Anda di halaman 1dari 19

Divo Janti

KELAS : 1EB05 NPM : 23214220

Minggu, 05 November 2017

ETIKA PROFESI AKUTANSI

Etika sebagai tinjauan

1. Definisi Etika

Pada era sekarang ini dimana penegakan hukum menjadi jauh lebih kuat, serta keinginan
membentuk masyarakat madani (ciztil society) terus didorong. Maka setiap perusahaan yang
menjalankan bisnisnya diharapkan mampu menjadi salah satu driven force dalam mewujudkansemua
itu.

Kalangan pebisnis adalah mereka yang selama ini dianggap memiliki peran besar dalam
mempertemukan keinginan pemerintah (government) dan masyarakat (public). Jika diibaratkan sebuah
piramida maka posisi pemerintah adalah di atas dan masyarakat adalah di bawah, dengan begitu
pebisnis dengan perusahaan yang dimilikinya adalah menempati posisi di tengah.

Karena posisnya itu tugas dan tanggungjawab pebisnis menjadi lebih kompleks terutama harus menjadi
agent of development (agen pembangunan). Artinya pebisnis memiliki fungsi dalam mengubah dan
membangun tatanan masyarakat dari yang kehidupan tradisional ke kehidupan modern, dari pemikiran
sederhana ke pemikiran yang lebih kompleks, terutama merasakan faedah pembangunan
tersebut.Termasuk tanggungjawab para pebisnis mampu menciptakan iklim bisnis yang memiliki nilai-
nilai etika dan bertanggung jawab.

Etika berasal dari kata yunani ethos, yang dalam bentuk jamaknya (ta etha) berarti “adat istiadat” atau
“kebiasaan”. Perpanjangan dari adat membangun suatu aturan kuat di masyarakat, yaitu bagaimana
setiap tindak dan tanduk mengikuti aturan-aturan, dan aturan-aturan tersebut ternyata telah
membentuk moral masyarakat dalam menghargai adat istiadat yang berlaku.

Ada banyak definisi etika yang dikemukakan oleh para ahli, namun semuanya mengacu pada
moralitas. Moralitas suatu masyarakat berkaitan di satu pihak dengan adat istiadat dan kebiasaan yang
telah diterima selaku prilaku yang baik dan yang buruk oleh masyarakat dan kelompok yang
bersangkutan. Sehingga etika dapat diterjemahkan sebagai bentuk tindakan dengan mendasarkan moral
sebagai ukurannya.

2. Definisi Etika Bisnis


Etika bisnis adalah aturan-aturan yang menegaskan suatu bisnis boleh bertindak dan tidak boleh
bertindak, dimana aturan-aturan tersebut dapat bersumber dari aturan tertulis maupun aturan yang
tidak tertulis.

Dan jika suatu bisnis melanggar aturan-aturan tersebut maka sangsi akan diterima. Dimana sangsi
tersebut dapat berbentuk langsung maupun tidak langsung.

3. Etika Bisnis dan Tata Kehidupan Manusia

Manusia memiliki sifat yang cenderung tidak pernah merasa puas terhadap apa yang diperoleh
sehingga ia selalu merasa kurang dan terus mencari. Bentuk dan keinginan ini sebagai pencarian
manusia untuk mengubah kehidupan yang dimiliki, terutama mengubah nasib hidup. Sehingga banyak
umat manusia yang bekerja dengan keras untuk mengejar tercapainya penghidupan yang layak
termasuk melupakan norma-norma yang berlaku.Memang nasib menjadi sesuatu yang sangat terlihat
sementara perasaan sulit untuk dilihat, karena perasaan tersimpan jauh di datam hati.

Semakin keras seseorang bekerja maka semakin baik ia mampu untuk mengubah nasibnya, maka
perubahan nasib termasuk dengan melakukan perubahan karakter. Yaitu dari karakter malas menjadi
karakter yang rajin.

Ini sebagaimana dikatakan oleh Sukrisno Agoes dan I Cenik Ardana bahwa “Nasib seseorang
mencerminkan karaktemya, dan karakter seseorang berasal dari kebiasaan dan tingkahlakunya”.
Tindakan seseorang ditentukan oleh pikiranya, sedangkan pikiran seseorang sangat dipengaruhi oleh
perasaan (emosi)-nya dan pada akhirnya tingkat kematangan emosi/perasaan seseorang akan
mencerminkan tingkat kematangan kesadaran (spiritual) seseorang.”

Dalam diri setiap manusia memiliki semangat motivasi dan berjuang demi mewujudkan mimpi-mimpi.
Bisnis dianggap sebagai salah satu jalan yang bisa mendorong manusia untuk mempercepat dalam
memperoleh keinginan dan mimpi tersebut. Etika yang berlaku di tempat dimana bisnis tersebut berada
harus dipatuhi terutama jika bisnis tersebut ingin tetap mempertahankan aktivitasnya.

Menurut McDavid dan Harari (Jalaluddin Rakhmat, 2001) mengelompokkan empat teori psikologis
dikaitkan dengan konsepsinya tentang manusia, yaitu:

a. Psikoanalisis, yang melukiskan manusia sebagai makhluk yang digerakkan oleh keinginan-keinginan
terpendam (homo volensi).

b. Behaviorisme, yang menganggap manusia yang di gerakkan semuanya oleh lingkungan (homo
mechanius).

c. Kognitif, yang menganggap manusia sebagai makhluk berpikir yang aktif mengorganisasikan dan
mengolah stimulasi yang diterimanya (homo sapiens).
d. Humanisme, yang melukiskan manusia sebagai pelaku aktif dalam merumuskan strategi
transaksional dengan lingkturgannya (homo ludens).

Ada yang beranggapan bahwa manusia memiliki prinsip homo homoni lupus, yaitu manusia
adalah serigala bagi manusia lainnya. Kaidah ini berlaku dari sisi rasa ambisius manusia untuk meraih
keuntungan tanpa memikirkan nasib orang lain dan lebih mengutama-kan kesenangan bagi dirinya.
Dalam konteks ilmu kepemimpinan ini dikenal dengan sikap otoriter. Sikap otoriter artinya sebuah usaha
kuat untuk mencapai sesuatu secara totalitas dan tidak pernah puas sebelum ia benar-benar
mendapatkan apa yang diinginkannya.

Karakteristik kepemimpinan bergaya otoriter ini pernah dimiliki oleh Adolf Hitler,Firaun, dan beberapa
pemimpin otoriter lainnya. Dan kita tahu bagaimana banyaknya korban jiwa yang timbul akibat sikap
otoriter mereka.

Memang fakta dan kenyataan jika perusakan tatanan kehidupan banyak terjadi di negara
berkembang, karena perangkat aturan di negara berkembang yang belum baik dalam bentuk konsep
hingga aplikasi. Salah satu persoalan yang terjadi di negara berkembang ketika negara tidak mampu
sepenuhnya menyediakan dan memeberikan fasilitas yang mendukung kea rah penciptaan
kesejahteraan rakyat.

Persoalan menjadi semakin rumit pada saat sektor swasta yang melakukan bisnis di sana
semakin tidak terkontrol, dan ekspansi bisnis yang dilakukan semakin mengindahkan nilai-nilai etika
bisnis. Sementara etika bisnis semakin besar dan para bebisnis tersebut memiliki nilai finansial besar
untuk ikut mempengaruhi jalannya pemerintahan. Sehingga wajar jika kasus dalam pembuatan undang-
undang dan berbagai peraturan lainnya dibuat dengan kurang memperhitungkan rasa nasionalisme atau
kecintaan pada rakyat kecil, namun dibuat lebih pada bentuk memihak para pengusaha.

Apalagi jika negara memiliki banyak utang dan sibuk bekerja bagaimana melunaskan pinjaman yang
sudah jatuh tempo tersebut, termasuk memiliki utang dalam mata uang asing yang cenderung bersifat
fluktuatif.

Penafsiran fluktuatif di sini adalah pada saat mata uang domestik sering mengalami kelemahan
dibandingkan dengan mata asing, ini dalam konteks nilai tukar, sementara kewajiban membayar cicilan
dalam bentuk mata uang asing.

Kasus ini dapat kita lihat pada ditempatkannya tenaga karyawan kontrak untuk bekerja di berbagai
sektor bisnis. Dimana para karyawan kontrak tersebut dimisalkan masa kontrak adalah 1 (satu) tahun
maka akan diperpanjang lagi jika pihak manajemen perusahaan merasa menginginkan untuk
memperpanjang masa kontrak tersebut.

Dan sebaliknya jika pihak manajemen perusahaan tidak berkenan lagi maka kontrak tidak akan
diperpanjang lagi. Yang lebih parah lagi termasuk aturan-aturan datam perjanjian kerja kontrak tersebut
tidak dijelaskan tentang uang pesangon dan berbagai fasilitas jaminan lainnya.
Ini dapat kita lihat sebagai contoh nyata mengapa pelanggaran etika bisnis bisa terjadi. Yaitu pada saat
negara dengan perangkatnya lemah dalam mengontrol serta membiarkan perusahaan dengan konsep
profit oriented mengambil kesempatan. Yang harus diingat bahwa kesempatan tidak akan datang jika
peluang itu tidak akan tersedia, dan begitu pula sebaliknya.

Kasus pelanggaran etika yang merusak tatanan kehidupan juga terlihat pada kasus-kasus lainnya. Seperti
bidang audit, marketing dan human resource, produksi, dan financial. Kasus auditor independen yang
telah terlibat memberikan advise kepada kantor perusahaan yang diaudit temyata telah menyebabkan
pencemaran dan turunnya reputasi KAP (Kantor Akuntan Publik) tersebut di depan public, yaitu karena
ia telah bertindak tidak independen.

4. Ruang Lingkup Ilmu Etika Bisnis

Adapun ruang lingkup yang menjadi pembahasan dalam bidang ilmu etika bisnis ini adalah,

a. Tindakan dan keputusan perusahaan yang dilihat dari segi etika bisnis.

b. Kondisi-kondisi suatu perusahaan yang dianggap melanggar ketentuan etika bisnis, dan sangsi-sangsi
yang akan diterima akibat perbuatan tersebut.

c. Ukuran yang dipergunakan oleh suatu perusahaan dalam bidang etika bisnis.

d. Peraturan dan ketentuan datam bidang etika bisnis yang ditetapkan oleh lembaga terkait.

5. Pemasalahan-permasalahan umum dalam Bidang Etika Bisnis

Ada beberapa permasalahan umum yang terjadi dalam bidang etika bisnis untuk saat ini, yaitu:

a. Pelanggaran etika bisnis dilakukan oleh pihak-pihak yang mengerti dan paham tentang etika bisnis.

b. Keputusan bisnis sering dilakukan dengan mengesampingkan norma-norma dan aturan-aturan yang
berlaku.

c. Keputusan bisnis dibuat secara sepihak tanpa memperhatikan ketentuan etik yang disahkan oleh
lembaga yang berkompeten termasuk peraturan Negara.

d. Kondisi dan situasi realita menunjukkan kontrol dari pihak berwenang dalam menegakkan etika
bisnis masih dianggap lemah.

6. Kasus dan Solusi

a. Kasus
Pada saat perayaan Hari Raya Nyepi yang di rayakan oleh umat beragama Hindu khususnya
masyarakat Bali. Di hari nyepi tersebut diwajibkan pada pemeluk agama Hindu Bali agar setiap umatnya
untuk berada di dalam rumah dan bersifat hening, termasuk hanya tidak boleh menyalakan lampu
kecuali lilin saja dalam bentuk api yang sangat kecil. Dengan tujuan untuk menghormati hari nyepi
tersebut yang hanya pada hari itu saja.

Peraturan ini juga berlaku bagi setiap wisatawan asing dan domestik yang berkunjung ke Bali,
yaitu agar mereka tidak berkeliaran keluar dari Hotel atau tempat penginapan. Dan jika mereka
melanggar maka sangsi akan mereka peroleh.

Berdasarkan kasus ini berikan penjelasan anda apa yang harus dilakukan oleh para pebisnis mulai
dari pebisnis hotel, agen travel, dan rumah makan dalam menanggapi masalah hari nyepi ini.

b. Solusi

Adapun solusi yang dapat kita berikan kepada para pebisnis hotel, agen travel dan rumah
makan/restoran datam menghadapi Hari Nyepi ini dapat dilakukan dengan berbagai strategi. Para usaha
perhotelan pada Hari Nyepi dapat melakukan penjelasan kepada para tamu khususnya wisatawan asing
dan domestik agar tidak keluar hotel pada Hari Nyepi tersebut sebagai bentuk penghormatan
kepadamasyarakat Bali yang beragama Hindu.Aktivitas yang dilakukan jika itu sangat diperlukan
sebaiknya cukup dilakukan di hotel saja, namun esok hari mereka dapat kembali ke aktivitas seperti
biasa.

Adapun bagi wisatawan atau pihak tertentu yang mendadak harus berangkat ke Bandara
maka pihak agen bavel dapat menjemput dengan memberi tahu kepada tokoh agama Hindu di Bali
bahwa ini bersifat mendadak atau bersifat urgensi, namun tetap dengan tidak membunyikan klakson
mobil selama dalam perjalanan.

Perilaku Etika Dalam Bisnis

1. Definisi Good Cotporate Governance (GCG)

Istilah Corporate Governance CG) pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee tahun 1992
datam laporannya yang dikenal sebagai Cadbury Report (Tjager dkk., 2003). 1) Sebelum kita lebih jauh
memahami pengertian dari Good Corporate Governance (GCG) perlu kiranya kita pahami terlebih
dahulu pengertian dari Corporate Governance (pengelolaan perusahaan).

Corporate Governance adalah"refers to a group of people getting together as one united body with the
task and responsibility to direct, control and role with authority. On a collective effort this body
empowered to regulate, determine, restrain, urban exercise the authority given it "josep, 2002).
Pemahaman Good Corporate Gooernance (GCG) tidak bias dikesampingkan dari shareholding theory.
Shareholding teory mengatakan bahwa perusahaan didirikan dan dijalankan untuk tujuan
memaksimumkan kesejahteraan pemilik/pemegang saham sebagai akibat dari investasi yang
dilakukannya.

Memang secara konsep pihak manajemen perusahaan bekerja untuk memberikan kepuasan kepada
para pemegang saham, dan pemegang saham memiliki otoritas keputusan tinggi datam menentukan
keputusan yang bersifat penting bagi perusahaan.

Definisi Good Corporate Gouemance dari Cadbury Committee yang berdasar pada teori stakeholder
adalah sebagai berikut

"A set of rule that define the relationship between shareholders, managers, creditors, the government,
employees and internal and external stakeholders in respect to their rights and responsibilities".
(seperangkat aturan yang mengatur hubungan antara para pemegang saham, manajer, kreditur
pemerintah, karyawan, dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya baik internal maupun ekstemal
lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka).

Sehingga di sini jelas jika Corporate Governance ingin diarahkan untuk menciptakan suatu bentuk
organisasi bisnis yang bertumpu pada aturan-aman manajemen modern yang profesional dengan
konsep dedikasi yang jauh lebih bertanggungjawab.

Penafsiran bertanggung jawab dapat diartikan sebagai keikutsertaan perusahaan secara jauh lebih
dalam untuk ikut berpartisipasi dalam membangun negara dan bangsa, seperti peran perusahaan
sebagai penyedia lapangan pekerjaan,dan pendukung penuntasan kemiskinan. Tentunya ini dapat
dianggap jika konsep Good Corporate Governance (GCG) benar-benar dijalankan dengan baik bisa
memperingan tugas negara dan memposisikan Perusahaan sebagai agent of development (agen
pembangunan).

Empat Prinsip Dasar Good Corporate Governance

Atas pendapat di atas kita dapat menarik satu pengertian dari Good Corporate Governance
(GCG). Good Corporate Governace (GCC) adalah suatu bentuk keputusan dengan memposisikan
perusahaan secara jauh lebih tertata dan terstruktur, dengan mekanisme pekerjaan yang bersifat
mematuhi aturan-aturan bisnis yang telah digariskan serta siap menerima sanksi jika melanggar
2. Good Corporate Governance (GcG) dan Manajemen perusahaan

Corporate governance adalah suatu konsep yang memiliki idealisme untuk mewujudkan tujuan-
tujuan pemegang saham. Para pemegang saham menginginkan keuntungan yang maksimal dalam setiap
investasi yang dilakukan. Namun datam berbagai kasus yang terjadi kadangkala pihak manajemen
perusahaan sering tidak mampu memenuhi keinginan yang ditargetkan oleh para pemegang saham
secara baik.

Persoalan menjadi bertambah kompleks ketika pihak manajemen perusahaan menguasai setiap
informasi perusahaan secara maksimal, dan mampu mempengaruhi berbagai keputusan internal
perusahaan secara jauh lebih dominan dibandingkan para pemegang saham. Dan setiap keputusan serta
kebijakan yang dibuat oleh manajemen perusahaan bisa mempengaruhi kinerja perusahaan, ini bisa
berdampak secara lebih jauh pada pembentukan harga saham di pasar.

Shleifer dan Vishny, 1997, secara sempit mendefinisikan corporate governance sebagai pengaturan
institusional dengan hal mana penyedia keuangan (supplier of finance) perusahaan yakin akan
mendapatkan pendapatan yang pantas atas investasinya.

Sedangkan Macey (1998) menjelaskan corporate governance ini sebagai mekanisme untuk mengontrol
manajemen dari ketidakefisienan mereka atau gagal memaksimumkan nilai.

Blair (1996) memberi definisi yang lebih luas dan lengkap terhadap corporate governance ini yaitu satu
kesatuan yang menyeluruh mulai dari pengaturan hukum, budaya dan intitusi sehingga perusahaan-
perusahaan publik dapat bekerja, mengatur siapa yang mengontrol, bagaimana kontrol dilaksanakan
dan bagaimana risiko dan pendapatan yang diperoleh dari aktivitasnya dialokasikan.

Kedudukan Komisaris dan Direksi di suatu Perusahaan

Pada gambar dapat kita lihat bahwa komisaris memiliki kedudukan tertinggi di suatu
organisasi,dan dengan kata lain komisaris perusahaan adalah pemilik perusahaan. Dan diretur utama
serta para direktur di bawahnya adalah manajemen perusahaan yaitu mereka yang menjalankan
perusahaan artinya para manajemen perusahaan berkerja untuk memberikan keuntungan yang
maksimal kepada para komisaris atau para pemegang saham.

Dan lebih jauh komisaris"perusahaan memiliki hak untuk memecat atau menggantikan direksi dan
beberapa posisi penting lainnya di perusahaan tersebut, dengan catatan jika pihak direksi tidak mampu
melaksanakan kinerja sesuai dengan rencana-rencana yang ditetapkan oleh pihak komisaris perusahaan.
Kondisi seperti ini sering menimbulkan konflik, yaitu konflik antara manajemen dan komisaris.
Pemisahan ini akan menimbulkan masalah karena adanya perbedaan kepentingan antara pemegang
saham (sebagai prinsipal) dengan pihak manajemen sebagai agen {Jensen dan Meckling, 1976).

Salah satu konflik yang memungkinkan untuk terjadi adalah jika komisaris perusahaan
menginginkan agar pihak manajemen melaksana' kan suatu project dimana pihak manajemen
perusahaan menganggap bahwa rencana project tersebut adalah Lidak realistis dengan kondisi dan
situasi internal perusahaan. Karena pada prinsipnya yang paling mengetahui tentang kondisi internal
suatu perusahaan adalah pihak manajemen mulai dari kondisi personalia, keuangan, pemasaran, dan
produksi serta berbagai factor eksternal lainnya. Konflik antara komisaris dan pihak manajemen dikenal
dengan agency theory.

3. Agency Theory dan Solusi Memperkecil Timbulnya Agency Theory

Agency theory (teori keagenan) merupakan suatu kondisi yang terjadi pada suatu perusahaan
dimana pihak manajemen sebagai pelaksana yang disebut lebih jauh sebagai agen dan pemilik modal
(owner) sebagai principal membangun suatu kontrak kerjasama yang disebut dengan “nexus of
contract”, kontrak kerjasama ini berisi kesepakatan yang menjelaskan bahwa pihak manajemen
perusahaan harus bekerja secara maksimal untuk memberi kepuasan yang maksimal seperti profit yang
tinggi kepada pemilik modal (owner).

Implikasinya memungkinkan terjadinya sikap oportunistik (opportunistic behaviour) dikalangan


manajemen perushaan dalam melakukan beberapa tindakan yang sifatnya disengaja, seperti:

· Melaporkan piutang tak tertagih (bad debt) yang lebih besar dari kenyataan
yang sesungguhnya.

· Melaporkan hasil penjualan dengan peningkatan yang tidak terlalu tinggi.

· Melaporkan kepada pihak principal bahwa dibutuhkan dana dikerjakan jika tidak
dibantu maka proyek akan terhenti.

· Melakukan income smoothing, berupa melaporkan pendapatan yang tidak sesuai


dengan keadaan yang sesungguhnya, namun sesuai dengan maksud serta keinginan agen
(manajemen).

· Membuat laporan keuangan ganda, yaitu laporan keuangan yang datanya di otak-
atik atau sudah dirubah untuk tujuan tertentu diberikan kepada pihak komisaris perusahaan
namun yang sebenamya hanya diketahui oleh para petinggi di manajemen perusahaan saja.

· dan seterusnya.

Pihak agen menguasai informasi secara sangat maksimal (full information) dan di sisi lain pihak
principal memiliki keunggulan kekuasaan (discretionary power) atau maksimalitas kekuasaan. Sehingga
kedua pihak ini sama-sama memiliki kepentingan pribadi (self interest) dalam setiap keputusan yang
diambil, salah satu efek yang jauh yang bisa terjadi adalah perolehan dividen yang rendah yang akan
diterima oleh principal karena faktor permainan yang dilakukan oleh agen.

Praktik yang dilakukan oleh manajemen (agen) dengan mengabaikan berbagai pihak seperti para
pemegang saham, kreditur (peminjam dana), pemerintah dan lainnya disebabkan pihak manajemen
ingin memperoleh keuntungan lebih bahkan ingin memindahkan posisinya dari posisi manajemen (agen)
menjadi pemilik (principal).

Ini memungkinkan terjadi pada saat ia telah memiliki kecukupan dana dan penguasaan keahlian datam
mengelola perusahaan dengan sangat baik sehingga ia berkeinginan memiliki saham dan menjadi
pemilik pada salah satu perusahaan.

Dengan kondisi seperti itu maka pihak manajemen berusaha secara maksimal untuk mampu
memberikan kinerja yang maksimal kepada para pemegang saham khususnya pemilik perusahaan yaitu
para komisaris perusahaan.

Karena jika pihak manajemen perusahaan tidak mampu memberikan kinerja dalam bentuk
keuntungan yang maksimal kepada para pemegang saham tersebut maka memungkinkan bagi pihak
komisaris perusahaan untuk mengganti susunan struktur organisasi management perusahaan, untuk hal
komisaris memiliki wewenang besar untuk melakukannya.

Sehingga secara umum ada dua yang paling dituntut oleh pihak komisaris perusahaan kepada pihak
manajemen perusahaan, yaitu:

· Profit yang maksimal

· Kontinuitas perusahaan atau keberlanjutan usaha.

Jika kedua hal ini tidak terpenuhi maka memungkinkan pihak komisaris mengganti para
manajemen perusahaan. Oleh karena itu, maka pihak manajemen perusahaan berusaha kuat untuk
menerapkan berbagai strategi guna memberi kepuasan kepada para komisaris perusahaan. Dengan
profit yang tinggi maka artinya para pemegang sebaliknya. Yang tinggi, namun begitu pula

Kondisi dan keinginan para komisaris perusahaan tersebut sebagai pemegang saham memberi pengaruh
kepada keputusan manajemen perusahaan datam bekerja, termasuk melakukan berbagai tindakan-
tindakan yang dianggap merugikan perusahaan secara jangka panjang, terutama investasi jangka
panjang. Ini sebagaimana yang dikatakan oleh Michael A. Hitt, R. Duane Ireland, dan Robert E.
Hoskisson, 13) yaitu

"Laba yang dicapai dengan mengurangi investasi dalam riset dan pengembangan, misalnya,
dapat dikembalikan kepada para pemegang saham (oleh karenanya meningkatkan laba jangka pendek
investasi mereka). Akan tetapi, peningkatan laba jangka pendek para pemegang saham dapat secara
negative mempengaruhi kemampuan persaingan perusahaan di masa depan. Para pemegang saham
yang canggih, dengan portofolio beragam, dapat menjual kepentingan mereka jika suatu perusahaan
gagal melakukan investasi di masa depan. Mereka yang mengambil keputusan strategis
bertanggungjawab atas daya jual perusahaan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang".

Kondisi dan penerapan yang dilakukan oleh para pemegang saham khususnya komisaris tersebut
telah menyebabkan timbuhya risiko yang bersifat jangka panjang yang suatu saat akan menimpa
Perusahaan jika para manajemen perusahaan tidak cepat dan aktif dalam mengantisipasi secara
komprehensif dan sistematis. Bahkan pihak komisaris perusahaan beserta para pemegang saham secara
tidak langsung telah memberi kondisi yang tidak begitu menghiraukan kepentingan yang bukan para
stakeholders organisasi dan stakeholder lainnya. Ini sebagaimana dikatakan oleh Michael A. Hi«, R.
DuanE Ireland, dan Robert E. Hoskisson14) bahwa "kepentingan bukan Stakeholder organisasional dan
bukan stakeholders pasar modal atas investasi datam perusahaan terlalu diminimalkan. "

Kondisi yang rentan seperti ini mampu menjadi bom waktu yang siap meledak suatu saat. Karena
manajemen perusahaan akan melakukan tindakan-tindakan yang bersifat memaksa agar laba
perusahaan meningkat. Seperti kata pepatah dengan perjalanan waktu yang panjang serta dukungan
pengalaman yang banyak akan membantu seseorang untuk dapat mengenal lingkungannya secara lebih
dalam

Apalagi jika kita lihat bahwa para pihak manajemen merupakan mereka yang memiliki tingkat
pendidikan yang tinggi dan pengalaman kerja yang maksimal sehingga tindakan kecurangan (Fraud) yang
mereka lakukan akan sangat rapi dan sulit untuk bisa dideteksi dengan sangat cepat. Kondisi ini bisa
berdampak pada penyelesaian dengan tindakan khusus atau yang biasa disebut dengan agency cost

Mengenai biaya keagenan ini Stephen A. Ross, dkk. mengatakan,"Biaya keagenan langsung dapat
memiliki dua bentuk Jenis yang pertama adalah suatu pengeluaran perusahaan yang pembelian pesawat
jet perusahaan yang mewah dan sebetulnya tidak dalam kategori ini. Jenis biaya keagenan langsung
yang kedua adalah tindakan-tindakan manajemen.

Sangat tidak bisa dipungkiri jika setiap permasalahan (problem) atau konflik selalu menimbulkan
biaya (cost). Seperti pada konflik antara principal dan agen menimbulkan informasi yang tidak seimbang
(asymentric information ), namun harus disadari jika setiap problem memang harus di atasi, termasuk
agency problem tersebut.

Adanya agency problem di atas, menimbulkan biaya keagenan

(agency cost), yang menurut Jensen dan Meckling (1976) terdiri dari

a. The monitoring expendihlres by the principle. Biaya monitor yang dikeluarkan oleh principal untuk
memonitor prilaku agen temasuk juga usaha untuk mengendalikan (control) prilaku agen melalui budge
Restriction dan compensation policies.

b. The bonding expenditures by the agent. The bonding cost dikeluarkan oleh agen untuk menjamin
bahwa agen tidak akan menggunakan tindakan tertentu yang akan merugikan prinsipal atau untuk
menjamin bahwa prinsipal akan diberi kompensasi jika ia tidak mengambil banyak tindakan.
c. Tile residual loss yang merupakan penurunan tingkat kesejahteraan Prinsipal maupun agen
setelah adanya agency relationship.

4. Solusi Memperkecil Agency Teory

Atas dasar pendapat di atas maka ada beberapa solusi yang dapat dilakukan untuk memperkecil
timbulnya dan berlakunya agency theory ini, yaitu

a. Pihak komisaris harus melihat posisi manajemen perusahaan sebagai pihak yang memiliki peran
besar datam menjaga dan mempertahan.kan berlangsungnya perusahaan secara jangka panjang (long
term).

b. Pihak komisaris perusahaan datam melihat posisi manajemen perusahaan bukan dalam konteks
pekerja atau pelaksana tugas namun sebagai mitra bisnis, datam artian setiap beratnya masalah harus
dibagi bersama dan dipecahkan bersama.

c. Pihak komisaris perusahaan dalam mendengar informasi dan analisa dari pihak komisaris
independen harus melakukan kaji ulang secara intensif ebagai bentuk tanggungjawab jika keputusan
nanti diambil bukan berarti adalah rekomendasi 100 persen dari pihak komisaris independen.

d. Pihak manajemen perusahaan harus membangun dan memiliki semangat serta. Ioyalitas tinggi
kepada perusahaan. Dan dalam artian maju mundumya perusahaan memilki, pengaruh pada maju
mundumya tingkat kesejahteraan para manajemen perusahaan.

Walaupun perusahaan dikendalikan oleh pemegang saham, namun pemegang saham tidak
dengan mudah memonitor kinerja manajemen andaikata pemegang saham adak memiliki informasi
yang memadai terhadap karakteristik industrial dan perusahaan sebagaimana yang dimiliki manajemen.

5. Etika Bisnis dan Konsep Good Corporate Governance (GCG)

Pada saat ini salah satu aturan yang terjelaskan secara. Tegas bahwa suatu perusahaan yang ingin
atau berkeinginan untuk go public adalah perusahaan tersebut harus memiliki konsep serta meng-
aplikasikan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG). Penegasan ini menjadi jelas pada saat
melihat bagaimana beberapa perusaha atas sebelumnya yang dianggap bermasalah di pasar modal
(capital marliet) karena kinerja perusahaan rendah atau bermasalah. Dan salah satu faktor penyebab
rendahnya kinerja tersebut disebabkan tidak diterapkannya prinsip-prinsip GCG secara tegas.

Pasar modal berkeinginan untuk mewujudkan terbentuknya pasar modal yang memiliki reputasi
tinggi agar diminati oleh para investor, baik investor domestik maupun luar negeri. Sehingga setiap
perusahaan yang berkeinginan untuk mencatatkan sahamnya di pasar modal diharuskan mematuhi
aturan-aturan yans ketat, termasuk memahami prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG)
secara maksimal.
Ada beberapa alasan yang mengharuskan perusahaan- perusahaan menerima konsep Good
Corporate Gouerrzance (GCG) untuk diterapkan, yaitu:

Lingkaran Mekanisme Coorporate Governance

Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia untuk selanjutya disebut Pedoman GCG
merupakan acuan bagi perusahaan untuk melaksanakan GCG dalam rangka:

a. Mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan melalui pengelolaan yang didasarkan pada asas
transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran dan kesetaraan.

b. Mendorong pemberdayaan fungsi dan kemandirian masing-masing organ perusahaan, yaitu Dewan
Kornisaris, Direksi dan Rapat Umum Pemegang saham.

c. Mendorong pemegang saham, anggota Dewan Komisaris anggota Direksi agar dalam membuat
keputusan dan menjalankan tindakannya dilandasi oleh nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan.

d. Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat dan
kelestarian lingkungan] terutama di sekitar perusahaan.

e. Mengoptimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dengan tetap memperhatikan pemangku
kepentingan lainnya,

f. Meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional maupun internasional, sehingga meningkatkan
kepercayaan pasar yang dapat mendorong arus investasi pertumbuhan ekonomi nasional yang
berkesinambungan.

6. Good Corporate Governance dalam Konteks Bisnis Masa Depan

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dimengerti jika penerapan Good Corporate Governance
(GCG) bukan sebuah syarat lagi namun sudah kebutuhan pokok untuk harus dilaksanakan.

Dari hasil penelitian menyebutkan jika perusahaan multinational lebih bersungguhungguh


menerapkan GCG dibandingkan dengan perusahaan domestic. Keinginan mereka menerapkan GCG
adalah bmtuk dari usaha mereka menghargai tata konsep bisnis modern. Karena bisnis tidak lagi bisa
dijalankan secara konvensional seperti dahulu, yaitu pemilik (owners) memiliki kekuasaan yang begitu
tinggi dan dengan mudah memerintah serta memecat setiap agent yang d ianggap tidak bias bekerja
dengan baik. Sifat arogansi ini secara nilai-nilai etika bisnis menjadi salah, karena keputusan yang arogan
dianggap tidak mengedepankan etika bisnis namun lebih mengedepankan keinginan untuk meraih
keuntungan semata atau profit.

Padahal profit datam bisnis bukan satu-satunya tujuan, ada tujuan lain yaitu keinginan untuk
memberikan karya bagi pembangunan bangsa. Karena dengan mendirikan perusahaan dan bisa
membuka lapangan pekerjaan maka sesungguhnya pihak prinsipal telah bekerja untuk memperkecil
jumlah angka pengangguran. Inilah yang disebut dengan konsep bisnis modem yang lebih beretika.

7. Pemasakahan yang Timbul dalam Penerapan Good Corporate Governance (GCG)

Ada beberapa permasalahan umum yang dihadapi dalam penerapan Good Corporate Goverance
(GCG), yaitu:

a. Pemahaman tentang konsep Good Corporate Goverrnance (GCG) pada beberapa manajer di
Indonesia masih kurang. Sering mereka memahami konsep Good Corporate Governance (GCG) secara
general dan tidak spesifik, terutama berdasarkan bentuk orsanisasi bisnis yang dijalankan.

b. Sebagian pihak menganggap konsep Good Corporate Govemance (GCG) dianggap sebagai
penghambat berbagai keputusan perusahaan karena perusahaan tidak lagi bisa leluasa dalam
mengambil keputusan khususnya harus patuh pada aturan GCG.

c. Aparat penegak hukum harus dibekali konsep pemahaman Good Corporate Governance (GcG) secara
tuas termasuk adanya jurnal buku teks yang menjelaskan secara khusus tentang GCG dalam konteks
perspektif Indonesia.

d. Menurut Herwidayatmo (2000), praktik-praktik di Indonesia yang bertentangan dengan konsep


GCG dapat dikelompokkan menjadi;

1) Adanya konsentrasi kepemilikan oleh pihak tertentu yang memungkinkan terjadinya hubungan afiliasi
antara pemilik, pengawas, dan direktur perusahaan.

2) Tidak efektifnya dewan komisaris.

3) Lemahnya law enforcement.

8. Kasus dan Solusi

a. Kasus

Fakta yang sering terjadi dan dukungan teori telah menielasankan bahwa hubungan antara
komisaris dan manajemen perusahaan memiliki potensi timbulnya benih-benih konflik. Ini terjadi
diantaranya karena komisaris sering mengharapkan agar pihak manajemen memenuhi target perolehan
keuntungan yang dipersyaratkan.

Sementara seringkali syarat perolehan target tersebut di luar kemampuan pihak manajemen
perusahaan. Analisa pihak manajemen perusahaan sering melihat pada kondisi realistis yang terjadi di
lapangan berdasarkan kondisi dan situasi yang berlangsung, seperti kondisi mikro dan makro ekonomi
baik domestik dan intemasionat.

Namun pihak komisaris perlu memperoleh target keuntungan yang dipersyaratkan tersebut, dengan
alasan membutuhkan keuntungan untuk mempergunakan pada investasi di tempat yang lain yang
memiliki nilai profitable.

Profitable artinya memungkinkan untuk memperoleh keuntungan yang terus semakin meningkat setiap
waktunya Realita seperti ini menyebabkan pihak manajemen melakukan pekerjaan yang ekstra keras
atau bckerja di bawah tekanan (under' pressurre), apalagi itu menyangkut citranya di mata publik
sebagai manajer yang professional.

Kondisi ini lebih jauh telah menyebabkan manajer perusahaan bekerja tidak atas dasar keputusan
dan mekanisme bisnis yang independent namun pada konsep dan persyaratan dari komisaris. Dan
komisaris bisa saja menggantikan manajer perusahaan dengan orang lain jika target keuntungannya
tidak tercapai sesuai dengan yang dipersyaratkan.

Dalam kasus seperti ini bagaimana anda melihatnya dalam konteks etika bisnis dan hubungan
dengan GCG serta apa bentuk risiko yang akan diterima oleh perusahaan nantinya. Karena
memungkinkan pihak manajemen perusahaan menaikkan risiko perusahaan secara lebih tinggi datam
setiap keputusan bisnisnya. Maka jabarkan kasus ini secara sistematis serla berikan solusinya.

b. Solusi

Pada kasus seperti di atas memang memperlihatkan sikap komisaris perusahaan yang begitu
arogan datam mengambil keputusan. Dan keputusan yang sangat ditekankan pada profit, padahal profit
bukan semata-mata yang harus dipertahankan. Namun ada yang lain yang jauh lebih penting yaitu
keberlanjutan usaha. Karena ini menyangkut dengan sejumlah dana yang telah ditempatkan dan harus
aman selama beberapa waktu hingga teadinya breakeven point (BEP) atau pulang pokok. Hitungan BEP
tersebut bisa saja 5 5/d 8 tahun atau bahkan lebih dari itu.

Sehingga keputusan menekan atau menerapkan under pressure secara berlebihan kepada
manajemen pertrsahaan menjadi lidak tepat, dan itu melanggar nilai-nilai etika bisnis. Ada berbagai
bentuk risiko yang bisa timbul sepera kecurangan yang akan dilakukan oleh pihak manajemen
perusahaan dengan memalsukan data laporan keuangan. Dalam bentuk melaporkan keuntungan yang
tinggi dan mengubah berbagai informasi lainnya, dimana semuanya ini bertujuan mengelabui pihak
komisaris perusahaan.
Risiko lain yang bisa timbul bisa saja pihak manajemen Perusahaan seperti direktur berfikir untuk
keluar dari perusahaan sewaktu-waktu. Dan jika ia keluar selanjumya masuk ke perusahaan Pesaing
maka berbagai suategi yang telah diterapkan dan dipelajari selama ini pada perusahaan tersebut pasi
akan dijial ke perushaan pesaing. Oleh karena itu, pemahaman tentang konsep GCG tidak boleh dilihat
setengah-setengah namun harus dilihat secara komplek.

Perilaku Etika Dalam Profesi Akuntansi

Ringkasan Prinsip Etika Profesi Akuntan Indonesia

Prinsip Pertama-Tanggung Jawab Profesi

Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai professional setiap anggota harus senantiasa


menggunakan pertimbangan moral dan professional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.

1. Sebagai professional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan


dengan peranan tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa
professional mereka.

Prinsip Kedua-Kepentingan Publik

Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada
publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.

1. Satu ciri utama dari suata profesi adalah penerimaan tanggung-jawab kepada publik. Profesi
akuntan memegang peranan yang penting di masyarakat, dimana public dari profesi akuntan yang
terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis, keuangan,
dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memlihara berjalannya
fungsi bisnis secara tertib.

2. Profesi akuntan dapat tetap berada pada posisi yang penting ini hanya dengan terus menerus
memberikan jasa yang unik pada tingkat yang menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat dipegang
teguh.

3. Dalam memenuhi tanggung-jawab profesionalnya, anggota mungkin menghadapi tekanan yang


saling berbenturan dengan pihak-pihak yang berkepentingan.

4. Mereka yang memperoleh pelayanan dari anggota mengharapkan anggota untuk memenuhi
tanggung-jawabnya dengan integritas, obyektvitas, keseksamaan, professional dan kepentingan untuk
melayani publik.
5. Semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan public.

6. Tanggung-jawab seorang akuntan tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan klien individual
atau pemberi kerja.

Prinsip Ketiga-Integritas

Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan public, setiap anggota harus memenuhi
tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.

1. Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan professional.
Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark)
bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya.

2. Integritas mengharuskan seorang anggota antara lain untuk bersikap jujur dan berterus terang tanpa
harus mengorbankan rahasia penerima jasa.

3. Integritas diukur dalam bentuk apa yang benar dan adil.

4. Integritas juga mengharuskan anggota untuk mengikuti prinsip obyektivitas dan kehati-hatian
professional.

Prinsip Keempat-Obyektivitas

Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam
pemenuhan kewajiban profesionalnya.

1. Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip
obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual , tidak
berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak
lain.

2. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas
mereka dalam berbagai situasi.

3. Dalam menghadapi situasi dan praktik secara spesifik berhubungan dengan aturan etika sehubungan
dengan obyektivitas, pertimbangan yang cukup harus diberikan terhadap factor-faktor berikut:

a. Adakalanya anggota dihadapkan kepada situasi yang memungkinkan mereka menerima tekanan-
tekanan yang diberikan kepadanya.

b. Tidak praktis untuk menyatakan dan menggambarkan semua situasi dimana tekanan-tekanan ini
mungkin terjadi.
c. Hubungan-hubungan yang memungkinkan prasangka, bias atau pengaruh lainnya untuk melanggar
obyektivitas harus dihindari.

d. Anggota memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa orang-orang yang terlibat dalam pemberian
jasa professional mematuhi prinsip obyektivitas.

e. Anggota tidak boleh menerima atau menawarkan hadiah atau entertainment yang dipercaya dapat
menimbulkan pengaruh yang tidak pantas terhadap pertimbangan professional mereka atau terhadap
orang-orang yang berhubungan dengan mereka.

Prinsip Kelima-Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati-hatian, kompetensi dan
ketekunan serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan
professional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja
memperoleh manfaat dari jasa professional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi
dan teknik yang paling muthakir.

1. Kehati-hatian professional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggung jawab


profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan.

2. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman.

3. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkatan


pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan
kemudahan dan kecerdikan.

4. Anggota harus tekun dalam memenuhi tanggung-jawabnya kepada penerima jasa dan publik.

5. Kehati-hatian professional mengharuskan anggota untuk merencanakan dan mengawasi secara


seksama setiap kegiatan professional yang menjadi tanggung- jawabnya.

Prinsip Keenam-Kerahasiaan

Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa
professional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan,
kecuali bila ada hak atau kewajiban professional atau hukum untuk mengungkapkannya.

1. Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau
pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa professional yang diberikannya.

2. Kerahasiaan harus dijaga oleh anggota kecuali jika persetujuan khusus telah diberikan atau terdapat
kewajiban legal atau professional untuk mengungkapkan informasi.
3. Anggota mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staf di bawah pengawasannya dan orang-
orang yang diminta nasihat dan bantuannya menghormati prinsip kerahasiaan.

4. Kerahasiaan tidaklah semata-mata masalah pengungkapan informasi.

5. Anggota yang mempunyai akses terhadap informasi rahasia tentang penerima jasa tidak boleh
mengungkapannya ke publik.

6. Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan
kerahasiaan didefinisikan dan bahwa terdapat panduan mengenai sifat dan luas kewajiban kerahasiaan
serta mengenai berbagai keadaan dimana informasi diperoleh selama melakukan jasa professional
dapat atau perlu diungkapkan.

Prinsip Ketujuh – Perilaku Profesional

Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi
tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.

1. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendeskeditkan profesi harus dipenuhi oleh
anggota sebagai perwujudan tanggung-jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain,
staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.

Prinsip Kedelapan- Standar Teknis

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar
professional yang relavan.

1. Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan
oleh Ikatan Akuntan Indonesia, Internal Federation of Accountants, badan pengatur, dan peraturan
perundang-undangan yang relavan.

Unknown di 03.29
Berbagi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beranda

Lihat versi web

Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai