syarik berkata, “Di waktu saya beserta Nabi
Muhammad SAW., datanglahbeberapa orang badui, lalu mereka
bertanya, “Ya, Rasulullah, apakah kami mesti berobat?”, Jawab beliau,
“Ya, wahai hamba Allah, berobatlah kamu, karena Allah tidak
mengadakan penyakit melainkan Dia adakan obatnya, kecuali satu
penyakit”. Tanya mereka, “Penyakit apa itu?”. Beliau menjawab,
“Tua”. (HR. Ahmad).
Abu Darda’ berkata, bahwa Rasulullah bersabda, “Sesungguhnyqa
Allah menurunkan penyakit serta obat dan diadakan-Nya bagi tiap
penyakit obatnya, maka berobatlah kamu, tetapi janganlah kamu
berobat dengan yang haram”. (HR. Abu Daud).
B. Pandangan Islam tentang Pengobatan Modern
Pengobatan moderen berasal dari pengobatan tradisional. Dia
merupakan perkembangan hasil kerja akal manusia yang diberi
kesempatan untuk aktif memikirkan dan merenungkan kehidupan ini.
Islam menjelaskan kepada manusia, bahwa mereka harus
menyembah dan patuh hanyalah Allah yang tunggal, bukan setan atau
mahluk lainnya. Manusia harus menyesuaiakan hidupnya dalam segala
aspek dengan petunjuk Allah, termasuk dalam aspek pengobatan. Islam
menjelaskan bahwa penyakit apapun macamnya, Allahlah yang
menjadikannya dan Allah pula yang menyediakan obatnya, sebagaimana
yang dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW.
“Sesungguhnya Allah tidak akan menurunkan penyakit, melainkan
Dia telah menurunkan buat penyakit itu penyembuhannya, maka
berobatlah kamu”. (HR Nasai dan Hakim)
Nabi menjelaskan bahwa ada dua macam penyakit sesuai dengan
keadaan manusia yang terdiri dari tubuh jasad dan tubuh rohani. Untuk
obat rohaniah adalah membaca AL Qur’an dan untuk sakit fisik adalah
materi, diantaranya adalah madu. Dalam salah satu hadis riwayat Wailah
bin Al Asqa’ disebutkan bahwa ketika seorang sahabat mengeluh sakit
kerongkongan kepada rasulullah, maka beliau bersabda :
“Bacalah Al-Qur’an dan minumlah madu, karena membaca Al-
Qur’an merupakan obatuntuk penyakit yang berada di dalam dada
dn madu adalah obat untuk tiap penyakit”.
Hadist tersebut juga mengajarkan bahwa bila mengobati manusia
yang sakit haruslah bersifat holistik (menyeluruh), yakni mengobati fisik
dan jiwanya sekaligus. Pada jaman moderen dewasa ini sebagaimana
yang biasa dilakukan oleh para dokter, mereka lebih banyak mengobati
penyakitnya saja, bukan mengobati manusianya yang sakit. Penyakit dan
obat yang tidak dijelaskan Allah secara detailnya mendorong manusia
untuk berpikir hingga akhirnya perlunya mengembangkan ilmu
pengetahuan (science) , termasuk ilmu pengobatan (medical science).
Sewaktu Islam keluar dari jazirah Arab, umat Islam bertemu dengan
pengobatan Persia, Yunani dan Hindia. Mereka menyerap segala macam
pengobatan itu kemudian menyesuaikannya dengan ajaran Islam. Mereka
menterjemahkan buku kesehatan Yunani dan Mesir ke dalam bahasa
Arab. Perkembangan yang pesat terjadi pada masa khalifah Abbasyiyah,
setelah dimulai pada masa Khalifah Umayyah. Lebih pesat lagi pada
masa keemasan Islam, disaat ekonominya maju dan keadaan negara
makmur.
Cordova dan Granada di Spanyol merupakan pusat ilmu yang
didatangi oleh ahli-ahli barat. Pada saat itu muncullah doker-dokter
muslim dengan caliber internasional seperti Ibnu Uthal dan Walid Abdul
Malik, yang mendirikan perumahan untuk merawat penderita kusta; Ibnu
Al Baytan yang menyibukkan dirinya dengan mengumpulkan tanaman-
tanaman berkhasiat bagi pengobatan dan sebagainya, disamping menulis
buku-buku mengenai kedokteran, bedah serta diet, pada periode
Abbassiyah, mereka mendirikan rumah sakit moderen di Baghdad.
Jundihaspur di Iran merupakan pusat kesehatan dan pengobatan serta
pendidikan kedokteran yang menarik dokter-dokter dari Mesir, Siria,
India, Yinani dan Persia. Baghdad bertambah terkenal dengan
didirikannya “Baitul Hikmah” (Perpustakaan Kerajaan) yang merupakan
suatu pusat penterjemahan dari ilmu kedokteran dalam berbagai bahasa.
Disini muncul dokter-dokter kenamaan seperti Muhammad inbu Zakaria
Al-Razi yang lahir di Persia dengan salah satu bukunya “Al-Hawi”,
tentang penyakit dalam. Dokter lain yang sangat terkenal saai itu adalah
Abu Ali Ibnu Sina, sebagai bapak dokter muslim. Dia menulis buku yang
terkenal, “Al-Qanun fil Thib” (Hukum-hukum Kedokteran). Dia
dilahirkan di Persia Bukhara. Jenghis Khan dari Mongolia dan Cordova
sebagai pusat ilmu hilang namanya sesudah spanyol direbut kembali oleh
raja Katolik.
Dapat disimpulkan, bahwa Islam bersama dokter-dokternya telah
menyumbang bagi dunia kedokteran modern barat sebagaimana yang kita
lihat sekarang. Hal penting yang harus selalu kita jaga dalah bahwa ilmu
pengetahuan Islam, termasuk ilmu kedokteran, dalam pengembangannya
harus selalu dikaitkan dengan mengingat Allah dan pemakaiannya
disesuaikan dengan ajaran Islam.
2.7 Pengobatan yang dilarang dalam Islam
Al-Qur’an merupakan penyembuh dan rahmat bagi orang yang hatinya
dipenuhi keimanan, yang senantiasa membuka hatinya sehingga nilai-nilai
Al- Qur’an bersinar di sana. Nilai-nilai Al-Qur’an itu akan melahirkan
ketenangan, kenyamanan dan rasa aman dalam hati. Ia merasakan kenikmatan
yang tidak pernah dan tidak akan bisa dirasakan oleh orang-orang yang lalai
dari mengingat Allah. Di dalam Al-Qur’an sendiri terdapat banyak ayat yang
menegaskan bahwa Al-Qur’an merupakan obat penyembuh, di antaranya
firman Allah swt. dalam QS Yunus/10: 57.
َ‫ْمةٌ لِّ ْل ُم ْؤ ِمنِين‬bََْ ‫ُور َوهُدًى َو َرح‬ ِ ‫يَا أَيـُّهَا النَّاسُ قَ ْد َجاء ْت ُكم َّموْ ِعظَةٌ ِّمن َّربِّ ُك ْم َو‬
ِ ‫ش فَاء لِّ َما‬
ِ ‫في الصُّ د‬
Artinya: “130 Hai manusia, telah datang kepadamu kitab yang berisi
pelajaran dari Tuhanmu dan sebagai obat penyembuh jiwa,
sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang- orang yang beriman.”
Dalam Kitab Thibbun Nabawiyy (pengobatan cara nabi) karangan Ibnu
Qoyyim al-Jawziyyah, sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Abu
Dawud, dari Abu Darda, Rasulullah bersabda:

“Sesungguhnya Allah telah menurunkan penyakit dan obat, dan Dia


menjadikan bagi setiap (penyakit) ada obatnya, Maka berobatlah kamu
dan jangan kamu gunakan barang yang haram”. (HR. Abu Dawud).

Hadis lain adalah hadis riwayat Imam Bukhori, dari Ibnu Mas’ud
Rasulullah bersabda :

“Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhanmu dalam apa yang


diharamkanNya atasmu” (HR. Imam Bukhori)

Contoh barang haram/najis yang digunakan untuk pengobatanumumnya


Pengguna barang haram & najis selalu beralasan dengan dalil keadaan
darurat, sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al-Baqarah 173 :

b‫ ِن‬b‫ َم‬bَ‫ ف‬bۖ bِ ‫ هَّللا‬b‫ ِر‬bbْb‫ ي‬b‫ َغ‬bِ‫ ل‬b‫ ِه‬bbbِ‫ ب‬bَّ‫ ل‬bb‫ ِه‬bُ‫ أ‬b‫ ا‬b‫ َم‬b‫ َو‬b‫ ِر‬b‫ ي‬b‫ ِز‬b‫ ْن‬b‫ ِخ‬b‫ ْل‬b‫ ا‬b‫ َم‬b‫ح‬bْ bَ‫ ل‬b‫ َو‬b‫َّ َم‬b‫د‬b‫ل‬b‫ ا‬b‫و‬bَ bَ‫ ة‬bَ‫ ت‬b‫ ْي‬b‫ َم‬b‫ ْل‬b‫ ا‬b‫ ُم‬b‫ ُك‬b‫ ْي‬bَ‫ ل‬b‫ َع‬b‫ َم‬bَّ‫ ر‬b‫ َح‬b‫ ا‬b‫َّ َم‬b‫ ن‬bِ‫إ‬
bٌ‫م‬b‫ ي‬b‫ ِح‬b‫ َر‬b‫ ٌر‬b‫ و‬bُ‫ ف‬b‫ َغ‬bَ ‫َّ هَّللا‬b‫ ن‬bِ‫ إ‬bۚ b‫ ِه‬b‫ ْي‬bَ‫ ل‬b‫ َع‬b‫ َم‬b‫ ْث‬bِ‫ اَل إ‬bَ‫ ف‬b‫ ٍد‬b‫ ا‬b‫ اَل َع‬b‫ َو‬b‫غ‬ ٍ b‫ ا‬bَ‫ ب‬b‫ر‬bَ b‫ ْي‬b‫ َغ‬bَّ‫ ر‬bُ‫ ط‬b‫ض‬ bْ b‫ا‬

Artinya: Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai,


darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut
(nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa
(memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Berikut contoh-contoh pengobatan yang dilarang dalam Islam:

1. Terapi urine
Fatwa MUI nomor 2 tahun 2000 melarang terapi urin : Penggunaan
air seni manusia hukumnya haram. Kecuali dalam keadaam darurat dan
diduga kuat dapat menyembuhkan menurut keterangan dokter ahli
terpercaya. • Fatwa MUI tersebut menjelaskan bahwa pemakaian air
kencing manusia haram hukumnya, kecuali dalam keadaan darurat.
Apabila masih ada obat lain yang bisa digunakan maka hukum darurat
tidak bisa dipergunakan.
2. Pengobatan dengan babi

bِ‫ ه‬bbbِ‫ ب‬bِ ‫ هَّللا‬b‫ ِر‬bbْb‫ ي‬b‫ َغ‬bِ‫ ل‬bَّ‫ ل‬bbb‫ ِه‬bُ‫ أ‬b‫ ا‬bbb‫ َم‬b‫و‬bَ b‫ ِر‬bb‫ي‬bb‫ ِز‬b‫ ْن‬b‫خ‬bِ b‫ ْل‬b‫ ا‬b‫ ُم‬b‫ح‬bْ bَ‫ ل‬b‫ َو‬b‫َّ ُم‬b‫د‬bb‫ل‬b‫ ا‬b‫و‬bَ bُ‫ ة‬bbَb‫ ت‬b‫ ْي‬b‫ َم‬b‫ ْل‬b‫ ا‬b‫ ُم‬b‫ ُك‬b‫ ْي‬bَ‫ ل‬b‫ َع‬b‫ت‬ bْ b‫ َم‬bِّ‫ ر‬bbُb‫ح‬
b‫ ا‬bb‫ اَّل َم‬bِ‫ إ‬b‫ ُع‬bُ‫ ب‬bَّ‫س‬b‫ل‬b‫ ا‬b‫ َل‬bb‫ َك‬bَ‫ أ‬b‫ ا‬bb‫ َم‬b‫و‬bَ bُ‫ ة‬bb‫ َح‬b‫ ي‬b‫ط‬ bِ َّb‫ن‬b‫ل‬b‫ ا‬b‫و‬bَ bُ‫ ة‬bbَ‫ِّ ي‬b‫ د‬b‫ر‬bَ bَ‫ ت‬b‫ ُم‬b‫ ْل‬b‫ ا‬b‫ َو‬bُ‫ ة‬b‫ َذ‬b‫ و‬b bُ‫ ق‬b‫و‬bْ b‫ َم‬b‫ ْل‬b‫ ا‬b‫ َو‬bُ‫ ة‬bbَ‫ ق‬bِ‫ ن‬b‫خ‬bَ b‫ ْن‬b‫ ُم‬b‫ ْل‬b‫ ا‬b‫و‬bَ
bۗ b‫ق‬ ٌ bbb‫س‬b bْ bِ‫ ف‬b‫ ْم‬b‫ ُك‬bِ‫ ل‬b‫ َذ‬bٰ bۚ b‫م‬bِ ‫ اَل‬b‫ز‬bْ bَ ‫أْل‬b‫ ا‬bbbbِ‫ ب‬b‫ا‬b‫ و‬b‫ ُم‬bbb‫س‬b
bِ b‫ ْق‬bَ‫ ت‬b‫ ْس‬bَ‫ ت‬b‫ن‬bْ bَ‫ أ‬b‫ َو‬b‫ب‬ ِ bbb‫ُّص‬ bُ b‫ن‬b‫ل‬b‫ ا‬b‫ ى‬bَ‫ ل‬b‫ َع‬b‫ َح‬bِ‫ ب‬b‫ ُذ‬b‫ ا‬bbbb‫ َم‬b‫و‬bَ b‫ ْم‬bُ‫ ت‬b‫َّ ْي‬b‫ ك‬b‫َذ‬
b‫ َم‬b‫و‬bْ bbbbَ‫ ي‬b‫ ْل‬b‫ ا‬bۚ b‫ن‬bِ b‫و‬bْ bbb‫ش‬bَ b‫خ‬bْ b‫ ا‬b‫ َو‬b‫ ْم‬bُ‫ ه‬b‫و‬bْ bbb‫ش‬ bَ b‫خ‬bْ bَ‫ اَل ت‬bَ‫ ف‬b‫ ْم‬b‫ ُك‬bِ‫ن‬b‫ ي‬b‫ ِد‬b‫ن‬bْ b‫ ِم‬b‫ا‬b‫ و‬b‫ ُر‬bbbbَ‫ ف‬b‫ َك‬b‫ن‬bَ b‫ ي‬b‫َّ ِذ‬b‫ل‬b‫ ا‬b‫س‬ bَ bِ‫ ئ‬bَ‫ ي‬b‫ َم‬b‫و‬bْ bbbbَ‫ ي‬b‫ ْل‬b‫ا‬
bۚ b‫ ا‬bbbً‫ن‬b‫ ي‬b‫ ِد‬b‫ اَل َم‬bb‫س‬ bْ bِ ‫إْل‬b‫ ا‬b‫ ُم‬b‫ ُك‬bَ‫ ل‬b‫ت‬
bُ b‫ ي‬bb‫ض‬ bِ b‫ر‬bَ b‫ َو‬b‫ ي‬bِ‫ ت‬b‫ َم‬b‫ ْع‬bِ‫ ن‬b‫م‬bْ b‫ ُك‬b‫ ْي‬bَ‫ ل‬b‫ َع‬b‫ت‬ bُ b‫ ْم‬b‫ َم‬b‫ ْت‬bَ‫ أ‬b‫ َو‬b‫ ْم‬b‫ ُك‬bَ‫ن‬b‫ ي‬b‫ ِد‬b‫ ْم‬b‫ ُك‬bَ‫ ل‬b‫ت‬bُ b‫ ْل‬b‫ َم‬b‫ ْك‬bَ‫أ‬
bٌ‫م‬b‫ ي‬b‫ح‬bِ b‫ر‬bَ b‫ ٌر‬b‫ و‬bُ‫ ف‬b‫ َغ‬bَ ‫ن هَّللا‬ َّb bِ‫ إ‬bَ‫ ف‬bۙ b‫م‬bٍ b‫ ْث‬bِ ‫ إِل‬b‫ف‬
bٍ bِ‫ن‬b‫ ا‬b‫ َج‬bَ‫ ت‬b‫ ُم‬b‫ر‬bَ b‫ ْي‬b‫ َغ‬b‫ ٍة‬b‫ص‬َ b‫ َم‬b‫خ‬bْ b‫ َم‬b‫ ي‬bِ‫ ف‬bَّ‫ ر‬bُ‫ ط‬b‫ض‬ bْ b‫ ا‬b‫ ِن‬b‫ َم‬bَ‫ف‬

Artinya: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging


babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah,
yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan
diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu
menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih
untuk berhala. (Al Maidah : 3)”
Ayat ini menunjukan bahwa babi secara dzatnya adalah najis dan
seluruh badanya adalah najis, sedangkan setiap yang najis adalah haram
serta harus di jauhi.

Adapun babi ia lebih hina daripada anjing. Akan tetapi anjing dan
babi keduanya adalah hewan yang statusnya najis mughaladhah
sehingga wajib untuk mencucinya tujuh kali, salah satunya dengan
tanah. Bila anjing diperbolehkan untuk keperluan berburu atau menjaga
ladang maka babi tidak dipebolehkan memeliharanya sama sekali
karena seluruh badanya adalah najis, oleh kerena itu Allah
mengharamkan untuk memakan babi. Dalam Qaidah ushul fiqih
dikatakan : setiap yang haram untuk mengambilnya maka haram pula
untuk memberikanya. Dan setiap yang haram untuk memakainya maka
haram pula untuk mengambilnya.

3. Pengobatan Dengan Bangkai


Bangkai adalah setiap yang hilang nyawanya tanpa di sembelih
secara syar’I baik ia mati karena mati dengan sendirinya tanpa sebab
anak adam atau karena perbuatan manusia, jika hal itu disebabkan karna
di sembelih dengan cara yang tidak di perbolehkan maka semua itu
adalah bangkai. Allah berfiman.

ْ bَ‫ ي‬b‫م‬bٍ b‫ع‬bِ b‫ ا‬bbb‫ط‬


b‫ن‬bْ bَ‫ اَّل أ‬bِ‫ إ‬bُ‫ ه‬bbb‫ ُم‬b‫ َع‬b‫ط‬ َ b‫ى‬bٰ bَ‫ ل‬b‫ َع‬b‫ ا‬b‫ ًم‬bَّ‫ ر‬b‫ َح‬b‫ ُم‬bَّ‫ ي‬bَ‫ ل‬bِ‫ إ‬b‫ي‬ bَ b‫ح‬bِ b‫ و‬bُ‫ أ‬b‫ ا‬b‫ َم‬b‫ ي‬bِ‫ ف‬b‫ ُد‬b‫ج‬bِ bَ‫ اَل أ‬b‫ل‬bْ bُ‫ق‬
َّb‫ ل‬bb‫ ِه‬bُ‫ أ‬b‫ ا‬bً‫ ق‬b ‫س‬b
bْ bِ‫ ف‬b‫و‬bْ bَ‫ أ‬b‫س‬bٌ b‫ج‬bْ b‫ ِر‬bُ‫َّ ه‬b‫ن‬bِ‫ إ‬bَ‫ ف‬b‫ ٍر‬b ‫ي‬bb‫ ِز‬b‫ ْن‬b‫ ِخ‬b‫ َم‬b‫ح‬bْ bَ‫ ل‬b‫و‬bْ bَ‫ أ‬b‫ ا‬b‫ ًح‬b‫ و‬bُ‫ ف‬b ‫س‬
bْ b‫ َم‬b‫ ا‬bb‫ ًم‬b‫ َد‬b‫و‬bْ bَ‫ أ‬bً‫ ة‬bbَ‫ ت‬b‫ ْي‬b‫ َم‬b‫ن‬bَ b‫ و‬bb‫ ُك‬bَ‫ي‬
bٌ‫م‬b‫ ي‬b‫ح‬bِ b‫ر‬bَ b‫ ٌر‬b‫ و‬bُ‫ ف‬b‫ َغ‬b‫ك‬ َ َّb‫ ب‬b‫ن َر‬ َّb bِ‫ إ‬bَ‫ ف‬b‫ ٍد‬b‫ ا‬b‫ اَل َع‬b‫ َو‬b‫غ‬ ٍ b‫ ا‬bَ‫ ب‬b‫ر‬bَ b‫ ْي‬b‫ َغ‬bَّ‫ ر‬bُ‫ ط‬b‫ض‬ bْ b‫ ا‬b‫ ِن‬b‫ َم‬bَ‫ ف‬bۚ b‫ ِه‬bِ‫ ب‬bِ ‫ هَّللا‬b‫ ِر‬b‫ ْي‬b‫ َغ‬bِ‫ل‬

Artinya: “Tiadalah Aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan


kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak
memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang
mengalir atau daging babi – Karena Sesungguhnya semua itu
kotor – atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah.
barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka
Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha
penyayang”.(Al An’am : 145)

4. Pengobatan Dengan Khamr


Khamr adalah nama untuk setiap air dari anggur apabila telah
mendidih dan mengental serta buihnya mulai menghilang, demikinlah
yang dikatakan oleh Abu Hanifah. Sedangkan menurut Abu Yusuf dan
Muhamad, ia adalah air anggur yang telah mendidih dan mengental,
terkadang ia berubah menjadi merah.
Thoriq bin Suwaid Al Ju’fiy pernah menanyakan pada
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai khomr. Kemudian beliau
melarang atau tidak suka untuk diolah. Kemudian Thoriq mengatakan
bahwa khomr itu akan digunakan sebagai obat. Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam lantas mengatakan,
» ‫ْس بِ َد َوا ٍء َولَ ِكنَّهُ دَا ٌء‬
َ ‫« إِنَّهُ لَي‬ 
“Khomr itu bukanlah obat, namun ia adalah penyakit.” (HR.
Muslim no. 1984).
Imam Nawawi rahimahullah berkata bahwa ini adalah dalil tegas
yang menunjukkan bahwa khomr bukanlah obat dan diharamkan
berobat dengan khomr (Syarh Shahih Muslim, 13: 139).
Madzhab Hanifiyah, Malikiyah dan Hanabilah berpendapat tidak
diperbolehkanya meminum khamr untuk di jadikan sebagai obat. Baik
kahmr itu masih murni atau sudah di campur.
Sedangkan madzhab syafi’I yang juga mejadi pegangan imam At
thabari bahwa diperbolehkanya berobat dengan khamr apabila
memenuhi tiga syarat :
- Berdasarkan riset dokter.
- Kadar khamr tersebut lebih sedikit dengan ukuran tidak sampai
memabukan dan tidak menghilangkan akal. Sehingga tidak di
perbolehkan berobat dengan sesuatu yang lebih besar dari pada
itu.
- Berdasarkan keterangan dokter muslim karena selai muslim tidak
di terima kesaksianya dalam hal kedokteran.

Adapun sesuatu yang dapat menghilangkan akal selain minuman


atau ganja maka tidak ada tidak ada hak bagi orang yang
mengkonsumsinya. Sedangkan Imam Al Ghazali mengatakan : orang
yang wajib untuk di ta’zir dan di asingkan tanpa harus di dera.

5. Pengobatan Dengan Sihir


Sihir secara bahasa adalah setiap yang lembut caranya tapi mengena.
Sedangkan secara istilah Imam As sangkiti mengtakan bahwa ia tidak
bisa di batasi karna banyaknya cara yang di lakukan secara sembunya-
sembuyi.
Allah berfirman mengenai haramnya berobat dengan sihir :

Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak


kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang
kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada
manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di
negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak
mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan:
“Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah
kamu kafir”.
Rasulullah juga bersabda :

“ Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal atau tukang sihir


atau dukun kemudian ia menanyakan tentang sesuatu, lalu ia
membenarkan apa yang ia katakan maka ia telah kafir dengan apa
yang di turunkan kepada muhamad ”. (HR : Al Baihaqi dan Al
Bazzar dengan sanad jayyid).
6. Pengobatan Dengan Menggunakan Bius
Menggunakan obat yang dapat menghilangkan kesadaran untuk
sementara waktu dalam pengobatan luka atau bedah di perbolehkan,
karena hilangnya kesadaran dalam keadaan ini tidak sama dengan
seorang yang hilang akal karena mabuk. Tapi ia masuk dalam keadaan
darurat dan darurat bertingkat dengan kadar daruratnya.
Para ulama kerap menggolongkan masalah ini terkait syarat wajib
shalat, yaitu status berakal bagi mukallaf (orang yang memiliki
kewajiban suatu ibadah). Imam An-Nawawi dalam karyanya Al-
Majmu’ Syarhul Muhadzdzab mengomentari perihal obat bius yang
menghilangkan akal ini.

ِ ْ‫ر‬b‫ ِه ُش‬bِ‫صنِّفُ بِقَوْ ل‬


‫ب‬ َ ‫يَجُو ُز ُشرْ بُ ال َّد َوا ِء ْال ُم ِزي ِل لِ ْل َع ْق ِل لِ ْل َحا َج ِة َك َما أَ َشا َر إلَ ْي ِه ْال ُم‬
ُ‫ ِة أِل َنَّه‬bَ‫ت بَ ْع َد اإْل ِ فَاق‬
ِ ‫صلَ َوا‬ َ َ‫َد َوا ٍء ِم ْن َغي ِْر َحا َج ٍة َوإِ َذا َزا َل َع ْقلُهُ َو ْال َحالَةُ هَ ِذ ِه لَ ْم يَ ْل َز ْمهُ ق‬
َّ ‫ضا ُء ال‬
‫ب َغي ِْر ُم َحر ٍَّم‬ َ َ‫ ز‬Artinya,
ٍ َ‫ال بِ َسب‬

“Diperbolehkan meminum (mempergunakan) obat yang


menghilangkan akal untuk kebutuhan tertentu. Jika akal hilang
sebab obat tersebut, maka ia tidak harus mengganti shalatnya
setelah siuman, karena akal yang hilang itu bukan karena sesuatu
atau tindakan yang diharamkan.”

Dari keterangan di atas, maka penggunaan obat bius hipnotik dapat


dibenarkan atas indikasi tertentu, serta sang pasien tidak berkewajiban
mengganti shalatnya setelah siuman. Dalam hal ini penggunaan bius
tidak boleh sembarangan orang, penggunaan obat bius diperbolehkan
dalam kesehatan dengan dosis tertentu dan maksud tujuan tertentu.

a. Mengambil Anggota Salah Satu Anggota Tubuh Untuk Menambal


Anggota Tubuh Yang Lain
Pada dasarnya, ada beberapa persoalan yang terjadi dalam
transplantasi, sehingga memerlukan dasar hukumnya, di antaranya:
1. Transplantasi organ tubuh dalam keadaan hidup
Apabila transplantasi organ tubuh diambil dari orang
yang masih dalam keadaan hidup sehat, maka hukumnya haram
dengan alasan sebagaimana firman Allah Surat alBaqarah 195,
berbunyi: "Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah,
dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam
kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berbuat baik." Ayat tersebut
menjelaskan bahwa kita jangan gegabah dan ceroboh dalam
melakukan sesuatu, tetapi harus memperhatikan akibatnya,
yang memungkinkan bisa berakibat fatal bagi diri donor.
Meskipun perbuatan itu mempunyai tujuan kemanusiaan yang
baik dan luhur. Umpamanya seseorang menyumbangkan
sebuah ginjalnya, atau sebuah matanya kepada orang lain yang
memerlukannya, karena hubungan keluarga atau karena teman,
dan lain-lain. Dalam hal ini, orang yang menyumbangkan
sebuah mata atau ginjalnya kepada orang lain yang buta atau
tidak mempunyai ginjal, ia mungkin akan menghadapi resiko
sewaktu-waktu mengalami tidak berfungsinya mata atau
ginjalnya yang tinggal sebuah itu, dari itu dapat di pahami
adanya unsur yang di nilai mendatangkan bahaya dan
menjatuhkan diri pada kebinasaan. Menurut Zuhdi, ada
beberapa dalil yang dinilai sebagai dasar pengharaman
transplantasi organ tubuh ketika pendonor dalam keadaan
hidup.Misalnya, Q.S. Al Baqarah: 195 dan hadits Rasulullah
Saw:

‫ال ضرر وال ضرار‬

Tidak diperbolehkan adanya bahaya pada diri sendiri dan tidak


boleh membayakan diri orang lain. (HR. Ibnū Majah).

Para ulama Uṣul, menafsirkan kaidah tersebut dengan pengertian


“tidak boleh menghilangkan ḍarar dengan menimbulkan ḍarar yang
sama atau yang lebih besar daripadanya. Karena itu, tidak boleh
mendermakan organ tubuh bagian luar, seperti mata, tangan, dan kaki.
Karena yang demikian itu adalah menghilangkan dharar orang lain
dengan menimbulkan dharar pada diri sendiri yang lebih besar, sebab
dengan begitu dia mengabaikan kegunaan organ itu bagi dirinya dan
menjadikan buruk rupanya. Begitu pula halnya organ tubuh bagian
dalam yang berpasangan tetapi salah satu dari pasangan itu tidak
berfungsi atau sakit, maka organ ini dianggap seperti satu organ. Hal itu
merupakan contoh bagi yang dharar-nya menimpa salah seorang yang
mempunyai hak tetap terhadap penderma (donor), seperti hak istri,
anak, suami, atau orang yang berpiutang (mengutangkan sesuatu
kepadanya).

Kaidah di atas menegaskan bahwa dalam Islam tidak dibenarkan


penanggulangan suatu bahaya dengan menimbulkan bahaya yang lain.
Sedangkan orang yang mendonorkan organ tubuhnya dalam keadaan
hidup sehat dalam rangka membantu dan menyelamatkan orang lain
adalah dinilai upaya menghilangkan bahaya dengan konsekuensi
timbulnya bahaya yang lain. Seseorang harus lebih mengutamakan
menjaga dirinya dari kebinasaan, daripada menolong orang lain dengan
cara mengorbankan diri sendiri dan berakibat fatal, akhirnya ia tidak
mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya, terutama tugas
kewajibannya dalam melaksanakan ibadah. Orang yang mendonorkan
organ tubuhnya pada waktu ia masih hidup sehat kepada orang lain, ia
akan menghadapi resiko, suatu waktu akan mengalami ketidakwajaran,
karena mustahil Allah menciptakan mata atau ginjal secara berpasangan
kalau tidak ada hikmah dan manfaat bagi seorang manusia.

Maka bila ginjal si donor tidak berfungsi lagi, maka ia sulit untuk
ditolong kembali. Maka sama halnya, menghilangkan penyakit dari
resipien dengan cara membuat penyakit baru bagi si donor. Sedangkan
masalah pencangkokan ginjal, apabila yang bersumber dari manusia
baik yang masih hidup maupun yang sudah mati, disepakati oleh
kebanyakan ulama hukum Islam tentang kebolehannya bila di
cangkokan kepada pasien yang membutuhkannya, karena dianggap
sangat dibutuhkan. Simposium Nasional II tentang “transplantasi
organ”, telah ditandatangani sebuah persetujuan antara NU, PP
Muhammadiyah dan MUI tentang kebolehan transplantasi organ dalam
keadaan darurat dengan tujuan menyelamatkan nyawa orang lain.
Ulama lain seperti Quraisy Shihab, juga membolehkan. Menurut beliau
maṣlaḥat orang yang hidup lebih didahulukan. Selain itu, K H. ‘Alī
Yafie, juga menguatkan bahwa ada kaedah ushul fiqh yang dapat
dijadikan penguat pembolehan transplantasi yaitu “hurmatul hayyi
a’dhamu min hurmatil mayyiti” (kehormatan orang hidup lebih besar
keharusan pemeliharaannya daripada yang mati

Dalam madzhab syafii, Abu Ishaq As sirazi mengatakan : jika orang


yang sudah tedesak terpaska memotong bagian dari tubuhnya sendiri
baik bagian paha atau lainya untuk di makan maka hal ini diharamkan
tanpa adanya perselisihan. Namun menurut Abu Ali At thabari dan
pendapat ini di sahkan oleh Ar rafi’I, di perbolehkan untuk melakukan
hal itu dengan syarat tidak di dapat selain daripadanya.
Maka dapat kita fahami bahwa bagi orang yang sudah dalam
keadaan darurat ia diperbolehkan untuk memotong anggota tubuhnya
jika di khawatikan apabila ia tidak melakukanya ia akan mati. Dari ini
pula bisa kita fahami akan bolehnya mencangkok bagian tubuhnya yang
tidak membahayakanya untuk menambal bagian yang lain.

2.8 Cara membedakan pengobatan syar’I dan tidak

Dalam membedakan pengobatan yang syar’i dan yang dilarang


diperlukan sebuah kejelian untuk membedakannya. Intinya diperlukan sebuah
pemahaman mengenai ilmu agama. Jika seseorang mampu memahami ilmu
yang berdasarkan agama, maka ia akan dengan mudah membedakannya.
Kini, kian hari bermaca-macam penyakit bermunculan. Penyakit degeneratif
yang dulunya jarang, bahkan tidak pernah ditemui di masa lampau, kini
semakin banyak diderita oleh masyarakat. Berbagai macam cara ditempuh
agar orang yang sakit dapat sembuh kembali seperti sedia kala. Mulai dari
terapi medis hingga pengobatan alternatif yang tidak sesuai dengan syariat
dan tidak masuk akal seperti memperhitungkan tanggal lahir, terapi batu
Ponari, dll.

Dalam usaha untuk mencari pengobatan dan kesembuhan, seorang


muslim hendaknya memperhatikan hal-hal berikut:

1. Obat dan dokter hanya sebagai sarana penyembuhan, sedangkan yang


benar-benar menyembuhkan adalah Allah Ta’ala.
‫ ِّل‬b‫ َو َعلَى ُك‬bُ‫ر فَه‬b
ٍ b‫ك بِ َخ ْي‬ ُ ِ‫ك هّللا ُ ب‬
َ b‫ض ٍّر فَالَ َكا ِشفَ لَهُ إِال َّ هُ َو َوإِن يَ ْم َس ْس‬ َ ‫َوإِن يَ ْم َس ْس‬
‫َش ْي ٍء قَ ِدي ٌر‬
Artinya :“Dan jika Allah menimpakan suatu bencana kepadamu,
maka tidak ada yang dapat menghilangkannya melainkan Dia
sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka
Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu.” (Qs. Al An’aam: 17)
2. Ikhtiar (usaha) dalam mencari obat tidak boleh dilakukan dengan cara
yang haram dan syirik.
Haram dalam hal ini berobat dengan menggunakan obat yang
terlarang atau barang-barang yang haram. Misalnya penggunaan
khamr ataupun minyak babi dalam proses pengobatan. Dan tidak
boleh juga berobat dengan hal-hal yang syirik, seperti; pengobatan
alternatif dengan cara mendatangi dukun, tukang sihir,
paranormal,“orang pintar”, menggunakan jin, pengobatan dengan
jarak jauh, atau sebagainya yang tidak sesuai dengan syariat,
sehingga dapat mengakibatkan jatuh dalam syirik dan dosa besar.

َ ‫نت أَ ْعلَ ُم ْال َغي‬


‫ْب‬ ُ ‫وْ ُك‬bbَ‫ا َء هّللا ُ َول‬bb‫ا َش‬bb‫ ّراً إِال َّ َم‬bb‫ض‬ ُ bbِ‫ل ال َّ أَ ْمل‬bbُ‫ق‬
َ bَ‫ا ً َوال‬bb‫ي نَ ْفع‬bb‫ك لِنَ ْف ِس‬
َ‫ر َوبَ ِشي ٌر لِّقَوْ ٍم ي ُْؤ ِمنُون‬bٌ ‫سنِ َي السُّو ُء إِ ْن أَنَاْ إِال َّ نَ ِذي‬
َّ ‫ت ِمنَ ْال َخي ِْر َو َما َم‬
ُ ْ‫الَ ْستَ ْكثَر‬

Artinya: “Katakanlah, ‘Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan


bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang
dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib,
tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku
tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah
pemberi peringatan dan pembawa berita gembira bagi orang-
orang yang beriman”. (Qs.Al A’raaf: 188)

Pengambilan sebab atau cara untuk mendapatkan kesembuahn


haruslah memenuhi tiga syarat agar tidak terjatuh dalam kesyirikan:

1. Sebab yang diambil harus terbukti syar’I maupun qodari.


Secara syar’i maksudnya terdapat dalam Al-Qur’an dan hadits.
Misalnya madu sebagai sarana pengobatan sakit demam, dan lain
sebgainya. Sedangkan secara qodari adalah sunnatullah,
pengalaman, atau terbukti melalui penelitian ilmiah sebab dapat
digunakan sebagai terapi penyembuahan. Misalnya penggunaan
obat-obat kimiawi untuk mencegah penyakit tertentu.
2. Hati tetap bersandar pada Allah Ta’ala, bukan karena sebab
kesembuhan
Maksudnya, ketika mengambil sebab, hatinya senantiasa
bertawakkal dan memohon pertolongan pada Allah Ta’ala demi
berpengaruhnya sebab tersebut. Hatinya tidak condong kepada
sebab tersebut sampai-sampai merasa tenang kepada sebab, bukan
kepada Allah.
3. Tetap memiliki keyakinan bahwa berpengaruh atau tidaknya
sebuah sebab hanya Allah Ta’ala yang mentakdirkannya,
betapapun keampuhan sebab tersebut.
Artinya jika Allah menghendaki untuk berpengaruh, maka
akan memberikan pengaruh sejalan dengan sunnatullah. Namun,
jika Allah tidak menghendakinya untuk tidak berpengaruh, maka
tidak akan memberikan pengaruh apapun.
BAB II

PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan

Pengobatan medis adalah suatu kebudayaan untuk menyelamatkan diri


dari penyakit yang menggaggu hidup manusia didasarkan kepada ilmu yang
di ketahui dengan kondisi tubuh manusia, untuk menjaga kesehatan yang
telah ada dan mengembalikannya ketika kondisi tidak sehat. Dalam
pengobatan berdasarkan pandangan islam ada beberapa prinsip yang
senantiasa harus dijaga diantaranya tidak boleh berobat kepada yang haram,
berobat kepada ahlinya dan tidak menggunakan mantra. Al-Qur’an sebagai
obat telah memenuhi prinsip-prinsip pengobatan, karena di dalamnya
dijelaskan bahwa Allah yang menyembuhkan segala penyakit. Dalam surat
al-Syuarā’ ayat 80 dijelaskan bahwasanya hanya Allah yang menyembuhkan
segala penyakit. Dalam Tafsir al-Azhar ditegaskan bahwa manusia hanya
berusaha mencari obat, tapi Allah-lah yang menyembuhkannya.

Beberapa metode pengobatan telah dilakukan oleh nabi dan rasul pada
zaman dahulu diantaranya dengan menggunakan bahan-bahan alami seperti
air, madu, kurma, habbatus sauda, minyak zaitun atau menggunakan metode
lain seperti bekam dan ruqyah. Sementara pengobatan yang dilarang dalam
islam dengan menggunakan barang haram/najis, penggunaan barang haram &
najis selalu beralasan dengan dalil keadaan darurat. Ada banyak cara
membedakan pengobatan yang syar’i dan tidak, dengan ilmu syar’i yang
memadai seseorang akan dengan mudah bisa membedakannya. Jika cara
pengobatan tersebut dengan cara indrawi dan dapat dipertanggung jawabkan
secara ilmiah maka pengobatan ini diperbolehkan.

3.2 Saran

Dalam melakukan pengobatan yang ditujukan untuk menyembuhkan


penyakit, hendaknya seseorang tetap berpegang teguh pada sumber hukum
dan petunjuk Islam, yaitu Al-Qur’an dan hadist. Selain itu, dalam berobat
hendaknya tetap menjaga hati untuk terus bertwakal kepada Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama R.I., op. cit., h. 289

https://islam.nu.or.id/post/read/83736/wajibkah-mengganti-shalat-setelah-dibius-
total

Latif, Umar. 2014. Al-QUR’AN SEBAGAI SUMBER RAHMAT DAN OBAT


PENAWAR (SYIFA’) BAGI MANUSIA. Jurnal Al-Bayan: Vol. 21, No.
30http://repo.iain-tulungagung.ac.id/9969/5/BAB%20II.pdf diakses pada Sabtu
15 Februari 2020 pukul 10.56 WIB
Muflih, Andi. 2013. Pengobatan dalam Islam. Makassar: UIN Alauddin
https://muslimah.or.id/233-berobat-tanpa-mengorbankan-aqidah.html

Nurhayati. (2016). Kesehatan dan Perobatan Dalam Islam. Ahkam , 223-227.

Pandangan Islam Terhadap Pengobatan Tradisional Dan Moderen. Dr. Dirwan


Suryo Soularto

Sanusi, M. (2012). Terapi Kesehatan Warisan Kedokteran Islam Klasik.


Yogyakarta: Najah.

Anda mungkin juga menyukai