Anda di halaman 1dari 11

Kolangitis Akut ec Koledokolitiasis pada Wanita 50 Tahun

Kadek Yoga Trisnayasa


102017181
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510

Abstrak

Kandung empedu mensekresikan bilirubin dan garam empedu melalui duktus sistikus
dan duktus koledokus. Terkadang saluran ini mengalami sumbatan akibat dari batu empedu
yang disebut sebagai koledokolithiasis. Koledokolithiasis adalah terdapatnya batu empedu
dalam saluran empedu yaitu di duktus koledokus. Batu ini bisa berasal dari migrasi dari
kantung empedu atau pun bisa terbentuk dari saluran tersebut. Gejala yang ditimbulkan dari
koledokolithiasis bisa asimptomatik bisa juga berupa nyeri kolik bilier, ikterus, nyeri tekan
kuadran kanan atas, tinja yang berwarna seperti dempul dan demam disertai menggigil.
Koledokolithiasis dapat dideteksi sekaligus di terapi salah satunya dengan endoscopic
retrograde cholangiopancreatography (ERCP).

Kata kunci: Koledokolithiasis, sumbatan, duktus.

Abstrack

Gallbladder secreted bilirubin and bile salts through the cystic duct and choledochal
duct. Sometimes the channel is experiencing blockage because of gallstones is called
choledocholithiasis. Choledocholithiasis is the availability of gallstones in the bile ducts are
in the choledochal duct. This gall stone can come from the migration from the gallbladder or
can be formed from the duct. The symptoms caused from choledocolithiasis can be
asymptomatic and can also be painful biliary colic, jaundice, right upper quadrant
tenderness, white stools like putty and fever with shiver. Choledocholithiasis can be detected
at once in therapy, one of them by endoscopic retrograde cholangiopancreatography
(ERCP).

Keywords: Choledocholithiasis, obstruction, duct.

1
Pendahuluan

Sistem hepatobilier merupakan suatu sistem dalam tubuh yang sering dihubungkan
dengan sistem pencernaan dari suatu makanan. Dalam sistem hepatobilier terdapat berbagai
organ untuk melakukan sistem pencernaan sebelum masuk ke dalam usus. Organ yang paling
utama adalah hati yang mempunyai fungsi sebagai metabolisme, detoksifikasi, menyimpan
glikogen dan juga mensekresikan bilirubin, garam empedu yang diproduksi oleh kantung
empedu dan disalurkan melalui saluran-saluran yaitu ductus hepatikus, ductus sistikus, dan
ductus koledokus. Dimana saluran-saluran ini terkadang menimbulkan masalah salah satunya
terjadi sumbatan yang biasanya terjadi akibat batu empedu yang apabila menyumbat cairan
akan menimbulkan. Salah satunya adalah sumbatan batu empedu pada saluran atau pada
ductus koledokus yang disebut koledokolithiasis.1

Anamnesis

Anamnesis didapati pada saat seorang wanita berumur 50 tahun datang dengan

keluhan sakit perut di bagian kanan atas, dengan sakit yang hilang timbul, dan sakit yang

menjalar ke punggung kanan sejak 6 jam lalu. Setelah penggalian informasi lebih lanjut,

ditemukan bahwa wanita tersebut juga menderita demam sejak 5 hari lalu dengan suhu 37,8º

C. Pasien menyadari bahwa tubuhnya berwarna kekuningan dan tinjanya berwarna pucat

seperti dempul.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik umum yang dilakukan untuk pasien adalah melihat keadaan umum
pasien, kesadaran serta tanda-tanda vital meliputi suhu, tekanan darah, denyut nadi, dan
pernapasan. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan abdomen yang mencakupi inspeksi,
auskultasi, palpasi dan perkusi. Auskultasi umumnya dilakukan yang terakhir tetapi pada
pemeriksaan abdomen sebaiknya dilakukan setelah inspeksi, supaya efek bunyi didalam
abdomen tidak terdapat perubahan atau terkena efeknya setelah dilakukan palpasi dan
perkusi.

2
Pada pemeriksaan fisik, diketahui bahwa tanda-tanda vital seperti tekanan darah, denyut nadi
dan pernapasan dalam batas normal, sedangkan suhu tubuh meningkat, yaitu, 38,7 0 C.
Terlihat sclera ikterik, tubuh kekuningan, dan nyeri tekan kuadran kanan atas.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang tersedia menunjukan adanya leukositosis dengan jumlah

15.000/uL, yang seharusnya dengan range normal 3.800 – 10.800 /uL. Pemeriksaan fungsi

hati meningkat dengan ALT 120/L (normal 7-56 /L), dan AST 130/L (normal 10-40 /L).

Kadar bilirubin total menunjukkan 4 mg/dL, sedangkan kadar normal 0,1-1,2 mg/dL. Dalam

pemeriksaan Gamma-Glutamil Transpeptidase (GGT), menunjukkan pada angka 54/L

sedangkan kadar normal 9-48 /L. Dan pada pemeriksaan Alkaline Posphatase enunjukkan

115/L dengan kadar normal 44-147/L. Pemeriksaan penunjang lain dalam ranah radiologi

dapat dilakukan USG untuk melihat suspek penyakit pada organ, juga pada opsi yang lebih

mahal dapat dilakukan CT-Scan, agar dapat melihat organ lebih detil dan dapat mendeteksi

adanya sumbatan dalam ductus koledokus distal, apabila suspek adanya sumbatan pada

saluran empedu. MRI dengan Magnetic Resonance Cholangiopancreatography (MRCP) biasa

digunakan untuk kasus tertentu dimana koledokolitiasis menjadi suspek utama.

Working Diagnose

Working diagnosis yang diambil untuk saat ini adalah kolangitis akut et causa
koledokolitiasis. Hal ini dikarenakan kadar leukosit yang naik, mengindikasikan ada zat asing
dalam tubuh, yang leukosit berusaha untuk keluarkan, pada kasus ini dicurigai adanya bakteri
pada saluran empedu dikarenakan jalan empedu yang terobstruksi oleh batu empedu. Untuk
mengetahui batu empedu seharusnya dilakukan radiologi setidaknya USG, yang akan nampak
gambaran posterior acoustic shadow pada opasitas lumen kandung empedu dan saluran
empedu. Peningkatan ALT dan AST mengindikasikan adanya inflamasi atau kerusakan pada
sel hepatosit di hati. Peningkatan kadar bilirubin serum dapat mengindikasikan adanya
penyakit hati, obstruksi saluran empedu, anemia hemolitik, atau masalah metabolism terkait
3
hepar. Peningkatan GGT menandakan adanya posibilitas penyakit hati atau saluran empedu,
dan atau untuk mendiferensiasi penyakit tulang, dikarenakan tes alkaline pospatase (ALP)
meningkat.2

Differential Diagnosis

Kolangiokarsinoma
Kolangiokarsinoma merupakan tumor ganas dari duktus biliaris atau saluran empedu.
Penyakit ini termasuk jenis tumor hati kedua yang banyak diderita di Indonesia setelah
karsinoma hepatiseluler. Semua kolangiokarsinoma pertumbuhannya lambat, metastasenya
lambat, dan infiltratif lokal. Sebagian besar kolangiokarsinoma berkembang tanpa penyebab
yang jelas. Kanker ini terjadi ketika sel dalam saluran empedu mengalami mutsi pada
DNAnya. Sel tumbuh tidak terkendali dan membentuk tumor dengan jumlah banyak. Kodisi
memperbesar risiko tumor seperti kelainan saluran empedu sejak lahir, masalah pada hati,
terpajan bahan kimia atau racun tertentu dan kebiasaan merokok.

Jaundice merupakan manifetasi klinis yang paling sering terjadi dan biasanya paling
baik dideteksi langsung di bawah sinar matahari. Obstruksi dan kolestasis cenderung terjadi
pada tahap awal jika tumor berlokasi di duktus hepatikus komunis dan duktus koledokus.
Jaundice yang terjadi pada tahap akhir bila tumor berlokasi di perihilar atau intrahepatik ini
merupakan tanda bahwa penyakit sudah berada dalam tahap yang parah. Hal ini terjadi oleh
karena peningkatan kadar bilirubin oleh karena obstruksi. Manifestasi klinis yang lain adalah
seperti urine berwarna gelap, tinja berwarna kuning dempul, pruritus, penurunan berat badan
dan sakit pada perut kanan atas dan sakitnya bisa menjalar ke punggung.3

Terapi adalah bertujuan untuk mengobati kanker dan obstruksi yang disebabkan oleh
tumor ini. Jika memungkinkan bedah atau operasi bisa dijadikan pilihan yang dapat
memberikan hasil yang memuaskan. Radiasi atau kemoterapi bisa dilakukan setelah operasi
untuk risiko kekambuhan, namun keuntungan yang diperoleh dari tindakan belum jelas
kebenarannya. Terapi dengan menggunakan endoskopi atau operasi dapat membebaskan
obstruksi pada duktus biliaris dan menghilangkan jaundice pada pasien jika memang
tumornya tidak bisa direseksi. Penderita tumor yang tidak bisa direseksi, mungkin bisa

4
melakukan radioterapi. Kemoterapi juga bisa melengkapi redioterapi jika tumor sudah
menyebar keluar saluran empedu.3

Abses hati

Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi bakteri,
parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang
ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus di dalam parenkim hati.
Dan sering timbul sebagai komplikasi dari peradangan akut saluran empedu.
Abses hepar dibagi menjadi 2, yaitu Abses Hati Amebic (AHA) dan Abses Hati
Piogenik (AHP). Abses Hati Amebik (AHA) disebabkan oleh Enterobacter Histolitika
(spesifik). Gejala klinis bisa berupa nyeri khas, spontan pada perut kanan atas, jalan
membungkuk kedepan, kedua tangan diletakkan diatasnya, dan demam tinggi intermitten atau
remitten. Untuk Abses hati piogenik (AHP), disebabkan oleh Enterobacteriacea,
Microaerophilic streptococcus, Klebsiella pneumonia (non-spesifik). Gejala klinis pada AHP
berupa demam tinggi, spontan pada perut kanan atas, jalan membungkuk kedepan, kedua
tangan diletakkan diatasnya, dan bisa disertai syok. AHA lebih sering terjadi di negara
berkembang dari AHP. AHP banyak terjadi akibat komplikasi dari sistem biliaris.
Metode pengobatan terbaik dapat dilakukan dengan mengeluarkan nanah menggunakan
antibiotik. Biasanya setiap pasien diberikan resep 2-3 jenis antibiotik. Antibiotik tersebut
diberikan kepada pasien melalui cairan intravena. Pemberian antibiotik diberikan hingga
demam dan radang yang dirasakan membaik. Dokter biasanya akan menggunakan jarum
yang dipasangkan pada abses hati dan kemudian menghisap infeksi. Jika perawatan
menggunakan antibiotik tidak terlalu efektif, maka terapi abses hati lainnya dengan cara
biopsi yaitu menusukkan jarum menuju abses melalui perut pasien yang ditujukan untuk
mengambil sampel jaringan dan kemudian diteliti menggunakan mikroskop. Selain itu,
metode transplantasi digunakan untuk mengetahui penyebab lebih spesifik. Jika kondisi abses
hati yang dialaminya cukup besar, maka terapi lainnya yang dapat dilakukan adalah dengan
melakukan prosedur drainase, yang mana di dalam prosedur ini dibantu dengan menggunakan
Ultrasonografi CT scan. Mungkin dibutuhkan operasi pembedahan jika kondisi abses hati
pasien memang terlalu banyak ataupun ukurannya dapat melebihi 5 cm. Untuk pengobatan di
5
rumah dibutuhkan perubahan gaya hidup yang dapat membantu mengatasi abses
hati. Kebanyakan dari penderita abses hati pyogenik dapat membaik dalam kurun waktu 2
minggu setelah antibiotik diberikan dan diiringi dengan terapi pembuangan nanah. Untuk
penderita abses hati amebic, dapat mengalami demam ringan selama kurang lebih 4-5 hari.
Agar mencegah penyakit ini semakin menyebar, pasien haruslah mengkonsumsi antibiotik
sesuai dengan petunjuk yang diberikan dokter, melakukan check up rutin, tidak lupa mencuci
tangan sebelum makan. Jika terjadi gejala-gejala seperti muntah, diare, demam, menggigil,
berkeringan, hingga sakit kuning, maka segera hubungi dokter untuk diberikan penindakan
lanjutan.4

Epidemiologi

Di Amerika Serikat, kolangitis jarang terjadi. Biasanya terjadi bersamaan dengan


peyakit lain seperti obstruksi bilier atau pasca ERCP dimana 1-3% pasien mengalami
kolangitis. Risiko tersebut meningkat apabila cairan pewarna diinjeksikan secara retrograde.
Di Asia Tenggara sering terjadi kolangitis piogenik rekuren, atau disebut juga sebagai
kolangio hepatitis oriental. Kejadian ini ditandai dengan infeksi saluran bilier berulang,
pembentukan batu empedu intrahepatic dan ekstrahepatik, abses hepar, serta adanya dilatasi
atau striktur dari saluran empedu intra dan ekstrahepatik.5

Etiologi

Batu empedu lebih banyak ditemukan pada wanita dan faktor resikonya adalah usia
lanjut, kegemukan (obesitas), tinggi lemak dan faktor keturunan. Komponen utama dari batu
empedu adalah kolesterol, sebagian kecil lainnya terbentuk dari garam kalsium. Cairan
empedu mengandung sejumlah besar kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika
cairan empedu menjadi jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan
membentuk endapan diluar empedu. Sebagian besar batu empedu terbentuk di dalam
kandung empedu dan sebagian besar batu di dalam saluran empedu berasal dari kandung
empedu. Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu mengalami aliran
balik karena adanya penyempitan saluran atau setelah dilakukan pengangkatan kandung
empedu. Batu empedu di dalam saluran empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran
empedu (kolangitis), infeksi pankreas (pankreatitis) atau infeksi hati. Jika saluran empedu
tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan dengan segera menimbulkan infeksi di dalam

6
saluran. Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah dan menyebabkan infeksi di bagian tubuh
lainnya.6

Patofisiologi

Cairan empedu diproduksi oleh hati sebanyak 500-600 mL per hari yang kemudian
dialirkan ke dalam kandung empedu dan disimpan di sana. Cairan empedu hati bersifat
isotonik dan mengandung elektrolit yang memiliki komposisi serupa dengan komposisi
elektrolit plasma. Namun, komposisi elektrolit cairan empedu yang berada dalam kandung
empedu berbeda dengan empedu hepar karena banyak anion inorganik (klorida dan
bikarbonat). Bahan utama yang terkandung dalam cairan empedu adalah asam empedu (80
%) serta fosfolipid dan kolesterol yang tidak teresterifikasi (4 %). Lesitin adalah fosfolipid
utama yang terdapat dalam cairan empedu, meskipun ditemukan pula lisolesitin dan fosfatidil
etanolamin dalam persentase kecil. Fosfolipid akan terhidrolisis di usus dan tidak ikut serta
dalam siklus enterohepatik. Sebaliknya, asam empedu masuk ke dalam siklus enterohepatik,
kecuali asam litokolat. Beberapa asam empedu yang utama adalah asam kolat (cholic acid)
dan asam kenodeoksikolat (chenodeoxycholic acid).7
Dalam keadaan puasa, tekanan sfingter Oddi meningkat sehingga menghambat aliran
empedu dan duktus koledokus ke duodenum. Hal ini mencegah refluks isi duodenum ke
duktus koledokus dan juga memfasilitasi, pengisian kandung empedu. Sebaliknya
kolesistokinin yang dilepaskan oleh mukosa duodenum sebagai respons terhadap asupan
lemak dan asam amino memfasilitas pengosongan kandung empedu. Kolesistokinin
menyebabkan kontraksi kandung empedu dan relaksasi sfingter Oddi sehingga cairan empedu
dapat mengalir dari kandung empedu ke dalam duodenum.7

Asam empedu merupakan molekul menyerupai deterjen dan dapat melarutkan


substansi yang pada dasarnya tidak dapat larut dalam air, misalnya kolesterol. Kelarutan
kolesterol dalam cairan empedu tergantung pada konsentrasi kolesterol itu sendiri dan
perbandingan antara asam empedu dan lesitin. Perbandingan yang normal akan melarutkan
kolesterol, sedangkan perbandingan yang tidak normal menyebabkan presipitasi kristal
kolesterol dalam cairan empedu. Hal ini merupakan salah satu faktor awal terbentuknya batu
kolesterol.

7
Selain batu kolesterol dapat juga terbetuk batu pigmen. Dinamakan batu pigmen
karena batu jenis ini mengandung kalsium bilirubinat dalam jumlah yang bermakna dan
mengandung < 50 % kolesterol. Terdapat dua macam batu pigmen yang dikenal, yaitu batu
pigmen hitam dan batu pigmen cokelat.
Batu pigmen hitam tersusun oleh kalsium bilirubinat, kalsium karbonat, kalsium
fosfat, glikoprotein musin, dan sedikit kolesterol. Faktor risiko terbentuknya batu pigmen
hitam, antara lain hemolisis, sirosis hepatis, dan usia tua. Terbentuknya batu pigmen ini
didasarkan pada konsep pengendapan bilirubin. Bilirubin terkonjugasi mempunyai kelarutan
yang tinggi sehingga garam kalsium- biurubin mono atau diglukuronida mudah larut dalam
cairan empedu. Sebaliknya, bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dan dapat disimpulkan
bilirubin jenis itulah yang mengendap pada batu pigmen. Bilirubin tak terkonjugasi juga
rentan terhadap presipitasi oleh kalsium. Bilirubin tak terkonjugasi sebenarnya terdapat
dalam jumlah yang sangat kecil dalam cairan empedu, yaitu hanya sekitar 1%. Oleh sebab itu,
tampaknya kandung empedu sendiri memiliki mekanisme yang meningkatkan solubilitas
bilirubin tak terkonjugasi tersebut. Kelainan hemolitik menghasilkan bilirubin tak
terkonjugasi dalam jumlah besar sehingga lebih kondusif terhadap pembentukan batu pigmen
hitam. 7
Batu pigmen cokelat berbeda dari batu pigmen hitam. Bila batu pigmen hitam hampir
selalu terbentuk di kandung empedu, batu pigmen cokelat dapat terbentuk di saluran empedu,
bahkan setelah kolesistektomi. Seperti batu pigmen hitam, insiden batu pigmen cokelat juga
meningkat pada usia tua, dan sedikit lebih tinggi pada perempuan dibanding laki-laki. Batu
pigmen cokelat dan hitam sama-sama mengandung garam kalsium dan bilirubin tak
terkonjugasi, tetapi batu pigmen cokelat hanya sedikit sekali mengandung kalsium karbonat
maupun fosfat. Yang menarik dari batu pigmen cokelat ialah komposisi asam lemak
bebasnya yang cukup besar, terutama asam palmitat dan stearat. Adanya asam lemak tersebut
dalam batu pigmen cokelat menyokong hipotesis bahwa batu pigmen cokelat terbentuk
karena infeksi dan stasis. Hal itu disebabkan fosfolipase bakteri umumnya menghasilkan
asam palmitat dan stearat dari pemecahan lesitin.
Batu di kandung empedu umumnya tidak menunjukkan gejala (silent gall stones) kecuali bila
batu tersebut bermigrasi ke leher kandung empedu atau ke dalam duktus koledokus. Sekitar
60-80% kasus batu empedu tidak bergejala atau asimptomatik. Batu baru akan memberikan
keluhan bila bermigrasi ke leher kandung empedu (duktus sistikus) atau ke duktus koledokus.
Migrasi keduktus sistikus akan menyebabkan obstruksi yang dapat menimbulkan iritasi zat

8
kimia dan infeksi. Batu yang bermigrasi ke duktus koledokus dapat lewat ke doudenum atau
tetap tinggal diduktus yang dapat menimbulkan ikterus obstruktif. Sedangkan terbentuknya
batu pada saluran empedu dapat disebabkan karena adanya stasis bilier yang dapat
disebabkan oleh striktur, stenosis papilla, tumor atau batu sekunder lainnya . Waktu yang
diperlukan untuk timbulnya batu empedu bervariasi. Pada pasien dengan nutrisi total
parenteral atau pada orang gemuk dengan penurunan berat badan yang cepat, intervalnya
hanya dalam hitungan minggu.

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pada koledokolitiasis biasanya pasien datang dengan kolik bilier dan
nyeri epigastrium yang biasanya menjalar ke daerah skapularis. Nyeri bersifat remiten,
episodic, dan mendadak. Kadang disertai mual dan muntah. Pada kolangitis, manifestasi
dikaitkan dengan Triad Charcot; yaitu adanya demam (biasanya dengan mengigil), nyeri
abdomen kuadran kanan atas, dan jaundice. Demam ada pada 90% kasus, nyeri abdomen
pada 90% kasus, dan jaundice pada 80% kasus.8

Komplikasi

Komplikasi dapat berupa sepsis, pneumonia, abses hati, perdarah gastrointestinal, dan
multiple organ failure.

Penatalaksanaan

Batu saluran empedu selalu menyebabkan masalah yang serius karena itu harus
dikeluarkan baik melalui operasi terbuka maupun melalui suatu prosedur yang disebut
endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP). Pada ERCP, suatu endoskopi
dimasukan melaui mulut, kerongkongan, lambung, dan duodenum. Zat kontras radiopak
masuk ke dalam saluran empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter Oddi. Pada
sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar atau dengan menggunakan basket kawat atau
balon ekstraksi melalui muara sehingga batu empedu yang menyumbat saluran akan
berpindah ke usus halus dan dikeluarkan bersama tinja atau dikeluarkan melalui mulut
bersama skopnya. ERCP dan sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang
dari 4 dari setiap 1000 penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga
prosedur ini lebih aman dibandingkan operasi terbuka. Komplikasi yang mungkin segera
terjadi adalah perdarahan, pancreatitis akut dan perforasi atau infeksi saluran empedu. Pada
2-6% penderita, saluran dapat menciut kembali dan batu empedu dapat timbul lagi.
9
Pada tatalaksana batu saluran empedu yang sempit dan sulit, diperlukan beberapa
prosedur endoskopik tambahan sesudah sfingterotomi seperti pemecahan batu dengan
litotripsi mekanik, litotripsi laser, electro-hydraulic shock wave lothitripsy, atau ESWL. Bila
usaha pemecahan batu dengan cara di atas gagal, maka dapat dilakukan pemasangan stent
bilier perendoskopik di sepanjang batu yang terjepit. Stent bilier dapat dipasang di dalam
saluran empedu sepanjang batu yang besar atau terjepit yang sulit dihancurkan dengan tujuan
drainase empedu.9

Prognosis

Prognosis dari koledokolithiasis tergantung pada gejala klinis dan beratnya


komplikasi dari pasien itu sendiri. Koledokolithiasis dengan endoskopik atau pembedahan,
maka prognosisnya baik sebaliknya pasien tanpa pengobatan 55% mengalami komplikasi.9,10

Kesimpulan

Koledokolithiasis adalah batu yang terdapat pada duktus ini biasanya berasal dari
kandung empedu ataupun terbentuk di duktus itu sendiri. Ciri khas penyakit ini adalah nyeri
di bagian abdomen kanan atas dan menjalar hingga punggung (interskapula) kanan. Selain itu
terdapat pula tanda-tanda iketrus seperti kulit menjadi kuning, urin berwarna seperti air teh,
dan tinja berwarna seperti dempul. Koledokolitiasis sering menimbulkan masalah yang
sangat serius karena terjadi komplikasi mekanik. Penanganannya dengan ERCP.

10
Daftar Pustaka

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.721-3.
2. Heuman, Douglas M. Gallstones (Cholelithiasis). 30 Maret 2017. Diunduh dari
https://emedicine.medscape.com/article/175667-overview
3. Price SA. Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2010. h.504-7.
4. Grace PA, Borley NR. Ilmu bedah ed 3. Jakarta: Erlangga.2007.h.121-2.
5. Sjamsuhidajat, R. Buku ajar ilmu bedah . Ed-2. Jakarta: EGC; 2006. h.639-45.
6. Sulaiman HA, Akbar HN, Lesmana LA, Sjaifoellah. Buku ajar ilmu penyakit hati.
Edisi ke-1. Jakarta: CV Sagung Seto; 2012.
7. Sjamsuhidajat R, Jong W. Buku ajar ilmu bedah ed 3. Jakarta: EGC, 2010.h.663-705.
8. Setiawati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi VI, jilid I. Jakarta: Interna
Publishing; 2014.
9. Nurleili S, Airlina I, Lubis AM. Problem diagnostik dan tata laksana primary
sclerosing cholangitis. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia 2016:3(3);158-60.
10. Cahyono JBSB. Batu empedu. Yogyakarta: Penerbit Kanisius; 2009. h. 54.

11

Anda mungkin juga menyukai