NAMA ANGGOTA
KELOMPOK 5 :
KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
anugerah-Nya sehingga makalah Agama Islam II dengan judul " Ajaran Islam dalam
Upaya Kuratif " dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini kami ucapkan terima kasih
sebanyak-banyaknya kepada Bapak M. Farid Dimyati Lusno, dr.MKL selaku dosen
mata kuliah agama islam II. Selain itu kami juga mengucapkan terimakasih kepada :
1. Orang tua yang selalu mendoakan dan mendukung perkuliahan kami selama ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan anugerah serta balasan pahala atas
segala yang telah diberikan oleh pihak yang telah membantu selama proses pengerjaan
makalah. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami sendiri dan orang lain.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.3 Tujuan......................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................4
3.1 Kesimpulan............................................................................................................37
3.2 Saran......................................................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................38
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak 15 abad yang lalu, Nabi Muhammad SAW berdasarkan reformasi
yang dibawa melalui Risalah Islamiyyahnya, berkaitan dengan hidup dan
kehidupan manusia adalah terwujudnya suatu eksistensi kebahagiaan,
keselamatan, kesuksesan dan kenyamanan hidup di dunia dan di akhirat.
Sehat jiwa (sehat rohaniyah) yang terdapat pada hati dan sanubari dari setiap
umat manusia akan tetap terjaga untuk selalu tunduk di hadapan Allah SWT,
melalui sholat lima waktu. Selain itu, sikap yang selalu dilandasi bahwa “La
ilaha illallah” (Tiada Tuhan yang wajib disembah kecuali Allah) akan
mengusir dan mengantisipasi setiap penyakit ruhaniyyah, seperti sombong,
dengki, dendam, memikirkan diri sendiri, dan beberapa penyakit yang
tergolong berbahaya, yaitu munafik, kafir, dan musyrik.
Selain itu, sehat jasmaniah juga sangat penting untuk dijaga. Dengan
memiliki sehat jasmani, seorang hamba Allah mampu melakukan aktivitas
dan perbuatannya sesuai dengan aturan-aturan dan norma hukum islam secara
ikhlas, tanggung jawab dan penuh dengan kesadaran. Oleh karena itu, apabila
seseorang mengalami sakit pada jasmaninya, mereka dihimbau untuk
melakukan suatu perbuatan (mengobatinya) namun sesuai dengan ajaran atau
syariat Islam yang berlaku. Sehat jasmani dan rohani merupakan nikmat
Allah yang sangat luar biasa yang dikaruniakan kepada setiap hamba-Nya
secara cuma-cuma.Namun, nikmat inilah yang sering kali dilupakan dan
diabaikan oleh manusia karena kesombongan dari manusia itu sendiri.Baru
ketika seseorang tersebut jatuh sakit, rasa ingat kepada Allah pun mulai
muncul, berharap untuk segera diberikan kesembuhan seperti sedia kala.Sakit
pada dasarnya dapat dimaknai sebagai suatu hikmah dan bahan untuk
evaluasi diri bahwa siapapun dapat mengalami kondisi yang tidak
berdaya.Sehingga, sakit ini merupakan ujian sekaligus hikmah bahwa Allah
menunjukkan kuasa-Nya, Allah-lah tempat manusia meminta dan memohon
pertolongan.
Oleh karena itu, persoalan kesehatan dan menjaga kesehatan adalah hal
yang penting di dalam ajaran Islam.Terganggunya persoalan kesehatan
membuat seseorang tidak dapat berbuat maksimal dalam menjalankan
kewajiban dan tugas- tugas kemanusiaannya.Penyakit yang terkandung dalam
tubuh seseorang dapat mempengaruhi organ syarat, pikiran dan
perasaan.Maka dari itu penguatan tubuh sangat diperlukan dalam menunjang
aktivitas keseharian seseorang. Sehingga mempelajari ilmu dan metode yang
berkaitan dengan kesehatan dirasakan sangat perlu untuk membahasnya
menurut pandangan Al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad saw. serta
mencontoh apa yang telah dipraktekkan pada masa Rasulullah saw. hal ini
sesuai dengan hadis Nabi saw. “Setiap penyakit ada obatnya, jika obat dari
suatu penyakit itu tepat, ia akan sembuh dengan izin Allah sw. (HR.
Muslim)”.Begitu pula Imam Syafi’i berkata: “Jenis ilmu itu ada dua, yakni
ilmu fiqh untuk urusan agama dan ilmu kedokteran untuk urusan jasmani
manusia, ilmu selain kedua hal itu hanyalah bekal pergi ke perkumpulan.”
1. 3 Tujuan
PEMBAHASAN
1. Pendapat pertama
Medis atau kedokteran adalah ilmu untuk mengetahui berbagai kondisi
tubuh manusia dari segi kesehatan dan penyakit yang menimpanya.
Pendapat ini di nisbat kan oleh para dokter klasik dan Ibnu Rusyd Al-
hafidz.
2. Pendapat kedua
Medis atau kedokteran adalah ilmu tentang berbagai kondisi tubuh
manusia untuk menjaga kesehatan yang telah ada dan mengembalikannya
dari kondisi sakit.
3. Pendapat ketiga
Ilmu pengetahuan tentang kondisi-kondisi tubuh manusia, dari segi
kondisi sehat dan kondisi menurunnya kesehatan untuk menjaga kesehatan
yang telah ada dan mengembalikannya kepada kondisi sehat ketika kondisi
nya tidak sehat. Ini adalah pendapat Ibnu sina.
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pengobatan medis
sebagai suatu kebudayaan untuk menyelamatkan diri dari penyakit yang
menggaggu hidup manusia di dasar kan kepada ilmu yang di ketahui dengan
kondisi tubuh manusia, dari segi kondisi sehat dan kondisi menurunnya
kesehatan, untuk menjaga kesehatan yang telah ada dan mengembalikannya
ketika kondisi tidak sehat. Pengobatan medis sendiri dalam sejarah manusia
merupakan hasil proses panjang yang di awali secara tradisional hingga
menjadi modern seperti sekarang.
Selain pengobatan medis ada istilah ilmu kedokteran islam yang erat
kaitannya dengan pengobatan dalam pandangan islam. Ilmu kedokteran Islam
didefinisikan sebagai ilmu pengobatan yang model dasar, konsep, nilai, dan
prosedur- prosedurnya sesuai atau tidak berlawanan dengan Alquran dan
Assunnah.Prosedur medis atau alat pengobatan yang digunakan tidak spesifik
pada tempat atau waktu tertentu.Ilmu kedokteran Islam itu universal,
mencakup semua aspek, fleksibel, dan mengijinkan pertumbuhan serta
perkembangan berbagai metode investigasi dan pengobatan penyakit.
Definisi tersebut memerlukan perubahan dasar dari sistem pengobatan.
Dengan demikian, ilmu kedokteran Islam merupakan hasil sebuah kritik
Islami dan reformulasi paradigma dasar, metodologi penelitian, pembelajaran,
dan pelatihan ilmu kedokteran. Proses perubahan konseptual ini juga
memerlukan Islamisasi ilmu kedokteran. Hasil akhir dari proses Islamisasi
tidak akan menjadi system pengobatan, perawatan, atau prosedur bagi umat
Muslim saja tetapi juga bagi seluruh umat manusia karena Islam merupakan
sebuah tata nilai yang universal dan objektif. Islamisasi bukan berarti ilmu
pengobatan keagamaan, kedaerahan, atau yang lebih sempit tetapi
membuatnya luar biasa bagi seluruh umat manusia.
Proses Islamisasi meliputi semua sistem ilmu kedokteran, tetapi lebih
diprioritaskan pada ilmu kedokteran barat karena sudah mendominasi. Oleh
karena itu harus dimulai dengan pemeriksaan kritis dan menyusun ulang
metodologi penelitian. Ilmu pengetahuan dihasilkan oleh penelitian dan
manusia harusnya berada dalam posisi menghasilkan, bukan menggunakan
hasil proses ilmu pengetahuan.
2.2 Hubungan antara Sakit, Obat, dan Pengobatan dalam Islam
Thibbun Nabawi mengacu pada kata dan tindakan Rasul yang terkait
dengan usaha menanggulangi wabah penyakit, penyembuhan penyakit, dan
perawatan pasien. Termasuk ucapan Rasul mengenai masalah kesehatan,
tindakan medis yang dipraktekkan orang lain pada masa Rasulullah, tindakan
medis yang dipraktekkan oleh Nabi pada diri beliau sendiri dan orang lain,
tindakan medis yang diamati oleh Rasul, prosedur kedokteran yang Rasul
dengar dan ketahui tentangnya dan tidak melarang, atau praktek-praktek
kedokteran umum yang harus diketahui Rasulullah.
Alquran juga sebagai salah satu sumber Thibbun nabawi, yakni banyak
ayat dalam Alquran yang berhubungan dengan penyakit dalam tubuh dan
pikiran serta cara penyembuhannya. Alquran berbicara tentang kesehatan
fisik dan mental yang buruk/ penyakit hati. Alquran memuat tentang do’a
untuk kesehatan yang baik sebagaimana panduan terapi khusus seperti madu,
hanya memakan makanan yang sehat dan halal, menghindari makanan yang
haram dan tidak sehat, serta tidak makan dalam jumlah yang berlebihan.
Untuk memperoleh ampuhnya obat yang tersurat di dalam al-Qur’an,
seorang hamba mesti mengabdi kepada khaliq-nya dengan setia, selalu
memperhatikan kehendak-kehendaknya apa pun yang dikehendakinya dan
mentaati perintahnya tanpa mengeluh. Inilah sebabnya mengapa al-Qur’an
kerap kali menyeru seorang hamba untuk tetap patuh secara mutlak dan
penyerahan serta kerendahan diri di hadapan sang khaliq. Sikap yang
demikian kerap direalisasikan dengan cara shalat atau sujud (kata kerja
sajada). Objek ini yang juga objek-objek lainnya, seperti ikhlas, ridha,
optimis, syukur dan keteguhan hati merupakan kompleksitas terhadap
perolehan penyembuhan jiwa seorang hamba—yang barang mesti dilakukan
secara simultan melalui proses komunikasi dengan sang khaliq, dengan
harapan memperoleh karunia ilahi.
Untuk lebih spesifikasi sasaran atau objek yang menjadi fokus
penyembuhan, perawatan dan pengobatan dari Syifa’ sebagai berikut:
1. Mental
Maksud ini berhubungan dengan akal dan pikiran yang kerap mudah
lupa atau malas berpikir. Bahkan terkadang tidak memiliki kemampuan
membedakan antara halal dan haram, yang bermanfaat dan yang
bermudharat serta antara hak dan yang bathil. Indikasi ini tentu sesuai
dengan firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 44, yang bunyinya
sebagai berikut:
Artinya: “Mengapa kamu menyeru orang lain berbuat kebaikan,
sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu
senantiasa membaca al-Kitab, apakah kamu tidak berakal
(berpikir).
2. Spiritual
Hubungannya tentu berorientasi dengan masalah ruh, semangat atau
jiwa-religius dan erat kaitannya dengan agama, keimanan, keshalehan
dan nilai-nilai transendental. Kombinasi ini tentu tidak berdiri sendiri,
melainkan memerlukan langkah-langkah verbal dengan menyatakan
dirinya sebagai Islam, dengan fokus utamanya berdasarkan pada konsepsi
wujud manusia sebagai hamba Allah yang menyerah.
3. Moral (akhlak)
Konsep ini menunjukkan suatu keadaan yang melakat pada jiwa
manusia, yang di dalamnya akan melahirkan sejumlah perbuatan-
perbuatan yang terkadang tidak mampu dikontrol secara normatif.
Karena itu, sikap dan karakter manusia cenderung melahirkan nilai-nilai
etika yang bersifat universal. Implementasi norma-etis dalam perspektif
keagamaan merupakan cerminan dari keberagamaan seseorang yang
diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan. Kehadiran etika menjadi
bagian substansial bagi usaha penyelamatan manusia dari keterpurukan
berbagai dimensi etis kemanusiaannya. Oleh karena itu, misi penting
yang perlu diemban dalam etika bermuara kepada perbaikan perilaku
manusia. Tawaran pada sisi etika telah meletakkan nilai-nilai
kemanusiaan, baik hubungan itu secara personal dan interpersonal dalam
masyarakat secara agung dan luhur.
Al-Qur’an sebagai obat telah memenuhi prinsip-prinsip pengobatan,
karena di dalamnya dijelaskan bahwa Allah yang menyembuhkan segala
penyakit. Al-Qur’an adalah kitab petunjuk, maka di dalamnya disebutkan
sesuatu yang haram dan yang halal yang kemudian hal itu akan menjadi
petunjuk bagi manusia untuk membedakan mana yang buruk dan yang baik
bagi kesehatan. Al-Qur’an merupakan kitab yang mengandung kebenaran,
karena berasal dari sisi Allah langsung, sehingga di dalamnya penuh
keyakinan yang benar dan tidak mengandung tahayul. Adapun takhayul,
maka itu adalah buatan manusia sendiri. Dalam surat al-Syuarā’ ayat 80
dijelaskan bahwasanya hanya Allah yang menyembuhkan segala penyakit.
Dalam Tafsir al-Azhar ditegaskan bahwa manusia hanya berusaha mencari
obat, tapi Allah-lah yang menyembuhkannya. Mengingat al-Qur’an adalah
obat bagi orang yang beriman, maka ia dapat diterima, diyakini kebenarannya
dan mengandung keberkahan yang diciptakan Allah di dalamnya. Al-Qur’an
memenuhi kaidah-kaidah pengobatan, karena di dalamnya terdapat petunjuk
untuk menjaga kesehatan, adanya keringanan dalam mengerjakan suatu
amalan wajib, sehingga tidak memberatkan bagi si sakit dan tidak
menyebabkan sakitnya semakin bertambah parah, di dalamnya juga terdapat
informasi tentang pencegahan agar seseorang tidak terserang suatu penyakit.
Hadist sebagai sumber thibbun nabawi, bentuk-bentuk dari pengajaran
kesehatan oleh Rasulullah, yakni sabda Rasul tentang masalah pengobatan,
perawatan medis yang dipraktekkan orang lain pada masa Rasulullah,
perawatan medis yang diamati Rasul, prosedur medis yang Rasul
dengar/ketahui tentangnya dan tidak melarang. Jumlah keseluruhan hadist
tentang pengobatan sekitar 300. Banyak yang tidak mencapai tingkatan hasan.
Bukhari dalam Sahihnya menceritakan 299 hadist yang secara langsung
berhubungan dengan pengobatan. Beliau menyumbangkan dua buah buku
kesehatan: kitaab al tibb dan kitaab al mardha. Banyak hadist Bukhari lainnya
yang secara tidak langsung berhubungan dengan kesehatan.
Dalil yang disyariaatkannya berobat:
َِما يـ َ ْع ِر ُشونbََِّّ ْجبَا ِل بـُيُوتا ً َو ِمنَ ال َّش َج ِر َومbِِْ ك إِل َى النَّحْ ِل أَ ِن ات َِّخ ِذي ِمنَ ال
َ َُّوأَوْ َحى َرب
QS Qaf/50:10.
ِ َّت لهََّا طَ ْل ٌع ن
ضي ٌد ِ ََوالنَّ ْخ َل ب
ٍ اس قَا
Artinya: “Dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai
mayang yang bersusun- susun.”
QS Yasin/36: 34 dan 67
ب َوفَجَّرْ نَا فِيهَا ِم ْن ْال ُعيُو ِن
ٍ يل َوأَ ْعنَا ٍ َو َج َع ْلنَا فِيهَا َجنَّا
ٍ ت ِمن ن َِّخ
Terjemahnya: “Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan
anggur dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air”.
ٌ ص ْنـ َو
ان ِ ٌلbbع َون َِخي ٍ اbbَات ِّم ْن أَ ْعن
ٌ ْب َوزَ ر ٌ َّات َو َجن ِ bb ٌع ُّمتَ َجbbَض قِط
ٌ او َر ِ ْفي األَر ِ َو
ُ
ِ في األ ُكإِل ِ َّن
في ِ ْض ٍ ضهَا َعلَى َبـع َ اح ٍد َونـُفَضِّ ُل بـ َ ْع
ِ ِماء َوbََِ صنـْ َوا ٍن يُ ْسقَى ب
ِ َوغَيـْ ُر
َق وْ ٍم يـ َ ْعقِلُون
َ ِّت ل
ٍ َذلِكَ آلَ يَا
Terjemahnya: “Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang
berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman
dan pohon korma yang bercabang dan yang tidak bercabang,
disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebahagian
tanam-tanaman itu atas sebahagian yang lain tentang rasanya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda
(kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”
Hadis lain adalah hadis riwayat Imam Bukhori, dari Ibnu Mas’ud
Rasulullah bersabda :
b ِنb َمbَ فbۖ bِ هَّللاb ِرbbْb يb َغbِ لb ِهbbbِ بbَّ لbb ِهbُ أb اb َمb َوb ِرb يb ِزb ْنb ِخb ْلb اb َمbحbْ bَ لb َوbَّ َمbدbلb اbوbَ bَ ةbَ تb ْيb َمb ْلb اb ُمb ُكb ْيbَ لb َعb َمbَّ رb َحb اbَّ َمb نbِإ
bٌمb يb ِحb َرb ٌرb وbُ فb َغbَ َّ هَّللاb نbِ إbۚ b ِهb ْيbَ لb َعb َمb ْثbِ اَل إbَ فb ٍدb اb اَل َعb َوbغ ٍ b اbَ بbرbَ b ْيb َغbَّ رbُ طbض bْ bا
1. Terapi urine
Fatwa MUI nomor 2 tahun 2000 melarang terapi urin : Penggunaan
air seni manusia hukumnya haram. Kecuali dalam keadaam darurat dan
diduga kuat dapat menyembuhkan menurut keterangan dokter ahli
terpercaya. • Fatwa MUI tersebut menjelaskan bahwa pemakaian air
kencing manusia haram hukumnya, kecuali dalam keadaan darurat.
Apabila masih ada obat lain yang bisa digunakan maka hukum darurat
tidak bisa dipergunakan.
2. Pengobatan dengan babi
bِ هbbbِ بbِ هَّللاb ِرbbْb يb َغbِ لbَّ لbbb ِهbُ أb اbbb َمbوbَ b ِرbbيbb ِزb ْنbخbِ b ْلb اb ُمbحbْ bَ لb َوbَّ ُمbدbbلb اbوbَ bُ ةbbَb تb ْيb َمb ْلb اb ُمb ُكb ْيbَ لb َعbت bْ b َمbِّ رbbُbح
b اbb اَّل َمbِ إb ُعbُ بbَّسbلb اb َلbb َكbَ أb اbb َمbوbَ bُ ةbb َحb يbط bِ َّbنbلb اbوbَ bُ ةbbَِّ يb دbرbَ bَ تb ُمb ْلb اb َوbُ ةb َذb وb bُ قbوbْ b َمb ْلb اb َوbُ ةbbَ قbِ نbخbَ b ْنb ُمb ْلb اbوbَ
bۗ bق ٌ bbbسb bْ bِ فb ْمb ُكbِ لb َذbٰ bۚ bمbِ اَلbزbْ bَ أْلb اbbbbِ بbاb وb ُمbbbسb
bِ b ْقbَ تb ْسbَ تbنbْ bَ أb َوbب ِ bbbُّص bُ bنbلb اb ىbَ لb َعb َحbِ بb ُذb اbbbb َمbوbَ b ْمbُ تbَّ ْيb كbَذ
b َمbوbْ bbbbَ يb ْلb اbۚ bنbِ bوbْ bbbشbَ bخbْ b اb َوb ْمbُ هbوbْ bbbش bَ bخbْ bَ اَل تbَ فb ْمb ُكbِنb يb ِدbنbْ b ِمbاb وb ُرbbbbَ فb َكbنbَ b يbَّ ِذbلb اbس bَ bِ ئbَ يb َمbوbْ bbbbَ يb ْلbا
bۚ b اbbbًنb يb ِدb اَل َمbbس bْ bِ إْلb اb ُمb ُكbَ لbت
bُ b يbbض bِ bرbَ b َوb يbِ تb َمb ْعbِ نbمbْ b ُكb ْيbَ لb َعbت bُ b ْمb َمb ْتbَ أb َوb ْمb ُكbَنb يb ِدb ْمb ُكbَ لbتbُ b ْلb َمb ْكbَأ
bٌمb يbحbِ bرbَ b ٌرb وbُ فb َغbَ ن هَّللا َّb bِ إbَ فbۙ bمbٍ b ْثbِ إِلbف
bٍ bِنb اb َجbَ تb ُمbرbَ b ْيb َغb ٍةbصَ b َمbخbْ b َمb يbِ فbَّ رbُ طbض bْ b اb ِنb َمbَف
Adapun babi ia lebih hina daripada anjing. Akan tetapi anjing dan
babi keduanya adalah hewan yang statusnya najis mughaladhah
sehingga wajib untuk mencucinya tujuh kali, salah satunya dengan
tanah. Bila anjing diperbolehkan untuk keperluan berburu atau menjaga
ladang maka babi tidak dipebolehkan memeliharanya sama sekali
karena seluruh badanya adalah najis, oleh kerena itu Allah
mengharamkan untuk memakan babi. Dalam Qaidah ushul fiqih
dikatakan : setiap yang haram untuk mengambilnya maka haram pula
untuk memberikanya. Dan setiap yang haram untuk memakainya maka
haram pula untuk mengambilnya.
Maka bila ginjal si donor tidak berfungsi lagi, maka ia sulit untuk
ditolong kembali. Maka sama halnya, menghilangkan penyakit dari
resipien dengan cara membuat penyakit baru bagi si donor. Sedangkan
masalah pencangkokan ginjal, apabila yang bersumber dari manusia
baik yang masih hidup maupun yang sudah mati, disepakati oleh
kebanyakan ulama hukum Islam tentang kebolehannya bila di
cangkokan kepada pasien yang membutuhkannya, karena dianggap
sangat dibutuhkan. Simposium Nasional II tentang “transplantasi
organ”, telah ditandatangani sebuah persetujuan antara NU, PP
Muhammadiyah dan MUI tentang kebolehan transplantasi organ dalam
keadaan darurat dengan tujuan menyelamatkan nyawa orang lain.
Ulama lain seperti Quraisy Shihab, juga membolehkan. Menurut beliau
maṣlaḥat orang yang hidup lebih didahulukan. Selain itu, K H. ‘Alī
Yafie, juga menguatkan bahwa ada kaedah ushul fiqh yang dapat
dijadikan penguat pembolehan transplantasi yaitu “hurmatul hayyi
a’dhamu min hurmatil mayyiti” (kehormatan orang hidup lebih besar
keharusan pemeliharaannya daripada yang mati
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
Beberapa metode pengobatan telah dilakukan oleh nabi dan rasul pada
zaman dahulu diantaranya dengan menggunakan bahan-bahan alami seperti
air, madu, kurma, habbatus sauda, minyak zaitun atau menggunakan metode
lain seperti bekam dan ruqyah. Sementara pengobatan yang dilarang dalam
islam dengan menggunakan barang haram/najis, penggunaan barang haram &
najis selalu beralasan dengan dalil keadaan darurat. Ada banyak cara
membedakan pengobatan yang syar’i dan tidak, dengan ilmu syar’i yang
memadai seseorang akan dengan mudah bisa membedakannya. Jika cara
pengobatan tersebut dengan cara indrawi dan dapat dipertanggung jawabkan
secara ilmiah maka pengobatan ini diperbolehkan.
3.2 Saran
https://islam.nu.or.id/post/read/83736/wajibkah-mengganti-shalat-setelah-dibius-
total