Bangsa, secara konseptual, adalah sekelompok masyarakat yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa, dan sejarahnya, serta berpemerintahan sendiri, seperti bangsa Indonesia, India, dan sebagainya. Suatu bangsa terbentuk melalui suatu proses perjalanan sejarah yang berbeda satu sama lain. Keberadaannya pun seringkali dipengaruhi oleh interaksinya dengan bangsa-bangsa lain. Menurut kamus istilah antropologi, yang dimaksud dengan bangsa adalah kumpulan manusia yang biasanya terikat karena kesatuan bahasa dan kebudayaan dalam arti umum dan biasanya menempati wilayah tertentu di muka bumi. Sebagai suatu bangsa, Indonesia mempunyai ciri atau corak yang khas. Ciri khas itu muncul karena latar belakang sejarah pembentukannya yang berbeda dengan bangsa lain. Salah satu ciri khas bangsa Indonesia yang menonjol adalah bahwa bangsa Indonesia dibentuk oleh kesatuan dari berbagai suku bangsa sehingga disebut bangsa yang majemuk. Mengenai pengertian konsep suku bangsa, Koentjaraningrat memberikan penjelasan sebagai berikut. Tiap kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat yang dapat berwujud sebagai komunitas desa, kota, kelompok kekerabatan, atau kelompok adat lainnya, menampilkan corak khas tertentu yang terutama dilihat oleh orang luar yang bukan warga masyarakat bersangkutan. Corak khas tersebut dapat dilihat pada unsur-unsur kebudayaan yang ada pada komunitas itu, Sebagai kelompok, suku bangsa mempunyai ciri-ciri berikut. a. Merupakan satuan kehidupan yang secara biologi mampu berkembang biak dan lestari dengan adanya keluarga yang dibentuk melalui perkawinan. b. Mempunyai kebudayaan bersama sebagai pedoman hidup yang secara umum berbeda dengan kelompok suku bangsa lain. c. Keanggotaan di dalam suku bangsa bercorak askriptif. Sebagai bagian dari bangsa Indonesia, jati diri seseorang merupakan jati diri bangsa Indonesia. Mengingat bangsa Indonesia merupakan bangsa yang didukung oleh kesatuan dari aneka suku bangsa, diperlukan pemahaman atas suku-suku bangsa tersebut. Corak jati diri ke-Indonesia-an itu sangat ditentukan oleh jati diri suku-suku bangsa pendukungnya.
1.2. Indonesia Bangsa yang Majemuk
Masyarakat majemuk adalah masyarakat yang memiliki keberagaman pola-pola kebudayaan. Masyarakat yang majemuk akan melahirkan kebudayaan majemuk pula. Hal ini merupakan hasil dari interaksi sosial dan politik dari orang-orang yang cara hidup dan cara berpikir beda dalam suatu masyarakat (Haviland, 2000: 805). Sementara itu, kemajemukan Bangsa Indonesia adalah realitas. Berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia, seperti Jawa, Sunda, Minangkabau, Batak, Aceh, dan lain-lain masingmasing berbeda. Mereka berbeda bahasa, adat-istiadat, cara hidup, dan sebagainya. Suku bangsa itu masing-masing merupakan satu bangsa dalam arti etnik, yaitu kebulatan kemasyarakatan yang mempunyai kebudayaan sendiri, karena berasal dari satu keturunan. Setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya, aneka suku bangsa tersebut menjadi satu kesatuan, yaitu bangsa Indonesia. Kesamaan ini merupakan suatu realita yang tidak dapat diingkari. Kenyataan ini perlu disikapi dengan kesadaran bahwa Indonesia adalah satu bangsa. Konsekuensi dari kondisi kemajemukan bangsa Indonesia adalah potensi terjadinya konflik atau disintegrasi. Konflik terjadi apabila terdapat cara pandang tertentu seperti sikap etnosentrisme atau primordialisme yang diwujudkan antara lain dalam bentuk stereotip etnik pada suku bangsa lain. Di sisi lain, integrasi bangsa dapat didorong oleh aspek-aspek seperti pengalaman sejarah yang sama, tujuan yang sama, bahasa dan simbol-simbol yang sama sebagai identitas kebangsaan.
1.3. Faktor-faktor Pemersatu Bangsa
Bangsa Indonesia memiliki semangat kebangsaaan yang kuat. Semangat ini dapat dijadikan perekat atau pemersatu bangsa dengan dukungan, antara lain (1) latar belakang sejarah bangsa, (2) Pancasila dan UUD 1945, (3) simbol-simbol atau lambang-lambang persatuan bangsa, dan (4) kebudayaan nasional. Faktor-faktor itu saling terkait satu sama lain dan harus dijaga untuk terus dipertahankan di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 1.3.1. Latar Belakang Sejarah Bangsa Indonesia Terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia telah melalui suatu proses sejarah yang panjang. Perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia secara garis besar diawali dengan timbulnya kesadaran rakyat untuk menjadi bangsa. Bangsa Indonesia yang terbentuk itu berusaha dengan kuat berjuang membentuk Negara Indonesia merdeka. Setelah merdeka, seluruh rakyat Indonesia berjuang untuk mengisi kemerdekaannya dengan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan rakyatnya (Simbolon, 1995: xviii—xix). Tahap awal pembentukan bangsa Indonesia dimulai dengan tahap persebaran penduduk ke Indonesia pada masa prasejarah. Tahap berikutnya—secara berturut-turut — ialah berdirinya kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha, kerajaan-kerajaan Islam, kedatangan Portugis, pendudukan VOC dan penjajahan Belanda, pendudukan Jepang, dan masa kemerdekaan. 1.3.2. Pancasila dan UUD 1945 Persatuan suku-suku bangsa menjadi bangsa Indonesia memiliki ideologi sebagai landasan berbangsa dan bernegara, yaitu Pancasila dan UUD 1945. Pancasila sebagai kaidah-kaidah penuntun dalam kehidupan sosial, politik, dan hukum disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI. UUD 1945, yang mencantumkan Pancasila dalam bagian pembukaaannya merupakan hukum dasar yang mengatur prinsip-prinsip dan mekanisme ketatanegaraan guna menjamin demokrasi. Di dalam UUD 1945 ada rambu-rambu untuk menjaga keutuhan bangsa. Dengan kata lain, Pancasila dan UUD 1945 merupakan dasar pemersatu dan pengikat yang mampu menjamin keberlangsungan integrasi dan demokrasi. 1.3.3. Simbol/Lambang Persatuan Bangsa Dalam bernegara, rasa keterikatan, solidaritas, dan identitas anggota masyarakatnya dijaga sebagai satu kesatuan bangsa dan negara dengan menggunakan simbol-simbol atau lambang-lambang persatuan. Beberapa lambang persatuan itu adalah bendera merah putih, bahasa nasional, lambang negara, dan lagu kebangsaan. Lambang-lambang tersebut merupakan manifestasi kebudayaan bangsa Indonesia yang berakar pada sejarah perjuangan bangsa, kesatuan dalam keragaman budaya, dan kesamaan dalam mewujudkan cita-cita bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 1.3.4. Kebudayaan Nasional Pluralitas bangsa Indonesia bukan hanya terletak pada keanekaan suku bangsanya, melainkan juga keragaman agama, pelapisan sosial, dan kelompok yang melahirkan kebudayaan yang beragam pula. Dalam kebudayaan yang beragam itu dapat muncul loyalitas terhadap suku bangsa atau kelompok yang dalam skala tertentu dapat menimbulkan primordalisme, entnosentrisme, dan sikap stereotip etnik terhadap suku bangsa atau kelompok lainnya. Oleh karena itu, untuk menjaga keutuhan persatuan bangsa dalam Negara Republik Indonesia, kebudayaan nasional mempunyai arti penting sebagai perekat rasa persatuan. Contoh kebudayaan nasional yang berasal dari puncak-puncak kebudayaan daerah antara lain adalah Borobudur, batik, tari-tarian tradisional, angklung, gamelan, karapan sapi, dan lain-lain. Contoh unsur-unsur kebudayaan yang dapat memperkuat rasa solidaritas atau yang dapat memenuhi fungsi kedua tadi antara lain bahasa nasional (bahasa Indonesia), seni drama masa kini, seni film, dan sistem hukum nasional. Unsur-unsur ini harus dapat mengintensifkan komunikasi antarsuku bangsa yang berbeda-beda dan dipahami maknanya sehingga dapat menumbuhkan toleransi dan solidaritas. Unsur-unsur kebudayaan nasional perlu terus dilestarikan dan dikembangkan. Namun, yang perlu diperhatikan adalah pengembangan itu tidak boleh dibatasi hanya pada unsur-unsurnya saja, tetapi meliputi sistem nilai budayanya juga. Di luar itu, salah satu dari kebudayaan nasional kita yang perlu terus dikembangkan adalah soal hukum nasional. Pengembangan ini harus ditujukan untuk mencapai tujuan-tujuan negara, sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945, yaitu membangun segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.
1.4. Nilai Kebangsaan
1.4.1. Arti Nilai Kebangsaan Nilai kebangsaan dapat diartikan sebagai suatu kesadaran dari warga negara yang dianggap penting atau berharga bahwa dirinya merupakan bagian dari suatu negara yang mempunyai cir-ciri tertentu yang menandainya. Pemahaman akan nilai kebangsaan yang kuat akan menumbuhkan rasa nasionalisme dalam masyarakat. 1.4.2. Sumber Nilai Kebangsaan Sumber Nilai Kebangsaan Indonesia dapat dilihat dari aspek sejarah dan kondisi sosial masyarakatnya. Dilihat dari aspek sejarah, nilai kebangsaan itu sudah ada sebelum Negara Indonesia terbentuk. Pada waktu sebelum Negara Indonesia terbentuk, proses sejarah mengajarkan nilai-nilai perjuangan aneka suku bangsa karena merasa mempunyai nasib dan tujuan yang sama. Makna frase “menjunjung bahasa persatuan” menunjukan kenyataan bahwa mereka berasal dari berbagai suku bangsa yang mempunyai bahasa daerahnya masingmasing. Oleh karena itu, untuk menumbuhkan dan menjaga persatuan bangsa, bahasa Indonesia dijadikan sebagai bahasa persatuan. Setelah terbentuknya NKRI, Nilai Kebangsaan yang ditanamkan berasal dari UUD 1945 dengan empat sumber acuan nilai, yaitu (1) Pancasila sebagai falsafah bangsa, (2) UUD 1945, (3) NKRI sebagai bentuk negara, dan (4) Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan kesatuan bangsa.
1.4.3. Nilai Kebangsaan dan Pembentukan Karakter
Karakter suatu bangsa bergantung pada nilai-nilai lokal yang hidup pada masyarakatnya. Untuk mengembangkannya, dunia pendidikan mempunyai peran yang sangat penting. Pendidikanlah yang dapat mengubah nasib bangsa. Apabila pendidikan rakyat meningkat, ekonomi pun turut meningkat (Syamsah Nas, 1990:1—5). Melalui pendidikan diharapkan tumbuh subur kesadaran pentingnya berbangsa. Setiap anggota masyarakat harus merasa sebagai bagian dari bangsa dalam upaya membangun ketahanan nasional dalam rangka menghadapi berbagai tantangan. Kesadaran itu harus dikaitkan dengan pemahaman atas nilai-nilai kebangsaan, jati diri, dan wawasan kebangsaan yang didasarkan pada Pancasila dan UUD 1945.
BAB 2 NEGARA INDONESIA
2.1. Hakikat Negara
Setelah proses berbangsa, orang menyatakan tempat tinggalnya sebagai negaranya. Konsep ini dikenal sebagai konsep negara berdasarkan geografi. Untuk melindungi wilayahnya, sebuah bangsa membentuk organisasi yang kemudian disebut sebagai negara (state). Dalam pengertian ini, negara meliputi (1) penduduk (rakyat, penghuni tetap, dan warga negara), (2) wilayah atau lingkungan kekuasaan pemerintah, (3) penguasa yang berdaulat (membedakan organisasi pemerintah dengan organisasi sosial), dan (4) pengakuan kedaulatan dari negara lain. Keempat kesepakatan ini merupakan hasil konvensi negara- negara Pan Americana di Montevideo, Uruguay, tahun 1933. Di samping keempat syarat tersebut dapat ditambahkan lagi satu aspek, yaitu adanya konstitusi dalam negara bersangkutan (Ditjen Dikti, 2001: 36). 2.1.1 Rakyat Konsep tentang rakyat adalah penghuni. Mereka merupakan penduduk atau semua orang yang bertujuan menetap dalam wilayah tertentu untuk jangka waktu lama. Mereka dapat diklasifikasikan sebagai (1) penghuni tetap maupun berpindah-pindah (nomad) dalam wilayah tersebut dan (2) warga negara dan warga negara asing. 2.1.2 Wilayah Wilayah atau lingkungan kekuasaan pemerintah meliputi (1) darat, (2) laut, (3) udara, dan (4) ekstrateritorial. 2.1.3 Pemerintah yang Berdaulat Pemerintah adalah pemegang dan penentu kebijakan yang berkaitan dengan pembelaan negara. Pemerintah yang berdaulat mempunyai dua kekuasaan yang bersifat ke dalam dan ke luar. Ke dalam, pemerintah memiliki kekuasaan untuk merumuskan keputusan-keputusan yang mengikat bagi seluruh penduduk di wilayahnya. Ke luar, pemerintah mempertahankan kemerdekaan dari serangan negara lain dan mengelola hubungan diplomatik berkaitan dengan perjanjian internasional. 2.1.4 Pengakuan Kedaulatan Pengakuan kedaulatan dari negara lain bukanlah unsur pembentuk negara, tetapi bersifat menerangkan saja tentang adanya negara. Dengan kata lain, pengakuan dari negara lain hanya bersifat deklaratif. Pengakuan kedaulatan dibedakan dengan status de facto berdasarkan fakta yang ada dan de jure berdasarkan hukum. Dengan adanya kedua jenis status pengakuan, hubungan kedua negara dapat ditingkatkan menjadi hubungan diplomatik kedua negara hingga tingkat duta besar. 2.1.5 Konstitusi Persayaratan lain suatu negara modern menurut Prof. Dr. Sri Soemantri (Ditjen Dikti, 2001: 36) adalah adanya konstitusi. Negara modern, terutama sejak berdirinya Amerika Serikat, menjadikan konstitusi merupakan prasyarat bagi suatu negara bangsa. Sebuah konstitusi biasanya berisikan (1) organisasi negara (pembagian kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif), (2) hak asasi manusia, (3) prosedur mengubah kontitusi (amendemen), (4) ada kalanya ada larangan untuk mengubah konstitusi, dan (5) aturan hukum yang tertinggi. Di dalamnya, tidak jarang dibuat pembukaan atau mukadimah dasar yang berisikan cita-cita atau ideologi negara (Budiardjo, 2008: 178). 2.1.6 Tujuan Negara Tujuan negara sebaiknya tersurat, paling tidak tersirat dalam konstitusi. Rumusan tujuan merupakan pedoman untuk mencapai cita-cita nasional. Tujuan nasional itu pada dasarnya sejalan dengan tujuan hidup manusia pada umumnya, yakni menciptakan rasa aman dan membangun kemakmuran bagi rakyat. Untuk itu, negara berhak menuntut kesetiaan para warganya untuk menghadapi musuh. Sebaliknya, pemerintah berkewajiban pula memberi dan melatih pengetahuan untuk mempertahankan negara.
2.2 Geopolitik dan Geostrategi
Konsep geopolitik dan geostrategi berkembang seiring kesadaran manusia untuk berbangsa dan bernegara; mulai dari terbentuknya bangsa, kemudian negara, dan tidak boleh diabaikan adanya kemajuan teknologi dalam bidang transportasi, komunikasi, peralatan militer dan kebangkitan demokrasi (Wright, 1942: 16). Konsep wawasan kebangsaan tentang wilayah ini sangat diperlukan dalam pengelolaan negara. Konsep ini mulai dikembangkan sebagai ilmu pada akhir abad XIX. Konsepsi ini dikenal sebagai geopolitik, yang pada mulanya membahas geografi dari segi politik negara kemudian berkembang menjadi konsep politik, dalam arti distribusi kekuatan, pada hamparan geografi negara (Sunardi, 2004: 157).
2.3 Negara Kesatuan Republik Indonesia
2.3.1 Ciri Khas Wilayah Indonesia Ada empat ciri khas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ditinjau dari segi geografis. Pertama, wilayah NKRI berada di posisi silang antara Lautan India di sebelah Barat dan Lautan Pasifik di sebelah Timur. Di sebelah Utara ada benua Asia dan di Selata ada Australia. Kedua, sebagai negara kepulauan Indonesia memiliki luas 1.904.569 km2 dengan jumlah 17.504 pulau (CIA International Report, Juli 2014) dengan garis pantai sepanjang 54.715 km. Ketiga, Indonesia merupakan salah satu dari delapan negara di bawah lintasan Geo Stationary Orbit (GSO). GSO merupakan suatu lingkaran orbit yang sejajar dengan garis khatulistiwa di bumi. Lingkaran orbit terletak pada 6 radian bumi di atas garis khatulistiwa di ketinggian + 36.000 km, dengan tebal + 75 km, dan lebar + 15 km. GSO pada orbit ini akan mengelilingi bumi dari Barat ke Timur dengan masa orbit 23 jam, 56 menit, 4 detik. Oleh karena itu, apabila satelit ataupun benda-benda angkasa yang ditempatkan di orbit ini, seolah-olah diam, karena periode putarnya hampir sama dengan periode putar bumi. Indonesia memiliki lintasan GSO terpanjang. Keempat, Indonesia dilintasi tiga dari tujuh selat tersibuk dunia (Sunardi, 2002: 175). Ketiga selat itu adaalah (1) Selat Malaka, nomor 2 setelah selat Dover, merupakan jalur angkutan migas untuk Asia Timur dan Pasifik, (2) Selat Sunda (nomor 6), dan (3) Selat Lombok (nomor 7). Selat Sunda dan Selat Lombok merupakan jalur pelayaran dari negara-negara Asia Timur dengan negara-negara Pasifik Selatan. Pada masa perang dingin, ketiga selat ini “dikuasai” oleh Amerika Serikat. 2.3.2 Wujud Formal Negara Indonesia Secara formal, Indonesia menjadi negara sejak proklamasi kemerdekaannya. Wujud formal itu berupa (1) penduduk atau rakyat yang mendiami wilayah; (2) wilayah, eks wilayah Hindia Belanda; (3) pemerintah yang berbentuk republik, sejak terpilihnya Presiden; (4) kedaulatan, sejak Proklamasi Kemerdekaan; (5) konstitusi; (6) tujuan negara, yaitu untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur ber-dasarkan Pancasila; dan (7) bentuk negara yang berupa negara kesatuan. a. Penduduk Sebelum kemerdekaan Indonesia, rakyat Indonesia terdiri atas berbagai etnik, agama, dan golongan kaula Belanda—onderdaan—maupun orang asing. Orang asing dibedakan antara turunan Eropa—Jepang digolongkan sebagai orang Eropa—dan Timur asing yaitu Cina, Arab, India. Setelah proklamasi kemerdekaan berbagai penduduk yang berada di Indonesia sebelum tanggal 17 Agustus 1945 diakomodasi sebagai warga negara Indonesia. b. Wilayah Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditentukan oleh BPUPKI adalah wilayah eks Hindia Belanda (Setneg, tt: 25). Mengenai batas wilayah ini, pada tanggal 13 Desember 1957, Pemerintah Indonesia mengeluarkan deklarasi tentang ketentuan batas wilayah laut yang ditandatangani PM Djuanda. Isinya ditujukan untuk memperkuat konsepsi wilayah maritim. Konsep maritim Belanda dirombak total menjadi tata lautan yang diperbaharui “berasas negara kepulauan” (archipelagic state principle). Dasar hukum konsepsi baru tersebut berupa negara kepulauan yang wilayahnya meliputi: darat, laut, dan udara sebagai kesatuan yang utuh, yaitu Konvensi PBB tentang Hukum Laut (United Nations Convention on the Law of the Sea, UNCLOS) pada tahun 1982 di Montego Bay, Jamaica. Menurut Pasal 46 UNCLOS 1982, kepulauan berarti suatu gugusan pulau, termasuk bagian pulau, perairan di antaranya dan lain-lain wujud alamiah yang hubungannya satu sama lainnya demikian eratnya sehingga merupakan suatu kesatuan geografi, ekonomi, dan politik. Dengan demikian, Negara Kepulauan sebagaimana Negara Indonesia merupakan negara yang terdiri atas pulau-pulau sebagai satu keastuan; wilayah itu sepertiganya merupakan daratan dan dua pertiganya lautan. c. Pemerintah Pemerintah Indonesia ada sejak 18 Agustus 1945 sebagai hasil sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Implementasi Trias politica setelah Orde Baru berakhir merujuk pda UUD NRI 1945 tidak lagi sebagai pemisahan kekuasaan tetapi sebagai pembagian kekuasaan. Fungsi dan kekuasaan negara tidak dibagi secara terpisah dalam tiga lembaga saja, tetapi didistribusikan ke dalam enam lembaga tinggi negara. d. Pengakuan dari Negara Lain Mesir merupakan negara asing pertama yang mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Republik Indonesia. Pengakuan de facto itu dilakukan pada tanggal 22 Maret 1946 dengan menyatakan bahwa pengurusan tentang masalah Indonesia tidak dilakukan melalui Kedutaan Besar Belanda. Selanjutnya, Mesir mengajak anggota Liga Arab untuk mengakui kemerdekaan Indonesia. Pengakuan de jure baharu dilaksanakan pada 10 Juni 1947. Negara kedua yang mengakui adalah India setelah merdeka dari Inggris pada 15 Agustus 1947. India menggagas resolusi bangsa-bangsa Asia-Afrika yang mengecam agresi militer Belanda ke Yogyakarta pada tanggal 19 Desember 1948. Perdana Menteri India J. Nehru menggelar konverensi Asia bersama Pakistan, Sri Lanka, Nepal, Libanon, Siria, dan Irak. Dalam konferensi ini, Nehru mendesak Pemerintah Belanda meninggalkan Indonesia. Pengakuan negara lain bagi berdirinya suatu negara sangatlah penting. Pengakuan negara tersebut akan menjadi jalan bagi terjadinya interaksi antarnegara. Dengan demikian, akan memperkokoh kedaulatan negara sebagai negara yang merdeka.