Anda di halaman 1dari 11

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fosfat adalah unsur dalam suatu batuan beku (apatit) atau sedimen dengan
kandungan fosfor ekonomis. Biasanya, kandungan fosfor dinyatakan sebagai bone
phosphate of lime (BPL) atau triphosphate of lime (TPL), atau berdasarkan kandungan
P2O5. Fosfat apatit termasuk fosfat primer karena gugusan oksida fosfatnya terdapat
dalam mineral apatit (Ca10(PO4)6.F2) yang terbentuk selama proses pembekuan magma.
Kadang kadang, endapan fosfat berasosiasi dengan batuan beku alkali kompleks,
terutama karbonit kompleks dan sienit.
Fosfor merupakan salah satu bahan kimia yang sangat penting bagi mahluk hidup.
Fosfor terdapat di alam dalam dua bentuk yaitu senyawa fosfat organik dan senyawa
fosfat anorganik. Senyawa fosfat organik terdapat pada tumbuhan dan hewan,
sedangkan senyawa fosfat anorganik terdapat pada air dan tanah di mana fosfat ini
terlarut dia air tanah maupun air laut yang terkikis dan mengendap di sedimen. Fosfor
juga merupakan faktor pembatas. Perbandingan fosfor dengan unsur lain
dalam ekosistem air lebih kecil daripada dalam tubuh organisme hidup. 
Kehadiran fosfat dalam air menimbulkan permasalahan terhadap kualitas air,
misalnya terjadinya eutrofikasi. Untuk memecahkan masalah tersebut dengan
mengurangi masukan fosfat ke dalam badan air, misalnya dengan mengurangi
pemakaian bahan yang menghasilkan limbah fosfat dan melakukan pengolahan limbah
fosfat. Salah satu metoda yang tengah dikembangkan adalah memanfaatkan kemampuan
fosfat untuk membentuk kristal dengan penambahan reaktan.
Untuk mengetahui konsentrasi dari zat terlarut (seperti nitrat), para ilmuan telah
lama menggunakan warna sebagai bantuan dalam mengenali zat-zat kimia. Metode
spektrofotometri bisa digunakan untuk menentukan absorbansi dan konsentrasi dari
suatu zat terlarut, seperti phospat, nitrat, besi dan sulfat yang terdapat dalam suatu
sampel. Metode spektrofotometri ini menggunakan alat yang dinamakan
spketrofotometer yang bekerja pada panjang gelombang tertentu.
1.2 Tujuan dan Manfaat
1.2.1 Tujuan Praktikum
1. Membuat larutan yang dibutuhkan dalam analisa fosfat
2. Menganalisa posfat inorganic terlarut dalam sampel air dengan menggunakan
spektrofotometer

1.2.2 Manfaat Praktikum

1. Mampu menganalisa kandungan fosfat iorganik terlarut dalam sampel air


dengan menggunakan spektrofotometer.

I.3 Waktu dan Tempat


1.3.1 Pengambilan Sampel
Hari/Tanggal : Sabtu, 14 Maret 2018
Waktu : 11.00-Selesai
Tempat : Perairan Teluk Awur Jepara
1.3.2 Analisis Sampel
Hari/Tanggal : Sabtu 28 April 2018
Waktu : 8.00 WIB - Selesai
Tempat : Laboratorium Kimia, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Diponegoro
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Fosfat


Fosfat adalah sebuah ion poliatomik atau radikal terdiri dari
satu atom fosforus dan empat oksigen dalam bentuk ionik, dia membawa sebuah
-3 muatan formal, dan dinotasikan PO43. Fosfat adalah unsur dalam suatu batuan beku
(apatit) atau sedimen dengan kandungan fosfor ekonomis. Biasanya, kandungan fosfor
dinyatakan sebagai bone phosphate of lime (BPL) atau triphosphate of lime (TPL), atau
berdasarkan kandungan P2O5. Fosfat apatit termasuk fosfat primer karena gugusan
oksida fosfatnya terdapat dalam mineral apatit (Ca10(PO4)6.F2) yang terbentuk selama
proses pembekuan magma. Kadang kadang, endapan fosfat berasosiasi dengan batuan
beku alkali kompleks, terutama karbonit kompleks dan sienit (Hutagalung, 1997).
Menurut Sawyer (2003), fosfat merupakan nutrient essensial yang diperlukan oleh
tanaman dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Sumber fosfor di perairan dan
sedimen adalah deposit fosfor, industri, limbah domestik, aktivitas pertanian dan
pertambangan batuan fosfat serta penggundulan hutan (Ruttenberg 2004). Fosfor di
perairan dan sedimen berada dalam bentuk senyawa fosfat, yang terdiri atas fosfat
terlarut dan fosfat partikulat. Fosfat terlarut terbagi atas fosfat organik (dissolved
organic phosphate, DOP) dan fosfat anorganik (dissolved inorganic phosphate, DIP),
yang terdiri atas ortofosfat dan polifosfat.
Dalam analisa, fosfat terlarut ditentukan setelah melalui proses filtrasi dan
konsentrasi fosfat ditentukan berdasarkan reaktifitasnya terhadap reagen molibdat.
Fosfat terfiltrasi yang reaktif terhadap reagen molibdat disebut dengan fosfat reaktif
(filterable reactive phosphate, FRP) yang terdiri atas ortofosfat dan polifosfat serta
fosfat organik yang mudah terhidrolisis oleh asam. Sementara, konsentrasi fosfat
organik terfiltrasi (filterable organic phosphate, FOP) ditentukan melalui tahapan
oksidasi sebelum direaksikan dengan reagen molibdat. Meskipun fosfat terdapat dalam
berbagai bentuk, hanya ortofosfat dan fosfat lain yang mudah berubah menjadi
ortofosfat, baik melalui proses fisika (desorpsi), kimia (pelarutan) maupun biologis
(proses enzimatis), yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh alga di badan air
(Rumhayati, 2010).

2.2 Sumber Fosfat di Laut


Menurut Utami (2016) sumber fosfor di perairan dan sedimen adalah deposit
fosfor, industri, limbah domestik, aktivitas pertanian dan pertambangan batuan fosfat
serta penggundulan hutan . Fosfor di perairan dan sedimen berada dalam bentuk
senyawa fosfat, yang terdiri atas fosfat terlarut dan fosfat partikulat. Fosfat terlarut
terbagi atas fosfat organik (dissolved organic phosphate, DOP) dan fosfat anorganik
(dissolved inorganic phosphate, DIP), yang terdiri atas ortofosfat dan polifosfat.
Banyak sumber fosfat yang di pakai oleh hewan, tumbuhan, bakteri, ataupun
makhluk hidup lain yang hidup di dalam laut. Misalnya saja fosfat yang berasal dari
feses hewan (aves). Sisa tulang, batuan, yang bersifat fosfatik, fosfat bebas yang berasal
dari proses pelapukan dan erosi, fosfat yang bebas di atmosfer, jaringan tumbuhan dan
hewan yang sudah mati. Di dalam siklus fosfor banyak terdapat interaksi antara
tumbuhan dan hewan, senyawa organik dan inorganik, dan antara kolom perairan,
permukaan, dan substrat. Contohnya beberapa hewan melepaskan sejumlah fosfor padat
di dalam kotoran mereka (Hutagalung et al, 1997).

2.3 Siklus Fosfat di Laut


Di perairan unsur fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen,
melainkan dalam bentuk senyawa anorganik yang terlarut (ortofosfat dan polifosfat) dan
senyawa organik yang berupa partikulat. Senyawa fosfor membentuk kompleks ion besi
dan kalsium pada kondisi aerob, bersifat tidak larut, dan mengendap pada sedimen
sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh algae akuatik ( Effendi 2003).
Sumber fosfat diperairan laut pada wilayah pesisir dan paparan benua adalah
sungai. Karena sungai membawa hanyutan sampah maupun sumber fosfat daratan
lainnya, sehingga sumber fosfat dimuara sungai lebih besar dari sekitarnya. Keberadaan
fosfat di dalam air akan terurai menjadi senyawa ionisasi, antara lain dalam bentuk ion
H2PO4-, HPO42-, PO43-. Fosfat diabsorpsi oleh fitoplankton dan seterusnya masuk
kedalam rantai makanan. Senyawa fosfat dalam perairan berasal daari sumber alami
seperti erosi tanah, buangan dari hewan dan pelapukan tumbuhan, dan dari laut sendiri.
Peningkatan kadar fosfat dalam air laut, akan menyebabkan terjadinya ledakan populasi
(blooming) fitoplankton yang akhirnya dapat menyebabkan kematian ikan secara
massal. Batas optimum fosfat untuk pertumbuhan plankton adalah 0,27 – 5,51 mg/liter
(Hutagalung et al, 1997).
Fosfat dalam air laut berbentuk ion fosfat. Ion fosfat dibutuhkan pada proses
fotosintesis dan proses lainnya dalam tumbuhan (bentuk ATP dan Nukleotid koenzim).
Penyerapan dari fosfat dapat berlangsung terus walaupun dalam keadaan gelap.
Ortofosfat (H3PO4) adalah bentuk fosfat anorganik yang paling banyak terdapat dalam
siklus fosfat. Distribusi bentuk yang beragam dari fosfat di air laut dipengaruhi oleh
proses biologi dan fisik. Dipermukaan air, fosfat di angkut oleh fitoplankton sejak
proses fotosintesis. Konsentrasi fosfat di atas 0,3 µm akan menyebabkan kecepatan
pertumbuhan pada banyak spesies fitoplankton. Untuk konsentrasi dibawah 0,3 µm ada
bagian sel yang cocok menghalangi dan sel fosfat kurang diproduksi. Mungkin hal ini
tidak akan terjadi di laut sejak NO3 selalu habis sebelum PO4 jatuh ke tingkat yang
kritis. Pada musim panas, permukaan air mendekati 50% seperti organik-P. Di laut
dalam kebanyakan P berbentuk inorganik. Di musim dingin hampir semua P adalah
inorganik. Variasi di perairan pantai terjadi karena proses upwelling dan kelimpahan
fitoplankton. Pencampuran yang terjadi dipermukaan pada musim dingin dapat
disebabkan oleh bentuk linear di air dangkal. Setelah musim dingin dan musim panas
kelimpahan fosfat akan sangat berkurang. Pada saat terjadi kondisi anaerob, ion besi
valensi tiga (ferri) ini mengalami reduksi menjadi ion besi valensi dua (ferro) yang
bersifat larut dan melepaskan fosfat ke suatu perairan, sehingga meningkatkan
keberadaan fosfat di suatu perairan (Effendi 2003).

2.4 Baku Mutu Fosfat di Perairan


Baku mutu suatu unsur ataupun senyawa kimia di suatu perariran berbeda-beda,
bergantung pada kebijakan dan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah
yang berwenang pada masing-masing wilayah perairan tersebut. Menurut Effendi
(2003), secara umum berdasarkan kadar fosfat total, perairan diklasifikasikan menjadi
tiga yaitu: perairan dengan tingkat kesuburan rendah yang memiliki kadar fosfat total
berkisar antara 0 – 0.02 mg/liter; perairan dengan tingkat kesuburan sedang memiliki
kadar fosfat 0.021 – 0.05 mg/liter; dan perairan dengan tingkat kesuburan tinggi,
memiliki kadar fosfat total 0.051 – 0.1 mg/liter.
Menurut Patty (2013), kadar fosfat di perairan yang subur berkisar antara 1,62-
3,23 ug.at/l atau setara dengan 0,051-0,1 mg/l. Sedangkan menurut Ilahude dan
Liasaputra (1980) kadar fosfat di lapisan permukaan perairan yang tersubur di dunia
mendekati 0,6 ug.at/l atau setara dengan 0,019 mg/l. Ketchum (1969) menetapkan suatu
nilai fosfat sebesar 2,8 ug.at/l atau setara dengan 0,087 mg/l sebagai batas atas pada air
yang tidak tercemar dan KLH (2004) menetapkan standar baku mutu senyawa fosfat
untuk biota laut sebesar 0,015 mg/l. Jika mengacu pada kategori kesuburan perairan
yang dikemukakan oleh beberapa pendapat di atas, maka perairan pulau Talise
termasuk kedalam kategori cukup subur dan masih baik untuk pertumbuhan dan
perkembangan biota laut.
2.5 Peranan Fosfat di Laut
Fosfor berperan dalam transfer energi di dalam sel, misalnya yang terdapat pada
ATP (Adenosine Triphospate) dan ADP (Adenosine Diphosphate). Ortofosfat yang
merupakan produk ionisasi dari asam ortofosfat adalah bentuk fosfor yang paling
sederhana di perairan. Ortofosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan
secara langsung oleh tumbuhan akuatik, sedangkan polifosfat harus mengalami
hidrolisis membentuk ortofosfat terlebih dahulu sebelum dapat dimanfaatkan sebagai
sumber fosfat. Setelah masuk kedalam tumbuhan,misalnya fitoplankton, fosfat
anorganik mengalami perubahan menjadi organofosfat. Fosfat yang berikatan dengan
ferri [Fe2(pO4)3] bersifat tidak larut dan mengendap didasar perairan. Pada saat terjadi
kondisi anaerob, ion besi valensi tiga (ferri) ini mengalami reduksi menjadi ion besi
valensi dua (ferro) yang bersifat larut dan melepaskan fosfat keperairan, sehingga
meningkatkan keberadaan fosfat di perairan (Effendi 2003).
3.1.1. Alat

Tabel 1. Tabel alat praktikum

No Nama Alat Gambar Fungsi

1. Gelas beaker 150 ml Larutan sample

2. Gelas ukur 250 ml Mengukur volume larutan

3. Labu ukur 100 ml Tempat pengenceran

4. Cuvet Wadah sampel saat dimasukkan


kedalam spektrofotometer
5. Pipet tetes Mengambil larutan standard dan
larutan indikator

6. Spektrofotometer Tempat memeriksa absorbansi


larutan

7. Tabung reaksi Tempat mereaksikan larutan

8. Botol aquadest Wadah larutan aquades

9. Botol reagen Menampung larutan sampel


3.1.2. Bahan

Tabel 2. Tabel bahan praktikum

No Nama Bahan Gambar Fungsi


1. Larutan standar Sebagai larutan sampel
fosfat 10 ml

2. Larutan asam sulfat Larutan mix reagen


5 ml

3 Larutan asam Larutan mix reagen


askorbit 2 ml

4 Larutan ammonium Larutan mix reagen


molibdat 2 ml

5 Larutan potassium Larutan mix reagen


antimoniltrat 1 ml

6 Aquades 100 ml Mengencerkan larutan


dan untuk mencuci glass
ware
III.2. Metode
III.2.1.Pembuatan Larutan Standar
1. Alat dan bahan disiapkan
2. Larutan KH2NO4 0.97µm dengan cara pengenceran dibuat
3. Larutan diencerkan menjadi 0.24 µm dan volume yang dibutuhkan dihitung
dengan rumus pengenceran didapatkan 4 ml
4. 4 ml KH2NO4 sebanyak 4 ml dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml
5. Ditambahkan aquades sampai batas tera selanjutnya labu ukur digojok
hingga homogen.
6. Diambil larutan standart masing-masing sebanyak 10 ml dan ditempatkan
pada tabung reaksi yang berbeda.
7. Dilarutan standart tersebut kemudian di tambahkan 1 mL mix reagent pada
masing-masing tabung reaksi. Tunggu selama 15 menit, agar reaksi antara
kedua larutan tersebut dapat bereaksi secara sempurna.
8. Dimasukkan masing-masing larutan standart tersebut ke dalam cuvet yang
berbeda mencapai batas yang terdapat pada cuvet.

3.2.2. Pembuatan Larutan Mix Reagen

1. Disiapkan larutan ammonium molibdate, larutan asam sulfat, larutan asam


askorbic dan larutan potassium antimonyltartat.
2. Dimasing – masing larutan tersebut dicampurkan dengan mengunakan
perbandingan larutan 2:5:2:1
3. Dan Larutan Mix reagen siap digunakan

3.2.3. Pengukuran Nilai Absorbansi

1. Spektrofotometer dinyalakan,kemudian atur cell yang akan digunakan


2. Diatur panjang gelombang pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 885 nm.
3. Dimasukkan semua kuvet kedalam spektrofotometer dengan urutan yang
benar.
4. Dicatat nilai absorbansi dari semua larutan dan buat grafik kalibrasi curve
dengan menggunakan Ms. Excel
DAFTAR PUSTAKA

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan
Perairan. Penerbit Kanisius : Yogyakarta

Hutagalung, H, P., dan Abdul Rozak, 1997. MetodeAnalisis Air Laut, Sedimen dan
Biota, Buku 2. P3O. LIPI Jakarta

Patty,S,I.2013. KADAR FOSFAT, NITRAT DAN OKSIGEN TERLARUT DI


PERAIRAN PULAU TALISE, SULAWESI UTARA. Jurnal Ilmiah platax. Vol
1 (4)

Sawyer, Clair N dan Perry L. Mc Carty. 2003. Chemistry for Environmental


Engineering 5th Edition. Mc Graw-Hill Book Company : New York

Utami, T,M,R.,Maslukah, L., Yusuf, M. 2016. Sebaran Nitrat (NO3) dan Fosfat (PO4)
di Perairan Karangsong Kabupaten Indramayu. Buletin Oseanografi
Marina. Vol 5(1). Hal 31-37

Anda mungkin juga menyukai