Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun Oleh :
A. Latar Belakang
Proses menua adalah keadaan yang tidak dapat dihindarkan.
Manusia seperti halnya semua makhluk hidup didunia ini mempunyai batas
keberadaannya dan akan berakhir dengan kematian. Perubahan-
perubahan pada usia lanjut dan kemunduran kesehatannya kadang-
kadang sukar dibedakan dari kelainan patologi yang terjadi akibat penyakit.
Dalam bidang endokrinologi hampir semua produksi dan pengeluaran
hormon dipengaruhi oleh enzim-enzim yang sangat dipengaruhi oleh
proses menjadi tua.
Diabetes mellitus yang terdapat pada usia lanjut gambaran klinisnya
bervariasi luas dari tanpa gejala sampai dengan komplikasi nyata yang
kadang-kadang menyerupai penyakit atau perubahan yang biasa ditemui
pada usia lanjut.
Dalam makalah ini dibahas masalah penyakit diabetes pada usia
lanjut beserta asuhan keperawatannya.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada klien lansia dengan diabetes
mellitus.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi diabetes mellitus
b. Mengetahui etiologi diabetes mellitus
c. Mengetahui gambaran klinis diabetes mellitus
d. Melakukan pengkajian pada klien dengan diabetes mellitus
e. Menyusun intervensi pada klien dengan diabetes mellitus
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi
Diabetes melitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis
terjadi defisiensi insulin atau retensi insulin, di tandai dengan tingginya
keadaan glukosa darah (hiperglikemia) dan glukosa dalam urine
(glukosuria) atau merupakan sindroma klinis yang ditandai dengan
hiperglikemia kronik dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein sehubungan dengan kurangnya sekresi insulin secara absolut /
relatif dan atau adanya gangguan fungsi insulin.
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia
(Mansjoer, 2000).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
(Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis, dan
multifaktorial yang dicirikan dengan hiperglikemia dan hipoglikemia.
( Mary,2009)
2. Epidemiologi
Diabetes terutama prevalen diantara kaum lanjut usia. Diantara
individu yang berusia lebih dari 65 tahun, 8,6% menderita diabetes tipe II.
Angka ini mencakup 15% populasi pada panti lansia.
3. Etiologi
Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan bertambahnya umur,
intoleransi terhadap glukosa juga meningkat, jadi untuk golongan usia
lanjut diperlukan batas glukosa darah yang lebih tinggi daripada orang
dewasa non usia lanjut.
Pada NIDDM, intoleransi glukosa pada lansia berkaitan dengan
obesitas, aktivitas fisik yang berkurang,kurangnya massa otot, penyakit
penyerta, penggunaaan obat-obatan, disamping karena pada lansia terjadi
penurunan sekresi insulin dan insulin resisten. Lebih dari 50% lansia diatas
60 tahun yang tanpa keluhan, ditemukan hasil Tes Toleransi Glukosa Oral
(TTGO) yang abnormal. Intoleransi glukosa ini masih belum dapat
dikatakan sebagai diabetes. Pada usia lanjut terjadi penurunan maupun
kemampuan insulin terutama pada post reseptor.
Pada lansia cenderung terjadi peningkatan berat badan, bukan
karena mengkonsumsi kalori berlebih namun karena perubahan rasio
lemak-otot dan penurunan laju metabolisme basal. Hal ini dapat menjadi
faktor predisposisi terjadinya diabetes mellitus. Penyebab diabetes mellitus
pada lansia secara umum dapat digolongkan ke dalam dua besar :
a. Proses menua/kemunduran (Penurunan sensitifitas indra pengecap,
penurunan fungsi pankreas, dan penurunan kualitas insulin sehingga
insulin tidak berfungsi dengan baik).
b. Gaya hidup (life style) yang jelek (banyak makan, jarang olahraga,
minum alkohol, dll.)
Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress juga dapat menjadi
penyebab terjadinya diabetes mellitus.
Selain itu perubahan fungsi fisik yang menyebabkan keletihan dapat
menutupi tanda dan gejala diabetes dan menghalangi lansia untuk
mencari bantuan medis. Keletihan, perlu bangun pada malam hari
untuk buang air kecil, dan infeksi yang sering merupakan indikator
diabetes yang mungkin tidak diperhatikan oleh lansia dan anggota
keluarganya karena mereka percaya bahwa hal tersebut adalah bagian
dari proses penuaan itu sendiri.
4. Klasifikasi
a. Diabetes melitus tipe I :
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolut baik melalui proses imunologik maupun idiopatik. Karakteristik
Diabetes Melitus tipe I:
1) Mudah terjadi ketoasidosis
2) Pengobatan harus dengan insulin
3) Onset akut
4) Biasanya kurus
5) Biasanya terjadi pada umur yang masih muda
6) Berhubungan dengan HLA-DR3 dan DR4
7) Didapatkan antibodi sel islet
8) 10%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
b. Diabetes melitus tipe II :
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi
insulin bersama resistensi insulin. Karakteristik DM tipe II :
1) Sukar terjadi ketoasidosis
2) Pengobatan tidak harus dengan insulin
3) Onset lambat
4) Gemuk atau tidak gemuk
5) Biasanya terjadi pada umur > 45 tahun
6) Tidak berhubungan dengan HLA
7) Tidak ada antibodi sel islet
8) 30%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
9) ± 100% kembar identik terkenal
5. Manifestasi Klinis
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada
lansia umumnya tidak ada. Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda
disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia
disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus
pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi
adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru
terjadi pada stadium lanjut. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien
adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah
dan saraf.
Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses
menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala
sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul
adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan
pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada
tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang
sering ditemukan adalah :
a. Katarak
b. Glaukoma
c. Retinopati
d. Gatal seluruh badan
e. Pruritus Vulvae
f. Infeksi bakteri kulit
g. Infeksi jamur di kulit
h. Dermatopati
i. Neuropati perifer
j. Neuropati viseral
k. Amiotropi
l. Ulkus Neurotropik
m. Penyakit ginjal
n. Penyakit pembuluh darah perifer
o. Penyakit koroner
p. Penyakit pembuluh darah otak
q. Hipertensi
6. Patofisiologi
Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting
yaitu memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan
bakar. Insulin adalah suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta
di pankreas. Bila insulin tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk sel
dengan akibat glukosa akan tetap berada di pembuluh darah yang artinya
kadar glukosa di dalam darah meningkat.
Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel
beta pankreas. Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang
merupakan predisposisi untuk kerusakan autoimun sel beta pankreas.
Respon autoimun dipacu oleh aktivitas limfosit, antibodi terhadap sel pulau
langerhans dan terhadap insulin itu sendiri.
Pada diabetes melitus tipe 2 yang sering terjadi pada lansia, jumlah
insulin normal tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada
permukaan sel yang kurang sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel
sedikit dan glukosa dalam darah menjadi meningkat
7. Pathway
8. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba
menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk
mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada
setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
a. Diet
Suatu perencanaan makanan yang terdiri dari 10% lemak, 15%
Protein, 75% Karbohidrat kompleks direkomendasikan untuk mencegah
diabetes. Kandungan rendah lemak dalam diet ini tidak hanya
mencegah arterosklerosis, tetapi juga meningkatkan aktivitas reseptor
insulin.
b. Latihan
Latihan juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes.
Pemeriksaan sebelum latihan sebaiknya dilakukan untuk memastikan
bahwa klien lansia secara fisik mampu mengikuti program latihan
kebugaran. Pengkajian pada tingkat aktivitas klien yang terbaru dan
pilihan gaya hidup dapat membantu menentukan jenis latihan yang
mungkin paling berhasil. Berjalan atau berenang, dua aktivitas dengan
dampak rendah, merupakan permulaan yang sangat baik untuk para
pemula. Untuk lansia dengan NIDDM, olahraga dapat secara langsung
meningkatkan fungsi fisiologis dengan mengurangi kadar glukosa
darah, meningkatkan stamina dan kesejahteraan emosional, dan
meningkatkan sirkulasi, serta membantu menurunkan berat badan.
c. Pemantauan
Pada pasien dengan diabetes, kadar glukosa darah harus selalu
diperiksa secara rutin. Selain itu, perubahan berat badan lansia juga
harus dipantau untuk mengetahui terjadinya obesitas yang dapat
meningkatkan resiko DM pada lansia.
d. Terapi (jika diperlukan)
Sulfoniluria adalah kelompok obat yang paling sering diresepkan
dan efektif hanya untuk penanganan NIDDM. Pemberian insulin juga
dapat dilakukan untuk mepertahankan kadar glukosa darah dalam
parameter yang telah ditentukan untuk membatasi komplikasi penyakit
yang membahayakan.
e. Pendidikan
9. Pemeriksaan Diagnostik
a. Glukosa darah sewaktu
b. Kadar glukosa darah puasa
c. Tes toleransi glukosa
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan :
a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
10. Prognosis
Prognosis DM usia tergantung pada beberapa hal dan tidak
selamanya buruk. Pasien tua dengan tipe II (DMTTI) yang terawat dengan
baik prognosisnya baik. Pada pasien DM yang jatuh dalam koma
hipoglikemia prognosisnya kurang baik.
11. Komplikasi Diabetes Melitus
Komplikasi diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi akut dan
kronis. Yang termasuk dalam komplikasi akut adalah hipoglikemia,
diabetes ketoasidosis (DKA), dan hyperglycemic hyperosmolar nonketocic
coma (HHNC). Yang termasuk dalam komplikasi kronis adalah retinopati
diabetic, nefropati diabetic, neuropati, dislipidemia, dan hipertensi.
a. Komplikasi akut
1) Diabetes ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis adalah akibat yang berat dari deficit
insulin yang berat pada jaringan adipose, otot skeletal, dan hepar.
Jaringan tersebut termasuk sangat sensitive terhadap kekurangan
insulin. DKA dapat dicetuskan oleh infeksi ( penyakit)
b. Komplikasi kronis
1) Retinopati diabetic
Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurism pada
pembuluh retina. Terdapat pula bagian iskemik, yaitu retina akibat
berkurangnya aliran darah retina. Respon terhadap iskemik retina
ini adalah pembentukan pembuluh darah baru, tetapi pembuluh
darah tersebut sangat rapuh sehingga mudah pecah dan dapat
mengakibatkan perdarahan vitreous. Perdarahan ini bisa
mengakibatkan ablasio retina atau berulang yang mengakibatkan
kebutaan permanen.
2) Nefropati diabetic
Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic adalah
glomerulosklerosis yang nodular yang tersebar dikedua ginjal yang
disebut sindrom Kommelstiel-Wilson. Glomeruloskleriosis nodular
dikaitkan dengan proteinuria, edema dan hipertensi. Lesi sindrom
Kommelstiel-Wilson ditemukan hanya pada DM.
3) Neuropati
Neuropati diabetic terjadi pada 60 – 70% individu DM.
neuropati diabetic yang paling sering ditemukan adalah neuropati
perifer dan autonomic.
4) Displidemia
Lima puluh persen individu dengan DM mengalami
dislipidemia.
5) Hipertensi
Hipertensi pada pasien dengan DM tipe 1 menunjukkan
penyakit ginjal, mikroalbuminuria, atau proteinuria. Pada pasien
dengan DM tipe 2, hipertensi bisa menjadi hipertensi esensial.
Hipertensi harus secepat mungkin diketahuin dan ditangani karena
bisa memperberat retinopati, nepropati, dan penyakit
makrovaskular.
6) Kaki diabetic
Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic yaitu
neuropati, iskemia, dan sepsis. Biasanya amputasi harus dilakukan.
Hilanggnya sensori pada kaki mengakibatkan trauma dan potensial
untuk ulkus. Perubahan mikrovaskuler dan makrovaskuler dapat
mengakibatkan iskemia jaringan dan sepsis. Neuropati, iskemia,
dan sepsis bisa menyebabkan gangrene dan amputasi.
7) Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah
di bawah 60 mg/dl, yang merupakan komplikasi potensial terapi
insulin atau obat hipoglikemik oral. Penyebab hipoglikemia pada
pasien sedang menerima pengobatan insulin eksogen atau
hipoglikemik oral.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
b. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya,
mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya
apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk
menanggulangi penyakitnya.
c. Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot
menurun.
d. Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama,
takikardi, perubahan tekanan darah
e. Integritas Ego
Stress, ansietas
f. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
g. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat
badan, haus, penggunaan diuretik.
h. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot,
parestesia,gangguan penglihatan.
i. Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
j. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi /
tidak)
k. Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
B. Masalah Keperawatan
a. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan
b. Gangguan integritas kulit
c. Resiko terjadi injury
C. Intervensi
a. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual,
nyeri abdomen.
Intervensi :
1) Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan
indikasi.
2) Tentukan program diet dan pola makan pasien dan
bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.
3) Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut
kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat
dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi.
4) Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan
(nutrien) dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat
mentoleransinya melalui oral.
5) Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai
dengan indikasi.
6) Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan
tingkat kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar,
peka rangsang, cemas, sakit kepala.
7) Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.
8) Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.
9) Kolaborasi dengan ahli diet.
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status
metabolik (neuropati perifer).
1) Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema, dan
discharge, frekuensi ganti balut.
2) Kaji tanda vital
3) Kaji adanya nyeri
4) Lakukan perawatan luka
5) Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi.
6) Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
c. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi
penglihatan
1) Hindarkan lantai yang licin.
2) Gunakan bed yang rendah.
3) Orientasikan klien dengan ruangan.
4) Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
BAB IV
KESIMPULAN