Anda di halaman 1dari 6

BAB III

PEMBAHASAN

1.       Konflik
Konflik berasal dari kata kerja  configere yang artinya saling memukul. Dilihat dari sisi
sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga
kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan
ciri-ciri yang dibawa individu. Hal itu lalu menimbulkan perbedaan yang menyangkut ciri fisik,
kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Karena ciri-ciri individu
dibawa dalam hal interaksi sosial, konflik merupakan hal yang wajar. Dalam kehidupan sehari-
hari tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau
dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya
masyarakat itu sendiri.

Definisi konflik menurut para ahli:


Nardjana (1994), konflik adalah akibat situasi dimana keinginan atau kehendak yang
berbeda atau berlawanan antara satu dengan yang lain, sehingga salah satu atau keduanya saling
terganggu.
Killman dan Thomas (1978), konflik adalah kondisi terjadinya ketidakcocokan antar nilai atau
tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun dalam hubungannya
dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan tersebut dapat mengganggu bahkan
menghambat tercapainya emosi atau stres yang mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja.
Wood, Walace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, dan Osborn (1998), yang dimaksud dengan
konflik (dalam ruang lingkup organisasi) yaitu : Conflict is a situation which two or more people
disagree over issues of organisational substance and/or experience some emotional antagonism
with one another. Yang artinya, konflik adalah suatu situasi dimana dua atau banyak orang saling
tidak setuju terhadap suatu permasalahan yang menyangkut kepentingan organisasi dan/atau
dengan timbulnya perasaan permusuhan satu dengan yang lainnya.
Stoner, konflik organisasi ialah mencakup ketidaksepakatan soal alokasi sumberdaya
yang langka atau peselisihan soal tujuan, status, nilai, persepsi, atau kepribadian.
Daniel Webster, mendefinisikan konflik sebagai:
o   Persaingan atau pertentangan antara pihak-pihak yang tidak cocok satu sama lain.
o   Keadaan atau perilaku yang bertentangan.
Robbins, merumuskan konflik sebagai sebuah proses dimana sebuah upaya sengaja
dilakukan oleh seseorang untuk menghalangi usaha yang dilakukan oleh orang lain dalam
berbagai bentuk hambatan yang menjadikan orang lain tersebut merasa frustasi dalam usahanya
mancapai tujuan yang diinginkan atau merealisasi minatnya.
Lebih jauh Robbins menulis bahwa sebuah konflik harus dianggap ada oleh pihak-pihak yang
terlibat dalam konflik. Dengan demikian apakah konflik itu ada atau tidak ada, adalah masalah
persepsi dan bila tidak ada seorangpun yang menyadari bahwa ada konflik, maka dapat dianggap
bahwa konflik tersebut memang tidak ada. Tentu saja ada konflik yang hanya dibayangkan ada
sebagai sebuah persepsi ternyata tidak riil. Sebaliknya dapat terjadi bahwa ada situasi-situasi
yang sebenarnya dapat dianggap sebagai bernuansa konflik ternyata tidak dianggap sebagai
konflik karena anggota-anggota kelompok tidak menganggapnya sebagai konflik.
Selanjutnya, setiap konflik dalam organisasi konflik selalu diasosiasikan dengan antara lain,
oposisi (lawan), kelangkaan, dan blokade. Di asumsikan pula bahwa ada dua pihak atau lebih
yang tujuan atau kepentingannya tidak saling menunjang. Kita semua mengetahui pula bahwa
sumber daya dana, daya reputasi, kekuasaan, dan lain-lain, dalam kehidupan dan dalam
organisasi tersedianya terbatas. Setiap orang, setiap kelompok atau setiap unit dalam organisasi
akan berusaha memperoleh sumber daya tersebut secukupnya dan kelangkaan tersebut akan
mendorong perilaku yang bersifat menghalangi oleh setiap pihak yang punya kepentingan yang
sama. Pihak-pihak tersebut kemudian bertindak sebagai oposisi terhadap satu sama lain. Bila ini
terjadi, maka status dari situasi dapat disebut berada dalam kondisi konflik.
Cathy A Constantino dan Chistina Sickles Merchant, menyatakan bahwa konflik pada
dasarnya adalah sebuah proses mengekspresikan ketidak puasan, ketidak setujuan, atau harapan-
harapan yang tidak terealisasi. Kedua penulis tersebut sepakat dengan Robbins bahwa konflik
pada dasarnya adalah sebuah proses.
  
2.       Jenis dan Sumber Konflik
Jenis Konflik
  Konflik antara atau dalam (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau
profesi (konflik peran (role)).
Misalnya saat seseorang menerima perintah yang berbeda dari dua atasannya. Atasan yang satu
menyatakan harus menjaga jarak antar karyawan supaya kinerja tidak terganggu, sementara
atasan yang lain meminta agar semua karyawan mengutamakan kerja tim, sehingga ia kesulitan
menjalankan perannya.
  Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).
Misalnya tawuran yang terjadi antar sma 6 dan 70.
  Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
Misalnya segerombolan pendemo di depan gedung dpr yang mengakibatkan timbulnya tawuran
antar polisi yang bertugas keamanan di sana.
  Konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara).
  Konflik antar atau tidak antar agama.
Misalnya kita sering mendengar perbedaan pendapat antar kelompok islam fpi dan
muhammadiyah.
  Konflik antar politik.
Kubu anas dan kubu sby.

Sumber Konflik
  Faktor komunikasi
Misalnya pegawai lini memiliki wewenang dalam proses pengambilan keputusan sementara staff
lebih pada memberikan rekomendasi atau saran. Sering pegawai lini merasa lebih penting,
sementara staff merasa lebih ahli. Ujung-ujungnya miss understanding di kalangan pelaku
organisasi karena informasi yang diterima kurang jelas atau bertentangan dengan tujuan yang
sebenarnya.
  Faktor struktur tugas maupun struktur organisasi
Misalnya dalam hubungan kerja, bagian pemasaran ingin agar produknya cepat laku. Kalau perlu
dijual murah dan dengan cara kredit. Sebaliknya, bagian keuangan menghendaki pembayaran
harus tunai agar posisi keuangan perusahaan tetap stabil.

  Faktor yang bersifat personal


Misalnya di waktu yang sama, seseorang harus membuat pilihan menerima promosi jabatan yang
sudah lama didambakan atau pindah tempat tugas ke tempat lain dengan iming-iming gaji yang
besar.

  Faktor lingkungan
Misalnya seseorang yang harus menjual produk dengan harga tinggi, padahal dia sadar bahwa
calon konsumennya membutuhkan keuangan untuk ongkos sekolahnya.

3.       Strategi Penyelesaian Konflik


o   Kompetisi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau mengorbankan yang
lain. Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan istilah win-lose orientation.
o   Akomodasi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin yang memberikan
keseluruhannya penyelesaian pada pihak lain tanpa ada usaha memperjuangkan tujuannya
sendiri. Proses tersebut adalah taktik perdamaian.
o   Sharing
Suatu pendekatan penyelesaian kompromi antara dominasi kelompok dan kelompok lain untuk
berdamai. Satu pihak memberi dan yang lain menerima sesuatu. Kedua kelompok berpikiran
positif, dengan alasan yang tidak lengkap, tetapi memuaskan.
o   Kolaborasi
Bentuk usaha penyelesaian konflik yang memuaskan kedua belah pihak. Usaha ini adalah
pendekatan pemecahan problem (problem-solving approach) yang memerlukan integrasi dari
kedua pihak.
o   Penghindaran
Menyangkut ketidakpedulian dari kedua kelompok. Keadaaan ini menggambarkan penarikan
kepentingan atau mengacuhkan kepentingan kelompok lain.
Terdapat juga cara bersikap untuk penyelesaian konflik :
1.       Bersikap proaktif
Setiap   anggota   tim  harus  turut  aktif dalam menyelesaian konflik secara proaktif.
2.       Komunikasi
Komunikasi yang lancar dapat menghindari  diri dari kesalahpahaman sehingga lebih mudah
dalam menyelesaikan konflik yang timbul.
3.       Keterbukaan
Setiap  anggota  harus  terbuka supaya konflik tidak berlarut-larut dan dapat diselesaikan dengan
baik. Dengan keterbukaan konflik yang terjadi dapat ditangani sehingga menjadi konflik yang
fungsional.

BAB IV
KESIMPULAN

Dari pembahasan yang telah disampaikan, maka dapat disumpulkan bahwa kehadiran
konflik dalam suatu organisasi tidak dapat dihindarkan tetapi hanya dapat dieliminir. Konflik
dalam organisasi dapat terjadi antara individu dengan individu, baik individu pimpinan maupun
individu karyawan, konflik individu dengan kelompok maupun konflik antara kelompok tertentu
dengan kelompok yang lain. Tidak semua konflik merugikan organisasi. Konflik yang ditata dan
dikendalikan dengan baik dapat berujung pada keuntungan organisasi sebagai suatu kesatuan,
sebaliknya apabila konflik tidak ditangani dengan baik serta mengalami eskalasi secara terbuka
dapat merugikan kepentingan organisasi.

Kemampuan menangani konflik tentang terutama yang menduduki jabatan pimpinan.


Yang terpenting adalah mengembangkan pengetahuan yang cukup dan sikap yang positif
terhadap konflik, karena peran konflik yang tidak selalu negatif terhadap organisasi. Dengan
pengembalian yang cukup senang, pimpinan dapat cepat mengenal, mengidentifikasi dan
mengukur besarnya konflik serta akibatnya dengan sikap positif dan kemampuan
kepemimpianannya, seorang pimpinan akan dapat mengendalikan konflik yang akan selalu ada,
dan bila mungkin menggunakannya untuk keterbukaan organisasi dan anggota organisasi yang
dipimpinnya. Tentu manfaatnya pun dapat dirasakan oleh dirinya sendiri.
  

BAB V
DAFTAR PUSTAKA

  http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-juanita3.pdf
  http://dinny182.multiply.com/journal/item/2
  http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik
  http://firmandut.blogspot.com/2013/05/konflik-dalam-organisasi-dan-sumber.html
  http://safety-ramboyz.blogspot.com/2013/01/konflik-organisasi-dan-penyelesaiannya.html
  J. Winardi. 2003. Teori Organisasi & Pengorganisasian. Rajawali Press

Anda mungkin juga menyukai