ANEMIA
DISUSUN OLEH:
3. Manifestasi klinis
Tanda dan Gejala yang muncul merefleksikan gangguan fungsi dari berbagai
sistem dalam tubuh antara lain penurunan kinerja fisik, gangguan neurologik (syaraf)
yang dimanifestasikan dalam perubahan perilaku, anorexia (badan kurus), pica, serta
perkembangan kognitif yang abnormal pada anak. Sering pula terjadi abnormalitas
pertumbuhan, gangguan fungsi epitel, dan berkurangnya keasaman lambung. Cara
mudah mengenal anemia dengan 5L, yakni lemah, letih, lesu, lelah, lalai. Kalau
muncul 5 gejala ini, bisa dipastikan seseorang terkena anemia. Gejala lain adalah
munculnya sklera (warna pucat pada bagian kelopak mata bawah).
Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan kepala
terasa melayang. Jika anemia bertambah berat, bisa menyebabkan stroke atau
serangan jantung.(Price ,2000:256-264)
4. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau
kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum tulang
dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor, atau kebanyakan
akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui
perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada kasus yang disebut terakhir, masalah dapat
akibat efek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah
normal atau akibat beberapa faktor diluar sel darah merah yang menyebabkan
destruksi sel darah merah. Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam
sistem fagositik atau dalam sistem retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa.
Sebagai hasil samping proses ini bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit akan
masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis)
segera direpleksikan dengan meningkatkan bilirubin plasma (konsentrasi normalnya 1
mg/dl atau kurang ; kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera. (Smeltzer &
Bare. 2002 : 935 ).
5. Pathway
6. Klasifikasi
Klasifikasi anemia menurut faktor morfologi :
a. Anemia hipokromik mikrositer : MCV < 80 fl dan MCH < 27 pg
Sel darah merah memiliki ukuran sel yang kecil dan pewarnaan yang berkurang
atau kadar hemoglobin yang kurang (penurunan MCV dan penurunan MCH)
1) Anemia defisiensi besi
2) Thalasemia major
3) Anemia akibat penyakit kronik
4) Anemia sideroblastik
b. Anemia normokromik normositer : MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg
Sel darah merah memiliki ukuran dan bentuk normal serta mengandung jumlah
hemoglobin dalam batas normal.
1) Anemia pasca perdarahan akut
2) Anemia aplastik
3) Anemia hemolitik didapat
4) Anemia akibat penyakit kronik
5) Anemia pada gagal ginjal kronik
6) Anemia pada sindrom mielodisplastik
7) Anemia leukemia akut
c. Anemia normokromik makrositer : MCV > 95 fl
Sel darah merah memiliki ukuran yang ukuran yang lebih besar dari pada normal
tetapi tetapi kandungan hemoglobin dalam batas normal (MCH meningkat dan
MCV normal).
1) Bentuk megaloblastik
1. Anemia defisiensi asam folat
2. Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa
2) Bentuk non-megaloblastik
1. Anemia pada penyakit hati kronik
2. Anemia pada hipotiroidisme
3. Anemia pada sindrom mielodisplastik
Klasifikasi anemia menurut faktor etiologi :
a. Anemia karena produksi eritrosit menurun
1. kekurangan bahan unuk eritrosit (anemia defisiensi besi, dan anemia
deisiensi asam folat/ anemia megaloblastik)
2. gangguan utilisasi besi (anemia akibat penyakit kronik, anemia
sideroblastik)
3. kerusakan jaringan sumsum tulang (atrofi dengan penggantian oleh jaringan
lemak:anemia aplastik/hiplastik, penggantian oleh jaringan
fibrotic/tumor:anemia leukoeritoblastik/mielopstik)
4. Fungsi sumsum tulang kurang baik karena tidak diketahui. (anemia
diserotropoetik, anemia pada sindrom mielodiplastik)
b. Kehilangan eritrosit dari tubuh.
1. Anemia pasca perdarahan akut.
2. Anemia pasca perdarahan kronik
c. Peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh (hemolisis)
1. Faktor ekstrakorpuskuler
a. Antibody terhadap eritrosit: (Autoantibodi-AIHA, isoantibodi-HDN)
b. Hipersplenisme
c. Pemaparan terhadap bahan kimia
d. Akibat infeksi
e. Kerusakan mekanik
2. Faktor intrakorpuskuler
a. Gangguan membrane (hereditary spherocytosis, hereditary
elliptocytosis)
b. Gangguan enzim (defisiensi piruvat kinase, defisiensi G6PD)
c. Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati structural, thalasemia)
(Bakta, 2003:15,16)
Anemia yang terjadi akibat menurunnya produksi SDM antara lain :
Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi besi merupakan gejala kronis dengan keadaan hipokromik
(konsentrasi Hb kurang), mikrositik yang disebabkan oleh suplai besi kurang
dalam tubuh. kurangnya besi berpengaruh dalam pembentukan Hb sehingga
konsentrasinya dalam SDM berkurang, hal ini akan mengakibatkan tidak
adekuatnya pengangkutan oksigen keseluruh jaringan tubuh. Pada keadaan
normal kebutuhan besi orang dewasa adalah 2- 4 gm. Pada laki-laki kebutuhan
besi adalah 50 mg/kgBB dan pada wanita 35 mg/kgBB ( Lawrence M Tierney,
2003) dan hamper 2/3 terdapat dalam Hb. Absorbsi besi terjadi dilambung,
duodenum dan jejunum bagian atas adanya erosi esofagitis, gaster, ulser
duodenum, kanker dan adenoma kolon akan mempengaruhi absobsi besi.
Anemia megaloblastik
Anemia yang disebabkan karena rusaknya sintesis DNA yang mengakibatkan
tidak sempurnanya SDM. Keadaan ini disebabkan karena defisiensi vitamin
B12 dan asam folat.karakteristik SDM ini adalah adanya megaloblas abnormal,
Prematur dengan fungsi yang tidak normal dan dihancurkan semasa dalam
sumsum tulang sehingga terjadinya eritropoeisis dengan masa hidup eritrosit
yang lebih pendek.yang akan mengakibatkan leucopenia, trombositopenia .
Anemia defisiensi vitamin B12
Merupakan gangguan autoimun karena tidak adanya faktor intrinsik yang
diproduksi di sel parietal lambung sehingga terjadi gangguan absobsi vitamin
B12 .
Anemia defisiesi asam folat
Kebutuhan folat sangat kecil biasanya terjadi pada orang yang kurang makan
sayuran dan buah-buahan, gangguan pada pencernaan, alkolik dapat
meningkatkan kebutuhan folat, wanita hamil, masa pertumbuhan. Defisiensi
asam folat juga dapat mengakibatkan sindrom malabsobsi
Anemia aplastik
Terjadi akibat ketidak sanggupan sumsum tulang untuk membentuk sel – sel
darah. Kegagalan tersebut disebabkan oleh kerusakan primer atau zat yang
dapat merusak sumsum tulang (Mielotoksin).
Anemia karena meningkatnya destruksi atau kerusakan SDM dapat terjadi
karena hiperaktifnya RES.
Meningkatnya destruksi SDM dan tidak adekuatnya produksi SDM biasanya
karena faktor-faktor :
Kemampuan respon sumsum tulang terhadap penurunan SDM kurang karena
meningkatnya jumlah retikulosit dalam sirkulasi darah
Meningkatnya SDM yang masih muda dalam sumsum tulang dibandingkan
yang matur atau matang .
Ada atau tidaknya hasil destruksi SDM dalam sirkulasi (peningkatan kadar
bilirubin)
Anemia yang terjadi akibat meningkatnya destruksi/kerusakan SDM antara
lain:
Anemia hemolitik
anemia hemolitik terjadi akibat peningkatan hemolisis dari eritrosit sehingga
usia SDM lebih pendek yang disebabkan oleh : 5% dari jenis anemia, herediter,
Hb abnormal, membran eritrosit rusak, thalasemia, anemia sel sabit, reaksi
autoimun, toksik, kimia, pengobatan, infeksi, kerusakan fisik .
Price, S.A, 2000, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta : EGC
Smeltzer, C.S.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Edisi 8.
Jakarta : EGC
http://asuhan-keperawatan-patriani.blogspot.com/2008/07/askep-anemia.html?m=1