Kti FJR
Kti FJR
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu Negara produsen rokok terbesar di Dunia setelah Cina,
Brazil, Malawi, India, dan Amerika Serikat. Pada tahun 2009, Indonesia mampu memproduksi
176.51 ton daun tembakau dan135.678 ton daun tembakau pada tahun 2010. Industri rokok
merupakan salah satu industri yang memiliki peran penting bagi perekonomian Indonesia.
Industri rokok tercatat merupakan salah satu industri penyumbang devisa terbesar di Indonesia.
Selain itu, industri rokok merupakan industri yang termasuk ke dalam industri labor intensive
dimana hampir 90% proses produksi rokok dikerjakan oleh tangan manusia. Hal tersebut sangat
berperan dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. Indonesia adalah salah satu Negara
penghasil sekaligus konsumen rokok terbesar di dunia (WHO Report on Global Tobacco
Epidemic, 2008) yang menempati urutan ketiga setelah Cina dan India sebagai konsumen
terbesar . Rokok dewasa in sudah menjadi kebutuhan pokok sebagian besar orang di Indonesia .
Tercatat masyarakat Indonesia mengkonsumsi sebanyak 33 juta batang pada tahun 1970 dan
terus mengalami kenaikan hingga mencapai 217 juta batang pada tahun 2000. Meskipun
merupakan salah satu komoditas unggulan, rokok sendiri dapat memberikan dampak buruk
terhadap kesehatan manusia. Rokok terbuti menjadi salah satu penyebab timbulnya penyakit
berbahaya lainnya yang menyebabkan kematian. Tercatat sebanyak 427.948 jiwa meninggal
setiap tahunnya akibay konsumsi rokok.
Menurut Tjutaharta(2011), efek ketagihan nikotin yang dihasilkan dari rokok adalah
salah satu alasan sulitnya untuk berhenti merokok. Di antara masyarakat Indonesia yang
merokok, 84,9% sudah mencoba untuk berhenti merokok . Menurut data dari Word Bank (1999),
98% perokok yang telah mencoba berhenti tanpa bantuan apa pun akan kembali merokok setelah
satu tahun berhenti. Oleh karna itu, dibutuhkan peran pemerintah dan organisasi masyarakat
untuk menyelesaikan permasalahan mengenai konsumsi rokok di Indonesia.
2) Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi penulis
Memberikan pengetahuan secara mendalam mengenai manfaat pajak rokok bagi
perekonomian Indonesia.
b. Manfaat bagi pembaca
Menambah pengetahuan mengenai manfaat pajak rokok bagi perekonomian
Indonesia.
Sistematika yang akan digunakan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut.
BAB I Pendahuluan
BAB ini menjelaskan mengenai latar belakang,rumusan masalah,tujuan
penulisan dan manfaat penulisan.
BAB II Kajian Pustaka
BAB ini menjelaskan mengenai pemaparan pengertian pajak,pengertian rokok dan
pengertian perekonomian.
BAB III Metode Penulisan
BAB ini menjelaskan mengenai metode penulisan, waktu dan lokasi,populasi dan
sample,prosedur penulisan,serta teknik dan analisis data.
BAB IV Temuan dan Pembahasan
BAB ini menjelaskan dan memaparkan temuan-temuan selama dilakukannya
penulisan.
BAB V Kesimpulan dan Saran
BAB ini menjelaskan dan memaparkan kesimpulan dari penulisan berdasarkan hasil
pengolahan data, serta pemberian saran untuk penulisan kedepannya.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Menurut Leroy Beaulieu, Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak yang
dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang, untuk menutup belanja
pemerintah.
Menurut P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat
dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut undang-undang dengan tidak
mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan
pemerintahan.
Prof.Dr.H. Rochmat Soemitro SH mengemukakan bahwa, pajak adalah iuran rakyat pada
Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa
timbal yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran
umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah
peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan
surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama membiayai public
investment
Menurut Rifhi Siddiq, pajak adalah iuran yang dipaksakan pemerintahan suatu negara
dalam periode tertentu kepada wajib pajak yang bersifat wajib dan harus dibayarkan oleh wajib
pajak kepada negara dan bentuk balas jasanya tidak langsung.
Menurut Resmi (2014:7), terdapat berbagai jenis pajak, yang dapat dikelompokan
menjadi tiga, yaitu pengelompokan menurut golongan,menurut sifat,dan menurut lembaga
pemungutnya yaitu akan dijabarkan seperti dibawah ini :
1. Menurut Golongan
Pajak dikelompokan menjadi dua,yaitu:
a. Pajak Langsung
Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul atau ditunggu sendiri oleh Wajib
Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain.
Pajak harus menjadi beban wajib pajak yang bersangkutan, misalnya pajak penghasilan
(PPh)
b. Pajak Objektif
Pajak Objektif adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan objeknya baik
berupa benda, keadaan, perbuatan , atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya
kewajiban membayar pajak, tanpa peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban
membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi subjek pajak (wajib pajak)
maupun tempat tinggal, misalnya: PPN, dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah(PPnBM), serta Pajak Bumi dan Bangunan(PBB).
3. Menurut Lembaga Pemungut
Pajak dikelompokan menjadi dua, yaitu:
a. Pajak Negara(Pajak Pusat)
Pajak Negara adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan
untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya, misalnya PPh, PPN dan PPnBM.
b. Pajak Daerah
Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah
tingkat I (pajak provinsi) maupun daerah tingkat II (pajak kabupaten/kota) dan digunakan
untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing, misalnya PPN, dan PPnBM, serta
PBB.
Pajak rokok sendiri memiliki pengertian berbeda dengan cukai rokok, baik dari cara
pungutan maupun besaran pungutannya. Pajak rokok dapat diartikan sebagai pungutan atas cukai
yang dipungut pemerintah.
Sementara, cukai rokok adalah pungutan terhadap rokok dan produk tembakau lainnya, termasuk
cigaret, cerutu dan rokok daun. Pembebanannya pun berbeda. Kalau cukai rokok dibebankan
kepada perokok, sementara pajak rokok dibebankan kepada produsen rokok.
Perhitungan pajak rokok yang digunakan dewasa ini adalah menggunakan pengukuran
berdasarkan harga jual eceran atau HJE. Misalnya, kalau HJE rokok dipatok Rp 1.000 per
batang, maka penghitungannya adalah sebagai berikut:
Pajak rokok:
10% x Rp 400 = Rp 40
Nah, Rp 40 inilah yang masuk dalam kas pemerintah daerah. Jadi, bayangkan saja berapa besar
pajak rokok yang diterima daerah setiap tahunnya. Tentu besar sekali, sebab bisa dibilang
Indonesia merupakan surga perokok, di mana angka penjualan rokok sangat tinggi.
Perlu diketahui bahwa pendapatan negara dari sektor rokok didapat dari sektor pajak dan bea
cukai. Disana terdapat pungutan negara dari Cukai, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak
Penghasilan (PPh), Pajak Daerah Retribusi Daerah (PDRD). Belum lagi dari hasil ekspor dan bea
masuk sektor rokok yang nilainya juga besar.
Dan ketika berbicara pendapatan negara dari sektor rokok, selama bertahun-tahun selalu
mengalami kenaikan yang signifikan. Selain karena memang negara menargetkannya naik, juga
karena sektor rokok yang paling realistis dan konsisten menyumbang untuk pendapatan negara.
Bahkan meskipun regulasinya banyak yang merugikan industri rokok karena alasan kesehatan,
namun berbicara angka yang disetor dari sektor rokok tahun ke tahunnya selalu diandalkan
negara untuk menyelamatkan kas negara.
Pada 2015 dan 2016 misalnya, pendapatan negara hanya dari cukai rokok saja sudah
sangat besar. Bahkan jika boleh dibandingkan dengan sektor strategis lainnya, rokok selalu
menjadi salah satu penyumbang terbesar bagi pendapatan negara.
Terakhir pada 2016 lalu, pendapatan negara hanya dari cukai rokok saja sebesar Rp 137
Triliun (Seratus Tiga Puluh Tujuh Triliun Rupiah). Dari pajak pertambahan nilai berdasarkan
golongan Sigaret Kretek Mesin (SKM) jumlahnya hampir Rp 20 Triliun (Dua Puluh Triliun
Rupiah). Belum lagi jika dihitung dari golongan Sigaret Kretek Tangan (SKT), Sigaret Putih
Mesin (SPM), Cerutu, dan Hasil Tembakau lainnya.
Jika pendapatan negara dari tax amnesty yang dimulai dari Juli 2016 hingga akhir Maret
2017 realisasinya hanya sebesar Rp 127 Triliun, itupun dengan setengah mati pemerintah
menggenjot warga negaranya untuk mendaftar tax amnesty. Dibandingkan dengan setoran sektor
rokok, pemerintah tak repot-repot untuk mendapatkan setoran yang lebih besar dari hasil tax
amnesty. Hanya menargetkan lebih besar, dan simsalabim sektor rokok dengan konsisten
menyelamatkan pendapatan negara.
Seringkali kita lupa bahwa industri rokok sebenarnya adalah industri yang dikuasai oleh
negara. Walaupun bukan dalam artian sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
sebenarnya. Tapi jika kita jeli melihat skema yang berjalan di sektor rokok, maka asumsi bahwa
sektor rokok dikuasai oleh negara tidak dapat dipungkiri. Lihat saja dari komponen pungutan
negara terhadap rokok, berdasarkan Kepala Sub Direktorat Industri Hasil Tembakau dan Bahan
Penyegar Kementerian Perindustrian, bahwa satu batang rokok sekitar 70% sudah diberikan
kepada negara.
Jadi ketika perokok membeli sebatang rokok terdapat komponen Cukai, PPN, dan PDRD
yang menjadi pendapatan negara. Adapun persentase dari setiap komponen tersebut pada tahun
ini, yakni 57 persen untuk cukai rokok berdasarkan Undang-Undang Cukai Nomor 39 Tahun
2007, PPN sebesar 9,1 persen, dan PDRD sebesar 10 persen.
Dari besarnya persentase negara mengambil keuntungan dari sebatang rokok tersebut,
kita dapat mengasumsikan bahwa sektor rokok sejatinya dikuasai oleh negara. Sehingga meski
secara kepemilikan sektor rokok dimiliki oleh swasta, tapi pada praktek penguasaan
keuntungannya dikuasai lebih besar oleh negara.
Jika lagi-lagi kita cermat menghitung harga sebungkus rokok tanpa pungutan negara yang
begitu besar, harga jual rokok sangatlah murah. Menjadi mahal karena pungutan negara yang
sangat besar di dalamnya. Jika tidak percaya, cobalah anda buktikan dengan membeli rokok
illegal. Bandingkan harganya yang sangat murah dengan rokok legal yang setiap tahunnya
mengalami kenaikan.
Maka jangan heran jika pemerintah selalu menyebut bahwa sektor rokok adalah sektor
strategis bagi negara. Karena dibalik dari setoran sektor rokok yang sangat besar kepada negara,
ternyata sektor rokok sejatinya juga dikuasai oleh negara. Bisa dikatakan juga bahwa selama ini
industri rokok setingkat dengan BUMN yang nilai keuntungannya sebagian besar untuk
pemasukan kas negara.
Satu hal lagi yang tidak bisa dipungkiri oleh siapapun mengenai keistimewaan sektor
rokok dalam menyerap tenaga kerja yang besar. Siapapun pemerintahannya, pasti mengakui
bahwa ada penyerapan tenaga kerja yang besar pada sektor rokok.
Jumlah tenaga kerja untuk industri rokok secara keseluruhan melibatkan sebanyak 6,1
juta orang. Tentunya ini adalah angka kasarnya saja yang kalau mau diteliti lebih lanjut dari hulu
ke hilirnya kita pasti akan menemukan angka yang lebih besar lagi jumlahnya. Dari hulu
misalnya, jumlah petani tembakau dan cengkeh saja, berdasarkan data Direktorat Jendral
Perkebunan, Kementerian Pertanian menunjukan jumlahnya sudah hampir 3 juta Rumah Kepala
Keluarga (KK).
Industri rokok yang juga disebut sebagai Industri Hasil Tembakau (IHT) ini telah
membentuk rangkaian lapisan pekerja, mulai dari perkebunan dan pengolahan tembakau sampai
industri rokok. Sebagian besar pekerja terserap dalam industri kecil yang masih menggunakan
tangan atau sigaret kretek tangan (SKT). Lapisan ini masih ditopang dengan pekerja dagang
untuk memasarkan tembakau dan rokok baik untuk pasar domestik (domestic demand) maupun
pasar ekspor.
Maka tak heran jika pemerintah selalu menegaskan apabila sektor rokok ini mati akan
berdampak signifikan kepada ketenagakerjaan di Indonesia. Dan penyerapan tenaga kerja yang
besar inilah selalu menjadi pertimbangan pemerintah dalam setiap perbincangan terkait sektor
rokok.
Dari ketiga alasan tersebutlah yang menjadikan rokok dipandang strategis dan istimewa
bagi negara. Dapat kita bayangkan jika sektor rokok ini mati diakibatkan oleh kampanye
pengendalian tembakau yang semakin hari makin massif, maka tiga hal keistimewaan rokok bagi
negara akan hilang. Mari kita lihat apakah negara berani kehilangan tiga hal yang istimewa dari
sektor rokok tersebut. Kalau berani silahkan ilegalkan rokok yang selama ini sudah seperti
industri plat merah bagi negara.
Rokok adalah salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan bahaya
bagi kesehatan individu dan masyarakat. Kemudian ada juga yang menyebutkan
bahwa rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau
bahan lainya yang dihasilkan dari tanamam Nicotiana Tabacum, Nicotiana
Rustica dan spesies lainnya atau sintesisnya yang mengandung nikotin dan tar
dengan atau tanpa bahan tambahan (Tendra, 2003).
Rokok Filter
Rokok Filter merupakan rokok yang pada bagian pangkalnya terdapat busa atau gabus
untuk dihisap.
Rokok Non Filter merupakan okok yang pada bagian pangkalnya tidak terdapat
gabus atau busa.