Anda di halaman 1dari 6

TEMA :

URGENSI EKONOMI ISLAM TERHADAP

PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

JUDUL :

KEDUDUKAN DAN PENTINGNYA BANK SYARIAH DALAM


PERKEMBANGAN EKONOMI DI INDONESIA

AGHNIA HADAINA

NIM : 041211432025

PRODI S1 EKONOMI ISLAM

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

2012-2013
BAB I

PENDAHULUAN

Saat ini, perkembangan lembaga keuangan syariah, terkhusus pada


perbankan syariah terus meningkat baik dari segi kelembagaan maupun dari
regulasi sebagai landasan operasional. Dari segi landasan operasionalnya secara
perlahan terus dilakukan pembenahan. Regulasi ini diawali melalui terbitnya UU
No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan ditambah Peraturan Pemerintah (PP) yang
berisikan tentang kegiatan usaha bank yang dapat dilaksanakan dengan prinsip
bagi hasil

Selanjutnya, landasan perbankan syariah semakin kuat sejak


diberlakukannya UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan sebagai landasan
berlakunya dual banking system. Sejalan dengan itu, diperkuat oleh UU No. 23
Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI) yang memungkinkan diterapkannya
kebijakan moneter berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Dalam dalam perjalanan
perkembangannya, para praktisi, akademisi maupun masyarakat pengguna jasa
perbankan syariah menilai UU tersebut (UU No. 10 Tahun 1998) belumlah cukup
untuk mengakomodir "geliat" dan antusiasme masyarakat terhadap perbankan
syariah. Nah saat ini, sedang digodok RUU Perbankan Syariah di DPR.
Pertanyaannya, mengapa perbankan syariah harus berlandaskan UU tersendiri?
Apa urgensinya?

Pentingnya Bank Syariah di Perkembangan Ekonomi di Indonesia

Di awal, sesungguhnya urgensi dibuatnya UU Perbankan syariah secara


tersendiri bukanlah hanya sebagai konsekwensi dari UU No. 10 Tahun 1998 dan
juga UU No. 23 Tahun 1999, namun lebih dari itu regulasi secara tersendiri dibuat
adalah dalam rangka meningkatkan daya tahan perekonomian nasional. Paling
tidak ada empat (4) hal yang menjadi tujuan pengembangkan perbankan
berdasarkan prinsip syariah dibuat secara tersendiri yakni. Pertama, untuk
memenuhi kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat secara luas yang tidak
menerima sistem bunga. Perbankan syariah adalah salah satu sistem ekonomi yang
merupakan sistem ekonomi tersendiri. Ekonomi syariah tidak hanya dipahami
sebagai sistem nilai,namun juga nilai yang yang telah diejawantahkan dalam
sistem perekonomian.

Karakteristik operasi bank syariah adalah larangan terhadap bunga (riba),


dilakukannya transaksi secara tidak transparan (gharar) dan yang bersifat
spekulatif (maysir) Saat ini, sistem perbankan syariah menjadi salah satu sistem
yang marak dan digandrungi di dunia. Oleh karena itu menjadikan UU Perbankan
syariah secara tersendiri merupakan cara untuk mengakomodir kebutuhan jasa
perbankan dengan sistem bebas bunga ini yang telah banyak digunakam
masyarakat. Kebutuhan terhadap jasa perbankan syariah bisa dilihat dari
perkembangan bank syariah. Saat ini, nyaris tidak ada Bank Konvensional yang
tidak membuka unit usaha syariah (UUS). Bahkan, Bank Indonesia (BI)
memproyeksikan 10 buah Bank Umum Syariah (BUS) pada tahun 2009
mendatang, yakni menambah lima (5) atau enam (6) Bank Umum Syariah (BUS)
dari tiga Bank Umum Syariah (BUS) yang telah ada saat ini (Bank Muammalat
Indonesia (BMI), Bank Syariah Mandiri (BSM) dan Bank Mega Syariah (BMS).

Kedua, terciptanya dual banking system yang utuh untuk mengakomodir


baik perbankan yang konvensional maupun perbankan dengan prinsip syariah.
Artinya, dengan adanya UU Perbankan Syariah tersendiri maka penggunaan
perbankan konvensional dan syariah yang berjalan secara paralel akan lebih kuat.
Adanya dua sistem perbankan yang berkembang dalam satu undang-undang
sesungguhnya mempunyai hubungan kuangan yang terbatas satu sama lain akan
menciptakan diversifikasi risiko keuangan secara beragam. Untuk itulah, keduanya
harus dipisahkan, sehingga bank syariah dapat berkonstribusi secara signifikan
dalam meningkatkan ketahanan sistem perbankan nasional. Secara lebih tegas
kegiatan bisnis syariah harus di regulasikan secara khusus sebab pada bahagian-
bahagian tertentu (yang meliputi aspek hukum seperti, hukum perbankan, dagang,
perusahaan) akan terdapat permasalahan yang sulit terhindarkan karena adanya
kontradiksi antara hukum positif dengan prinsip-prinsip syariah dan selanjutnya
akan mempengaruhi perkembangan perbankan tersebut.

Ketiga, mengurangi resiko yang sistemik dari kegagalan sistem keuangan di


Indonesia. Indonesia belum mampu untuk keluar dari kegagalan sistem keuangan
yang ada selama ini. Sistem ekonomi syariah melalui perbankan syariah
merupakan alternatif untuk bisa keluar dari resiko tersebut. Sebagai bukti bahwa
bank yang berprinsip syariah mampu untuk survive pada saat krisis moneter tahun
1997 yang lalu. Hal ini minimal terlihat pada angka NPFs (Non Performing
Finansings) yang lebih rendah dibanding sistem perbankan konvensional saat itu,
disamping itu ditunjukkan dengan tidak adanya negative spread, serta
konsistennya dalam menjalankan fungsi intermediasi (intermediary function) 

Keempat, mendorong peran perbankan dalam menggerakkan sektor ril dan


membatasi spekulasi atau tidak produktif karena pembiayaan yang dilakukan
selama ini hanya ditujukan pada usaha-usaha yang berlandaskan nilai-nilai moral.
Untuk itu, sesungguhnya peran intermediasi perbankan ini haruslah mendapatkan
perhatian yang serius dan dibutuhkan upaya yang optimal dari lembaga keuangan
syariah yang notabenenya mempunyai produk dan orientasi yang lebih banyak
pada sektor ril. Sebagai bahan perbandingan rasio perbandingan pembiayaan
terhadap dana pihak ketiga (DPK) (finacing to deposit ratio) oleh perbankan
syariah mencapai 95 persen hingga diatas 100 persen tahun 2007 lalu. Dari data
diatas menunjukkan perbankan syariah dinilai sangat potensial untuk
dikembangkan dalam rangka menggerakkan sektor ril.

Empat faktor diatas merupakan sebagian dari alasan untuk menjadikan UU


Perbankan Syariah perlu segera diwujudkan secara tersendiri. Sebab, untuk
melaksanakan Hukum Ekonomi Islam (Muammalat) haruslah ditopang oleh
landasan hukum positif di sebuah negara. Meminjam bahasa Sudin Haron, Islamic
banks have to conform to two types of law, Syariah laws and positive law. Dengan
kata lain, perkembangan industri perbankan syariah sesungguhnya tergantung pada
dukungan regulasi melalui peraturan perundang-undangan yang mengaturnya oleh
otoritas pemerintah dari suatu negara, sehingga tercipta iklim kondusif bagi
perkembangan perbankan syariah.

Sumber : www.waspada.co.id
Lembar Pernyataan Orisinalitas Karya

Judul essay : Kedudukan dan Pentingnya Bank Syariah dal


Perkembangan Ekonomi di Indonesia

Nama Lengkap : Aghnia Hadaina

Alamat :

Email : aghnianih18@gmail.com

Nomor Telepon :

Nama Institusi : Jurusan Ekonomi Islam, Departemen Ekonomi Syariah

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga


Surabaya

Alamat Institusi : Jln. Airlangga 4-6 Surabaya

No. Telepon Institusi : 031-5033642, 5036584

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa memang benar
karya dengan judul di atas merupakan karya orisinal dan belum pernah
dipublikasikan di luar kegiatan “Friendship in Economic Sharia (FRESH) 2012”

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, dan apabil terbukti
terdapat pelanggaran di dalamnya, maka saya siap untuk menerima sanksi sebagai
bentuk pertanggungjawaban saya.

Surabaya, 20 September 2012

Anda mungkin juga menyukai