Anda di halaman 1dari 25

MINI CEX

MIOMA UTERI

Diajukan untuk
Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kandungan dan Kebidanan
di RSI Sultan Agung Semarang
Periode 23 September 2019 – 23 November 2019

Disusun oleh:
Nugraha Wirawan
30101507529

Pembimbing:
dr. Gunawan Kuswondo, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KANDUNGAN DAN KEBIDANAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNISSULA SEMARANG
RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2019
STATUS ILMU KANDUNGAN DAN KEBIDANAN
SMF KANDUNGAN DAN KEBIDANAN
RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG

Nama Mahasiswa : Nugraha Wirawan


NIM : 30101507529
Dokter Pembimbing : dr. Gunawan Kuswondo, Sp.OG

A. IDENTITAS
1. Nama penderita : Ny. SK
2. Umur : 40 tahun 10 bulan
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. No. RM : 01-38-85-xx
5. Agama : Islam
6. Pekerjaan : Petani
7. Alamat : Wonosalam, Pilangrejo, Demak
8. Pendidikan : SMP
9. Status : Sudah Menikah
10. Tanggal Masuk : 8 Oktober 2019
11. Masuk Jam : 14.30 WIB
12. Ruang : Baitunnissa II
13. Kelas : BPJS Non PBI Kelas III
B. ANAMNESA
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 9 Oktober 2019
pukul 07.00 WIB.
1. Keluhan Utama
Keluar darah dari jalan lahir
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien perempuan (♀) P4A0 berusia 40 tahun datang ke Poli
Obsgyn RSI Sultan Agung Semarang dengan keluhan keluar darah dari
jalan lahir sejak 3 bulan yang lalu. Darah yang keluar awalnya berjumlah
seperti saat menstruasi tapi lama kelamaan semakin banyak. Darah yang
keluar terjadi terus menerus. Darah yang keluar berwarna merah, tetapi
lama kelamaan juga disertai dengan gumpalan. Dalam satu hari, pasien
bisa terus menerus mengganti celananya ± 4 kali sehari.
Pasien juga merasakan perut bagian bawahnya agak membesar
selama 2 bulan ini tidak nyeri. Pasien juga merasa sering buang air kecil.
Pasien merasa BAB normal. Mual dan muntah tidak dirasakan.
3. Riwayat Perkawinan
Pasien menikah pertama kali dengan suami sekarang
• Menikah saat berusia 22 tahun
• Lama menikah yaitu 18 tahun
4. Riwayat Obstetri
• P2A0
1. Lahir bayi laki-laki, usia 25 tahun, lahir spontan, BB
lupa, sehat
2. Lahir bayi perempuan, usia 20 tahun, lahir spontan, BB
lupa, sehat
• Riwayat abortus : disangkal
• Riwayat operasi : disangkal
5. Riwayat Menstruasi
Menarche : 12 tahun
Siklus haid : ±28 hari, teratur 1 bulan sekali
Lama haid : 7 hari
Jumlah darah haid : Banyak (ganti celana ±4 kali sehari)
Dismenore : (-)
HPHT : 23 Juli 2019
6. Riwayat KB
Pasien menggunakan KB Suntik pertama kali pada bulan Mei
tahun 2019.
7. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat Penyakit Paru : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Penyakit Reproduksi: disangkal
Riwayat penyakit stroke : disangkal
Riwayat operasi :
 Kuretase berulang
 pemasangan DJ Stent pada bulan September 2019
8. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Penyakit yang sama : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat Penyakit Paru : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Penyakit Keganasan : disangkal
9. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang petani dan suami pasien bekerja sebagai
supir. Biaya pengobatan ditanggung BPJS Non PBI kelas III.

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. STATUS GENERALIS (tanggal 9 Oktober 2018 pukul 07.00)
o Keadaan Umum : Baik
o Kesadaran : Composmentis
Antropometri
o TB : 158 cm
o BB : 68 kg
o BMI : 27,2 (Overweight)
Tanda Vital
o Tekanan darah : 120/80mmHg
o Nadi : 82 x/menit
o RR : 22 x/menit
o Suhu : 36,50C
2. STATUS INTERNUS
o Kepala : Mesocephale
o Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
o Hidung : Discharge (-)
o Telinga : Discharge (-)
o Mulut : Bibir sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-)
o Tenggorokan : Faring hiperemis (-), pembesaran tonsil (-)
o Leher : Simetris, pembesaran kelenjar limfe (-),
pembesaran tiroid (-)
o Kulit : Turgor kembali lambat (-), ptekiae (-)
o Mammae : Simetris, tidak ada benjolan abnormal
o Pulmo
 Inspeksi : Pergerakan hemithorax dextra dan sinistra simetris
 Palpasi : Stemfremitus dextra dan sinistra sama, nyeri tekan
(-)
 Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
 Auskultasi: Suara dasar vesikuler, suara tambahan (-)
o Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
 Perkusi : tidak dilakukan.
 Auskultasi: suara jantung I dan II murni, regular, suara
tambahan (-)
o Abdomen
 Inspeksi : Perut cembung, striae gravidarum (-), bekas
operasi (-).
 Auskultasi: bising usus (+)
 Perkusi : Timpani seluruh region abdomen
 Palpasi : Nyeri tekan seluruh region abdomen (-), lien
dalam batas normal, hepar dalam batas normal
o Ekstrimitas :
Superior Inferior
Oedem -/- -/-
Varises -/- -/-
Reflek fisiologis +/+ +/+
Reflek patologis -/- -/-
D. STATUS GINEKOLOGI
o Abdomen
o Inspeksi : Perut cembung, striae gravidarum (-),
bekas operasi (-), massa (-), sikatrik (-)
o Auskultasi : bising usus (+) normal
o Perkusi : Timpani seluruh region abdomen
o Palpasi : Nyeri tekan seluruh region abdomen (-)
o Genitalia Eksterna
o Inspeksi :
 Vulva : tidak ada kelainan, fluxus (+), fluor (+)
 Uretra : tidak ada kelainan
 Vagina : tidak ada kelainan
 Klitoris: tidak ada kelainan
 Glandula bartholini: tidak ada kelainan
 Perineum: tidak ada kelainan
o Palpasi : nyeri tekan (-), massa (-)
 Vulva : tidak ada kelainan
 Uretra : tidak ada kelainan
 Vagina : tidak ada kelainan
 Glandula bartholini: tidak ada kelainan
o Pemeriksaan Inspekulo
o Vagina : dinding tidak terdapat kelainan, rugae (-)
o Porsio vaginalis
 Ukuran : normal
 Warna : kemerahan
 Fluksus: (+) merembes
 Peradangan: (-)
o Genitalia Interna (VT)
o Portio : berukuran sebesar jempol kaki, licin
o OUE : tertutup
o Corpus Uterus
 Letak : anteversio
 Bentuk : bulat
 Ukuran : sebesar kepala bayi
 Konsistensi: kenyal
 Permukaan: rata
o Adneksa : massa (-)
o Parametrium : infiltrat (-)
o Cavum douglasi: penonjolan (-)

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah rutin (dilakukan pada tanggal 8 Oktober 2019)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
HEMATOLOGY
Darah Rutin 1
Hemoglobin 10,2 (L) 11.7-15.5 g/dl
Hematokrit 32.1 (L) 33-45 %
Leukosit 9.25 3.6-11.0 Ribu/uL
Trombosit 359 150-440 Ribu/pul
Golongan Darah/Rh O/Positif
APTT/PTTK 23,7 21.8-28.0 Detik
Kontrol 25,5 21.0-28.4 Detik
PPT 9,1 (L) 9.3-11.4 Detik
Kontrol 11.0 9.2-12.4 Detik
IMUNOSEROLOGI
HbsAg Kualitatif Non Reaktif Non Reaktif -
KIMIA
GDS 116 (H) 76-110 mg/dl
Ureum 11 10-50 mg/dl
Kreatinin Darah 0,86 0.5-0.9 mg/dl
Natrium 135,4 135-147 mg/dl
Kalium 3.76 3.5-5 mg/dl
Chloride 101,1 95-105 mg/dl

2. Hasil Pemeriksaan Patologi Anatomi (diperiksa pada tanggal 11


Oktober 2019)
Lokasi : Uterus
Cara pengambilan: Operasi
Histologi Jaringan Sedang
Makroskopis : Sediaan dari uterus ukuran 12x12x11cm
Mikroskopis :
Endometrium: menunjukkan kelenjar-kelenjar
endometrium bentuk tubulus tanpa sekresi dengan stroma yang
sembab, tak tampak tanda ganas
Myometrium: menunjukkan serabut-serabut otot
polos myometrium yang tersusun padat saling beranyaman
dalam berkas-berkas, tak tampak tanda ganas, Sesuai dengan
Leyomioma Uteri
Adnexa dekstra: menunjukkan corpora albicantes
dan tuba dengan dinding yang sembab hyperemia, tak tampak
tanda ganas.

F. RESUME
Pasien perempuan (♀) P4A0 berusia 40 tahun datang ke Poli Obsgyn
RSI Sultan Agung Semarang dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir
sejak 3 bulan yang lalu. Darah yang keluar awalnya berjumlah seperti saat
menstruasi tapi lama kelamaan semakin banyak. Darah yang keluar terjadi
terus menerus. Darah yang keluar berwarna merah, lama kelamaan juga
disertai dengan gumpalan. Dalam satu hari, pasien bisa terus menerus
mengganti celananya ± 4 kali sehari.
Pasien juga merasakan perut bagian bawahnya terus bertambah besar
selama 2 bulan ini tidak nyeri.
Riwayat Menstruasi
Menarche : 12 tahun
Siklus haid : ±28 hari, teratur 1 bulan sekali
Lama haid : 7 hari
Jumlah darah haid : Banyak (ganti celana ±4 kali sehari)
Dismenore : (-)
HPHT : 23 Juli 2019
Riwayat Obstetri
P2A0
1. Lahir bayi laki-laki, usia 25 tahun, lahir spontan, BB lupa, sehat
2. Lahir bayi perempuan, usia 20 tahun, lahir spontan, BB lupa, sehat
STATUS GENERALIS (tanggal 9 Oktober 2019 pukul 07.00)
o Keadaan Umum : Baik
 Kesadaran : Composmentis
 Vital sign : dalam batas normal
Status Ginekologi
o Genitalia Eksterna
Perdarahan merembes tidak aktif, vaginal discharge (+), darah (+)
o Inspekulo
Tampak darah keluar pada OUE
o Genitalia Interna (VT)
 Vulva : fluxus (+), Fluor (+)
 Portio : sebesar jempol kaki
 Uterus : sebesar kepala bayi
Pemeriksaan penunjang
o Darah rutin
 Hb rendah
 Ht rendah
 PPT rendah
 GDS meningkat
o Pemeriksaan Patologi Anatomi
Uterus besar (12x12x11cm), myometrium sesuai dengan leyomioma
uteri

G. DIAGNOSIS KERJA
Pasien wanita P2A0 usia 40 tahun 10 bulan dengan Mioma Uteri.

H. DIAGNOSIS BANDING
1. Adenomiosis
2. Miosarkoma Uteri

I. PENATALAKSANAAN
1. Rawat inap
2. Inf. cairan RL 500 CC (20 tpm)
3. Inj Cefotaxim 2 x 1 gram
4. Pro Ekstirpasi total abdominal histerektomi pada tanggal 10 Oktober
2019

J. EDUKASI
1. Istirahat cukup
2. Minum obat teratur
3. Edukasi untuk menerapkan pola makan yang sehat, tinggi buah, sayur,
dan biji-bijian, serta rendah lemak, daging merah, dan
direkomendasikan untuk terus melakukan aktivitas fisik sesuai
kemampuan secara teratur dan menghindari gaya hidup sedenter
4. Edukasi untuk tenang dan tidak cemas menjelang akan dilakukannya
operasi

K. PROGNOSIS
Ad Vitam : ad bonam
Ad Functionam : dubia ad malam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Follow up (9 Oktober 2019 – 07.00 WIB)
S O A P
- Keluar - TD : 130/80 P2A0 dengan - Planning Tx:
darah dari - Nadi : 80x/m Mioma Uteri Infus RL 20 tpm
jalan lahir - RR : 20 x/m - Monitoring TTV &
Suhu : 36.5ºC KU
Hb : 10.4 (L) - Pro Total Abdominal
- Histerektomi pada
tanggal 10 Oktober
2019

Follow up (10 Oktober 2019 – 15.10 WIB )


S O A P
- Tidak ada - TD : 100/80 P2A0 dengan - Planning Tx: Infus
keluhan - Nadi : 77 x/menit Mioma Uteri RL 20 tpm
- RR : 20 x/menit post Total - Inf. Cefotaxim 2 x 1
Suhu : 36,5 ºC abdominal gram (premed)
Histerektomi - Peroral: asam
Mefenamat 2 x
500mg, as.
Traneksamat 2 x 500
mg, dan SF 2x1
- Monitoring TTV &
KU

Follow up (11 Oktober 2019 – 15.24 WIB )


S O A P
- Tidak ada - TD : 120/80 P2A0 dengan - Planning Tx: Infus
keluhan - Nadi : 84x/m Mioma Uteri RL 20 tpm
- RR : 20 x/m post Total - Asetosal 2 x 50 mg
Suhu : 36,6ºC abdominal - Terapi lain lanjut
Histerektomi - Monitoring TTV &
H+1 KU

Follow up (12 Oktober 2019 – 15.02 WIB )


S O A P
- Tidak ada - TD : 120/80 P2A0 dengan - Planning Tx: Infus
keluhan - Nadi : 80x/m Mioma Uteri RL 20 tpm
- RR : 20 x/m post Total - Terapi lain lanjut
Suhu : 36,5ºC abdominal - Monitoring TTV &
Histerektomi KU
H+2

Follow up (13 Oktober 2019 – 15.43 WIB )


S O A P
- Tidak ada - TD : 120/79 P2A0 dengan - Planning Tx: Infus
keluhan - Nadi : 87x/m Mioma Uteri RL 20 tpm
- RR : 20 x/m post Total - Boleh pulang
Suhu : 36,6ºC abdominal - Terapi lain lanjut
Histerektomi - Monitoring TTV &
H+3 KU
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Mioma uteri adalah tumor jinak yang berasal dari miometrium
uterus dengan konsistensi padat kenyal, batas jelas, mempunyai pseudo
kapsul, tidak nyeri, bisa soliter atau multipel. Tumor ini juga dikenal
dengan istilah fibromioma uteri, leiomioma uteri, atau fibroid. Mioma
uteri bukanlah suatu keganasan dan tidak juga berhubungan dengan
keganasan. Mioma uteri merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot
polos uterus dan jaringan ikat yang menumpanginya. Mioma uteri berbatas
tegas, tidak berkapsul, dan berasal dari otot polos jaringan fibrous
sehingga mioma uteri dapat berkonsistensi padat jika jaringan ikatnya
dominan, dan berkonsistensi lunak jika otot rahimnya yang dominan.
B. Etiologi
Etiologi yang pasti pada mioma uteri sampai saat ini belum
diketahui. Stimulasi estrogen diduga sangat berperan untuk terjadinya
mioma uteri. Dipercaya bahwa mioma merupakan sebuah tumor
monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik
tunggal. Ada beberapa faktor yang diduga kuat sebagai faktor predisposisi
terjadinya mioma uteri, yaitu :
1. Umur : mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun,
ditemukan sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor
ini paling sering memberikan gejala klinis antara 35-45 tahun.
2. Paritas : lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanita yang
relatif infertil, tetapi sampai saat ini belum diketahui apakah infertil
menyebabkan mioma uteri atau sebaliknya mioma uteri yang
menyebabkan infertil, atau apakah kedua keadaan ini saling
mempengaruhi.
3. Faktor ras dan genetik : pada wanita ras tertentu, khususnya wanita
berkulit hitam, angka kejadiaan mioma uteri tinggi. Terlepas dari
faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada wanita dengan riwayat
keluarga ada yang menderita mioma.
4. Fungsi ovarium : diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen
dengan pertumbuhan mioma, dimana mioma uteri muncul setelah
menarke, berkembang setelah kehamilan dan mengalami regresi
setelah menopause.

C. Patofisiologi
Mioma merupakan monoclonal dengan tiap tumor merupakan hasil
dari penggandaan satu sel otot. Etiologi yang diajukan termasuk di
dalamnya perkembangan dari sel otot uterus atau arteri pada uterus, dari
transformasi metaplastik sel jaringan ikat, dan dari sel-sel embrionik sisa
yang persisten. Penelitian terbaru telah mengidentifikasi sejumlah kecil gen
yang mengalami mutasi pada jaringan ikat tapi tidak pada sel miometrial
normal. Penelitian menunjukkan bahwa pada 40% penderita ditemukan
aberasi kromosom yaitu t(12;14)(q15;q24).
Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cell Nest atau teori
genioblast. Percobaan Lipschultz yang memberikan estrogen kepada kelinci
percobaan ternyata menimbulkan tumor fibromatosa baik pada permukaan
maupun pada tempat lain dalam abdomen. Efek fibromatosa ini dapat
dicegah dengan pemberian preparat progesteron atau testosteron. Pemberian
agonis GnRH dalam waktu lama sehingga terjadi hipoestrogenik dapat
mengurangi ukuran mioma. Efek estrogen pada pertumbuhan mioma
mungkin berhubungan dengan respon mediasi oleh estrogen terhadap
reseptor dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi
reseptor progesteron, faktor pertumbuhan epidermal dan insulin-like growth
factor 1 yang distimulasi oleh estrogen. Anderson dkk, telah
mendemonstrasikan munculnya gen yang distimulasi oleh estrogen lebih
banyak pada mioma daripada miometrium normal dan mungkin penting
pada perkembangan mioma. Namun bukti-bukti masih kurang meyakinkan
karena tumor ini tidak mengalami regresi yang bermakna setelah menopause
sebagaimana yang disangka. Lebih daripada itu tumor ini kadang-kadang
berkembang setelah menopause bahkan setelah oforektomi bilateral pada
usia dini.
D. Klasifikasi mioma uteri
Klasifikasi mioma dapat berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang
terkena.
1. Lokasi
 Cerivical (2,6%), umumnya tumbuh ke arah vagina menyebabkan
infeksi.
 Isthmica (7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan
traktus urinarius.
 Corporal (91%), merupakan lokasi paling lazim, dan seringkali
tanpa gejala.
2. Lapisan Uterus
Mioma uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasi dibagi menjadi 3
jenis, yaitu :
• Mioma Uteri Submukosa
Mioma submucosa menempati lapisan di bawah endometrium
dan menonjol ke dalam (kavum uteri). Pengaruhnya pada
vaskularisasi dan luas permukaan endometrium menyebabkan
terjadinya perdarahan ireguler.
Mioma submukosa dapat tumbuh bertangkai menjadi polip,
kemudian dilahirkan melalui saluran serviks disebut mioma geburt.
Mioma jenis ini dapat bertangkai panjang sehingga dapat keluar
melalui ostium serviks. Hal ini dapat menyebabkan dismenore.
Ketika mioma gebrut telah dikeluarkan dari serviks dan menjadi
nekrotik, akan memberikan gejala pelepasan darah yang tidak
regular dan dapat disalahartikan dengan kanker serviks.
Dari sudut klinik mioma uteri submukosa mempunyai arti yang
lebih penting dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada mioma
uteri subserosa ataupun intramural walaupun ditemukan cukup
besar tetapi sering kali memberikan keluhan yang tidak berarti.
Sebaliknya pada jenis submukosa walaupun hanya kecil selalu
memberikan keluhan perdarahan melalui vagina. Perdarahan sulit
untuk dihentikan sehingga sebagai terapinya dilakukan
histerektomi.

• Mioma Uteri Subserosa


Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat berupa
sebagai tonjolan saja maupun sebagai satu massa yang
dihubungkan dengan uterus melalui tangkai. Pertumbuhan ke arah
lateral dapat berada di dalam ligamentum latum dan disebut
sebagai mioma intraligamenter. Mioma yang cukup besar akan
mengisi rongga peritoneal sebagai suatu massa. Perlengketan
dengan usus, omentum, atau mesenterium di sekitarnya
menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih dari tangkai ke
omentum. Akibatnya tangkai makin mengecil dan terputus,
sehingga mioma akan terlepas dari uterus sebagai massa tumor
yang bebas dalam rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal
sebagai jenis parasitik.
• Mioma Uteri Intramural
Disebut juga sebagai mioma intraepitelial. biasanya
multiple. Bentuk uterus ketika mioma membesar menjadi
berbenjol-benjol, uterus bertambah besar dan berubah bentuknya.
Mioma sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti kecuali
rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah perut sebelah
bawah. Kadang kala tumor tumbuh sebagai mioma subserosa dan
kadang-kadang sebagai mioma submukosa. Di dalam otot rahim
dapat besar, padat (jaringan ikat dominan), lunak (jaringan otot
rahim dominan).
Secara makroskopis terlihat uterus berbenjol-benjol dengan
permukaan halus. Pada potongan, tampak tumor berwarna putih
dengan struktur mirip potongan daging ikan. Tumor berbatas tegas
dan berbeda dengan miometrium yang sehat, sehingga tumor
mudah dilepaskan. Konsistensi kenyal, bila terjadi degenerasi kistik
maka konsistensi menjadi lunak. Bila terjadi kalsifikasi maka
konsistensi menjadi keras. Secara histologik tumor ditandai oleh
gambaran kelompok otot polos yang membentuk pusaran, meniru
gambaran kelompok sel otot polos miometrium. Fokus fibrosis,
kalsifikasi, nekrosis iskemik dari sel yang mati. Setelah
menopause, sel-sel otot polos cenderung mengalami atrofi, ada
kalanya diganti oleh jaringan ikat. Pada mioma uteri dapat terjadi
perubahan sekunder yang sebagian besar bersifat degenerasi. Hal
ini oleh karena berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma.
Perubahan ini terjadi secara sekunder dari atropi postmenopausal,
infeksi, perubahan dalam sirkulasi atau transformasi maligna.

Gambar 1. Jenis-jenis mioma uteri.


E. Gejala klinis
Gejala klinik hanya terjadi pada 35%-50% penderita mioma. Hampir
sebagian besar penderita tidak mengetahui bahwa terdapat kelainan di dalam
uterusnya, terutama pada penderita dengan obesitas. Keluhan penderita sangat
tergantung pula dari lokasi (pada tempat sarang mioma ini berada serviks,
intramural, submukus, subserus) atau jenis mioma yang diderita. Berbagai
keluhan penderita dapat berupa:
1) Perdarahan abnormal
Perdarahan menjadi manifestasi klinik utama pada mioma dan hal
ini terjadi pada 30% penderita. Bila terjadi secara kronis maka dapat
terjadi anemia defisiensi zat besi. Perdarahan pada mioma submukosa
seringkali diakibatkan oleh hambatan pasokan darah endometrium,
tekanan, dan bendungan pembuluh darah di area tumor (terutama vena)
atau ulserasi endometrium di atas tumor.
Tumor bertangkai seringkali menyebabkan trombosis vena dan
nekrosis endometrium akibat tarikan dan infeksi (vagina dan kaurm uteri
terhubung oleh tangkai yang keluar dari ostium serviks). Dismenorea
dapat disebabkan oleh efek tekanan, kompresi, termasuk hipoksia lokal
miometrium.
Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenore,
menoragia dan dapat juga terjadi metroragia. Beberapa faktor yang
menjadi penyebab perdarahan ini, antara lain adalah :
 Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hyperplasia endometrium
sampai adeno karsinoma endometrium.
 Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasa.
 Atrofi endometrium di atas mioma submukosum.
Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang
mioma diantara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit
pembuluh darah yang melaluinya dengan baik.
2) Rasa nyeri
Mioma tidak menyebabkan nyeri dalam pada uterus kecuali apabila
kemudian terjadi gangguan vaskuler yang dapat juga disertai nekrosis
setempat dan peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosum yang
akan dilahirkan, pula pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis
servikalis dapat menyebabkan juga dismenore.
Nyeri lebih banyak terkait dengan proses degenerasi akibat oklusi
pembuluh darah, infeksi, torsi tangkai mioma atau kontraksi uterus sebagai
upaya untuk mengeluarkan mioma subserosa dari kavum uteri. Gejala
abdomen akut dapat terjadi bila torsi berlanjut dengan terjadinya infark
atau degenerasi merah yang mengiritasi selaput peritoneum (seperti
peritonitis). Mioma yang besar dapat menekan rectum sehingga
menimbulkan sensasi untuk mengedan. Nyeri pinggang dapat terjadi pada
penderita mioma yang menekan persarafan yang berjalan di atas
permukaan tulang pelvis.
3) Gejala dan tanda penekanan
Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri.
Penekanan pada kandung kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra
dapat menyebabkan retensio urine, pada ureter dapat menyebabkan
hidroureter dan hidronefrosis, pada rectum dapat menyebabkan obstipasi
dan tenesmia, pada pembuluh darah dan pembuluh limfe dipanggul dapat
menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul. Bila ukuran tumor lebih
besar lagi, akan terjadi penekanan ureter, kandung kemih dan rektum.
Semua efek penekanan ini dapat dikenali melalui pemeriksaan IVP,
kontras saluran cerna, rontgen, dan MRI. Abortus spontan dapat
disebabkan oleh efek penekanan langsung mioma terhadap kavum uteri.
Walaupun mioma dihubungkan dengan adanya desakan tekan,
tetapi tidaklah mudah untuk menghubungkan adanya penekanan organ
dengan mioma. Mioma intramural sering dikaitkan dengan penekanan
terhadap organ sekitar. Parasitik mioma dapat menyebabkan obstruksi
saluran cerna perlekatannya dengan omentum menyebabkan strangulasi
usus. Mioma serviks dapat menyebabkan sekret serosanguinea vaginal,
perdarahan, dispareunia, dan infertilitas.
4) Infertilitas dan abortus
Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau
menekan pars intertisialis tuba, sedangkan mioma submukosum juga
memudahkan terjadinya abortus oleh karena distorsi rongga uterus. Rubin
(1958) menyatakan bahwa apabila penyebab lain infertilitas sudah
disingkirkan, dan mioma merupakan penyebab infertilitas tersebut, maka
merupakan suatu indikasi untuk dilakukan miomektomi.
F. Diagnosis
1. Anamnesis
Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma lainnya,
faktor resiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan status lokalis dengan palpasi abdomen. Mioma uteri dapat
diduga dengan pemeriksaan luar sebagai tumor yang keras, bentuk yang
tidak teratur, gerakan bebas, tidak sakit.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Akibat yang terjadi pada mioma uteri adalah anemia akibat
perdarahan uterus yang berlebihan dan kekurangan zat besi. Pemeriksaaan
laboratorium yang perlu dilakukan adalah Darah Lengkap (DL) terutama
untuk mencari kadar Hb. Pemeriksaaan lab lain disesuaikan dengan
keluhan pasien.
b. Imaging
1) Pemeriksaaan dengan USG akan didapat massa padat dan homogen
pada uterus. Mioma uteri berukuran besar terlihat sebagai massa pada
abdomen bawah dan pelvis dan kadang terlihat tumor dengan
kalsifikasi.
2) Histerosalfingografi digunakan untuk mendeteksi mioma uteri yang
tumbuh ke arah kavum uteri pada pasien infertil.
3) MRI lebih akurat untuk menentukan lokasi, ukuran, jumlah mioma
uteri, namun biaya pemeriksaan lebih mahal.
H. Diagnosis banding
1. Adenomiosis
2. Neoplasma ovarium
3. Kehamilan

I. Penatalaksanaan
Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah. Penanganan
mioma uteri tergantung pada umur, status fertilitas, paritas, lokasi dan ukuran
tumor, sehingga biasanya mioma yang ditangani yaitu yang membesar secara
cepat dan bergejala serta mioma yang diduga menyebabkan fertilitas. Secara
umum, penanganan mioma uteri terbagi atas penanganan konservatif dan operatif.
Penanganan konservatif bila mioma berukuran kecil pada pra dan post
menopause tanpa gejala. Cara penanganan konservatif sebagai berikut :
- Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodic setiap 3-6 bulan.
- Bila anemi beri tablet Fe dan pemberian NSAID untuk pengobatan nyeri.
Pengobatan operatif meliputi miomektomi dan histerektomi. Miomektomi
adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Tindakan ini
dapat dikerjakan misalnya pada mioma submukoum pada myom geburt dengan
cara ekstirpasi lewat vagina. Pengambilan sarang mioma subserosum dapat mudah
dilaksanakan apabila tumor bertangkai. Apabila miomektomi ini dikerjakan
karena keinginan memperoleh anak, maka kemungkinan akan terjadi kehamilan
adalah 30-50%. Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya
tindakan terpilih. Histerektomi dapat dilaksanakan perabdominan atau
pervaginam. Yang akhir ini jarang dilakukan karena uterus harus lebih kecil dari
telor angsa dan tidak ada perlekatan dengan sekitarnya. Adanya prolapsus uteri
akan mempermudah prosedur pembedahan. Histerektomi total umumnya
dilakukan dengan alasan mencegah akan timbulnya karsinoma servisis uteri.
Histerektomi supravaginal hanya dilakukan apabila terdapat kesukaran teknis
dalam mengangkat uterus
Mioma

Besar < 14 mgg Besar > 14 mgg

Tanpa keluhan Dengan keluhan

Konservatif
Operatif

Gambar 2. Bagan Penatalaksanaan Mioma Uteri.

J. Komplikasi
Perubahan sekunder pada mioma uteri yang terjadi sebagian besar bersifat
degenerasi. Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian darah pada sarang
mioma. Perubahan sekunder tersebut antara lain :
• Atrofi : sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan mioma uteri menjadi
kecil.
• Degenerasi hialin : perubahan ini sering terjadi pada penderita berusia lanjut.
Tumor kehilangan struktur aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi sebagian
besar atau hanya sebagian kecil dari padanya seolah-olah memisahkan satu
kelompok serabut otot dari kelompok lainnya.
• Degenerasi kistik : dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian
dari mioma menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur
berisi agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan
limfe sehingga menyerupai limfangioma. Dengan konsistensi yang lunak ini
tumor sukar dibedakan dari kista ovarium atau suatu kehamilan.
• Degenerasi membatu (calcereus degeneration) : terutama terjadi pada wanita
berusia lanjut oleh karena adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan adanya
pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka mioma menjadi keras dan
memberikan bayangan pada foto rontgen.
• Degenerasi merah (carneus degeneration) : perubahan ini terjadi pada kehamilan
dan nifas. Patogenesis : diperkirakan karena suatu nekrosis subakut sebagai
gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan dapat dilihat sarang mioma seperti
daging mentah berwarna merah disebabkan pigmen hemosiderin dan hemofusin.
Degenerasi merah tampak khas apabila terjadi pada kehamilan muda disertai
emesis, haus, sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri
pada perabaan. Penampilan klinik ini seperti pada putaran tangkai tumor
ovarium atau mioma bertangkai.
• Degenerasi lemak : jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi hialin.
Komplikasi yang terjadi pada mioma uteri :
1. Degenerasi ganas.
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6%
dari seluruh mioma; serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus.
Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus
yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma
uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam
menopause.
2. Torsi (putaran tangkai).
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan
sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah
sindrom abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut
tidak terjadi.
3. Nekrosis dan infeksi.
Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan
karena gangguan sirkulasi darah padanya.
Daftar Pustaka
Bath RA, Kumar P. 2006. Experience with uterine leiomyoma at a teaching
referral hospital in India. Journal of Gynecologic Surgery 22: 143-150.
Beckmann RB, Charles. 2010. Obstetrics and Gynecology. sixth edition.
Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkin. pp :389-392
Cunningham, FG. 1995. Mioma uteri Obstetri William Edisi 18. Jakarta : EGC,
pp: 447-451.
Marc A. Fritz, M. 2011. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility.
Eighth Edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkin. pp : 148-155
Sarwono, 2011, Ilmu Kandungan, ed. 2, Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
Jakarta
Sarwono, 2010, Ilmu Kebidanan, ed. 3, Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai