Anda di halaman 1dari 8

BAB 1

BANGSA INDONESIA

1.1. Pengertian Bangsa dan Suku Bangsa


Bangsa, secara konseptual, adalah sekelompok masyarakat yang bersamaan asal
keturunan, adat, bahasa, dan sejarahnya, serta berpemerintahan sendiri, seperti bangsa
Indonesia, India, dan sebagainya. Suatu bangsa terbentuk melalui suatu proses perjalanan
sejarah yang berbeda satu sama lain. Keberadaannya pun seringkali dipengaruhi oleh
interaksinya dengan bangsa-bangsa lain. Menurut kamus istilah antropologi, yang dimaksud
dengan bangsa adalah kumpulan manusia yang biasanya terikat karena kesatuan bahasa dan
kebudayaan dalam arti umum dan biasanya menempati wilayah tertentu di muka bumi.
Sebagai suatu bangsa, Indonesia mempunyai ciri atau corak yang khas. Ciri khas itu
muncul karena latar belakang sejarah pembentukannya yang berbeda dengan bangsa lain.
Salah satu ciri khas bangsa Indonesia yang menonjol adalah bahwa bangsa Indonesia
dibentuk oleh kesatuan dari berbagai suku bangsa sehingga disebut bangsa yang majemuk.
Mengenai pengertian konsep suku bangsa, Koentjaraningrat memberikan penjelasan
sebagai berikut. Tiap kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat yang dapat berwujud
sebagai komunitas desa, kota, kelompok kekerabatan, atau kelompok adat lainnya,
menampilkan corak khas tertentu yang terutama dilihat oleh orang luar yang bukan warga
masyarakat bersangkutan. Corak khas tersebut dapat dilihat pada unsur-unsur kebudayaan
yang ada pada komunitas itu,
Sebagai kelompok, suku bangsa mempunyai ciri-ciri berikut.
a. Merupakan satuan kehidupan yang secara biologi mampu berkembang biak dan lestari
dengan adanya keluarga yang dibentuk melalui perkawinan.
b. Mempunyai kebudayaan bersama sebagai pedoman hidup yang secara umum berbeda
dengan kelompok suku bangsa lain.
c. Keanggotaan di dalam suku bangsa bercorak askriptif.
Sebagai bagian dari bangsa Indonesia, jati diri seseorang merupakan jati diri bangsa
Indonesia. Mengingat bangsa Indonesia merupakan bangsa yang didukung oleh kesatuan dari
aneka suku bangsa, diperlukan pemahaman atas suku-suku bangsa tersebut. Corak jati diri
ke-Indonesia-an itu sangat ditentukan oleh jati diri suku-suku bangsa pendukungnya.

1.2. Indonesia Bangsa yang Majemuk


Masyarakat majemuk adalah masyarakat yang memiliki keberagaman pola-pola
kebudayaan. Masyarakat yang majemuk akan melahirkan kebudayaan majemuk pula. Hal ini
merupakan hasil dari interaksi sosial dan politik dari orang-orang yang cara hidup dan cara
berpikir beda dalam suatu masyarakat (Haviland, 2000: 805).
Sementara itu, kemajemukan Bangsa Indonesia adalah realitas. Berbagai suku bangsa
yang ada di Indonesia, seperti Jawa, Sunda, Minangkabau, Batak, Aceh, dan lain-lain
masingmasing berbeda. Mereka berbeda bahasa, adat-istiadat, cara hidup, dan sebagainya.
Suku bangsa itu masing-masing merupakan satu bangsa dalam arti etnik, yaitu kebulatan
kemasyarakatan yang mempunyai kebudayaan sendiri, karena berasal dari satu keturunan.
Setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya, aneka suku bangsa tersebut menjadi satu
kesatuan, yaitu bangsa Indonesia. Kesamaan ini merupakan suatu realita yang tidak dapat
diingkari. Kenyataan ini perlu disikapi dengan kesadaran bahwa Indonesia adalah satu
bangsa.
Konsekuensi dari kondisi kemajemukan bangsa Indonesia adalah potensi terjadinya
konflik atau disintegrasi. Konflik terjadi apabila terdapat cara pandang tertentu seperti sikap
etnosentrisme atau primordialisme yang diwujudkan antara lain dalam bentuk stereotip etnik
pada suku bangsa lain. Di sisi lain, integrasi bangsa dapat didorong oleh aspek-aspek seperti
pengalaman sejarah yang sama, tujuan yang sama, bahasa dan simbol-simbol yang sama
sebagai identitas kebangsaan.

1.3. Faktor-faktor Pemersatu Bangsa


Bangsa Indonesia memiliki semangat kebangsaaan yang kuat. Semangat ini dapat
dijadikan perekat atau pemersatu bangsa dengan dukungan, antara lain (1) latar belakang
sejarah bangsa, (2) Pancasila dan UUD 1945, (3) simbol-simbol atau lambang-lambang
persatuan bangsa, dan (4) kebudayaan nasional. Faktor-faktor itu saling terkait satu sama lain
dan harus dijaga untuk terus dipertahankan di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI).
1.3.1. Latar Belakang Sejarah Bangsa Indonesia
Terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia telah melalui suatu proses
sejarah yang panjang. Perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia secara garis besar
diawali dengan timbulnya kesadaran rakyat untuk menjadi bangsa. Bangsa Indonesia
yang terbentuk itu berusaha dengan kuat berjuang membentuk Negara Indonesia
merdeka. Setelah merdeka, seluruh rakyat Indonesia berjuang untuk mengisi
kemerdekaannya dengan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan rakyatnya
(Simbolon, 1995: xviii—xix).
Tahap awal pembentukan bangsa Indonesia dimulai dengan tahap persebaran
penduduk ke Indonesia pada masa prasejarah. Tahap berikutnya—secara berturut-turut
— ialah berdirinya kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha, kerajaan-kerajaan Islam,
kedatangan Portugis, pendudukan VOC dan penjajahan Belanda, pendudukan Jepang,
dan masa kemerdekaan.  
1.3.2. Pancasila dan UUD 1945
Persatuan suku-suku bangsa menjadi bangsa Indonesia memiliki ideologi sebagai
landasan berbangsa dan bernegara, yaitu Pancasila dan UUD 1945. Pancasila sebagai
kaidah-kaidah penuntun dalam kehidupan sosial, politik, dan hukum disahkan pada
tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI. UUD 1945, yang mencantumkan Pancasila dalam
bagian pembukaaannya merupakan hukum dasar yang mengatur prinsip-prinsip dan
mekanisme ketatanegaraan guna menjamin demokrasi. Di dalam UUD 1945 ada
rambu-rambu untuk menjaga keutuhan bangsa. Dengan kata lain, Pancasila dan UUD
1945 merupakan dasar pemersatu dan pengikat yang mampu menjamin
keberlangsungan integrasi dan demokrasi.
1.3.3. Simbol/Lambang Persatuan Bangsa
Dalam bernegara, rasa keterikatan, solidaritas, dan identitas anggota
masyarakatnya dijaga sebagai satu kesatuan bangsa dan negara dengan menggunakan
simbol-simbol atau lambang-lambang persatuan. Beberapa lambang persatuan itu
adalah bendera merah putih, bahasa nasional, lambang negara, dan lagu kebangsaan.
Lambang-lambang tersebut merupakan manifestasi kebudayaan bangsa Indonesia yang
berakar pada sejarah perjuangan bangsa, kesatuan dalam keragaman budaya, dan
kesamaan dalam mewujudkan cita-cita bangsa dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
1.3.4. Kebudayaan Nasional
Pluralitas bangsa Indonesia bukan hanya terletak pada keanekaan suku bangsanya,
melainkan juga keragaman agama, pelapisan sosial, dan kelompok yang melahirkan
kebudayaan yang beragam pula. Dalam kebudayaan yang beragam itu dapat muncul
loyalitas terhadap suku bangsa atau kelompok yang dalam skala tertentu dapat
menimbulkan primordalisme, entnosentrisme, dan sikap stereotip etnik terhadap suku
bangsa atau kelompok lainnya. Oleh karena itu, untuk menjaga keutuhan persatuan
bangsa dalam Negara Republik Indonesia, kebudayaan nasional mempunyai arti
penting sebagai perekat rasa persatuan.
Contoh kebudayaan nasional yang berasal dari puncak-puncak kebudayaan daerah
antara lain adalah Borobudur, batik, tari-tarian tradisional, angklung, gamelan, karapan
sapi, dan lain-lain. Contoh unsur-unsur kebudayaan yang dapat memperkuat rasa
solidaritas atau yang dapat memenuhi fungsi kedua tadi antara lain bahasa nasional
(bahasa Indonesia), seni drama masa kini, seni film, dan sistem hukum nasional.
Unsur-unsur ini harus dapat mengintensifkan komunikasi antarsuku bangsa yang
berbeda-beda dan dipahami maknanya sehingga dapat menumbuhkan toleransi dan
solidaritas. Unsur-unsur kebudayaan nasional perlu terus dilestarikan dan
dikembangkan. Namun, yang perlu diperhatikan adalah pengembangan itu tidak boleh
dibatasi hanya pada unsur-unsurnya saja, tetapi meliputi sistem nilai budayanya juga.
Di luar itu, salah satu dari kebudayaan nasional kita yang perlu terus
dikembangkan adalah soal hukum nasional. Pengembangan ini harus ditujukan untuk
mencapai tujuan-tujuan negara, sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945,
yaitu membangun segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, mencerdaskan
kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia.

1.4. Nilai Kebangsaan


1.4.1. Arti Nilai Kebangsaan
Nilai kebangsaan dapat diartikan sebagai suatu kesadaran dari warga negara yang
dianggap penting atau berharga bahwa dirinya merupakan bagian dari suatu negara yang
mempunyai cir-ciri tertentu yang menandainya. Pemahaman akan nilai kebangsaan yang
kuat akan menumbuhkan rasa nasionalisme dalam masyarakat.
1.4.2. Sumber Nilai Kebangsaan
Sumber Nilai Kebangsaan Indonesia dapat dilihat dari aspek sejarah dan kondisi
sosial masyarakatnya. Dilihat dari aspek sejarah, nilai kebangsaan itu sudah ada sebelum
Negara Indonesia terbentuk. Pada waktu sebelum Negara Indonesia terbentuk, proses
sejarah mengajarkan nilai-nilai perjuangan aneka suku bangsa karena merasa
mempunyai nasib dan tujuan yang sama. Makna frase “menjunjung bahasa persatuan”
menunjukan kenyataan bahwa mereka berasal dari berbagai suku bangsa yang
mempunyai bahasa daerahnya masingmasing. Oleh karena itu, untuk menumbuhkan dan
menjaga persatuan bangsa, bahasa Indonesia dijadikan sebagai bahasa persatuan. Setelah
terbentuknya NKRI, Nilai Kebangsaan yang ditanamkan berasal dari UUD 1945 dengan
empat sumber acuan nilai, yaitu (1) Pancasila sebagai falsafah bangsa, (2) UUD 1945,
(3) NKRI sebagai bentuk negara, dan (4) Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan
kesatuan bangsa.

1.4.3. Nilai Kebangsaan dan Pembentukan Karakter


Karakter suatu bangsa bergantung pada nilai-nilai lokal yang hidup pada
masyarakatnya. Untuk mengembangkannya, dunia pendidikan mempunyai peran yang
sangat penting. Pendidikanlah yang dapat mengubah nasib bangsa. Apabila pendidikan
rakyat meningkat, ekonomi pun turut meningkat (Syamsah Nas, 1990:1—5). Melalui
pendidikan diharapkan tumbuh subur kesadaran pentingnya berbangsa. Setiap anggota
masyarakat harus merasa sebagai bagian dari bangsa dalam upaya membangun
ketahanan nasional dalam rangka menghadapi berbagai tantangan. Kesadaran itu harus
dikaitkan dengan pemahaman atas nilai-nilai kebangsaan, jati diri, dan wawasan
kebangsaan yang didasarkan pada Pancasila dan UUD 1945.

BAB 2
NEGARA INDONESIA

2.1. Hakikat Negara


Setelah proses berbangsa, orang menyatakan tempat tinggalnya sebagai negaranya.
Konsep ini dikenal sebagai konsep negara berdasarkan geografi. Untuk melindungi
wilayahnya, sebuah bangsa membentuk organisasi yang kemudian disebut sebagai negara
(state). Dalam pengertian ini, negara meliputi (1) penduduk (rakyat, penghuni tetap, dan
warga negara), (2) wilayah atau lingkungan kekuasaan pemerintah, (3) penguasa yang
berdaulat (membedakan organisasi pemerintah dengan organisasi sosial), dan (4) pengakuan
kedaulatan dari negara lain. Keempat kesepakatan ini merupakan hasil konvensi negara-
negara Pan Americana di Montevideo, Uruguay, tahun 1933. Di samping keempat syarat
tersebut dapat ditambahkan lagi satu aspek, yaitu adanya konstitusi dalam negara
bersangkutan (Ditjen Dikti, 2001: 36).
2.1.1 Rakyat
Konsep tentang rakyat adalah penghuni. Mereka merupakan penduduk atau semua
orang yang bertujuan menetap dalam wilayah tertentu untuk jangka waktu lama.
Mereka dapat diklasifikasikan sebagai (1) penghuni tetap maupun berpindah-pindah
(nomad) dalam wilayah tersebut dan (2) warga negara dan warga negara asing.
2.1.2 Wilayah
Wilayah atau lingkungan kekuasaan pemerintah meliputi (1) darat, (2) laut, (3)
udara, dan (4) ekstrateritorial.
2.1.3 Pemerintah yang Berdaulat
Pemerintah adalah pemegang dan penentu kebijakan yang berkaitan dengan
pembelaan negara. Pemerintah yang berdaulat mempunyai dua kekuasaan yang
bersifat ke dalam dan ke luar. Ke dalam, pemerintah memiliki kekuasaan untuk
merumuskan keputusan-keputusan yang mengikat bagi seluruh penduduk di
wilayahnya. Ke luar, pemerintah mempertahankan kemerdekaan dari serangan negara
lain dan mengelola hubungan diplomatik berkaitan dengan perjanjian internasional.
2.1.4 Pengakuan Kedaulatan
Pengakuan kedaulatan dari negara lain bukanlah unsur pembentuk negara, tetapi
bersifat menerangkan saja tentang adanya negara. Dengan kata lain, pengakuan dari
negara lain hanya bersifat deklaratif. Pengakuan kedaulatan dibedakan dengan status
de facto berdasarkan fakta yang ada dan de jure berdasarkan hukum. Dengan adanya
kedua jenis status pengakuan, hubungan kedua negara dapat ditingkatkan menjadi
hubungan diplomatik kedua negara hingga tingkat duta besar.
2.1.5 Konstitusi
Persayaratan lain suatu negara modern menurut Prof. Dr. Sri Soemantri (Ditjen
Dikti, 2001: 36) adalah adanya konstitusi. Negara modern, terutama sejak berdirinya
Amerika Serikat, menjadikan konstitusi merupakan prasyarat bagi suatu negara
bangsa. Sebuah konstitusi biasanya berisikan (1) organisasi negara (pembagian
kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif), (2) hak asasi manusia, (3) prosedur
mengubah kontitusi (amendemen), (4) ada kalanya ada larangan untuk mengubah
konstitusi, dan (5) aturan hukum yang tertinggi. Di dalamnya, tidak jarang dibuat
pembukaan atau mukadimah dasar yang berisikan cita-cita atau ideologi negara
(Budiardjo, 2008: 178).
2.1.6 Tujuan Negara
Tujuan negara sebaiknya tersurat, paling tidak tersirat dalam konstitusi. Rumusan
tujuan merupakan pedoman untuk mencapai cita-cita nasional. Tujuan nasional itu
pada dasarnya sejalan dengan tujuan hidup manusia pada umumnya, yakni
menciptakan rasa aman dan membangun kemakmuran bagi rakyat. Untuk itu, negara
berhak menuntut kesetiaan para warganya untuk menghadapi musuh. Sebaliknya,
pemerintah berkewajiban pula memberi dan melatih pengetahuan untuk
mempertahankan negara.

2.2 Geopolitik dan Geostrategi


Konsep geopolitik dan geostrategi berkembang seiring kesadaran manusia untuk
berbangsa dan bernegara; mulai dari terbentuknya bangsa, kemudian negara, dan tidak boleh
diabaikan adanya kemajuan teknologi dalam bidang transportasi, komunikasi, peralatan
militer dan kebangkitan demokrasi (Wright, 1942: 16).
Konsep wawasan kebangsaan tentang wilayah ini sangat diperlukan dalam pengelolaan
negara. Konsep ini mulai dikembangkan sebagai ilmu pada akhir abad XIX. Konsepsi ini
dikenal sebagai geopolitik, yang pada mulanya membahas geografi dari segi politik negara
kemudian berkembang menjadi konsep politik, dalam arti distribusi kekuatan, pada
hamparan geografi negara (Sunardi, 2004: 157).

2.3 Negara Kesatuan Republik Indonesia


2.3.1 Ciri Khas Wilayah Indonesia
Ada empat ciri khas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
ditinjau dari segi geografis. Pertama, wilayah NKRI berada di posisi silang antara
Lautan India di sebelah Barat dan Lautan Pasifik di sebelah Timur. Di sebelah Utara
ada benua Asia dan di Selata ada Australia. Kedua, sebagai negara kepulauan
Indonesia memiliki luas 1.904.569 km2 dengan jumlah 17.504 pulau (CIA
International Report, Juli 2014) dengan garis pantai sepanjang 54.715 km. Ketiga,
Indonesia merupakan salah satu dari delapan negara di bawah lintasan Geo Stationary
Orbit (GSO). GSO merupakan suatu lingkaran orbit yang sejajar dengan garis
khatulistiwa di bumi. Lingkaran orbit terletak pada 6 radian bumi di atas garis
khatulistiwa di ketinggian + 36.000 km, dengan tebal + 75 km, dan lebar + 15 km.
GSO pada orbit ini akan mengelilingi bumi dari Barat ke Timur dengan masa orbit 23
jam, 56 menit, 4 detik. Oleh karena itu, apabila satelit ataupun benda-benda angkasa
yang ditempatkan di orbit ini, seolah-olah diam, karena periode putarnya hampir sama
dengan periode putar bumi. Indonesia memiliki lintasan GSO terpanjang. Keempat,
Indonesia dilintasi tiga dari tujuh selat tersibuk dunia (Sunardi, 2002: 175). Ketiga
selat itu adaalah (1) Selat Malaka, nomor 2 setelah selat Dover, merupakan jalur
angkutan migas untuk Asia Timur dan Pasifik, (2) Selat Sunda (nomor 6), dan (3)
Selat Lombok (nomor 7). Selat Sunda dan Selat Lombok merupakan jalur pelayaran
dari negara-negara Asia Timur dengan negara-negara Pasifik Selatan. Pada masa
perang dingin, ketiga selat ini “dikuasai” oleh Amerika Serikat.
2.3.2 Wujud Formal Negara Indonesia
Secara formal, Indonesia menjadi negara sejak proklamasi kemerdekaannya.
Wujud formal itu berupa (1) penduduk atau rakyat yang mendiami wilayah; (2)
wilayah, eks wilayah Hindia Belanda; (3) pemerintah yang berbentuk republik, sejak
terpilihnya Presiden; (4) kedaulatan, sejak Proklamasi Kemerdekaan; (5) konstitusi;
(6) tujuan negara, yaitu untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur ber-dasarkan
Pancasila; dan (7) bentuk negara yang berupa negara kesatuan.
a. Penduduk
Sebelum kemerdekaan Indonesia, rakyat Indonesia terdiri atas berbagai
etnik, agama, dan golongan kaula Belanda—onderdaan—maupun orang asing.
Orang asing dibedakan antara turunan Eropa—Jepang digolongkan sebagai
orang Eropa—dan Timur asing yaitu Cina, Arab, India. Setelah proklamasi
kemerdekaan berbagai penduduk yang berada di Indonesia sebelum tanggal
17 Agustus 1945 diakomodasi sebagai warga negara Indonesia.
b. Wilayah
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditentukan oleh BPUPKI
adalah wilayah eks Hindia Belanda (Setneg, tt: 25). Mengenai batas wilayah
ini, pada tanggal 13 Desember 1957, Pemerintah Indonesia mengeluarkan
deklarasi tentang ketentuan batas wilayah laut yang ditandatangani PM
Djuanda. Isinya ditujukan untuk memperkuat konsepsi wilayah maritim.
Konsep maritim Belanda dirombak total menjadi tata lautan yang diperbaharui
“berasas negara kepulauan” (archipelagic state principle). Dasar hukum
konsepsi baru tersebut berupa negara kepulauan yang wilayahnya meliputi:
darat, laut, dan udara sebagai kesatuan yang utuh, yaitu Konvensi PBB
tentang Hukum Laut (United Nations Convention on the Law of the Sea,
UNCLOS) pada tahun 1982 di Montego Bay, Jamaica.
Menurut Pasal 46 UNCLOS 1982, kepulauan berarti suatu gugusan pulau,
termasuk bagian pulau, perairan di antaranya dan lain-lain wujud alamiah
yang hubungannya satu sama lainnya demikian eratnya sehingga merupakan
suatu kesatuan geografi, ekonomi, dan politik. Dengan demikian, Negara
Kepulauan sebagaimana Negara Indonesia merupakan negara yang terdiri atas
pulau-pulau sebagai satu keastuan; wilayah itu sepertiganya merupakan
daratan dan dua pertiganya lautan.
c. Pemerintah
Pemerintah Indonesia ada sejak 18 Agustus 1945 sebagai hasil sidang
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Implementasi Trias politica
setelah Orde Baru berakhir merujuk pda UUD NRI 1945 tidak lagi sebagai
pemisahan kekuasaan tetapi sebagai pembagian kekuasaan. Fungsi dan
kekuasaan negara tidak dibagi secara terpisah dalam tiga lembaga saja, tetapi
didistribusikan ke dalam enam lembaga tinggi negara.
d. Pengakuan dari Negara Lain
Mesir merupakan negara asing pertama yang mengakui kemerdekaan dan
kedaulatan Republik Indonesia. Pengakuan de facto itu dilakukan pada
tanggal 22 Maret 1946 dengan menyatakan bahwa pengurusan tentang
masalah Indonesia tidak dilakukan melalui Kedutaan Besar Belanda.
Selanjutnya, Mesir mengajak anggota Liga Arab untuk mengakui
kemerdekaan Indonesia. Pengakuan de jure baharu dilaksanakan pada 10 Juni
1947. Negara kedua yang mengakui adalah India setelah merdeka dari Inggris
pada 15 Agustus 1947. India menggagas resolusi bangsa-bangsa Asia-Afrika
yang mengecam agresi militer Belanda ke Yogyakarta pada tanggal 19
Desember 1948. Perdana Menteri India J. Nehru menggelar konverensi Asia
bersama Pakistan, Sri Lanka, Nepal, Libanon, Siria, dan Irak. Dalam
konferensi ini, Nehru mendesak Pemerintah Belanda meninggalkan Indonesia.
Pengakuan negara lain bagi berdirinya suatu negara sangatlah penting.
Pengakuan negara tersebut akan menjadi jalan bagi terjadinya interaksi
antarnegara. Dengan demikian, akan memperkokoh kedaulatan negara sebagai
negara yang merdeka.

Anda mungkin juga menyukai