Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN ASFIKSIA

BAB I KONSEP DASAR


A. Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan

Pernafasan (respirasi) merupakan pristiwa menghirup udara dari luar yang


mengandung O2 (oksigen ) kedalam tubuh serta menghembuskan CO 2 (karbondioksida)
sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Adapun guna pernafasan banyak sekali
diantaranya : Mengambil O2 yang kemudian dibawa keseluruh tubuh untuk mengadakan
pembakaran, mengeluarkan CO2 sebagai sisa dari pembakaran karena tidak digunakan
lagi oleh tubuh dan menghangatkan dan melembabkan udara (Syaifuddin. 2013).
Sistem respirasi terdiri dari:
Saluran nafas bagian atas
Pada bagian ini udara yang masuk ke tubuh dihangatkan, disarung dan
dilembabkan.
Saluran nafas bagian bawah
Bagian ini menghantarkan udara yang masuk dari saluran bagian atas ke alveoli

a) Saluran Nafas Bagian Atas


a) Rongga hidung
Hidung terdiri dari hidung luar dan cavum nasi di belakang hidung luar. Hidung
luar terdiri dari tulang rawan dan os nasal di bagian atas, tertutup pada bagian
luar dengan kulit dan bagian dalam dengan membran mukosa. Merupakan
saluran udara yang pertama, yang terdiri dari 2 kavum nasi, dipisahkan oleh
septum nasi. Didalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring
udara, debu dan kotoran. Bagian luar terdiri dari kulit, lapisan tegah terdiri dari
otot-otot dan tulang rawan. Dasar dari rongga hidung dibentuk oleh tulang
rahang atas, keatas rongga hidung berhubungan dengan sinus para nasalis.
Adapun fungsi dari nasal ini sebagai saluran udara pernafasan, penyaring udara
pernafasan yang dilakukan bulu-bulu hidung, dapat menghangatkan udara oleh
mukosa serta membunuh kuman yang masuk bersamaan dengan udara
pernafasan oleh leucosit yang terdapat dalam selaput lendir ( mukosa) atau
hidung (Syaifuddin. 2013)
b) Faring
Merupakan tempat persimpangan antara jalan nafas dan pencernaan. Terdapat
dibawah dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah depan
vertebra cervicalis. Keatas berhubungan dengan rongga hidung dengan
perantaraan lubang (Koana) kedepan berhubungan dengan rongga mulut.
Rongga faring terdiri atas 3 bagian, yaitu :
Nasofaring (terdapat pharyngeal tonsil dan Tuba Eustachius)
Orofaring (merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring, terdapat
pangkal lidah)
Laringofaring (terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran
makanan).
Bagian anterior menuju laring, bagian posterior menuju esophagus
b) Saluran Nafas Bagian Bawah
a) Laring
Laring merupakan lanjutan dari pharing yang terletak didepan esophagus.
Bentuknya seperti kotak segi tiga dengan sebelah samping mendatar dan
didepan menonjol. Laring ini dibentuk oleh tulang rawan yang dihubungkan
oleh jaringan ikat, pada laring terdapat selaput pita suara.

b) Trakhea
Trachea merupakan lanjutan dari laring, dibentuk oleh cincin tulang rawan yang
berbentuk huruf C. Diantara tulang rawan dihubungkan oleh jaringan ikat dan
otot polos yang panjangnya 11,2 cm, lebarnya ± 2cm. Mulai dari bawah laring
segitiga vetebra tirakalis lima dan akan bercabang menjadi bronchus kiri dan
kanan. Trachea juga dilapisi oleh selaput lendir (mukosa) yang mempunyai
epitel torak yang berbulu getar. Permukaan mukosa ini  selalu basa oleh karena
adanya kelenjar mukosa. Trachea berfungsi untuk menyaring debu-debu yang
halus dari udara pernafasan.
c) Bronchus
Bronchus merupakan cabang trachea sehingga vetebra thorakalis lima yaitu
terdiri dari bronchus kiri dan brochus kanan. Bronchus ini dibentuk oleh cincin
tulang rawan yang ukurannya lebih kecil dari trachea yang dilapisi oleh selaput
lendir. Perbedaan bronchus kiri dan bronchus kanan adalah : bronchus kiri lebih
kecil, horizontal dan lebih panjang sedangkan brochus kanan  lebih besar,
vertikal dan lebih pendek.
d) Bronchiolus
Bronchiolus merupakan cabang dari bronchus yang mana struktur sama dengan
brochus hanya saja ukuran dan letaknya berbeda. Bronchiolus suda memasuki
lobus paru-paru sedangkan bronchus masih diluar paru-paru. Bronchiolus akan
bercabang lagi menjadi Bronchiolus terminalis yang struktunya sama dengan
Bronchiolus dan letaknya lebih dalam di jaringan paru-paru. Diujungnya baru
terdapat rongga udara yaitu alveolus dan dinding dari alveolus merupakan
jaringan paru-paru.
e) Paru – paru ( pulmo )
Paru-paru ( pulmo ) terletak dalam rongga dada yang terdiri dari paru kiri dan
kanan, diantara paru kiri dan kanan terdapat jantung, Pembuluh darah besar
trachea bronchus dan esophagus. Disebelah depan, dibelakang dan lateral Paru-
paru berkontak dengan dinding dada, sebelah bawah berkontak dengan
diafragma dan sebelah medial adalah tempat masuk bronchus kiri, kanan dan
tempat masuk pembuluh darah arteri dan vena pulmonalis. Bentuk dari paru ini
seperti kubah ( segitiga ) yang puncaknya disebut apek pulmonum dan alasnya
disebut basis pulmonal. Jaringan paru-paru ini bersifat elastis sehingga dapat
mengembang dan mengempis pada waktu bernafas. Didalam paru-paru terdapat
kantong-kantong udara ( alviolus ), alviolus ini mempunyai dinding yang tipis
sekali dan pada dindingnya terdapat kapiler –kapiler pembuluh darah yang halus
sekali dimana terjadi difusi  oksigen dan CO2. Jumlah alviolus ini ± 700 juta
banyaknya dengan diameter 100 micron. Luasnya permukaan dari seluruh
membran respirasi ini kalau direntang adalah 90 m 2 atau ± 100 kali luas tubuh,
akan tetapi hanya 70 m2 yang dipergunakan untuk pernafasan selebihnya tidak
mengembang. Setiap paru-paru dilapisi oleh membran serosa  rangkap dua yaitu
pleura. Selaput ini merupakan jaringan ikat yang terdiri dari dua lapisan yaitu
pleura viseral yang langsung melengket pada dinding paru-paru, masuk kedalam
fisura dan memisahkan lobus satu dengan yang lainnya, membran ini kemudian
dilipat kembali sebelah tampuk paru-paru dan membentuk pleura parietalis dan
melapisi bagian dalam diding dada. Pleura yang melapisi iga-iga adalah pleura
kostalis, bagian yang menutupi diafragmatika dan bagian yang terletak di leher
adalah peleura servicalis. Pleura ini diperkuat oleh membran oleh membran
yang kuat yang disebut dengan membran  supra renalis ( fasia gison ) dan diatas
membran ini terletak arteri subklavia. Diantara kedua lapiasan pleura ini
terdapat eksudat untuk  melicinkan permukaannya  dan menghindari gesekan
antara paru-paru dan dan dinding dada sewaktu bernafas. Dalam keadaan
normal kedua lapisan ini satu dengan yang lain erat bersentuhan. Ruang atau
rongga pleura itu itu hanyalah ruang yang tidak nyata, tetapi dalam keadaan
tidak normal udara atau cairan akan memisahkan kedua pleura dan ruangan
diantaranya akan menjadi lebih jelas. Pernafasan paru-paru merupakan
pertukaran oksigen dengan karbon dioksida yang terjadi pada paru-paru. Adapu
tujuan pernafasan adalah memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan
mengelurkan sisa pembakaran berupa karbondioksida dari jaringan. Pernafasan
menyangkut dua proses :
Pernafasan luar ( eksternal ) adalah : Absorbsi O 2 dari luar masuk kedalam
paru-paru  dan pembungan CO2 dari paru-paru keluar.
Pernafasan dalam ( eksternal ) ialah : Proses transport O 2 dari paru-paru ke
jaringan dan transport CO2 dari jaringan ke paru-paru.
Pernafasan melalui paru-paru ( ekternal ), oksigen diambil melalui
mulut dan hidung pada saat pernafasan dimana oksingen masuk melalui
trachea sampai ke alvioli berhubungan dengan darah dalam kapiler
pulmonar. Alvioli memisahkan  oksigen dari darah, Oksigen menembus
membran diambil oleh sel darah merah dibawah ke jantung dan dari jantung
dipompakan keseluruh tubuh. Sementara itu karbondioksida sebagai sisa
metabolisme  dalam tubuh akan dipisahkan dari pembuluh darah yang telah
mengumpulkan karbondioksida itu dari seluruh tubuh kedalam saluran nafas
(Syaifuddin. 2013)

B. Definisi Asfiksia
1. Asfiksia Neonatus adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang tidak segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah dilahirkan. (Mochtar, 2013).
2. Asfiksia neonatus  adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan
teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang
menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 20011).
3. Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses
ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian.
Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin, 2010).
4. Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus
dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan,
persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah
buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang
akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan
membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul. (Wiknjosastro, 2012).

C. Epidemiologi Asfiksia
Insiden asfiksia neonatal terjadi sebanyak 3 – 5 bayi dalam 1000 kelahiran.
Laporan dari World Health Organization ( WHO ) menyebutkan bahwa sejak tahun
2000 -2003 asfiksia menempati urutan ke 6 yaitu sebanyak 8 % sebagai penyebab
kematian anak diseluruh dunia setelah pneumonia, malaria, sepsis neonatorum dan
kelahiran premature. Diperkiran 1 juta anak yang bertahan setelah mengalami asfiksia
saat lahir kini hidup dengan morbiditas jangka panjang seperti cerebral palsy,
retardasi mental dan gangguan belajar. Menurut hasil riset kesehatan dasar tahun
2007. Tiga penyebab utama kematian perinatal di Indonesia adalah gangguan
pernapasan/ respiratory disorders (35,9 %), prematuritas (32,4 %) dan sepsis
neonatorum (12 %) ( Sunshine,2010).
D. Etiologi
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan gawat janin (asfiksia) antara lain :
1. Faktor ibu
a) Preeklampsia dan eklampsia
b) Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
c) Partus lama atau partus macet.
d) Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
e) Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2. Faktor Tali Pusat
a. Lilitan tali pusat
b. Tali pusat pendek
c. Simpul tali pusat
d. Prolapsus tali pusat.
3. Faktor bayi
a. Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
b. Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi
vakum, ekstraksi forsep)
c. Kelainan bawaan (kongenital)
d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan) (DepKes RI, 2009).
Towel (1966) mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi
yang terdiri dari :
a. Faktor Ibu
Hipoksia ibu. Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala
akibatnya. Hipoksia ibu ini dapat terjadi karena hipoventilasi akibat
pemberian obat analgetika atau anestesia dalam. Gangguan aliran darah
uterus. Mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan
berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan demikian pula ke janin.
Hal ini sering ditemukan pada keadaan: (a) gangguan kontraksi uterus,
misalnya hipertoni, hipertoni atau tetani uterus akibat penyakit atau obat, (b)
hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, (c) hipertensi pada penyakit
eklampsia.
b. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta. Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada
plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta dan lain-lain.
c. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam
pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan
janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat
menumbung, tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan
jalan lahir dan lain-lain.
d. Faktor neonatus
Depresi tali pusat pernafasan bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa
hal, yaitu : (a) pemakaian obat anastesi/analgetika yang berlebihan pada ibu
secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin, (b)
trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarahan intrakranial, (c)
kelainan kongenital pada bayi, misalnya hernia diafragmatika,
atresia/stenosis saluran pernapasan, hipoplasia paru dan lain-lain (Staf
Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 1985).

E. Manifestasi Klinis
a. Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt, halus
dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
b. Pada bayi setelah lahir
Bayi pucat dan kebiru-biruan
Usaha bernafas minimal atau tidak ada
Hipoksia
Asidosis metabolik atau respiratori
Perubahan fungsi jantung
Kegagalan sistem multiorgan
Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik :
kejang, nistagmus, dan menangis kurang baik/ tidak menangis.
F. Patofisiologi
Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada masa
kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkankan asfiksia ringan
yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia transien), proses ini dianggap sangat perlu
untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar lerjadi “Primarg gasping” yang
kemudian akan berlanjut dengan pernafasan.

Bila terdapat gangguaan pertukaran gas/ pengangkutan O2 selama kehamilan persalinan


akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fugsi sel tubuh dan
bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat
reversibel/ tidak tergantung kepada berat dan lamanya asfiksia. Asfiksia yang terjadi
dimulai dengan suatu periode apnu (Primany apnea) disertai dengan penurunan frekuensi
jantung selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudian
diikuti oleh pernafasan teratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak
tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnu kedua (Secondary apnea). Pada
tingkat ini ditemukan bradikardi dan penurunan tekanan darah. Disamping adanya
perubahan klinis, akan terjadi pula G3 metabolisme dan pemeriksaan keseimbangan asam
basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama dan pertukaran gas mungkin hanya
menimbulkan asidoris respiratorik, bila G3 berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi
metabolisme anaerobik yang berupa glikolisis glikogen tubuh , sehingga glikogen tubuh
terutama pada jantung dan hati akan berkuang.asam organik terjadi akibat metabolisme ini
akan menyebabkan tumbuhnya asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi
perubahan kardiovaskuler yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya hilangnya
sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung terjadinya asidosis
metabolik akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk otot jantung sehinga
menimbulkan kelemahan jantung dan pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan
menyebabkan akan tingginya resistensinya pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah
ke paru dan kesistem tubuh lain akan mengalami gangguan. Asidosis dan gangguan
kardiovaskuler yang terjadi dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel otak. Kerusakan sel
otak yang terjadi menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.
G. Pathway
H. Klasifikasi
Asfiksia neonatorum diklasifikasikan sbb:
a. Asphyksia Ringan ( vigorus baby)
Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan
tindakan istimewa.
b. Asphyksia sedang ( mild moderate asphyksia)
Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih
dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas
tidak ada.
c. Asphyksia Berat
Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang
dari 100 x permenit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang
pucat, reflek iritabilitas tidak ada. Pada asphyksia dengan henti jantung yaitu
bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir
lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum, pemeriksaan fisik sama
pada asphyksia berat.
Tanda 0 1 2 Jumlah Nilai

Frekwensi Tidak ada Kurang dari 100 Lebih dari 100


jantung X/menit X/menit

Usaha Tidak ada Lambat, tidak Menangis kuat


bernafas teratur

Tonus Lumpuh Ekstremitas Gerakan aktif


otot fleksi sedikit

Refleks Tidak ada Gerakan sedikit Menangis

Warna Biru / pucat Tubuh Tubuh dan


kemerahan, ekstremitas
ekstremitas biru kemerahan
Keterangan
nilai 0-3                : asfiksia berat
nilai 4-6                : asfiksia sedang
nilai 7-10              : normal
Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar
5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7.
Nilai apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan
menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30
detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor apgar).

I. Gejala Klinis
Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan cepat dalam periode
yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akanberhenti, denyut
jantung juga menurun sedangkan tonus neuromuscular berkurang secara berangsur –
angsur dan memasuki periode apnue primer.
Gejala dan tanda asfiksia neonatorum yang khas antara lain meliputi : pernafasan
cepat, pernafassan cuping hidung, sianosis, nadi cepat.
Gejala lanjut pada asfiksia :
a. Pernafasan megap – magap dalam
b. Denyut jantung terus menurun
c. Tekanan darah mulai menurun
d. Bayi terlihat lemas ( Flaccid )
e. Menurunnya tekanan O2 anaerob ( PaO2 )
f. Meningginya tekanan CO2 darah ( PaO2 )
g. Menurunnya PH ( akibat acidosis respiratorik dan metabolic )
h. Dipakainya sumber glikogen tubuh anak metabolism anaerob.
i. Terjadinya perubahan system kardiovaskular
J. Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
a. Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut
sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan
menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang
berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan
otak.

b. Anuria atau oliguria


Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan
ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai
dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak
mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang
menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan
ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
c. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas
dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan
pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena
perfusi jaringan tak efektif.
d. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan
koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.

K. Pemeriksaan Penunjang / Diagnostik


Untuk dapat menegakkan gawat janin dapat ditetapkan dengan melakukan
pemeriksaan sebagai berikut :
a) Denyut jantung janin.
Frekeunsi denyut jantung janin normal antara 120 – 160 kali per menit; selama
his frekeunsi ini bisa turun, tetapi di luar his kembali lagi kepada keadaan
semula. Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya,
akan tetapi apabila frekeunsi turun sampai di bawah 100 per menit di luar his,
dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya. Di beberapa
klinik elektrokardiograf janin digunakan untuk terus-menerus mengawasi
keadaan denyut jantung dalam persalinan.
b) Mekonium di dalam air ketuban.
Mekonium pada presentasi-sunsang tidak ada artinya, akan tetapi pada
presentasi – kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus
menimbulkan kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban pada
presentasi-kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila
hal itu dapat dilakukan dengan mudah.

c) Pemeriksaan pH darah janin.


Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukan lewat servik dibuat sayatan
kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini
diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu
turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya.
Diagnosis gawat-jaanin sangat penting untuk daapaat menyelamatkaan dan dengan
demikian membatasi morbiditas dan mortalitas perinatal. Selain itu kelahiran bayi
yang telah menunjukkan tanda-tanda gawat janin mungkin disertai dengan asfiksia
neonatorum, sehingga perlu diadakan persiapan untuk menghadapi keadaan tersebut.

L. Penatalaksanaan
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir
yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi
gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti
tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi :

1. Memastika saluran nafas terbuka :


Meletakan bayi dalam posisi yang benar
Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trachea
Bila perlu masukan Et untuk memastikan pernapasan terbuka
2. Memulai pernapasan :
 Lakukan rangsangan taktil. Beri rangsangan taktil dengan menyentil
atau menepuk telapak kaki. Lakukan penggosokan punggung bayi
secara cepat, mengusap atau mengelus tubuh, tungkai dan kepala
bayi.
 Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
 Mempertahankan sirkulasi darah
 Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi
dada atau bila perlu menggunakan obat-obatan
Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :
Tindakan khusus :
1) Asphyksia berat
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama memperbaiki
ventilasi paru dengan pemberian O2 dengan tekanan dan intermiten, cara
terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan O2 tidak lebih dari 30
mmHg. Asphiksia berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan
bikarbonas natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 %
dengan dosis 2-4ml/kgBB. Kedua obat ini disuntuikan kedalam intra
vena perlahan melalui vena umbilikalis, reaksi obat ini akan terlihat jelas
jika ventilasi paru sedikit banyak telah berlangsung. Usaha pernapasan
biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila
setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan pernapasan atau
frekuensi jantung, maka masase jantung eksternal dikerjakan dengan
frekuensi 80-100/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam
perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3
kali kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus
dinilai kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan
asam dan basa yang belum dikoreksi atau gangguan organik seperti
hernia diafragmatika atau stenosis jalan nafas.
2) Asphyksia sedang
Stimulasi agar timbul reflek pernapsan dapat dicoba, bila dalam waktu
30-60 detik tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus segera
dilakukan, ventilasi sederhana dengan kateter O2 intranasaldengan aliran
1-2 liter/menit, bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala.
Kemudioan dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan mulut
disertai gerakan dagu keatas dan kebawah dengan frekuensi 20
kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding toraks dan abdomen.
Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakan
mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil tidak dicapai
dalam 1-2 menit, sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara
tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu dengan dari mulut ke mulut atau dari ventilasi ke kantong
masker. Pada ventilasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong
diisi dulu dengan O2, ventilasi dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali
permenit dan perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin timbul.
Tindakan dinyatakan tidak berhasil jika setelah dilakukan berberapa saat
terjasi penurunan frekuensi jantung atau perburukan tonus otot, intubasi
endotrakheal harus segera dilakukan, bikarbonas natrikus dan glukosa
dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak
memperlihatkan pernapasan teratur, meskipun ventilasi telah dilakukan
dengan adekuat.

BAB II KONSEP TUMBUH KEMBANG DAN HOSPITALISASI


1) Konsep pertumbuhan usia
Pertumbuhan (growth) adalah merupakan peningkatan jumlah dan besar sel di
seluruh bagian tubuh selama sel-sel tersebut membelah diri dan mensintesis
protein-protein baru, menghasilkan penambahan jumlah dan berat secara
keseluruhan atau sebagian.
Tahap-tahap tumbuh kembang pada manusia adalah sebagai berikut :
 Neonatus (bayi lahir sampai usia 28 hari)
Dalam tahap neonatus ini bayi memiliki kemungkinan yang sangat besar
tumbuh dan kembang sesuai dengan tindakan yang dilakukan oleh orang
tuanya. Sedangkan perawat membantu orang tua dalam memenuhi kebutuhan
tumbuh kembang bayi yang masih belum diketahui oleh orang tuanya.
   Bayi (1 bulan sampai 1 tahun)
Dalam tahap ini bayi memiliki kemajuan tumbuh kembang yang sangat pesat.
Bayi pada usia 1-3 bulan mulai bisa mengangkat kepala,mengikuti objek pada
mata, melihat dengan tersenyum dll. Bayi pada usia 3-6 bulan mulai bisa
mengangkat kepala 90°, mulai bisa mencari benda-benda yang ada di depan
mata dll. Bayi usia 6-9 bulan mulai bisa duduk tanpa di topang, bisa tengkurap
dan berbalik sendiri bahkan bisa berpartisipasi dalam bertepuk tangan dll. Bayi
usia 9-12 bulan mulai bisa berdiri sendiri tanpa dibantu, berjalan dengan
dtuntun, menirukan suara dll. Perawat disini membantu orang tua dalam
memberikan pengetahuan dalam mengontrol perkembangan lingkungan sekitar
bayi agar pertumbuhan psikologis dan sosialnya bisa berkembang dengan baik.
   Todler (usia 1-3 tahun)
Anak usia toddler ( 1 – 3 th ) mempunyai sistem kontrol tubuh yang mulai
membaik, hampir setiap organ mengalami maturitas maksimal. Pengalaman
dan perilaku mereka mulai dipengaruhi oleh lingkungan diluar keluarga
terdekat, mereka mulai berinteraksi dengan teman, mengembangkan
perilaku/moral secara simbolis, kemampuan berbahasa yang minimal. Sebagai
sumber pelayanan kesehatan, perawat berkepentingan untuk mengetahui
konsep tumbuh kembang anak usia toddler guna memberikan asuhan
keperawatan anak dengan optimal.
   Pra Sekolah (3-6 tahun)
Anak usia pra sekolah adalah anak yang berusia antara 3-6 tahun ( Wong,
2000), anak usia prasekolah memiliki karakteristik tersendiri dalam segi
pertumbuhan dan perkembangannya. Dalam hal pertumbuhan, secara fisik anak
pada tahun ketiga terjadi penambahan BB 1,8 s/d 2,7 kg dan rata-rata BB 14,6
kg.penambahan TB berkisar antara 7,5 cm dan TB rata-rata 95 cm.
Kecepatan pertumbuhan pada tahun keempat hampir sama dengan tahun
sebelumnya.BB mencapai 16,7 kg dan TB 103 cm sehingga TB sudah mencapai
dua kali lipat dari TB saat lahir. Frekuensi nadi dan pernafasan turun sedikit
demi sedikit. Pertumbuhan pada tahun kelima sampai akhir masa pra sekolah
BB rata-rata mencapai 18,7 kg dan TB 110 cm, yang mulai ada perubahan
adalah pada gigi yaitu kemungkinan munculnya gigi permanent ssudah dapat
terjadi.
   Usia sekolah (6-12 tahun)
Kelompok usia sekolah sangat dipengaruhi oleh teman sebayanya.
Perkembangan fisik, psikososial, mental anak meningkat. Perawat disini
membantu memberikan waktu dan energi agar anak dapat mengejar hoby yang
sesuai dengan bakat yang ada dalam diri anak tersebut.
   Remaja ( 12-18/20 tahun)
Perawat membantu para remaja untuk pengendalian emosi dan pengendalian
koping pada jiwa mereka saat ini dalam menghadapi konflik.
   Dewasa muda (20-40 tahun)
Perawat disini membantu remaja dalam menerima gaya hidup yang mereka
pilih, membantu dalam penyesuaian diri, menerima komitmen dan kompetensi
mereka, dukung perubahan yang penting untuk kesehatan.
   Dewasa menengah (40-65 tahun)
Perawat membantu individu membuat perencanaan sebagai antisipasi terhadap
perubahan hidup, untuk menerima faktor-faktor risiko yang berhubungan
dengan kesehatan dan fokuskan perhatian individu pada kekuatan, bukan pada
kelemahan.

   Dewasa tua


Perawat membantu individu untuk menghadapi kehilangan (pendengaran,
penglihatan, kematian orang tercinta).

2) Konsep Perkembangan Usia


Perkembangan (development) adalah perubahan secara berangsur-angsur dan
bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh, meningkatkan dan meluasnya
kapasitas seseorang melalui pertumbuhan, kematangan atau kedewasaan
(maturation), dan pembelajaran (learning). Perkembangan manusia berjalan
secara progresif, sistematis dan berkesinambungan dengan perkembangan di
waktu yang lalu. Perkembangan terjadi perubahan dalam bentuk dan fungsi
kematangan organ mulai dari aspek fisik, intelektual, dan emosional.
Perkembangan secara fisik yang terjadi adalah dengan bertambahnya sempurna
fungsi organ. Perkembangan intelektual ditunjukan dengan kemampuan secara
simbol maupun abstrak seperti berbicara, bermain, berhitung. Perkembangan
emosional dapat dilihat dari perilaku sosial lingkungan anak.
Dalam perkembangan psikoseksual dalam tumbuh kembang dapat dijelaskan beberapa
tahap sebagai berikut :
a)  Tahap oral-sensori (lahir sampai usia 12 bulan)
Dalam tahap ini biasanya anak memiliki karakter diantaranya aktivitasnya mulai
melibatkan mulut untuk sumber utama dalam kenyamanan anak, perasaannya
mulai bergantung pada orang lain (dependen), prosedur dalam pemberian makan
sebaiknya memberkan kenyamanan dan keamanan bagi anak.
b)   Tahap anal-muskular (usia 1-3 tahun / toddler)
Dalam tahap ini anak biasanya menggunakan rektum dan anus sebagai sumber
kenyamanan, apabila terjadi gangguan pada tahap ini dapat menimbulkan kepribadian
obsesif-kompulsif seperti keras kepala, kikir, kejam dan temperamen.
c)  Tahap falik (3-6 tahun / pra sekolah)
Tahap ini anak lebih merasa nyaman pada organ genitalnya, selain itu masturbasi
dimulai dan keinggintahuan tentang seksual. Hambatan yang terjadi pada masa ini
menyebabkan kesulitan dalam identitas seksual dan bermasalah dengan otoritas,
ekspresi malu, dan takut.

d) Tahap latensi (6-12 tahun / masa sekolah)


Tahap ini anak mulai menggunakan energinya untuk mulai aktivitas intelektual dan
fisik, dalam periode ini kegiatan seksual tidak muncul, penggunaan koping dan
mekanisme pertahanan diri muncul pada waktu ini.
e)  Genital (13 tahun keatas / pubertas atau remaja sampai dewasa)
Tahap ini genital menjadi pusat kesenangan seksual dan tekanan, produksi horman
seksual menstimulasi perkembangan heteroseksual, energi ditunjukan untuk
mencapai hubungan seksual yang teratur, pada awal fase ini sering muncuul emosi
yang belum matang, kemudian berkembang kemampuan untuk menerima dan
memberi cinta.

3) Konsep Hospitalisasi Usia


1) Bayi (0-1 tahun)
Bila bayi berpisah dengan orang tua, maka pembentukan rasa percaya dan
pembinaan kasih sayangnya terganggu. Ada bayi usia 6 bulan sulit untuk
memahami secara maksimal bagaimana reaksi bayi bila dirawat, Karena
bayi belum dapat mengungkapkan apa yang dirasakannya. Sedangkan pada
bayi dengan usia yang lebih dari 6 bulan, akan banyak menunjukkan
perubahan. Pada bayi usia 8 bulan atau lebih telah mengenal ibunya sebagai
orang yang berbeda-beda dengan dirinya, sehingga akan terjadi “Stranger
Anxiety” (cemas pada orang yang tidak dikenal), sehingga bayi akan
menolak orang baru yang belum dikenal. Kecemasan ini dimanifestasikan
dengan meanagis, marah dan pergerakan yang berlebihan.Disamping itu
bayi juga telah merasa memiliki ibunya ibunya, sehingga jika berpisah
dengan ibunya akan menimbulkan “Separation Anxiety” (cemas akan
berpisah). Hal ini akan kelihatan jika bayi ditinggalkan oleh ibunya, maka
akan menangis sejadi-jadinya, melekat dan sangat tergantung dengan kuat.
2) Toddler (1-3 tahun)
Toddler belum mampu berkomunikasi dengan menggunkan bahasa yang
memadai dan pengertian terhadap realita terbatas. Hubungan anak dengan
ibu sangat dekat sehingga perpisahan dengan ibu akan menimbulkan rasa
kehilangan orang yang terdekat bagi diri anak dan lingkungan yang dikenal
serta akan mengakibatkan perasaan tidak aman dan rasa cemas. Disebutkan
bahwa sumber stress utama pada anak yaitu akibat perpisahan (usia 15-30
bulan). Anxietas perpisahan disebut juga “Analitic Depression”
Respon perilaku anak akibat perpisahn dibagi dalam 3 tahap, yaitu :
 Tahap Protes (Protest)
Pada tahap ini dimanifestasikan dengan menangis kuat, menjerit dan
memanggil ibunya atau menggunakan tingkah laku agresif agar orang
lain tahu bahwa ia tidak ingin ditinggalkan orang tuanya serta menolak
perhatian orang lain.
 Tahap Putus Asa (Despair)
Pada tahap ini anak tampak tenang, menangis berkurang, tidak aktif,
kurang minat untuk bermain, tidak nafsu makan, menarik diri, sedih
dan apatis.
 Tahap menolak (Denial/Detachment)
Pada tahap ini secara samar-samar anak menerima perpisahan,
membina hubungan dangkal dengan orang lain serta kelihatan mulai
menyukai lingkungan.
Toddler telah mampu menunjukkan kestabilan dalam mengontrol
dirinya dengan mempertahankan kegiatan rutin seperti makan, tidur, mandi,
toileting dan bermain. Akibat sakit dan dirawat di Rumah Sakit, anak akan
kehilangan kebebasan dan pandangan egosentrisnya dalam
mengembangkan otonominya. Hal ini akan menimbulkan regresi.
Ketergantungan merupakan karakteristik dari peran sakit. Anak akan
bereaksi terhadap ketergantungan dengan negatifistik dan agresif. Jika
terjadi ketergantungan dalam jangka waktu lama (karena penyakit kronik)
maka anak akan berespon dengan menarik diri dari hubungan interpersonal.
3) Pra Sekolah (3-6 tahun)
Anak usia Pra Sekolah telah dapat menerima perpisahan dengan orang tuannya
dan anak juga dapat membentuk rasa percaya dengan orang lain. Walaupun
demikian anak tetap membutuhkan perlindungan dari keluarganya. Akibat
perpisahan akan menimbulkan reaksi seperti : menolak makan, menangis
pelan-pelan, sering bertanya misalnya : kapan orang tuanya berkunjung, tidak
kooperatif terhadap aktifitas sehari-hari.
Kehilangan kontrol terjadi karena adanya pembatasan aktifitas sehari-hari dan
karena kehilangan kekuatan diri.Anak pra sekolah membayangkan bahwa
dirawat di rumah sakit merupakan suatu hukuman, dipisahkan, merasa tidak
aman dan kemandiriannya dihambat. Anak akan berespon dengan perasaan
malu, bersalah dan takut. Anak usia pra sekolah sangat memperhatikan
penampilan dan fungsi tubuh. Mereka menjadi ingin tahu dan bingung melihat
seseorang dengan gangguan penglihatan atau keadaan tidak normal. Pada usia
ini anak merasa takut bila mengalami perlukaan, anak memgangap bahwa
tindakan dan prosedur mengancam integritas tubuhnya. Anak akan bereaksi
dengan agresif, ekspresif verbal dan depandensi. Disamping itu anak juga akan
menangis, bingung, khususnya bila keluar darah dari tubuhnya. Maka sulit
bagi anak untuk percaya bahwa infeksi, mengukur tekanan darah, mengukur
suhu perrektal dan prosedur tindakan lainnya tidak akan menimbulkan
perlukaan.
4) Sekolah (6-12 tahun)
Anak usia sekolah yang dirawat di rumah sakit akan merasa khawatir
akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya, takut kehilangan
ketrampilan, merasa kesepian dan sendiri. Anak membutuhkan rasa
aman dan perlindungan dari orang tua namun tidak memerlukan selalu
ditemani oleh orang tuanya. Pada usia ini anak berusaha independen dan
produktif. Akibat dirawat di rumah sakit menyebabkan perasaan
kehilangan kontrol dan kekuatan. Hal ini terjadi karena adanya
perubahan dalam peran, kelemahan fisik, takut mati dan kehilangan
kegiatan dalam kelompok serta akibat kegiatan rutin rumah sakit seperti
bedrest, penggunaan pispot, kurangnya privacy, pemakaian kursi roda,
dll.
5) Remaja (12-18 tahun)
Kecemasan yang timbul pada anak remaja yang dirawat di rumah sakit
adalah akibat perpisahan dengan teman-teman sebaya dan kelompok.
Anak tidak merasa takut berpisah dengan orang tua akan tetapi takut
kehilangan status dan hubungan dengan teman sekelompok. Kecemasan
lain disebabkan oleh akibat yang ditimbulkan oleh akibat penyakit fisik,
kecacatan serta kurangnya “privacy”. Sakit dandirawat merupakan
ancaman terhadap identitas diri, perkembangan dan kemampuan anak.
Reaksi yang timbul bila anak remaja dirawat, ia akan merasa
kebebasannya terancam sehingga anak tidak kooperatif, menarik diri,
marah atau frustasi. Remaja sangat cepat mengalami perubahan body
image selama perkembangannya. Adanya perubahan dalam body image
akibat penyakit atau pembedahan dapat menimbulkan stress atau
perasaan tidak aman. Remaja akan berespon dengan banyak bertanya,
menarik diri dan menolak orang lain.

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS


A. Pengkajian
1. Identitas klien dan keluarga
 Riwayat kehamilan ibu dan persalinan ibu
 Pengukur hasil nilai apgar score bila nilainya 0-3 asfiksia berat,bila
nilainya 4-6 asfiksia ringan
2. Pemeriksaan fisik
Sirkulasi
 Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180
x/mnt. Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40
sampai 45 mmHg (diastolik).
 Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik
intensitas maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada
ruang intercosta III/ IV.
 Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama
kehidupan.
 Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan
1 vena.
Eliminasi
 Dapat berkemih saat lahir.
 Berat badan : 2500-4000 gram
 Panjang badan : 44-45 cm
 Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
Neurosensori
 Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
 Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap
selama 30 menit pertama setelah kelahiran (periode
pertama reaktivitas). Penampilan asimetris (molding,
edema, hematoma).
 Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi
menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek
narkotik yang memanjang).
Pernafasan
 Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal
harus antara 7-10.
 Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat
terlihat.
 Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum
pada awalnya silindrik thorak : kartilago xifoid
menonjol, umum terjadi.
Keamanan
 Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks
(jumlah dan distribusi tergantung pada usia gestasi).
 Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat
terlihat, warna merah muda atau kemerahan, mungkin
belang-belang menunjukkan memar minor (misal :
kelahiran dengan forseps), atau perubahan warna
herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat
menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan
kelahiran atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi
telengiektasis (kelopak mata, antara alis mata, atau pada
nukhal) atau bercak mongolia (terutama punggung bawah
dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mungkin
ada (penempatan elektroda internal)
3. Pemeriksaan Diagnostik
1) PH tali pusat : tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status
parasidosis, tingkat rendah menunjukkan asfiksia bermakna.
2) Hemoglobin/ hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-
61%.
3) Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya
kompleks antigen-antibodi pada membran sel darah merah,
menunjukkan kondisi hemolitik.
4) Fungsi Lumbal
5) Untuk menunjukan adanya cairan spinal yang bercampur darah atau
xantokrom disertai dengan peninggian jumlah sel darah merah dan
protein, serta penurunan glukosa.
6) USG
Untuk memantau berbagai perubahan yang terjadi akibat perdarahan.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.


2. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
3. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
4. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi
pemajanan pada agen-agen infeksius.
5. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
6. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.

C. Rencana Keperawatan, Intervensi dan Evaluasi


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan jalan nafas lancar.
NOC I : Status Pernafasan : Kepatenan Jalan Nafas
Kriteria Hasil :
a. Tidak menunjukkan demam.
b. Tidak menunjukkan cemas.
c. Rata-rata repirasi dalam batas normal.
d. Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.
e. Tidak ada suara nafas tambahan.
NOC II : Status Pernafasan : Pertukaran Gas
Kriteria Hasil :
a. Mudah dalam bernafas.
b. Tidak menunjukkan kegelisahan.
c. Tidak adanya sianosis.
d. PaCO2 dalam batas normal.
e. PaO2 dalam batas normal.
f. Keseimbangan perfusi ventilasi
NIC I : Suction jalan nafas
Intevensi
 Tentukan kebutuhan oral/ suction tracheal
 Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction .
 Beritahu keluarga tentang suction.
 Bersihkan daerah bagian tracheal setelah suction selesai dilakukan.
 Monitor status oksigen pasien, status hemodinamik segera sebelum,
selama dan sesudah suction.
NIC II : Resusitasi : Neonatus
 Siapkan perlengkapan resusitasi sebelum persalinan.
 Tes resusitasi bagian suction dan aliran O2 untuk memastikan dapat
berfungsi dengan baik.
 Tempatkan BBL di bawah lampu pemanas radiasi.
 Masukkan laryngoskopy untuk memvisualisasi trachea untuk menghisap
mekonium.
 Intubasi dengan endotracheal untuk mengeluarkan mekonium dari jalan
nafas bawah.
 Berikan stimulasi taktil pada telapak kaki atau punggung bayi.
 Monitor respirasi.
 Lakukan auskultasi untuk memastikan vetilasi adekuat.
2. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan pola nafas menjadi efektif.
NOC : Status respirasi : Ventilasi
Kriteria hasil :
1. Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.
2. Ekspansi dada simetris.
3. Tidak ada bunyi nafas tambahan.
4. Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.

NIC : Manajemen jalan nafas


Intervensi :
1) Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan pengisapan lender.
2) Pantau status pernafasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan.
3) Auskultasi jalan nafas untuk mengetahui adanya penurunan ventilasi.
4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan AGD dan pemakaian alan
bantu nafas
5) Siapkan pasien untuk ventilasi mekanik bila perlu.
6) Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan.
3. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan pertukaran gas teratasi.
NOC : Status respiratorius : Pertukaran gas
Kriteria hasil :
1. Tidak sesak nafas
2. Fungsi paru dalam batas normal
NIC : Manajemen asam basa
Intervensi :
1) Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman nafas dan produksi sputum.
2) Pantau saturasi O2 dengan oksimetri
3) Pantau hasil Analisa Gas Darah
4. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi
pemajanan pada agen-agen infeksius.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan risiko cidera dapat dicegah.
NOC : Pengetahuan : Keamanan Anak
Kriteria hasil :
1. Bebas dari cidera/ komplikasi.
2. Mendeskripsikan aktivitas yang tepat dari level perkembangan anak.
3. Mendeskripsikan teknik pertolongan pertama.
NIC : Kontrol Infeksi
Intervensi :
1. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah merawat bayi.
2. Pakai sarung tangan steril.
3. Lakukan pengkajian fisik secara rutin terhadap bayi baru lahir, perhatikan
pembuluh darah tali pusat dan adanya anomali.
4. Ajarkan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dan melaporkannya pada
pemberi pelayanan kesehatan.
5. Berikan agen imunisasi sesuai indikasi (imunoglobulin hepatitis B dari vaksin
hepatitis B bila serum ibu mengandung antigen permukaan hepatitis B (Hbs
Ag), antigen inti hepatitis B (Hbs Ag) atau antigen E (Hbe Ag).
5. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan suhu tubuh normal.
NOC I : Termoregulasi : Neonatus
Kriteria Hasil :
1. Temperatur badan dalam batas normal.
2. Tidak terjadi distress pernafasan.
3. Tidak gelisah.
4. Perubahan warna kulit
5. Bilirubin dalam batas normal.
NIC I : Perawatan Hipotermi
Intervensi :
1. Hindarkan pasien dari kedinginan dan tempatkan pada lingkungan yang hangat.
2. Monitor gejala yang berhubungan dengan hipotermi, misal fatigue, apatis,
perubahan warna kulit dll.
3. Monitor temperatur dan warna kulit.
4. Monitor TTV.
5. Monitor adanya bradikardi
6. Monitor status pernafasan.
NIC II : Temperatur Regulasi
Intervensi :
1. Monitor temperatur BBL setiap 2 jam sampai suhu stabil.
2. Jaga temperatur suhu tubuh bayi agar tetap hangat.
3. Tempatkan BBL pada inkubator bila perlu.
6. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan koping keluarga adekuat.
NOC I : Koping keluarga
Kriteria Hasil :
1. Percaya dapat mengatasi masalah.
2. Kestabilan prioritas.
3. Mempunyai rencana darurat.
4. Mengatur ulang cara perawatan.
NOC II : Status Kesehatan Keluarga
Kriteria Hasil :
1. Status kekebalan anggota keluarga.
2. Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan.
3. Akses perawatan kesehatan.
4. Kesehatan fisik anggota keluarga.
NIC I : Pemeliharaan proses keluarga
Intervensi :
1. Tentukan tipe proses keluarga.
2. Identifikasi efek pertukaran peran dalam proses keluarga.
3. Bantu anggota keluarga untuk menggunakan mekanisme support yang ada.
4. Bantu anggota keluarga untuk merencanakan strategi normal dalam segala situasi.
NIC II : Dukungan Keluarga
Intervensi :
1. Pastikan anggota keluarga bahwa pasien memperoleh perawat yang terbaik.
2. Tentukan prognosis beban psikologi dari keluarga.
3. Beri harapan realistik.
EVALUASI
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
NOC I
Kriteria Hasil :
1. Tidak menunjukkan demam.
2. Tidak menunjukkan cemas.
3. Rata-rata repirasi dalam batas normal.
4. Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.
5. Tidak ada suara nafas tambahan.
NOC II
Kriteria Hasil :
1. Mudah dalam bernafas.
2. Tidak menunjukkan kegelisahan.
3. Tidak adanya sianosis.
4. PaCO2 dalam batas normal.
5. PaO2 dalam batas normal.
2. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi.
Kriteria hasil :
1. Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.
2. Ekspansi dada simetris.
3. Tidak ada bunyi nafas tambahan
4. Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal
3. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
Kriteria hasil :
1. Tidak sesak nafas.
2. Fungsi paru dalam batas normal.
4. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi
pemajanan pada agen-agen infeksius.
1. Bebas dari cidera/ komplikasi.
2. Mendeskripsikan aktivitas yang tepat dari level perkembangan anak.
3.Mendeskripsikan teknik pertolongan pertama.
5. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
NOC I
Kriteria Hasil :
1. Temperatur badan dalam batas normal.
2. Tidak terjadi distress pernafasan.
3. Tidak gelisah.
4. Perubahan warna kulit.
5. Bilirubin dalam batas normal.
NOC II
Kriteria Hasil :
1. Status kekebalan anggota keluarga.
2. Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan.
3. Akses perawatan kesehatan.
4. Kesehatan fisik anggota keluarga.
6. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi
pemajanan pada agen-agen infeksius.
NOC I
Kriteria Hasil :
1. Percaya dapat mengatasi masalah.
2. Kestabilan prioritas.
3. Mempunyai rencana darurat.
4. Mengatur ulang cara perawatan.
NOC II
Kriteria Hasil :
1. Status kekebalan anggota keluarga.
2. Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan.
3. Akses perawatan kesehatan.
4. Kesehatan fisik anggota keluarga.
DAFTAR PUSTAKA

Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid 3. Jakarta : Informedika


Mansjoer, A. 2010. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid II. Jakarta :
Media Aesculapius.
Santosa, B. 2015. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Definisi dan Klasifikasi.
Jakarta : Prima Medika.
Wilkinson. 2010. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Criteria Hasil NOC. Edisi 7. Jakarta : EGC
Manuaba, I. B. 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana. Jakarta : EGC
Mochtar. R. 2011. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC
Saifudin. A. B. 2011. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Straight. B. R. 2004. Keperawatan Ibu Baru Lahir. Edisi 3. Jakarta : EGC
terdapat pada http://www.freewebs.com/asfiksia/polacederaasfiksia.htm

Anda mungkin juga menyukai