Anda di halaman 1dari 57

POLA BREEDING (Repaired)

POLA BREEDING = POLA PENGEMBANGBIAKAN TERNAK/PENANGKARAN


TERNAK
(BREEDING SCHEME)

Pola Breeding = Pola Pengembangbiakan Ternak/Penangkaran Ternak (Breeding


Scheme) adalah pemeliharaan ternak jantan maupun betina dalam rangka melakukan program
seleksi dengan mengatur lama pemeliharaan atau penggunaan ternak baik jantan maupun betina
sedemikian rupa sehingga diperoleh manfaat dari seleksi setinggi mungkin.

Sistem pemeliharaan yang digunakan dapat berupa :

a. Herds = kumpulan atau kawanan ternak


b. Flock = kelompok ternak

Tujuan : Untuk mendapatkan ternak unggul melalui seleksi ternak berupa ternak bibit dan atau
bibit ternak yang memenuhi syarat untuk meningkatkan mutu genetic populasi ternak.

Pengertian dari istilah bibit ternak dan ternak bibit adalah sebagai berikut :

a. Ternak bibit adalah ternak muda (sapi atau domba dsb) yang memenuhi persyaratan
tertentu dan dibudidayakan untuk reproduksi, dengan tujuan utama produksi daging,
susu, telor, tenaga kerja dsb (dalam hal ini termasuk pula mani dan embrio) baik jantan
maupun betina sebagai parentstock contoh istilah adalah :
- Sapi bibit
- Domba Bibit
- Ayam bibit

b. Bibit ternak adalah ternak muda (sapi atau domba dsb) yang dipelihara untuk menjadi
ternak komersial/komersial stock (dipotong) baik jantan maupun betina contoh istilah
adalah :
- Bibit sapi
- Bibit domba
- Bibit ayam (DOC)
- Nener (istilah pada perikanan)

Dalam upaya melakukan pola breeding (Keith Hammond, 1992) ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan menyangkut kontribusi operasional terhadap efektivitas pola breeding antara
system pengelolaan dalam bentuk kelompok ternak (Flock) dan system pengelolaan dalam
bentuk kumpulan atau kawanan ternak (herds) mengenai Jenis ternak serta Jumlah Ternak
(Gambar 1).

1
Berdasarkan Ilustrasi Gambar 1, ada hal-hal yang perlu dipertimbangkan kembali dalam
membuat perencanaan Pola Breeding yaitu :
A. Unsur Teknis :
1. Tujuan Pemeliharaan, apa tujuan dari rencana pola breeding tersebut
a. Menciptakan ternak bibit (parent stock)
b. Menciptakan bibit ternak (ternak komersial)
c. Tipe ternak : perah, potong atau wol
2. Berapa lama rencana pemeliharaan ternak yang dikelola tersebut, contoh :
a. Sapi potong 2 – 3 generasi (9 – 15 tahun)
b. Sapi perah 2 – 3 generasi (10,5 – 16,5 tahun)
c. Domba/kambing 2 - 3 generasi (8 – 12 tahun)
d. Ayam/Unggas 2 – 3 generasi (2,25 – 3,4 tahun)
e. Babi 2 – 3 generasi (6 – 9 tahun)
f. Kuda 2 – 3 generasi (22 – 33 tahun)
3. Berapa rencana jumlah ternak betina (induk) yang akan dipelihara/digunakan
berdasarkan kelompok umur, hal ini berkaitan dengan berapa jumlah produktivitas yang
diinginkan. Rumus Produktivitas P = A x B x C x D x E
Dimana : A = Rata-rata kelahiran per tahun
B = Jumlah anak sekelahiran
C = Panen anak/lepas sapih (lamb crop untuk domba/kambing, dan calf crop
untuk sapi)
D = Fertilitas induk/betina
E = Jumlah induk yang digunakan
4. Seleksi apa yang akan digunakan. Ada beberapa cara dalam Metoda seleksi yaitu :
a. Seleksi Individu/Mass selection (seleksi massa)
b. Seleksi Famili
c. Seleksi Silsilah
d. Seleksi Uji Zuriat
Seleksi yang paling mudah dan sederhana adalah seleksi Individu/Mass selection
(seleksi massa) yaitu individu diseleksi atas dasar performansnya sendiri. Pada
seleksi individu, dilakukan pemilihan terhadap individu-individu yang mempunyai
performans terbaik. Untuk melakukannya, biasanya performnas dari ternak-ternak
yang sedang dipilih disusun atau diurut (diranking) dari performnas terbaik
sampai terjelek atau sebaliknya. Dengan demikian akan mejadi sangat mudah untuk
memilih mana yang akan dipilih dan mana yang akan disingkirkan, yaitu dengan
mengambil suatu keputusan bahwa ternak dengan performans di atas nilai tertentu
adalah ternak terpilih, sedang yang berada di bawah nilai tadi merupakan ternak yang
harus disingkirkan (Hardjosubroto, 1994). Adapun rumus yang digunakan adalah

2
Rumus Nilai Pemuliaan yaitu NP=( X́ i− X́ P ) x h2 atau sama dengan Rumus
R=i x σ P x h2
Keterangan : Xi = Performans rata-rata individu yang diseleksi
XP = Performans rata-rata populasi
h2 = Nilai heritabilitas sifat yang diseleksi
i = Intensitas Seleksi (dilihat dalam Tabel Intensitas)
σP = Simpangan baku
R = Respon seleksi
Intensitas seleksi ( i ) adalah deskripsi keunggulan rata-rata yang diharapkan dari
hewan terpilih, sebagai fungsi dari proporsi yang diseleksi.
(Xi – Xp) = S = i x σp = Diferensial Seleksi = perbedaan rata-rata performans
individu-individu yang terseleksi dengan rata-rata performans individu-individu
pada populasi awal.
5. Berapa sex ratio yang digunakan, pada sapi dan domba yang digembalakan secara umum
sex rationya adalah 1 : 30 – 35 (satu jantan berbanding 30 sampai 35 ekor) tetapi untuk
pembibitan sebaiknya ratio jantan : betina = 1 : 10 ekor dan untuk ternak komersial
rationya = 1 : 15 – 20 ekor. Di bawah ini ada tabel yang dapat digunakan sebagai batasan
dalam menentukan banyaknya ternak yang akan diseleksi pada jantan dan betina dalam
suatu populasi ternak.

Tabel 1. Persentase Ternak Terpilih dari Populasi

Jenis Ternak Persentase ternak Terpilih


Betina Jantan
Sapi 50 - 65 0,5 - 1,0
Domba 30 - 45 0,5 - 1,0
Babi 5 - 10 0,1 - 0,3
Kuda 25 - 40 0,5 - 1,0
Ayam 10 - 20 0,5 - 2,0

Dalam seleksi massa perlu diperhatikan antara banyaknya ternak terpilih dengan sex
ratio yang digunakan, rencana jumlah ternak yang akan digunakan dan tujuan
Pembibitan. Misal pada domba untuk tujuan pembibitan sex ratio = 1 : 10 jadi bila
melakukan seleksi pada jantan 0,5 – 1 %, maka jumlah betina yang diseleksi dari
populasi adalah sebesar 5 – 10 % dan seterusnya.
6. Bagaimana system perkawinan yang akan dilakukan apakah secara alam atau Inseminasi
Buatan ?
7. Bagaimana system pemeliharaannya dikaitkan dengan cara pengelolaannya,
dikandangkan, digembalakan dalam padock-padock atau kombinasi.
8. Umur berapa dilakukan seleksi atau culling

3
9. Selain itu harus pula mengetahui koefisien-koefisien teknis sebagai berikut :
- Lama bunting
- Rata-rata dapat melahirkan per tahun
- Umur sapih
- Persentase fertilitas dari ternak betina
- Jumlah anak sekelahiran
- Persentase ternak hidup yang dapat disapih (lamb-crop untuk domba/kambing dan calf-
crop untuk sapi)
- Nilai heritabilitas untuk sifat produksi yang diseleksi
- Umur masa kawin (domba umur satu tahun)
- Mempunyai Tabel Intensitas seleksi
-
B. Unsur non Teknis
Adapun unsur non teknis adalah Manajemen Lainnya yang perlu diperhatikan yaitu :
1. Identifikasi ternak (system yang digunakan, macam dan penomoran serta kapan
diidentifikasi).
2. Pencatatan dimana dilakukan; dalam paddock, dipekarangan atau di kantor. Apa
yang dicatat, apa yang diperlukan dan bagaimana catatan tersebut digunakan atau
diproses lebih lanjut.
3. Manajemen perkawinan ; Berapa lama masa kawin, berapa banyak disatukan
pertahun, usia berapa pertama kali disatukan, berapa banyak per kelompok betina
untuk setiap pejantan.
4. Test kebuntingan bagaimana melaksanakannya dalam herds atau flock.
5. Pengelolaan selanjutnya untuk anak sapi atau cempe, lokasinya, frekuensi dan
intensitas pemeriksaan, bagaimana menentukan tempat atau pasangan dari anak sapi
atau cempe.
6. Seleksi dan culling, pada umur berapa dilakukan dan bagaimana intensitasnya.
7. Dari jumlah ternak yang dikelola harus dapat ditentukan mengenai :
a. Berapa luas lahan yang diperlukan baik untuk kebun rumput maupun bangunan
kandang.
b. Luas bangunan untuk :
- Kandang produksi.
- kandang bunting.
- kandang sapih.
- kandang melahirkan.
c. Bangunan kantor.
d. Bangunan gudang dan garasi alat-alat
e. Berapa jumlah karyawan yang diperlukan berdasarkan jumlah populasi ternak
yang ada serta dokter hewan dan ahli peternakan.

4
Tekanan Inbreeding.
Dalam suatu usaha pengelolaan peternakan berupa farm walaupun sudah terencana untuk dapat
menghindari tekanan inbreeding, akan tetapi hal ini masih sering terjadi dan sulit dihindari
dimana setiap terjadi kenaikkan 10 persen inbreeding pada ternak dapat terjadi penurunan
produksi. Inbreeding pada ternak dapat terjadi sebagai akibat adanya kenaikkan koefisien
inbreeding yang mengakibatkan hal negative terhadap produksi. Pada Tabel 2 diperlihatkan
mengenai efek negatip pada beberapa ternak.

Tabel 2. Dampak Inbreeding sebagai akibat adanya Kenaikkan Koefisien Inbreeding


sebesar 10 Persen.

Ternak Sifat % Penurunan Inbreeding


Sapi Pertumbuhan 5
Produksi Susu 3
Domba Bobot Sapih 4
Berat Umur Dewasa 7
Produksi Wol 8
Babi Jumlah anak Sepelahiran 5
Berat Umur 150 hari 3
Unggas Produksi Telur 6
Daya Tetas 6

Untuk Menghindari Tekanan Inbreeding dapat dilakukan tindakan sebagai berikut :


1. Gunakan lebih dari 5 pejantan per tahun untuk mengurangi dampak genetik drift lebih
dari inbreeding.
2. Gilir pejantan lebih cepat
3. Untuk kelompok kecil atau flock (6 – 10 jantan digunakan per tahun), seleksi tidak lebih
dari 2 kali pergantian pejantan per pejantan keturunan dalam grup.
4. Hindari lebih dari satu tetua bersama dalam perkawinan kelompok kecil ternak atau
flock.
5. Bila menggunakan banyak pejantan pada sapi, pertama gunakan setiap pejantan yang
banyak kelompok pejantan untuk 3 minggu dan kedua setengah sisanya untuk bersama.
6. Pada kelompok tertutup atau flock gunakan lebih dari 10 jantan baru per tahun.
7. Gunakan pejantan dari kelompok lain yang tidak mempunyai kekerabatan.

Perkawinan.
Dalam melakukan perkawinan hasil seleksi, kawinkan yang terbaik dengan yang terbaik
untuk meningkatkan rencana produksi dan keturunan yang terbaik.

Perhatikan Untuk menghindari Inbreeding dari rumus di bawah ini :

5
1 1
∆F= +
8 Nm 8 Nf

1 1
∆ F / y= +
8 N m l m 8 N f l 2f
2

ΔF = Depresi inbreeding per generasi


Nm = Jumlah jantan per tahun
Nf = Jumlah betina per tahun
Lm = interval generasi jantan
Lf = interval generasi betina
ΔF/y = Depresi inbreeding per tahun

Dari rumus di atas maka untuk menghindari inbreeding dapat dengan memanipulasi
jumlah jantan dan betina yang digunakan dan memper kecil nilai interval generasi.

6
RESPON SELEKSI

Respon Seleksi = Tanggapan Seleksi = kemajuan seleksi = “Respon to Selection” adalah


kenaikkan nilai rata-rata fenotip dari generasi berikutnya, sebagai akibat adanya seleksi terhadap
populasi tadi. Pada saat melekukan seleksi, maka ternak yang mempunyai performans di atas
dari performans yang telah ditentukan terlebih dahulu akan dipilih, sedang yang lebih rendah dari
performans tadi, akan disingkirkan (Hardjosubroto. 1994). Dengan demikian ternak yang terpilih
tadi akan memiliki nilai rata-rata dari performansnya lebih tinggi dari nilai rata-rata performans
populasi, sebelum dilakukan seleksi. Perbedaan antara rata-rata performans dari ternak yang
diseleksi dengan rata-rata performans populasi sebelum diadakannya seleksi pada waktu yang
sama dan lingkungan yang sama disebut diferensial seleksi (selection differensial), disingkat
dengan “ S “ dan ini dinyatakan sebagai berikut :

S = (Ps – Pp)

Rumus Respon Seleksinya :

R = ΔG = (Ps – Pp) h2 + Pp (rumus ini untuk respon seleksi per generasi)

R = ΔG = Respon seleksi/kemajuan seleksi


Ps = Rata-rata populasi terseleksi (lebih dari satu ekor atau jamak)
Pp = Rata-rata populasi dimana dilakukan seleksi

(Ps – Pp) = S = i x σp

Jadi : R = ( i x σp x h2) + Pp (rumus ini untuk respon seleksi per generasi)

Untuk menduga respon seleksi per individu dalam populasi Rumus Respon Seleksinya
menggunakan rumus NP (Nilai Pemuliaan) atau BV (Breeding Value) Rumusnya adalah :

NP = (Pi – Pp) h2 + Pp (rumus ini untuk per generasi)

Pi = Performa individu

7
Rumus untuk menduga per tahun dari rumus di atas harus di bagi dengan interval generasi.
Biasanya pemulia lebih tertarik dengan respon seleksi pertahun, karena dapat menduga kemajuan
genetiknya pertahun dan sekaligus dapat diduga nilai ekonomisnya per tahun. Definisi dari
interval generasi yaitu rata-rata umur tetua ketika keturunannya lahir (Warwick, dkk., 1983)

Tabel 3. Interval Generasi Pada Berbagai Jenis Ternak


Manusia 25 tahun Domba 3 – 4 tahun
Kuda 9 – 13 tahun Anjing 3 – 4 tahun
Sapi potong 4,5 – 5 tahun Babi 2 – 2,5 tahun
Sapi perah 4 – 5 tahun ayam 1 – 1,5 tahun

Sumber : Hardjosubroto, 1994

Rumus per tahunnya dari rumus di atas menjadi :

i x σ p x h2
R/ y=
l

Keterangan :
R/y = Respon seleksi/kemajuan seleksi per tahun
i = Intensitas seleksi
δP = Simpangan baku
h2 = heritabilitas sifat yang diukur
𝓁 = interval generasi

Cara-cara untuk menaikkan kemajuan seleksi yang maksimum :


1. Menaikkan kecermatan seleksi atau nilai heritabilitas, kecermatan seleksi adalah akar dari
nilai heritabilitas yang merupakan korelasi antara nilai pemuliaan dengan genotype.
Apabila nilai heritabilitas tinggi dan sifat itu tampak pada kedua jenis kelamin,
penampilan individu akan merupakan dasar yang cukup memuaskan untuk meramalkan
nilai pemuliaan dari individu itu.
2. Memaksimalkan nilai intensitas seleksi, hal ini sangat bergantung terhadap beberapa
faktor seperti demografis, laju reproduksi dan jangka hidup dari populasi yang
bersangkutan, atau dengan menaikkan deferensial seleksi yaitu dengan menyeleksi
terhadap sifat-sifat yang lebih baik dengan jumlah populasi terseleksi semakin sedikit
dari nilai fenotip yang terbesar.
3. Menaikkan keragaman genetik atau biasa dinyatakan dengan simpangan baku, hal ini
sangat sulit didalam suatu populasi yang sedang diamati karena merupakan sifat khas dari

8
suatu sifat dan sukar atau tidak mungkin dapat merubah dalam waktu pendek, cara lain
mengubah keragaman genetik yaitu melakukan persilangan dengan populasi lain yang
mempunyai keragaman genetik yang lebih besar.
4. Faktor keempat yaitu jumlah tahun per generasi atau sering disebut sebagai interval
generasi, interval generasi dapat dibuat minimum pada setiap species dengan
pengelolaan yang mengusahakan reproduksi pada umur semuda mungkin, dan
memaksimumkan jumlah anak yang dibesarkan tiap pelahiran, interval generasi
dinyatakan dalam tahun. Interval generasi sangat bergantung pula terhadap lama
pemeliharaan serta jumlah dan seks ratio pemeliharaan jantan betina untuk setiap
kelompok tahun pemeliharaan.

Contoh cara menghitung respon seleksi dalam pola Breeding per tahun.

Misalkan rata-rata populasi berat badan domba lokal umur satu tahun 23 ± 4,0 kg, nilai
heritabilitas berat badan domba umur satu tahun h2 = 0,30. Direncanakan akan dipelihara domba
lokal selama 5 tahun dengan umur produktif mulai umur 2 tahun sampai dengan 5 tahun (4
kelompok umur tahun produktif). Seks ratio jantan dan betina 1 : 20 Ekor, jumlah induk yang
direncanakan per kelompok tahun produktif adalah 40 ekor, sehingga total induk produktif : 4 x
40 = 160 ekor. Jantan yang diperlukan sesuai dengan sex ratio = 160/20 = 8 ekor. Unsur lain
yang diketahui adalah :
A = rata-rata kelahiran per tahun pada dumba = 3/2 = 1,5 tahun.
B = Jumlah anak sekelahiran = 150 %
C = Lamb crop/panen cempe = 80 %
D = Fertilitas betina = 90 %
E = Jumlah indu produktif = 160 ekor
Berapa respon seleksi pertahun, bila setiap tahun dari anak yang dihasilkan digunakan
untuk replacement stock, 2 ekor untuk calon pejantan dan 40 ekor calon induk betina dan
sisanya untuk dijual.

Pola Breeding yang direncanakan :

Jenis Umur Muda Umur Produktif ∑ domba


Kelamin 0 1 2 3 4 5 Produktif
Jantan 2 2 2 2 2 2 8
Betina 40 40 40 40 40 40 160
Total 168

Produktivitas Anak = A x B x C x D x E

9
Produktivitas Anak = 3/2 x 150 % x 80 % x 90 % x 160 ekor = 259,2 = 259 ekor (dibulatkan),
bila peluang kelahiran jantan dan betina sama 1 : 1 maka anak yang dilahirkan tersebut diduga
anak jantan = 129 ekor dan anak betina = 130 ekor.
Dari 129 ekor jantan digunakan 2 ekor untuk bibit pengganti maka sisa domba jantan yang
dapat dijual = 129 - 2 ekor = 127 ekor.
Domba betina dari 130 ekor anak domba betina digunakan 40 ekor untuk bibit.
Jadi anak domba betina yang dapat dijual = 130 - 40 ekor = 90 ekor.
Total jantan dan betina yang dapat dijual setiap tahun = 127 + 90 ekor = 217 ekor.

Mencari Nilai Intensitas seleksi = İ untuk jantan dan betina (lihat Tabel i ).
Jantan : İ2/129 = 2,42072
Betina : İ40/130 = 1,133
2,42072+1,133
Intensitas rata-rata = =1,77686
2

Mencari nilai interval generasi untuk jantan dan betina.

( 2 x 2 ) + ( 2 x 3 ) + ( 2 x 4 ) +(2 x 5)
l jantan = =3,5 tahun
2+2+2+2

( 40 x 2 ) + ( 40 x 3 ) + ( 40 x 4 ) +(40 x 5)
l Betina = =3,5 tahun
40+ 40+40+ 40

Nilai 𝓁rata-rata = 3,5 tahun

Respon Seleksi per tahunnya :

i x σ p x h2
R/ y=
l

( 1,77686 ) ( 4,0 )( 0,30 )


R/ y= =0,61 kg
3,5

Jadi respon seleksi per tahun diperoleh = 23,0 + 0,61 = 23,61 ± 4,0 kg

10
Tugas Mahasiswa Untuk Membuat Pola Breeding.

Kelompok Sex Lama Rata-rata Jumlah anak Panen Fertilitas Jumlah Nilai
Ratio Pemeliharaan kelahiran / sekelahiran Cempe betina induk h2
(tahun) tahun (%) (%) (%) (ekor)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

11
PEMULIAAN TERNAK DOMBA

Domba/Kambing merupakan ternak yang umum dipelihara para petani di pedesaan di


Indonesia, dimanfaatkan sebagai :
1. Sumber tabungan yang dapat dijual sewaktu-waktu, atau dipelihara untuk mendapat anak
keturunannya sebagai hasil tabungannya.
2. Sumber pupuk untuk pertanian.
3. Sumber rekreasi/hobby sebagai domba tangkas, pada daerah tertentu.
4. Dimanfaatkan sebagai sumber daging.

Sebagai tujuan pemeliharaannya ada tiga macam tujuan adari pemeliharaan ternak ruminansia
kecil ini yaitu :

1. Sebagai penghasil daging


2. Sebagai penghasil bulu (mohair pada kambing dan wol pada domba).
3. Sebagai penghasil susu pada kambing.

Keistimewaan dari domba/kambing local ini secara genetik adalah :

1. Domba/Kambing lokal tahan terhadap penyakit dan parasit lingkungan setempat.


2. Dapat memanfaatkan pakan yang berkualitas jelek.
3. Dapat beranak sepenjang tahun.
4. Mempunyai fertilitas tinggi (lamb crop mencapai 150 – 190 % dan fertilitas mencapai 90
% atau lebih).
Sistem pemeliharaan, ternak ini dipelihara oleh petani/peternak masih sangat sederhana,
dipelihara secara tradisional dengan pemilikan sekitar 3- 5 ekor per peternak. Tidak pernah
dilakukan seleksi, tidak pernah dilakukan pencatan baik produksi maupun reproduksi.
Untuk meningkatkan kualitas genetic dari ternak local ini dapat dilakukan berbagai upaya
diantaranya yaitu :
1. Melalui seleksi,
2. Melalui cross breeding atau grading Up.
Ad. 1). Melalui seleksi.

12
Seleksi adalah salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas genetik, akan tetapi dengan
cara ini perlu beberapa pertimbangan dan informasi seleksi. Seleksi pada domba/kambing untuk
kebutuhan daging dapat dilakukan pada beberapa hal :
1. Seleksi terhadap berat badan :
- Seleksi terhadap berat sapih
- Seleksi berat badan pada umur tertentu (365 hari/yearling weihgt atau berat badan umur
400 hari)
- Seleksi terhadap pertambahan berat badan harian
2. Seleksi terhadap ukuran-ukuran tubuh.
3. Seleksi terhadap jumlah anak skelahiran.
Seleksi terhadap Berat badan.
Seleksi terhadap berat badan idealnya harus mempunyai informasi catatan yang lengkap
karena berat badan banyak factor yang mempengaruhi dan factor-faktor tersebut dapat dijadikan
sebagai factor koreksi atau standarisasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi berat badan tersebut
antara lain :
- Jenis kelamin
- Tipe kelahiran (tunggal atau kembar, 2, 3, 4)
- Paritas induk
- Umur induk
- Musim saat ternak tersebut dibesarkan
- Manajemen Pemeliharaan
- Dan sebagainya.
Faktor-faktor tersebut di atas pada peternakan rakyat sulit untuk diperhatikan, sehingga
bila menyeleksi berdasarkan berat badan pada umur tertentu, maka berat badan yang akan
terpilih adalah domba-domba yang berasal dari kelahiran tunggal baik jantan maupun betina,
padahal domba yang berasal dari kelahiran kembar, triple atau kwartet mungkin mempunyai
potensi genetik lebih tinggi. Akan tetapi karena pengaruh dari induk mulai dari saat pembuahan
dalam uterus sampai disapih maka domba yang berasal dari kelahiran kembar lebih kecil,
dibandingkan domba dari kelahiran tunggal walaupun bapak dan induknya sama. Oleh karena itu
faktor-faktor yang mempengaruhi fenotip berat badan harus diperhatikan dan dipertimbangkan
dalam evaluasi seleksi. Dalam seleksi jenis kelamin jantan dan betina harus dipisahkan,
sedangkan yang lainnya dijadikan sabagai faktor koreksi atau standarisasi. Faktor koreksi atau
standarisasi adalah faktor untuk menyamakan/menyeragamkan terhadap kondisi tertentu bila hal
tersebut tidak sama, sehingga ternak yang telah distandarisasi/dikoreksikan mempunyai peluang
yang sama secara genetik. Beberapa faktor koreksi tersebut adalah Tipe kelahiran dan umur
induk, bila mungkin musim dan Manajemen pemeliharaan dapat dijadikan faktor koreksi.
Adapun faktor koreksi/standarisasi tersebut adalah sebagai berikut :

Faktor Koreksi Tipe Kelahiran (FKTL)

13
Kelahiran Pemeliharaan Faktor Koreksi
Kembar Kembar + 15 %
Kembar Tunggal + 10 %
Tunggal Tunggal + 0%

Faktor Koreksi Umur Induk (FKUI)

Umur FKUI Umur FKUI


1 tahun + 21 % 6 tahun + 2%
2 tahun + 10 % 7 tahun + 5%
3 tahun + 5% 8 tahun + 6%
4 tahun + 3% 9 tahun atau lebih + 15 %
5 tahun + 0%
Catatan : Bila berat lahir tidak diketahui, dapat dimasukkan angka 4,2 kg untuk berat lahir
tunggal dan angka 3,6 kg untuk berat lahir kembar.

Prinsip seleksi sebaiknya dilakukan seawal mungkin akan tetapi bila melakukan seleksi
pada berat lahir, artinya anak yang belum disapih masih kebergantungan terhadap induk
sehingga faktor induk masih dominan. Dengan demikian maka seleksi dapat dilakukan setelah
sapih,atau pada umur tertentu (365 hari atau 400 hari) dan rata-rata umur sapih dapat bervariasi
ada yang disapih umur 3 bulan (90 hari), ada yang 100 hari atau 4 bulan (120 hari). Supaya dapat
beranak tiga kali dalam dua tahun pada domba local, biasanya umur sapih dilakukan pada umur 3
bulan (90 hari). Untuk menyeragamkan terhadap umur sapih berikut adalah Rumus berat sapih
untu 100 hari, untuk umur sapih 90 hari atau 120 hari tinggal diganti dari rumus di bawah ini
terhadap pengalinya 90 hari atau 120 hari.
BS−BL
(
Rumus : BS100 = BL+
Umur )
X 100 X FKTL X FKUI

Keterangan : BS100 = Berat sapih terstandar/terkoreksi pada 100 hari.


BL = Berat lahir
BS = Berat sapih saat ditimbang (actual)
Umur = umur saat penyapihan, dalam hari
FKTL = Faktor koreksi tipe kelahiran
FKUI = Faktor koreksi umur induk
100 = angka pengali untuk berat sapih umur 100 hari, untuk yang 90
hari, 100 hari atau 120 hari tinggal mengganti dengan angka
yang dimaksud.

Contoh Penggunaan Rumus Faktor Koreksi Berat Sapih :

14
Seekor cempe dilahirkan secara kembar oleh induk berumur 3 tahun, berat lahir cempe
tidak diketahui. Pada umur 96 hari domba tersebut disapih dengan berat badan timbang 15 kg.
Berapa berat badan umur sapih terkoreksi pada umur 100 hari ?

Jawab :
Berat lahir tidak diketahui, sehingga diasumsikan berat lahir adalah 3,6 kg
FKUI 3 tahun = 5 % + 100 % = 105 % = 1,05
FKTL kembar = 15 % + 100 % = 115 % = 1,15

15−3,6
(
Jadi : BS100 = 3,6 +
96 )
X 100 ( 1,15 )( 1,05 )=18,7 kg

Bila dinyatakan BS pada umur 90 hari :


15−3,6
(
Jadi : BS90= 3,6+
96 )
X 90 (1,15 )( 1,05 )=17 ,25 kg

Selain penggunaan faktor koreksi di atas dapat pula digunakan faktor koreksi dari Scott.
1975 (Tabel koreksi terlampir dalam Lampiran 5 penuntun Praktikum).
Contoh penggunaan Tabel Koreksi dari Scott. 1975
Seekor cempe betina dilahirkan secara kembar dan tidak ada kematian sehingga
[pemeliharaannya kembar pula, umur induk saat melahirkan 3 tahun, dengan berat lahir 3,6 kg.
Berat sapih ditimbang pada umur 96 hari dengan berat timbang 15,5 kg. Berapa berat sapih
terkoreksi pada umur 90 hari ?

Jawab :

Faktor koreksi umur induk, tipe kelahiran dan pemeliharaan. Untuk umur induk 3 tahun
dalam Tabel (Lampiran 5) diperoleh Faktor koreksi = 1,11

15,5−3,6
(
Jadi : BS90= 3,6+
96 )
X 90 ( 1,11 )=16,38 kg

Bila menggunakan faktor koreksi berat badan umur 365 hari, dan berat sapih menggunakan
berat sapih umur 100 hari, maka rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

BB−BS
Rumus : BB365= ( tenggang waktu
X 265 ) + BS 100

Keterangan :

15
BB365 = Berat badan terkoreksi pada umur 365 hari
BB = Berat badan saat ditimbang
BS = Berat sapih sebenarnya (tanpa koreksi)
Tenggang waktu = tenggang waktu antara saat penyapihan dengan penimbangan sekarang.

Contoh:

Seekor cempe mempunyai berat sapih 16,0 kg, pada umur 200 hari ditimbang beratnya
32,5 kg, tenggang waktu dari sapih sampai penimbangan umur 200 hari adalah 110 hari. Berat
sapih terkoreksi umur 100 hari adalah 18,7 kg. Berapa berat badan terkoreksi pada umur 365 hari
dari cempe tersebut ?

Jawab :
BB 365= ( 32,5−16,0
110
X 265) +18,7=58,45 kg

Jadi berat badan cempe tersebut pada umur 365 hari adalah seberat 58,45 kg.

Seleksi terhadap pertambahan berat badan harian.


Rata-rata Pertambahan berat badan harian adalah rata-rata dari pertambahan setiap harinya
sejak lahir sampai saat ini, yang dicari dengan membagi berat saat ditimbang dengan umurnya
(Weight/age atau W/A). Data berat terakhir dapat berupa Berat Badan 365 hari atau Berat
Badan 400 hari. Seleksi ini sangat praktis karena tanpa menggunakan faktor korekasi apapun
dan mengabaikan berat lahirnya, cara ini baik untuk ranch komersial tetapi kurang baik untuk
ranch pembibitan.

Seleksi terhadap Ukuran-Ukuran Tubuh.


Seleksi terhadap ukuran-ukuran tubuh dapat dilakukan pada ukuran-ukuran tubuh pada
umur tertentu (umur Sapih atau Umur satu tahun), yaitu dengan mengukur ukuran tubuh :
- Tinggi pundak
- Tinggi pinggul
- Lingkar dada
- Panjang badan
- Dan sebagainya.
Seleksi untuk ukuran-ukuran tubuh seperti tinggi pundak atau tinggi pinggul pada
domba/kambing belum diketahui faktor koreksinya, berbeda dengan sapi potong ada data koreksi
dari USDA1981 yang dapat dimanfaatkan untuk sementara

Seleksi terhadap jumlah anak sekelahiran


Untuk melakukan seleksi terhadap jumlah anak sekelahiran diperlukan catatan informasi
dari silsilahnya yang mempunyai keturunan banyak atau kembar, atau dapat pula dengan

16
mengamati terhadap induk yang melahirkan banyak anak dan keturunannya dapat dimanfaatkan
untuk bibit.

Seleksi terhadap berat badan pada umur tertentu.


Seleksi berat badan pada umur tertentu (satu tahun, dua tahun, tiga tahun atau empat tahun)
Pada kondisi peternakan rakyat sering dilakukan akan tetapi tidak mempunyai data catatan
lengkap untuk dikoreksikan, seperti umur induk, jumlah kelahiran, berat lahir atau berat sapih,
baik catatan individu maupun catatan silsilahnya. Hal ini dapat dilakukan dengan mengoreksikan
terhadap rata-rata berat badan populasi pada kelompok umur tertentu. Bila untuk rata-rata
populasipun masih tidak ada dapat menggunakan data hasil penelitian yang validitasnya dapat
dipertanggungjawabkan.
Contoh :
Bila kita akan melakukan seleksi di dalam suatu populasi dan dalam populasi tersebut
variasi umur sangat besar demikian pula jumlah populasinya. Caranya dengan mengoreksikan
terhadap rata-rata populasi pada umur tertentu yang akan kita gunakan. Sebagai cotoh misal
dalam suatu populasi diperoleh data sebagai berikut :
Domba umur satu tahun ada 25 ekor, umur dua tahun 35 ekor, umur tiga tahun 30 ekor total
populasi ada 90 ekor. Kita akan melakukan seleksi berdasarkan pada umur satu tahun, bila telah
diketahui rata-rata untuk setiap umur tersebut, maka kita dapat menduga kira-kira umur domba
yang di atas satu tahun berat badan pada umur satu tahun dengan mengenyampingkan terhadap
faktor koreksi umur induk dan jumlah anak sekelahiran. Caranya nilai rata-rata umur satu tahun
sebagai pembilang dan rata-rata umur di atas satu tahun sebagai penyebutnya. Sehingga populasi
total 90 ekor di atas setelah dikoreksikan, semuanya manjadi populasi umur satu tahun.
Contoh :
Misalkan diperoleh data rata-rata umur satu tahun = X1 = 18 kg
rata-rata umur dua tahun = X2 = 25 kg
rata-rata umur tiga tahun = X3 = 30 kg
X1
Untuk mengoreksikan domba yang berumur tiga tahun ke satu tahun = X BB 3=… .
X3
X1
mengoreksikan domba yang berumur dua tahun ke satu tahun= X BB 2=… .
X2
X1
Mengoreksikan domba yang berumur satu tahun ke satu tahun= X BB 1=…
X1
BB3 = Berat badan domba umur tiga tahun kg
BB2 = Berat badan domba umur dua tahun kg
BB1 = Berat badan domba umur satu tahun kg
Misal : Domba A umur 3 tahun berat 28 kg (BB3)
Domba B umur 2 tahun berat 23 kg (BB2)
Domba C umur 1 tahun berat 17 kg (BB1)
Domba di atas akan dikoreksikan ke umur satu tahun:

17
18
Jadi domba A pada saat umur satu tahun = X 28 kg=16,80 kg .
30
18
domba B pada saat umur satu tahun = X 23 kg=16,56 kg .
25
18
domba C pada saat umur satu tahun = X 17 kg=17,00 kg .
18

Domba-domba yang akan diseleksi dan telah dikoreksikan, kemudian dibuat ranking dari
nilai tertinggi sampai terendah. Tentukan berapa persen yang akan diambil dari ranking tertinggi
tersebut. Mengenai besar/jumlah populasi yang akan diseleksi, sebenarnya tidak ada batasan
yang jelas, tapi berdasarkan prinsip bahwa semakin banyak populasi akan semakin efektif untuk
dilakukan seleksi karena lebih banyak puilihan. Akan tetapi untuk menentukan batas minimalnya
dapat diprediksi dengan menentukan rumus Produktivitas.

Contoh :
Misalkan dari hasil perencanaan pola breeding sudah ditentukan akan menyeleksi 40 ekor
domba betina bibit, dan 2 ekor domba jantan bibit. Untuk mendapatkan 40 ekor domba betina
bibit (hasil seleksi), berarti jumlah populasi sebelum diseleksi harus lebih radi 40 ekor. Misalkan
populasi betina yang akan diseleksi sebanyak 61 ekor (lebih banyak lebih baik). Kalau ratio
jantan betina 1 : 1 maka jumlah anak hasil produktivitas harus sebesar 2 X 61 = 122 ekor.
Kalau diketahui : A = rata-rata kelahiran per tahun = 3/2
B = Jumlah anak sekelahiran = 150 %
C = Lamb crop = panen cempe = 80 %
D = Fertilitas betina = 90 %
E = Jumlah induk = jumlah induk pada populasi awal yang akan diseleksi
berapa ekor
Jumlah populasi awal yang harus ada untuk diseleksi dengan produktivitas 122 ekor adalah :
Produktivitas = A X B X C X D X E
122 ekor = 3/2 X 150 % X 80 % X 90 % X E
122 ekor = 1,62 E
Jadi E = 122/1,62 = 75 ekor (dibulatkan)
Jadi jumlah populasi pada populasi awal harus ada 75 ekor betina hasil seleksi.

Walaupun seleksi masih jarang atau belum dilakukan pada ternak domba secara umum di
Indonesia, akan tetapi ada beberapa kriteria seleksi yang dapat dilakukan pada domba untuk
meningkatkan produksi daging sebanyak dan secepat mungkin diantaranya adalah seleksi
terhadap :
- Tingkat pertumbuhan.
- Berat Lahir, berat saat sapih dan berat saat dipasarkan.
- Jumlah anak per kelahiran.
- Pengaruh induk saat membesarkan anak (maternal ability)
18
- Daya tahan terhadap parasit
- Leaness atau daging berkandungan lemak rendah.

Ad.2) Persilangan.
Persilangan merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan kualitas genetik selain dari
seleksi. Perbaikan mutu genetik melalui seleksi yang terus menerus dari generasi kegenerasi
dalam suatu populasi tertutup dan ternak pengganti diambil dalam populasi tersebut, apabila
tanpa adanya rotasi pejantan suatu saat respon seleksi akan mengalami titik pletau atau titik
kejenuhan sehingga respon seleksi tidak tampak lagi. Sedangkan dalam melakukan seleksi
setiap generasi harus diperoleh pertambahan respon seleksi yang nyata. Apabila hasil seleksi
sudah tidak nyata, dimana hal ini disebabkan koefisien variasi dalam populasi tersebut sudah
mendekati nol (KV ≈ 0) sebagai akibat seleksi yang terus menerus dan terjadi efek inbreeding.
Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan out bereeding (out crossing) atau silang luar yaitu
perkawinan antara ternak yang tidak mempunyai hubungan kekerabatan, tujuannya adalah untuk
meningkatkan heterozigositas dan menjaga kemurnian bangsa ternak dalam suatu program
seleksi. Cara lain adalah dengan persilangan (cross-breeding) yaitu perkawinan ternak yang
berbeda bangsa, tetapi cara ini dalam program pemurnian ternak, sangat tidak dianjurkan karena
tujuan dari persilangan selain meningkatkan heterozigositas, tujuan utama lainnya adalah :
- Menggabungkan beberapa sifat dari dua bangsa atau lebih yang berbeda, ke
dalam satu bangsa hasil persilangan.
- Membentuk bangsa baru.
- Menciptakan ternak komersial.
- Memanfaatkan heterosis efek.
- Melakukan grading Up.
Persilangan pada ternak domba sering dilakukan sebagai salah satu upaya dalam
meningkatkan kualitas genetik ternak lokal, karena dengan cara ini mudah dilakukan dan cepat
diperoleh hasil. Persilangan dapat dilakukan bila tidak mungkin dilakukan seleksi karena
koefisien variasi yang rendah, sehingga tidak memberikan keragaman yang dapat dilakukan
seleksi. Dalam prakteknya program persilangan ini perlu pengawasan dan evaluasi lebih lanjut,
pada proporsi darah berapa hasil persilangan ini akan digunakan yang memberikan dampak
terbaik terhadap berat lahir, pertumbuhan ataupun berat dewasa. Tanpa ada program dan
pengawasan dari dinas setempat tidak akan memberikan dampak yang nyata.
Beberapa bangsa ternak domba yang pernah masuk dan digunakan untuk persilangan di
beberapa daerah di Indonesia diantaranya adalah bangsa domba Merino, Katahdin, Suffolk,
Dormer dan Dorset. Hasil dari persilangan yang mempunyai gabungan sifat unggul, hasil
keturunannya harus dipelihara dengan Manajemen/lingkungan yang lebih baik, tanpa adanya
perubahan perilaku perlakukan tampaknya hasil persilangan tidak akan memperlihatkan
perubahan yang nyata.
Sementara ini untuk domba lokal di jawa Barat, Domba Garut merupakan domba yang
mempunyai kualitas genetik lebih baik dari domba lokal lainnya, saat ini mulai dirintis untuk

19
digunakan memperbaiki domba lokal dengan mempersilangkannya. Selain domba Garut dan
domba Lokal(ekor tipis) lainnya yang ada di jawa, diketahui pula domba ekor Gemuk domba ini
sering dijumpai di daerah Jawa timur, Madura dan Nusa Tenggara, di Jawa Barat doba ekor
gemuk dijumpai di daerah pesisir utara mulai dari Cirebon sampai Subang dan Karawang.

Contoh Melakukan Persilangan :

Dalam melakukan persilangan untuk memprediksi hasil persilangan dapat dilakukan


dengan pendugaan, artinya kita memprediksi berapa kira-kira keberhasilan dari persilangan pada
keturunannya yang akan diperoleh. Rumus pendugaannya dengan menggunakan Nilai EPD =
“Estimated Progeny Differences” (Nilai Pendugaan Perbedaan Keturunannya)
Rumusnya :

EBV
EPD = + Ṕ
2

^
Am+ ^
Af
^
Po = + Ṕ
2

A m = h2 . P m
^

A f = h2 . P f
^

Keterangan : EBV= “Estimation Breeding Value” (Pendugaan Nilai Pemuliaan)


^
Po = Nilai pendugaan kemajuan genetik keturunannya
^
Am = Ni;ai pendugaan kemajuan genetik dari pejantan
^
A f = Nilai pendugaan kemajuan genetik dari betina
Pm = Performans pejantan (berat badan pejantan)
Pf = Performans betina (berat badan betina)
Ṕ = Rata-rata berat badan populasi

Contoh Penggunaan Rumus di Atas :

Misalkan kita akan melakukan persilangan pada jantan dan betina domba umur satu tahun.
Berat badan domba betina lokal misalnya rata-rata adalah 15 kg dan tidak dilakukan seleksi
terhadap berat badan, sedangkan berat badan domba jantan bibit unggulnya adalah 40 kg yang
kemudian akan digunakan sebagai pejantannya dalam persilangan. Diketahui nilai heritabilitas
( h2 ) berat badan umur satu tahun (h2 = 0,30). Berapakah nilai pendugaan berat badan domba
keturunannya hasil persilangan dari perkawinan betina dan pejantan tersebut di atas ?
Jawabannya :
Pertama kita harus mencari rata-rata berat badan dari pejantan dan iduk sebagai rata-rata
populasi ( Ṕ) untuk menduga respon dari pejantannya.
Berat badan rata-rata domba betina (Pf) = 15 kg
Berat badan Domba jantan (Pm) = 40 kg

20
P f + Pm 15+40
Rata-rata berat badan populasi tetua : Ṕ = = kg=27,50 kg
2 2
Nilai Pemulian pejantan ( ^
Am ) = h2 x (Pm −Ṕ ) = 0,30 x (40 – 27,50) = 3,75 kg
Karena berat badan domba betina tidak dilakukan seleksi maka nilai pemuliaan betina ( ^
Af) = 0
Pendugaan nilai berat badan keturunannya pada umur satu tahun Rumusnya :

^
Am+ ^
Af
^
Po = + Ṕ f
2

Karena pejantan yang digunakan satu ekor untuk mengawini populasi betina yang mempunyai
nilai rata berat badan 15 kg dan angka ini digunakan sebagai angka rata-rata populasinya. nilai
pendugaan keturunan hasil persilangannya adalah :
3,75+0
^
P0 = ( ¿+ 15 kg=1,88+ 15 kg=16,88 kg
2
Jadi hasil persilangannya diperoleh 16,88 kg, ada kenaikan dari rata-rata 15 kg pada saat umur
satu tahun, menjadi 16,88 kg.

Catatan : Nilai heritabilitas ( h2 ) adalah besarnya ragam genetik yang dapat diturunkan kepada
keturunannya dalam populasi yang sedang diamati. Besar nilai heritabilitas di sini yang
digunakan sebagai patokan hasil penelitian (Warwick, dkk., 1983). Dalam Tabel di bawah ini
ada beberapa nilai heritabilitas yang dapat digunakan sebagai patokan apabila tidak ada hasil
penelitian yang terbaru.

Tabel 3. Taksiran Nilai Heritabilitas Beberapa Sifat Pada Ternak

Jenis Ternak dan Sifat Rata-rata Nilai Heritabilitas


Sapi Perah :
Produksi susu per laktasi 0,20 - 0,30
Berat badan dewasa 0,30 – 0,50
Persentase lemak susu 0,50 – 0,60
Sapi Potong :
Berat lahir 0,35 – 0,45
Berat sapih 0,25 – 0,35
Berat umur 12 bulan 0,35 – 0,45
Berat dewasa 0,50 – 0,70

Domba : 0,10 – 0,30


Berat lahir 0,10 – 0,30
Berat sapih 0,30 – 0,40

21
Berat umur 12 bulan 0,40 – 0,60
Berat dewasa 0,10 – 0,20
Jumlah anak sekelahiran

Sumber : Warwick, dkk., 1983

PEMULIAAN TERNAK KAMBING


.
Peternakan Kambing tidak jauh berbeda dengan domba tidak pernah dilakukan seleksi,
dipelihara secara sambilan. Populasi kambing yang dikenal di Indonesia diantaranya adalah
kambing Lokal atau kambing kacang, kambing Kosta di daerah serang dan Banten, Kambing
Bligon di daerah Yogyakarta yang mirip kambing PE dan Kambing Gembrong kambing lokal
khas Bali. Kemudian ada Kambing PE (Peranakan Ettawa) merupakan hasil persilangan antara
kambing Ettawa dengan Kambing Kacang yang sudah beradaptasi dengan kondisi Indonesia.
Kambing Ettawa ini berasal dari daerah Jamnapari di India, disebut juga kambing Jamnapari.
Kambing Ettawa merupakan Kambing perah tetapi juga merupakan kambing pedaging. Kambing
PE merupakan kambing tipe dwiguna, sebagai kambing pedaging juga sebagai kambing perah di
Jawa Barat banyak tersebar didaerah pesisir Utara.
Untuk meningkatkan kualitas genetik Kambing Lokal, cara yang praktis dan mudah
diperoleh adalah melakukan persilangan baik persilangan tunggal, Persilangan Balik (Back
Crossing), Persilangan Rotasi (Criss Cross), persilangan rotasi tiga bangsa atau Grading Up.

Persilangan Tunggal.

22
Dimaksud dengan persilangan tunggal adalah suatu persilangan antara bangsa induk dengan
satu macam bangsa pejantan. Persilangan kemudian dihentikan sampai disini, karena hasil
persilangannya dapat dikomersialkan.
Misalkan persilangan antara betina kambing lokal (KL) dengan jantan kambing Saanen (KS)
Pola persilangannya :
Generasi tetua : ♂KS X ♀KL

Generasi I Proporsi darahnya : (0,5 KS 0,5 KL)


Persilangan tunggal hanya menggunakan satu bangsa ternak unggul. Hasil persilangan pada
generasi pertama ini dapat dikembangkan lagi atau digunakan hanya sebagai ternak komersil
(untuk dipotong).

Persilangan Balik (Back Crossing)


Persilangan balik = back crossing adalah hasil silangan yang disilangkan dengan salah satu
bangsa tetuanya atau persilangan generasi pertama hasil persilangan dengan salah satu dari
bangsa yang digunakan. Misal seperti pada contoh persilangan tunggal di atas dikawinkan lagi
dengan salah satu bangsa ternak yang telah digunakan tadi. Pola persilangannya adalah sebagai
berikut :

Generasi tetua : ♂KS X ♀KL

Generasi I Proporsi darahnya : (0,5 KS 0,5 KL) ♀ X ♂ KS

Generasi II Proporsi darahnya menjadi : (0,75 KS 0,25 KL)

Persilangan Rotasi.
Persilangan rotasi = Criss Cross adalah persilangan antara dua bangsa ternak, dimana hasil
silangannya dikawinkan lagi dengan salah satu bangsa tetuanya secara bergiliran pada
generasi berikutnya. Maksud persilangan ini adalah untuk mendapatkan proporsi darah hasil
silangan yang paling baik produktivitasnya.
Pola Persilangannya :
Misalnya persilangan antara bangsa kambing Etawah (KE) dengan Kambing Saanen (KS)
23
Generasi tetua : ♂ KE X ♀ KS

Proporsi darah Generasi I : (0,50 KE 0,50 KS) ♀ X ♂ KS

Proporsi darah Generasi II : ( 0,25 KE 0,75 KS) ♀ X ♂ KE

Proporsi darah Generasi III : (0,625 KE 0,375 KS)

dan seterusnya
Persilangan Rotasi Tiga Bangsa.
Persilangan rotasi tiga bangsa persilangan ini tidak lain adalah persilangan criss cross, tetapi
menggunakan tiga bangsa secara bergiliran.
Misalkan persilangan antara Kambing Saanen (KS), dengan Kambing Etawah (KE) dan kambig
Lokal (KL). Pola Persilangannya adalah sebagai berikut :

Generasi Tetua : ♂ KS X ♀ KL

Proporsi darah G I : (0,50 KS 0,50 KL) ♀ X ♂ KE

Proporsi darah G II : (0,25 KS 0,25 KL 0,50 KE) ♀ X ♂ KS

Proporsi darah G III : (0,625 KS 0,125 KL 0,250 KE) X KL

Proporsi darah G IV : (0,312 KS 0,563 KL 0,125 KE) X KE

Proorsi darah G V : (0,156 KS 0,281 KL 0,563 KE)

Dan seterusnya
24
Grading Up.
Grading up = Kawin tatar = Kawin runtun = kawin biak ulang adalah system
perkawinan silang yang keturunannya selalu disilangkan balikkan (back crossing) dengan
bangsa pejantannya dari generasi ke generasi. Maksudnya adalah dalam upaya mengubah
bangsa ternak lokal terhadap bangsa tertentu yang dikehendaki secara sistematis, sehingga pada
generasi tertentu bangsa ternak lokal hamper menyerupai seratus persen (99,99 %) proporsi
darahnya terhadap bangsa ternak yang dikehendaki tersebut. Persilangan dengan cara ini
bahayanya adalah akan memusnahkan bangsa ternak lokal secara perlahan, untuk hal itu dalam
program persilangan harus terarah dan terkendali dalam upaya mencegah musnahnya ternak asli
atau lokal yang telah beradaptasi dengan baik, tahan terhadap penyakit lokal dan dapat
memanfaatkan pakan yang kurang baik demikian pula terhadap cara pemeliharaan yang
tradisional. Grading up biasa dilakukan untuk memperbaiki ternak lokal yang mempunyai mutu
genetik kurang baik, terhadap bangsa ternak unggul yang dikehendaki dengan memanfaatkan
kondisi lingkungan lokal secara perlahan untuk mendapatkan daya adaptasi kondisi lokal. Untuk
menghindari depresi inbreeding karena penggunaan pajantan dari bangsa yang sama, maka
pejantan yang digunakan harus berbeda-beda tapi tetap dari bangsa yang sama. Misalkan
perkawinan ternak Kambing Lokal (KL) dengan salah satu bangsa ternak missal bangsa ternak
Kambing Etawah (KE).

Pola Perkawinan Grading up :

Generasi Tetua : ♀KL X ♂ KE

Generasi I : ♀ (0,50 KL 0,50 KE) X ♂ KE

Generasi II : ♀(0,25 KL 0,75 KE) X ♂ KE

Generasi III : ♀ (0,125 KL 0,875 KE) X ♂ KE

Generasi IV : ♀ (0,0625 KL 0,975 KE) X ♂ KE

Generasi V : ♀ (0,031 KL 0,969 KE) X ♂ KE

Generasi VI : ♀ (0,016 KL 0,985 KE) X KE

25
Dan seterusnya

PEMULIAAN SAPI POTONG.

Tujuan utama dari pemuliaan sapi potong adalah untuk memproduksi daging sebanyak
dan secepat mungkin. Kriteria seleksinya adalah :
- Kecepatan pertumbuhan.
- Berat lahir, berat sapih dan berat saat dipasarkan.
- Ukuran tubuh pada umur tertentu.
- Pengaruh induk saat membesarkan anak (maternal ability).
- Leaness (perlemakan di daging)
- Efisiensi penggunaan pakan.
- Calving ease (kemudahan waktu melahirkan)
- Daya tahan parasit/caplak.

Seleksi terhadap berat badan yang sering dipakai sebagai criteria seleksi adalah berat
sapih, berat umur 12 dan 18 bulan. Berat lahir biasanya jarang digunakan karena terlalu banyak
pengaruh induk. Kecepatan pertumbuhan meliputi pertambahan berat badan pra dan pasca sapih,
atau pertambahan berat pada tenggang waktu tertentu. Sedangkan ukuran tubuh yang sering
digunakan adalah ; tinggi gumba, lingkar dada, panjang badan yang kesemuanya merupakan

26
indicator berat badan. Ukuran tubuh yang sekarang popular adalah tinggi pinggul dan lingkar
scrotum pada jantan yang saat ini mulai digunakan sebagai salah satu criteria seleksi dan selain
itu adalah kualitas sperma.
Metode seleksi pada sapi potong yang paling banyak digunakan adalah penyingkiran bebas
bertingkat (“Independent culling level”).
Seleksi Berat Sapih.
Berat sapih adalah berat pada saat pedet dipisahkan pemeliharaannya dengan induknya.
Penyapihan di luarnegri biasanya dilakukan pada umu 7 – 8 bulan, sedang di Indonesia
penyapihan sering dilakukan sampai umur 10 bulan. Standarisasi berat sapih yang paling umum
adalah umur 205 hari, artinya pedet diasumsikan ditimbang pada umur 205 hari. Kecuali
penyeragaman terhadap umur penimbangan, karena umur induk sangat berpengaruh terhadap
berat sapih anaknya maka perlu adanya factor penyesuaian terhadap umur induk yang berupa
Faktor Koreksi Umur Induk (FKUI). Rumus umum yang sering digunakan terhadap
penyesuaian pada umur 205 hari adalah sebagai berikut :

BS205 =( BB−BL
Umur
X 205+BL ) ( FKUI )

Keterangan : BS205 = berat sapih terkoreksi pada umur 205 hari


BB = berat pada saat ditimbang pada waktu panyapihan
BL = berat lahir
Umur = umur pada saat penyapihan, dinyatakan dalam hari
FKUI = Faktor Koreksi Umur Induk
Faktor koreksi umur induk dapat berupa factor penggandaan atau factor penamvahan. Contoh
factor koreksi dengan panggandaan adalah yang dikemukakan Dalton (1981), sebagai berikut :
Umur induk 2 tahun FKUI : (1,15)
Umur induk 3 tahun FKUI : (1,10)
Umur induk 4 tahun FKUI : ( 1,05)
Umur induk 5 – 10 tahun FKUI : ( 1,00)
Umur induk 11 tahun ke atas : (1,05)
Untuk Sapi Bali, oleh Pane (1989) dikemukakan FKUI adalah sebagai berikut :
Umur induk 2,5 tahun FKUI : (1,07)
Umur induk 3 – 4 tahun FKUI : (1,03)
Umur induk 5 – 9 tahun FKUI : (1,00)
Umur induk 10 tahun FKUI : (1,03)
Contoh faktor koreksi dengan penambahan dikemukakan oleh USDA (1981) sebagai berikut :
Umur induk 2 tahun FKUI : jantan + 27, betina + 25 kg.
Umur induk 3 tahun FKUI : jantan + 18, betina + 16 kg.
Umur induk 4 tahun FKUI : jantan + 9, betina + 8 kg
Umur induk 5 – 10 tahun FKUI : jantan + 0, betina + 0 kg

27
Umur induk ≥ 11 tahun FKUI : jantan + 9, betina + 8 kg

Faktor koreksi umur induk tidak selalu harus disesuaikan terhadap umur induk dewasa (5
– 10 tahun). Apabila seleksi hanya akan dilakukan terhadap sekelompok pedet dan tidak akan
membandingkannya dengan data diluar kelompoknya, factor koreksi ini dapat disesuaikan
dengan rata-rata umur induk di dalam kelompoknya. FKUI dapat pula dikoreksikan pada umur
dewasa tetapi terhadap rata-rata umur induk pada saat melahirkan.
Demikian pula untuk mencara factor koreksi jenis kelamain caranya dengan menyesuaikan berat
sapih betina kea rah rata-rata berat sapihjantan.
Misal rata-rata berat sapih pedet betina 92 kg sedangkan rat-rata berat sapih pedet jantan 97 kg,
maka factor koreksi untuk menyesuaikan jenis kelaminnya adalh sebesar (96/92) = (1,05) yang
merupakan factor perkalian berat sapih pedet betina.
Standarisasi kearah umur penyapihan 205 hari juga bukan merupakan keharusan.
Penyesuaian umur dapat pula dilakukan kea rah rata-rata umur pedet saat disapih. Hal ini
dilakukan bila penyapihan pedet dilakukan pada umur yang jauh melebihi 205 hari, seperti
ternak di Indonesia, dalamhal ini rumusnya menjadi sebagai berikut :

BSterkoreksi= ( BB−BL
umur
x rerata umur+ BL) ( FKUI )

Contoh :
Diketahui berat lahir pedet = 30 kg. Pada umur 227 hari, pedet tersebut disapih dan ditimbang
ternyata beratnya 108 kg. Akan dihitungberat sapih yang disesuaikan pada umur 205 hari. Umur
induknya = 3 tahun.
Jawab :
Karena umur induknya 3 tahun, maka FKUI = 1,01.
Dengan demikian besarnya BS205 adalah :

BS
( 108−30
205=
227
x 205+30 ) ( 1,10 ) =110,5kg

Seleksi Berat Satu Tahun (Yearling Weight).


Penimbangan berat umur satu tahun dikenal pula dengan sebutan yearling weight dilakukan
pada umur sekitar 12 bulan. Seleksi pada umur ini mempunyai angka pewarisan yang tingi,
yaitu sebesar 0,45 – 0,55. Sehingga sangat baik digunakan sebagai criteria seleksi. Penghitungan
berat badan yang disesuaikan pada umur 365 hari Rumusnya adalah sebegai berikut :

BB−BS
BB 365= ( tenggang waktu
X 160 ) +BS 205

Keterangan :
28
BB365 = Berat badan yang disesuaikan pada umur365 hari
BB = Berat badan pada saat ditimbang
BS = Berat sapih sesungguhnya (tanpa koreksi)
Tenggang waktu = tenggang waktu antara saat penyepihan dengan penimbangan sekarang.

Contoh :
Umur induk 3 tahun, tanggal lahir pedet 2 januari 1990, berat lahir 30 kg. tanggal penyapihan 7
Agustus 1990, berat sapih 150 kg. Pedet dtimbang lagi pada tanggal 20 Desember 1990, ternyata
beratnya 260 kg. Berapa kg berat badan pada umu 365 hari ?

Jawab :
Tenggang waktu dari saat penyapihan sampai 20 Desember 1990 = 135 hari
Berat Badan saat ditimbang 20 Desember 1990 = 260 kg
Berat Sapih 7 Agustus 1990 = 150 kg
BS205 = 157 kg

260−150
Jadi : BB 365=( x 160)+ 157=286 kg
135

Faktor koreksi untuk tinggi pinggul.

Seleksi terhadap tinggi pinggul hal ini disebabkan banyak sapi potong yang mempunyai
gumba sehingga menyulitkan dalam hal pengukuran tinggi gumbanya, tinggi pinggul adalah
sebagai alternative untuk menentukan tinggi.
Sebagai contoh penggunaan tinggi pinggul, berikut disajikan factor koreksi yang dikemukakan
olej USDA (1981) yang digunakan dibeberapa tempat di Amerika :
Faktor koreksi Sex untuk penyesuaiana tinggi pinggul pada umur 205 hari adalah :
Jantan = 0,033 inch
Betina = 0,025 inchi
Kalikan jumlah hari sebelum mencapai umur205 hari dengan factor koreksi tersebut, kemudian
tambahkan dengan tinggi pinggul yang sesungguhnya, atau apabila umurnya telah melebihi 205
hari, kurangkan tinggi pinggul sesungguhnya ini dengan hasil perkalian antara jumlah hari selisih
umurnya dengan 205 hari.

Faktor koreksi umur induk untuk tinggi pinggul adalah sebagai berikut (USDA, 1981) :
Umur induk Faktor Perkalian
2 dan 13 th ke atas 1,020
3 dan 12 th 1,015
4 dan 11 th 1,010
5 sampai 10 th 1,000

29
Cotoh :
Diketahui pedet betina, lahir tanggal 1 Januari 1989, disapih tanggal 21 Juli 1989. Tinggi
pinggulnya = 38 inchi. Induk berumur 3 tahun.

Penyelesaian :
Umur pada saat disapih = 201 hari, 4 hari sebelum mencapai umur 205 hari.
Tinggi pinggul terkoreksi = 38 inchi + (4 x 0,025) x (1,015)
= 38,1 inchi x 1,015
= 38,67 inchi

PEMULIAAN SAPI POTONG LANJUTAN


.
Sebagaimana telah disinggung pada kuliah yang lalu, bahawa tujuan dari pemuliaan sapi
potong adalah untuk memproduksi daging sebanyak-banyaknya dengan waktu yang secepat
mungkin. Adapun criteria seleksi yang dapat diterapkan baik pada sapi betina maupun jantan
secara umum adalah sebagai berikut :
1. Kecepatan pertumbuhan
2. Berat lahir, berat sapih dan berat saat dipasarkan (betina)
3. Ukuran tubuh pada umur tertentu (205 hari)
4. Pengaruh induk saat membesarkan anak (maternal ability) (betina)
5. Leaness (perlemakan daging)
6. Efisiensi penggunaan pakan
7. Calving ease (kemudahan melahirkan) (betina)
8. Daya tahan parasit/caplak Boophilus microplus

Seleksi yang dilakukan menggunakan standarisasi (faktor koreksi) terhadap :


a) Berat sapih 205 hari
b) Rata-rata umur dalam populasi

30
c) Pada umur tertentu (365 hari, 400 hari atau 550 hari)
d) Terhadap ukuran tubuh tertentu pada umur 205 hari
Sedangkan pada sapi jantan selain hal di atas ditambah dengan seleksi terhadap ukuran lingkar
skrotum, kuliatas sperma dan sex libido.

Penilaian terhadap skor lingkar skrotum adalah sebagai berikut :

Lingkar Skrotum (cm)


Klasifikasi
Umur (bulan)
12 - 14 15 - 20 21 - 30 30 atau lehih Skor
Sangat baik 35 37 39 40 40
Baik 30 - 35 31 - 37 32 - 39 33 - 40 24
Jelek 30 31 32 33 10

Skor terhadap kualitas semen meliputi (Warna, bau, Viskositas, motilitas, jumlah abnormalitas)
a) Abnormalitas Sperma
Morfologi semen Kriteria
Sangat baik Baik Sedang Jelek
Abnormalitas < 25 26 - 39 40 - 59 ≥ 60
Skor Morfologi 40 24 10 3

b) Gerakan Sperma :
Skor untuk Gerakan Gelombang
Cepat Sedang Lambat Sangat Lambat
Gerakan 20 12 10 3

Dengan demikian bila dalam seleksi pada sapi potong menggunakan metode seleksi
penyingkiran bebas bertingkat (“Independent Culling Level”), dengan criteria yang digunakan
adalah sebagai berikut :
Umur Kriteria Seleksi Jantan Betina
0 Berat lahir - -
Sapih BS205 + +
Tinggi Pinggul + +
12 bulan BB365 + +
18 bulan BB550 + +
12 – 20 bulan Lingkar skrotum + -
20 – 24 bulan Kualitas sperma + -
Sex libido + -
24 bulan Daya tahan caplak + +
31
Pendugaan Kemampuan Berproduksi.
Selain hal di atas seleksi pada induk Sapi Potong dapat pula menggunakan terhadap
penilaian seleksi berdasarkan kemampuan berproduksi atau Most Probable Producing Ability
(MPPA). Rumus yang digunakan sama dengan rumus MPPA pada sapi perah yang berbeda
hanya notasi rumus yang digunakan, dan data yang digunakan pada rumus sapi potong adalah
berat sapih anak yang diperoleh dari induk betina yang diseleksi dalam group/kelompok
pemeliharaan. Berat sapih anak digunakan karena berat sapih anak dapat terjadi pada generasi
yang berbeda-beda dan berulang dari kelahiran pertama ke kelahiran berikutnya. Seleksi dengan
cara ini menggunakan peringkat berat sapih (PBS) anak-anaknya dari induk yang bersangkutan.
PBS dicari dalam bentuk persentase untuk mencari proporsi anaknya, relative terhadap berat
sapih rata-rata populasi dalam group/kelompoknya. Rumus yang digunakan adalah sebagai
berikut :

BS
PBS= X 100 %
Rata−Rata BS

Keterangan : PBS = Peringkat Berat Sapih dari induk tertentu


BS = Berat sapi yang dinyatakan sebagai BS 205 atau BS terkoreksi terhadap rata-
rata umur dalam kelompok/group tertentu
Rata-rata BS = rata-rata BS tersebut dalam kelompok/group tersebut.

Karena PBS dinyatakan dalam persen, sehingga bila dari seekor induk mempunyai dua
anak dimana anak pertama missal mempunyai PBS = 105 % dan anak kedua mempunyai PBS =
98 %. Hal ini berarti anak pertama adalah 5 % di atas rata-rata berat sapih pada saat itu, sedang
anak kedua berada 2 % di bawah rata-rata berat sapih pada saat itu.
Rumus yang digunakan untuk mencari Pendugaan Kemampuan Berproduksi dari
induknya adalah sebagai berikut :

n. R
MPP A= ( Ć− H́ ) + H́
1+ ( n−1 ) R

Keterangan : MPPA = Pendugaan Kemampuan Berproduksi (Most Probable Producing Ability)


Ć = Rata-rata PBS dari induk yang bersangkutan
H́ = 100, yaitu rata-rata Peringkat berat sapih
n = jumlah anak yang terhitung/terkalkulasi
R = angka 0,4 yaitu angka ripitabilitas PBS (pengulangan berat sapih)

Contoh perhitungan :
Akan dicari MPPA dari 5 ekor induk bila diketahui rata-rata PBS dari setiap induk sebagai
berikut :
32
Induk Jumlah anak Rata-rata PBS MPPA
A 1 115 ………
B 4 112 ………
C 3 110 106,67
D 4 98 98,55
E 2 85 ………

Penyelesaian :
Cara menghitung MPPA-nya sebagai berikut :
Untuk Induk C :

( 3 )( 0,4 )
MPPA c = ( 110−100 ) +100=106,67
1+ ( 3−1 )( 0,4 )

( 4 ) ( 0,4 )
MPPA D= ( 98−100 ) +100=98,55
1+ ( 4−1 )( 0,4 )

Dan seterusnya.

Setelah nilai MPPA dari semua induk dihitung maka seleksi induk kemudian dapat
dikerjakan berdasarkan nilai MPPA. Seleksi induk dengan menggunakan MPPA hanya dapat
dilakukan dalam pemilihan induk unggul, missal pemilihan induk donor untuk alih janin
(embryo transfer).
Uji Performans (Performance Test).
Uji performans dilakukan untuk memilih baik calon pejantan maupun calon iduk
pengganti, yang berasal dari peternakan rakyat atau dari wilayah pengembangan ternak. Uji
performans dilakukan distasion Uji performans yang merupakan bagian dari pusat pembibitan
ternak atau Balai Inseminasi Buatan. Tujuan uji performans adalah untuk memilih calon
pejantan maupun induk atas dasar performans dirinya sendiri (kecepatan pertumbuhannya)
selama jangka waktu tertentu. Calon pejantan terpilih dapat dijadikan pejantan untuk kawin alam
maupun untuk kebutuhan mani beku di Balai Inseminasi Buatan. Pejantan demikian disebut
sebagai Performans test bull. Demikian pula hal nya dengan calon induk terpilih, dapat
dikembalikan ke populasi asal atau dimasukkan ke Pusat Pembibitan. Uji performans sangat
tepat dilakukan untuk meningkatkan mutu genetic ternak di Desa Binaan.
Dalam uji performans, ternak yang berasal dari tempat dan lingkungan yang berbeda-beda yang
terpilih dari wilayah asalnya, dikumpulkan dalam stasiun uji performans. Hal ini dengan maksud
agar didapat dalam lingkungan yang sama. Umur ternak pada saat akan dimulai pengujian paling
tua umurnya 20 bulan. Untuk menghilangkan pengaruh lingkungan asal, ternak mendapat kan
masa 2 bulan untuk adaptasi sebelum pengujian dimulai. Pengujian dilakukan kurang lebih 12
bulan. Pada saat pengujian ternak diberi perlakuan pakan yang memenuhi kebutuhan hidupnya
agar dapat menampilkan mutu genetic sebaik-baiknya. Sebelum dimulai ternak ditimbang untuk

33
mencari “Berat Awal”, demikan pula setiap bulannya. Di akhir pengujian, ternak ditimbang pula
untuk mendapatkan “Berat Akhir”. Kemudian dicari pertambahan berat badannya. Seleksi
dilakukan terhadap “Berat Akhir terkoreksi” dengan jalan sebagai berikut :

BA−BL
Berat awal terkoreksi = ( X rerata umur)+ BL
umur

Keterangan : BA = berat awal


BL = berat lahir
Umur = jarak waktu dari lahir sampai dengan penimbangan berat Awal (hari)

Setelah dilakukan koreksi terhadap berat awal, kemudian dicari pertambahan berat badannya
selama pengujian, sebagai berikut :

Pertambahan Berat = Berat Akhir – Berat Awal

Berat Akhir terkoreksi dihitung dengan jalan :

Berat Akhir Terkoreksi = Berat Awal Terkoreksi + Pertambahan Berat

Setelah diperoleh data Berat Akhir terkoreksi, seleksi pemilihan calon pejantan maupun induk
dapat dilakukan berdasarkan data ini.
(Sumber : Hardjosubroto. 1994, hal. 128 - 147).
PERBAIKAN PRODUKTIVITAS SAPI POTONG
.
Perbaikan Produktivitas sapi potong melalui perbaikan mutu genetik, selain melalui
seleksi dapat pula melalui persilangan atau grading-Up. Perbaikan produktivitas sapi potong
melalui seleksi pada kondisi peternakan rakyat, tidak mungkin dilakukan. Hal ini disebabkan
beberapa hal antara lain :
- Jumlah kepemilikan ternak yang sangat terbatas 1 – 2 ekor/peternak
- Jumlah anak yang dilahirkan sedikit (1 ekor/kelahiran)
- Interval generasi yang panjang (4 – 5 tahun)
- Tidak ada catatan produksi dan reproduksi (recording system)
- Lingkungan pemeliharaan ternak pada kondisi dipeternak sangat bervariasi
- Dipelihara sebagai sumber tabungan yang sewaktu-waktu dapat dijual.
Berdasarkan alasan di atas, sangat sulit pada kondisi peternakan rakyat untuk dilakukan
seleksi. Salah satu cara yang paling mudah dilakukan untuk memperbaiki produktivitas melaui
perbaikan kualitas genetik sapi potong ditingkat peternakan rakyat, adalah dengan kawin silang
(cross-breeding) atau gading-Up dengan bangsa ternak unggul import. Persilangan atau grading-
Up ditingkat peternakan rakyat adalah dengan kawin alam atau Inseminasi Buatan. Adapun

34
bangsa-bangsa ternak Potong unggul import yang pernah masuk ke Indonesia adalah Bangsa
Ternak Sapi Potong Unggul :
- Simmental
- Limousin
- Brahman atau sapi Brahman cross
- Anggus
- Ongole
- Santa Gertrudis
- Hereford
- Shorthorn
- Droughtmaster
- Sahiwal cross
- Braford
- Brangus
- Belmont Red
Bangsa-bangsa lokal sapi potong di Indonesia antara lain :
- Sapi Bali
- Sapi Madura
- Sapi Ongole dan Peranakan Ongole (PO)
- Sumba Ongole
Secara genetik persilangan dapat menaikkan persentase heterozigositas, sehingga dengan
demikian menaikkan variasi genetik. Maksud dan tujuan dari persilangan adalah :
a. Menggabungkan beberapa sifat dari dua atau lebih bangsa yang berbeda ke dalam
satu bangsa silangan.
b. Pembentukan bangsa baru
c. Pembentukan ternak komersial
d. Pemanfaatan heterosis
e. Grading Up.

Heterosis sering pula disebut hybrid vigor adalah kejadian dalam suatu persilangan.
Performan hasil silangannya melampaui rata-rata performans kedua orang tuanya.
Penyebab terjadinya heterosis belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga tanggungjawab gen
non aditif, yang dapat menyebebkan dominan, over dominan dan epistasis.
Tidak semua sifat dapat menimbulkan heterosis. Biasanya sifat dengan angka pewarisan
rendah, missal sifat reprosuksi akan menimbulkan heterosis yang tinggi.
Tinggi rendahnya heterosis diukur dengan koefisien hetrosis (% H) didefinisikan sebagai :

P silangan−Pinduk
%H= X 100 %=¿
P induk

35
Keterangan : % H = Koefisien Heterosis
Psilangan = performans silangan
Ptetua= rata-rata performans bangsa tetua

Karena heterosis dikendalikan oleh gen non aditif maka besarnya heterosis tidak dapat
diramalkan atau diduga terlebih dahulu.
Berikut disajikan contoh pengukuran koefisien heterosis pada sapi potong.

Contoh :
Diketahui pertambahan berat badan harian(ADG) sapi Hereford adalah sebesar 0,8
kg.hari, sedangkan pertambahan berat badan harian sapi PO adalah 0,2 kg/hari. Akan dihitung
koefisien heterosis silangannya, bila diketahui pertambahan berat badan harian sapi persilangan
(H x PO) = 0,65 kg/hari.
Penyelesaian :
ADG sapi Hereford = 0,8 kg/hari
ADG sapi PO = 0,2 kg/hari
Jadi rata-rata ADG dari kedua bangsa sapi yang disilangkan = (0,8 + 0,2) : 2 = 0,5 kg/hari
0,65−0,5
%H ¿ X 100 %=30 %
0,5
Besarnya heterosis untuk suatu sifat bergantung pada rata-rata derajat dominasi dari
semua pasangan gen yang mempengaruhinya dan rata-rata perbedaan frekuensi gen kedua
tetuanya untuk semua pasangan gen yang ada. Dengan demikian semakin jauh perbedaan
frekuensi gen aqntara kedua tetuanya akan semakin tinggi heterossnya. Persilangan antara Bos
Taurus X Bos Indicus dapat diharapkan akan menghasilkan hetrosis yang lebih besar daripada
persilangan antara Bos Taurus X Bos Taurus ataupun Bos Indicus X Bos Indicus. Namun
demikian bila tidak ada dominasi maka d = 0 sehingga % H = 0.
Pada perkawinan interse ( F1 X F1), (F2 X F2) dan seterusnya maka pada setiap generasi
koefisien heterosisnya akan turun sebesar 50 %, atau bila dinyatakan dengan rumus :

1
% H F 2= H F 1
2
1 1
% H F 3 = H F 2= H F 1
2 4
Dan seterusnya.

Apabila HF2 tidak sebesar ½ HF1, ini berarti ada pengaruh epistasis. Dengan demikian, bila pada
contoh soal dilakukan perkawinan inter se, akan dihasilkan % HF2 = 15 % dan % HF3 = 7,5 %
sehingga kalau perkawinan inter se diteruskan, heterosis efek dapat hilang.

Metode Persilangan (Baca kembali kuliah yang lalu):

36
a. Persilangan tunggal
b. Persilangan Balik (Back Crossing)
c. Persilangan Rotasi (Criss Cross)
d. Persilangan rotasi tiga bangsa
e. Dan setersusnya.

PEMULIAAN SAPI PERAH

Tujuan utama dari pemuliaan sapi perah adalah untuk menghasilkan produksi susu, baik
kualitas maupun kuantitasnya. Kriteria seleksi yang dapat dipertimbangkan pada seleksi sapi
perah adalah sebagai berikut :
1. Produksi susu harian terkoreksi 305 hari, ME atau total produksi selama
hidup.
2. Persistensi atau daya tahan produksi
3. Bahan kering dan berat jenis susu
4. Produksi atau kadar lemak susu
5. Produksi atau kadar protein susu
6. Calving ease (kemudahan melahirkan)
Catatan produksi merupakan informasi yang sangat bermanfaat dapat digunakan dalam
seleksi. Catatan produksi susu yang ideal adalah mencatat produksi susu pagi dan sore setiap
hari, selama berlangsungnya periode laktasi. Hal ini sudah lazim dilakukan oleh peternak atau

37
perusahaan susu dengan jumlah sapi yang terbatas. Demikian pula untuk suatu Pusat Pembibitan
Ternak. Pencatatan selengkap ini merupakan suatu persyaratan mutlak demi ketepatan
seleksinya. Namun dalam perusahaan sapi yang besar dengan pemerahan menggunakan mesin
pemerah susu, hal ini akan merepotkan dan memakan ongkos yang cukup besar. Oleh karena itu
pencatatan dapat lebih disederhanakan dengan mencatat hanya satu kali dalam satu bulan
pemerahan pagi dan sore menggunakan prediksi dengan rumus :
Y = ∑hipi
Keterangan : Y = taksiran produksi susu
i = 1, 2, 3, …n
h = jumlah hari pada bulan pencatatan
p = produksi susu dalam satu hari pencatatan
Berikut ini disajikan contoh hasil pencatatan beserta hasil pendugaan produksi selama laktasi
Hasil pencatatan (kg) Hasil pendugaan
Tgl/bln Pagi Sore Jumlah (p) Hari (h) hxp
15/1 4,3 4,1 8,4 31 260,4
15/2 4,6 5,3 10,1 28 282,4
15/3 8,8 8,0 16,8 31 520,8
15/4 6,7 5,3 12,0 30 360,0
15/5 8,8 5,1 11,9 31 368,9
15/6 8,0 3,5 9,5 30 285,0
15/7 4,5 4,5 9,0 31 279,0
15/8 5,2 4,1 9,3 31 288,3
15/9 3,7 2,7 6,4 30 192,0
15/10 2,0 2,0 4,0 31 124,0
15/11 dikeringkan Jumlah 304 2691,2

Dengan demikian sapi tersebut diasumsikan mempunyai panjang laktasi 304 hari dengan
produksi susu sebesar 269,2 kg.

Standari sasi Catatan produksi


Produksi susu dipengaruhi oleh beberapa factor. Faktor-faktor ini ada yang terkendali
maupun tidak terkendali. Terhadap factor-faktor yang terkendali, produksi susu dapat
disesuaikan atau dikoreksi kea rah keadaan tertentu sebagai patokan standar. Faktor koreksi
yang paling terkenal dan banyak digunakan di banyak Negara adalah factor koreksi produksi
susu yang disesuaikan kea rah lama pemerahan 305 hari, umur induk dewasa (ME), dan
pemerahan 2 kali/hari. Standarisasi lama laktasi 305 hari didasarkan perhitungan bahwa seekor
sapi perah paling optimal apabila dapat beranak satu kali dalam satu tahun, dengan lama
pengeringan 6 sampai 8 minggu. Umur dewasa dicapai pada umur 66 – 72 bulan dan pada umur
ini seekor sapi diharapkan telah mencapai produksi optimalnya. (Tabel koreksi panjang laktasi,
umur dewasa dan 2 kali pemerahan terlampir dalam Lampiran 1, 2, 3 dan 4 dalam penuntun
praktikum).

38
Contoh.
Diketahui data catatan produksi dua ekor sapi perah, dan akan dicari produksi susu yang
distandari pada 2 kali pemerahan 305 hari setara dewasa. Adapu datanya sebagai berikut :
Nomor Umur Panjang laktasi Pemerahan Produksi Produksi
Sapi th-bl (hari) per hari Nyata (kg) terkoreksi
A 2 - 10 200 3 5.800 ………..
B 4- 3 320 2 5.000 ………..

Penyelesaian :
Sapi A Sapi B
Faktor koreksi umur : 1,20 1,05
Faktor koreksi panjang laktasi : 1,38 0,97
Faktor koreksi jumlah pemerahan : 0,88 1,00
Dengan demikian, produksi susu sapi A dan Sapi B terkoreksi 305 hari, 2 X pemerahan, ME
adalah :
Sapi A = (1,20) (1,38) (0,88) (5.800) = 8.452,22 kg
Sapi B = (1,05) (0,97) (1,00) (5.000) = 5.092,50 kg

Faktor koreksi tersebut di Amerika Serikat digunakan pada sapi FH, untuk kondisi
Indonesia seharusnya ada tabel koreksinya, tetapi bila belum diperoleh tabel koreksi tersebut
dapat dimanfaatkan untuk sementara.

Pendugaan Kemampuan Berproduksi


Ada dua macam cara untuk menduga kamampuan berproduksinya seekor sapi betina,
yaitu secara MPPA (Most Probable Producing Ability) dan dengan ERPA (Estimated Real
Producing Ability) Kedua metode tersebut pada prindipnya sama, hanya untuk kondisi Indonesia
lebih tepat dengan MPPA, karena tidak dikenal dengan populasi herdmate untuk kondisi
Indonesia yang ada adalah populasi sapi perah.
Metode MPPA (Most Probable Producing Ability) adalah sebagai berikut :

n.r
MPPA ¿ ( Ṕ – Ṕ)
1+ ( n−1 ) r

Keterangan : MPPA = Most Probable Producing Ability


n = Jumlah pengamatan (laktasi)
r = angka pengulangan produksi susu
Ṕ = Rata-rata produksi sapi yang diukur
Ṕ = Rata-rata produksi Populasi

39
Pendugaan Nilai Pemuliaan :
Nilai Pemuliaan seekor sapi induk dapat diduga dengan perhitungan sebagai berikut :

n . h2
NP = ¿ - Ṕ )
1+ ( n−1 ) r

Keterangan : NP = Nilai Pemuliaan


n = Jumlah pengamatan (laktasi)
h2 =angka pewarisan produksi susu
Ṕ = Rata-rata produksi sapi yang diukur
Ṕ = Rata-rata produksi Populasi
r = Angka pengulangan produksi susu

Cotoh Perhitungan MPPA dan NP.


Akan dihitung nilai MPPA dan NP dari catatan berulang dari sapi A, B dan C bila
diketahui data produksinya sebagai berikut :
No Sapi Laktasi I Laktasi II Laktasi III Rata-rata
A 4160 kg 4010 kg 3923 kg 4031 kg
B 2579 kg 2590 kg - 2584,5 kg
C 4849 - - 4849 kg
Diketahui : Rata-rata populasi = 3760,4 kg
Angka pewarisan produksi susu ( h2) = 0,25
Angka pengulangan produksi susu ( r ) = 0,40
Penyelesaian :
( 3 ) ( 0,4 )
Nilai MPPA sapi A ¿ ( 4031 – 3760,4 ) =180,4 kg
1+ (3−1 ) ( 0,4 )

( 2 )( 0,4 )
Nilai MPPA sapi B = ( 2584,5 – 3760,4 )=−904,54 kg
1+ ( 2−1 ) ( 0,4 )

( 3 ) ( 0,25 )
Nilai Pemuliaan sapi A ¿ ( 4031 – 3780,4 ) =112,75 kg
1+ (3−1 ) ( 0,4 )

( 2 ) ( 0,25 )
Nilai Pemuliaan sapi B ¿ ( 2584,5 – 3760,4 )=−565,34 kg
1+ (2−1 )( 0,4 )

Untuk melihat nilai MPPA dan Nilai Pemuliaan kemudian dilakukan perankingan dari
nilai terbesar sampai nilai terkecil, dan yang diambil adalah nilai tertinggi dari ranking teratas.

40
Untuk menghindari nilai negative pada NilaiMPPA atau Nilai Pemuliaan dapat ditambahkan
dengan nilai rata-rata populasi.

Uji Zuriat (Progeny Test)


Uji zuriat adalah salah satu cara untuk menduga Nilai pemuliaan dari seekor calon
pejantan atas dasar penampilan anaknya. Uji zuriat paling popular digunakan dalam pemilihan
calon pejantan sapi perah atas dasar produksi susu anak-anak betinanya.
Dalam pelaksanaannya, sekelompok calon pejantan yang sedang diuji, dikawinkan
dengan sekelompok induk-induk. Performans keturunannya akan membentuk keluarga
berdasarkan hubungan saudara tiri sebapak. Dalam hal uji zuriat sapi perah, data hanya
diperoleh dari produksi anak betinanya saja, sedangkan pada sapi potong, data dapat diperoleh
dari performans baik anak betina maupun yang jantan. Rumus umum dari Uji Zuriat adalah
sebagai berikut :

n .h 2 R' (
NP Go= 2
Ṕ – Ṕ ) + Ṕ
1+ ( n−1 ) R h

Dalam hal full sib testing, baik hubungan antara G o, maupun hubungan antar anggota
keluarga adalah bersifat saudara kandung, maka :
Hubungan full sib testing dimana :
R' = hubungan tetua dengan keturunannya = ½
R = hubungan antar anak dengan anak yang full sib = ½

n . h2
Jadi NP FS ¿ 2
( Ṕ – Ṕ ) + Ṕ
2+ ( n−1 ) h

Kalau hubungan antara Go dengan anggota keluarga lainnya adalah saudara tiri, demikian pula
hubungan antar anggota keluarga adalah saudara tiri, maka :
R' = ¼
R = ¼

n . h2
Jadi : NP HS = 2
( Ṕ− Ṕ )+ Ṕ
4+ ( n−1 ) h

Pada uji zuriat hubungan antara Go dengan anggota keluarganya adalah bapak anak, sedangkan
hubungan antar keluarga lainnya adalah saudara tiri, ini digunakan untuk uji Zuriat (progenytest)
maka :
Hubungannya :

41
R' =¿ hubungan tetua dengan keturunannya = ½
R = hubungan antar anak dengan anak half sib = ¼

2n . h2 (
Jadi : NP PT ¿ 2
Ṕ – Ṕ ) + Ṕ
4+ ( n−1 ) h

Keterangan : n = jumlah catatan produksi per pejantan


Ṕ = Rata-rata produksi anak per pejantan
Ṕ = Rata-rata produksi dari populasi yang diuji
h2 = angka pewarisan sifat yang digunakan sebagai criteria pengujian

Cotoh penggunaan Rumus Progeny test.


Seorang Pemulia akan mengevaluasi 4 ekor calon pejantan sapi perah, dengan progeny
test dari produksi susu keturunannya pada laktasi pertama. Hasil pencatatan diperoleh informasi
bahwa setiap calon pejantan mengawini beberapa ekor betina. Adapun informasi produksinya
sebagai berikut :
Calon Pejantan induk Anak betina Produksi anak betina Rata-rata (kg)
(kg)
A A1 D 3732 3778,67
A2 E 3544
A3 F 4060
B B1 G 3605 3601,75
B2 H 3454
B3 I 3400
B4 J 3948
C C1 K 3708 3842,60
C2 L 4250
C3 M 3670
C4 N 3565
C5 O 4020
D D1 P 4010 3780,00
D2 Q 3550

Rata-rata populasi yang diuji = 3750,76 kg


Angka pewarisan produksi susu = 0,35
Ditanyakan :
a. Berapa pendugaan Nilai Pemuliaan untuk masing-masing calon pejantan tersebut ?
b. Berapa sebenarnya jumlah induk per pejantan yang harus digunakan, bila nilai akurasi
yang diharapkan sebesar 80 % ?
Jawab :
a) Nilai Pemuliaan Masing-masing Pejantan adalah sebagai berikut :
Hubungan antar anak half sib = saudara tiri = R = ¼
Hubungan Bapak Anak R’ = ½
Rumus yang digunakan adalah :

42
2n . h2 (
NP PT ¿ Ṕ – Ṕ ) + Ṕ
4+ ( n−1 ) h2

2 ( 3 )( 0,35)
Untuk Pejantan A :NP PT = ( 3778,67 – 3750,76 ) +3750,76=3751,92 kg
4+ ( 4−1 ) (0,35)

2 ( 4 ) (0,35)
Untu Pejantan B : NP PT ¿ ( 3601,75 – 3750,76 ) +3750,76=3666,80 kg
4+ ( 4−1 ) (0,35)

Dan seterusnya ………….

b) Berapa jumlah induk yang harus digunakan per pejantan bila Nilai akurasi = 80 % ?
Rumus :
2. n h2
Efisiensi relative =
√ 4+ ( n−1 ) h2

2 n( 0,35)
0,80 =
√ 4+ ( n−1 ) (0,35)

0,70 n
0,64 =
4+ ( n−1 ) (0,35)
2,56 + (n – 1) 0,224 = 0,70 n
2,56 + 0,224 n - 0,224 = 0,70 n
2,336 = 0,476 n
2,336
n = = 4,9 ∞ 5 ekor
0,476
Jadi minimal per pejantan mengawini 5 ekor betina.

Kebijakan Perbaikan Produktivitas pada Sapi Perah.

Kebijakan perbaikan produktivitas pada sapi perah saat ini yang dilakukan Pemerintah
adalah melalui back cross dengan sapi FH murni yangberasal dari : Australia, New Zeland,
Amerika Serikat, Jerman, Perancis dan Negeri Belanda sendiri.

Beberpa Bangsa Sapi Perah yang Terkenal adalah sebagai berikut :


- Sapi Friesian Holstein
- Sapi Jersey

43
- Sapi Guernsey
- Sapi Ayrshire
- Sapi Sahiwal
- Sapi Red Sindhi

Beberapa Bangsa Baru Sapi Perah diantaranya :


- Australian Illawara Shorthorn (A.I.S)
- Australian Milking Zebu (AMZ)
- Australian Friesian Sahiwal (A.F.S)
- Sapi Jamaica Hope
- Sapi Taurindicus

PEMULIABIAKAN AYAM

Tujuan utama dari pemulia biakan ayam adalah untuk mendapatkan telur dan daging
ayam sebanyak dan secepat mungkin. Adapun beberapa sifat yang diukur dan dipertimbangkan
dalam suatu program seleksi baik untuk ayam petelur maupun ayam pedaging adalah sebagai
berikut :
Pada Ayam Petelur :
- Jumlah telur
- Umur pertama kali bertelur

44
- Berat telur
- Efisiensi pakan
- Kualitas telur : - Ketebalan kerabang/kulit telur
- Warna kulit telur
- Kuning telur
- Blood spots
- Kualitas Albumen
- Persistensi Produksi
- Daya tahan terhadap penyakit
- Daya adaptasi terhadap lingkungan spesifik
- Daya hidup/kelangsungan hidup
- Daya tetas dan mortalitas (bibit)
Seleksi Produksi telur :
a. Seleksi Individu :
 Jumlah telur per tahun 1 cluth adalah istilah yang dipakai untuk menyatakan
peristiwa peneluran pada ayam secara berturut-turut yang kemudian akan diikuti
istirahat satu atau beberapa hari, dan kemudian mulai bertelur lagi dalam clut
berikutnya. Panjang clut lamanya bervariasi antara 2 – 100 hari sebelum ayam istirahat
tidak bertelur, pada strain ayam komersial umumnya diperoleh 3 – 8 butir telur setiap
clut
 Berat telur : - Extra large ≥ 57,8 gram
- Large 49,7 – 57,7 graqm
- Medium 42,7 – 49,7 gram
- Small ≤ 42,6 gram
b. Seleksi Kelompok Untuk memilih kelompok ayam dengan ukuran :
- HAD (hen Day Average) = Rata-rata persentase yang dihasilkan setiap hari dengan
jumlah induk yang ada pada saat itu

HAD =
∑ Produkditelur X 100 %
∑ Induk hari itu
- HHA (Hen House Average) = rata-rata persentase dari jumlah telur tiap hari terhadap
jumlah induk pada awal saat dikandangkan.

HHA =
∑ Produksi Telur X 100 %
∑ Induk Awal
- Daya tunas = Persentase telr bertunas (menggunakan teropong)
- Daya tetas = Persentase telur menetas untuk setiap 100 telur bertunas.
Pada Ayam Pedaging

45
 Kecepatan pertumbuhan
 Produksi daging/karkas/daging dada
 Efisiensi pakan
 Konformasi tubuh
 Perlemakan
 Mortalitas
 Daya hidup
 Produksi telur, fertilitas, daya tetas (bibit)
Pada ayam dapat diklasifikasikan berdasarkan kelas, bangsa, varietas, strain dan tipe.
Kelas didefinisikan sebagai kelompok ayam yang dikembangkan di suatu daerah tertentu. Cotoh
Kelas ayam yang terkenal adalah sebagai berikut :
 Kelas American
 Kelas Asiatic
 Kelas English
 Kelas Mediterranean
Bangsa adalah sekelompok ternak dalam kelas tertentu yang dalam perkembangannya
mempunyai cirri-ciri khas membentuk morfologi tertentu yang dapat dibedakan dengan
kelompok bangsa lainnya, ciri-ciri kas tertentu tersebut bersifat baka.
Contoh bangsa ayam adalah sebagai berikut :
- White Leghorn
 Andalusian
 White Wyandotte
 Brahma
 Andalusian
Varietas adalah bagian dari bangsa yang merupakan sekelompok ayam yang mencirikan dan
bersifat baka misalnya dalam hal bulu atau jangger. Contohnya adalah sebagai berikut :
 Barred Plymout Rock
 White Plymout Rock
Strain atau galur adalah suatu pengelompokkan atau penggolongan varietas atas dasar
kesamaan karakteristik tertentu, yang didasarkan atas tinjauan ekonomi produksinya. Strain
merupakan nama pemasaran dari pembibitan tertentu hasil pemuliaan contoh :
 Strain Hy-line W-36
 Strain CP 707
Tipe ayam menyatakan tujuan dari produksinya. Berdasarkan tipenya ayam komersial dibedakan
atas 3 macam tipa ayam yaitu tipe ayam Petelur, tipe ayam Pedaging dan tipa ayam Dwiguna.
a. Tipe ayam Petelur
Tipe ayam ini biasanya mempunyai bentuk badan yang langsing, jengger dan pial besar.
Ciri khas dari ayam ini adalah produksi telurnya yang tinggi, dan sudah diseleksi kea rah
untuk tidak mempunyai sifat mengeram. Ayam petelur banyak berasal dari ayam di
sekitar Laut Ttengah.

46
b. Tipe Ayam Pedaging.
Ayam ini mempunyai bentuk tubuh besar dan kokoh. Produksi telur sedikit dan
mempunyai pertumbuhan yang cepat. Termasuk ke dalam tipe ini adalah tipe ayam
Cornish dan Sussex (kelas English).
c. Tipe Ayam Dwiguna.
Ayam tipe ini mempunyai produksi cukup tinggi dan mempunyai sifat pertumbuhan
cukup baik, Termasuk ke dalam tipe ini misalnya dari American Class ayam Rhode
Island Red, Plymout Rock, New Hampshire dan dari British Class adalah ayam
Australorp. Mengenai contoh beberapa Kelas dan Bangsa serta karakteristik lainnya pada
unggas diperlihatkan pada Tabel 1 di bawah ini :
Tabel 1. Kelas, Bangsa, varietas serta Karakteristik lainnya.

Sumber : Nort M. O and Bell. D. D (1991). Commercial Chicken Production Manual.


Fourth Edition. An Avi Book. Publihsed by Van Nostrand Reinhold. New York.828.

Ayam yang dipelihara saat ini berasal dari 4 species Gallus Baca dalam Buku “Aplikasi
Pemuliabiakan Ternak Dilapangan”. (Hardjosubroto. 1994) hal. 238 – 245.

Metode Perkawinan Dalam Membentuk Strain :


Metode perkawinan yang dilakukan ada tiga metode yaitu sebagai berikut :
47
1. Flock Mating
Fock atau mass mating dimana sejumlah jantan dan betina masuk dalam flock yang sama.
Jumlah jantan dan betina yang disatukan dalam flock bervariasi bergantung pada ukuran (tipe
ringan atau berat) dan umur dari ayam. Pada bangsa tipe ringan (light breeds) seperti leghorn
biasanya digunakan satu jantan untuk 15 – 20 ekor induk betina. Untuk purpose breed secara
umum seperti White Wyandotte biasanya digunakan satu jantan 10 – 15 ekor induk betina.
Untuk tipe Berat satu jantan dengan 8 -12 induk betina. Walaupun umur adalah suatu factor,
tetapi jantan muda akan lebih aktif dari pada ayam yang lebih tua.

2. Pen Mating.
Dalam pen mating satu pen digunakan untuk satu jantan dengan beberapa betina,
dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan dengan betinanya.

3. Stud Mating.
Dalam hal ini adalah satu tempat khusus untuk mengawinkan jantan dan betu\ina.
Sehingga hasil perkawinan dapat diketahui lebih lanjut, tetapi perkawinan menggunakan cara ini
lebih boros tenaga kerja. Biasa digunakan untuk Breeder karena dapat dievaluasi kualitas baik
dari pejantan maupun betinanya.

Metode Seleksi yang Digunakan :


1. Individual selection atau mass selection
2. Pedigree Selection
3. Family Selection

CaraPembentukan Stain Ayam.


Cara pembentukan strain ayam yang satu dengan yang lain berbeda-beda dan merupakan
suatu rahasia dari pembibitan yang bersangkutan. Namun pada dasarnya pembentukan strain
dimulai dari sejumlah ayam yang kemudian dibagi atas kelompok-kelompok tertentu. Kemudian
dilakukan dilakukan perkawinan dalam kelompoknya. Hal ini dilakukan sampai lima generasi.
Maksud dari perkawinan dalam satu kelompok adalah agar terjadi perkawinan silang dalam.
Sebagai akibat dari perkawinan silang dalam hal ini maka persentase gen yang homo zigot dalam
kelompok akan naik dan juga akan terjadi depresi silang dalam. Kenaikkan persentase gen yang
homozigot diharapkan akan memunculkan gen-gen yang bersifat lethal maupun sub-lethal,
sedangkan depresi silang dalam akan mengakibatkan ayam yang lemah akan mati. Demikian
pula cacat-cacat tersembunyi akan muncul. Ayam-ayam yang lemah maupun yang cacat dapat
disingkirkan setiap generasi. Penelitian dapat dilakukan sampai jangka panjang, sampai ayam-
ayam dalam satu kelompok dianggap bebas dari gen-gen yang kurang baik. Pada keadaan
demikian pemulia dapat memasukkan darah dari luar sehingga ayam tidak tersilang dalam
kembali. Sitem perkawinan dimaksud untuk mengumpulkan sifat-sifat yang baik yang telah
dimiliki masing-masing galur. Perkawinan ini dapat disebut sebagai linecrossing. Ayam
demikian sudah terbebas dari depresi silang dalam dan bebas dari gen-gen merugikan. Setelah
48
cirri khas yang diinginkan oleh pembibit didapat maka perkawinan biasanya terus dilakukan
paling sedikit sampai lima generasi lagi, sebelum ayam dipasarkan dengan nama strain tertentu
sebagai final stock.
Kadang-kadang dalam pembentukan strain ini dapat diketemukan gen yang terangkai
kelamin (sex-linked gene). Sebagai contoh , pada ayam Plymout Rock, pada ayam ini dikenal
adanya varietas Barred Plymout Rock, dan White Plymout Rock. Sifat warna bulu barred pada
barred Plymouy Rock, merupakan sifat terangkai kelamin, sehingga sifat ini banyak
dimanfaatkan untuk menentukan jenis kelamin khutuk yang baru menetas (autosexing) dengan
melihat warna bulu kapasnya. Barred Plymout Rock banyak digunakan untuk pembentukan
strain ayam petelur, sedangkan White P;ymout Rock banyak digunakan untuk pembentukan
strain ayam broiler. Ada dua dasar dalam menciptakan Bibit Unggul pada Unggas melalui
Pembentukan Strain yaitu :
1) Strain Crossing = Recurrent Selection (RST)
2) Reciprocal Recurrent Selection (RRS)

Ad.1) Strain Crossiong = Recurrent Selection (RST) =Hibridisasi


Cara ini disebut juga cara hibridisasi, karena menciptakan individu hybrid dalam upaya
memanfaatkan hybrid vigour atau heterosis effek selain itu memanfaatkan prepotensi dari
pejantan yang diunggulkan. Prepotensi adalah besarnya suatu sifat yang dapat
ditanamkan/diturunkan dari orang tua kepada keturunannya. Dengan cara ini individu yang
dihasilkan secara genetik adalah homogen. Cara yang dilakukan melalui perkawinan :
 Line breeding menghasilkan line breed individual
 Inbreeding ketat (perkawinan Full brothers x Full sisters) inbreed line (strain)
Perkawinan line breeding dilanjutkan inbreeding yang ketat adalah untuk mendapatkan
keseragaman gen (homozigositas) yang tinggi diharapkan gen yang dominan dan
menghilangkan efek negatif yang disebabkan oleh gen resesif homozigot, depresi inbreeding
atau cacat gen yang tersembunyi.
 Perkawinan antar strain (strain crossing) Final stock (sambil menguji
kombinasi strain mana yang memberikan efek heterosis paling baik). Perkawinan strain bisa
one way cross, two way cross atau three way cross.

Pola Genetik Pembentukan Strain Melalui Strain Crossing.

Go ♀B x ♂A………………………………….♀N x ♂N ……….Fxo = 0

G1 ♀X1 ………………………………………………………………………………………Fx1 = 1/8 = 12,5 %

G2 ♀X2 ………………………………………………………………………………………………………………………………………. Fx2 = 18,75 %

49
G3 ♀X3 ………………………………………………………………………………………………………………………………………… Fx3 = 21,88 %

G4 ♀X4 …………………………………………………………………………………………………………………………………………Fx4 = 23,44 %

G5 ♀X5…………………………………………………………………………………………………………………………………………..Fx5 = 24,22 %
F X5 = Line Breed Individual
X2

G’o ♀X51 x ♂X52 ……………………………………….. A B

G’1 ♀X61 x ♂X62…………………………………………… C D

G’2 ♀X71 x ♂X72…………………………………………… E F

G’3 ♀X81 x ♂X82 ………………………………………….. G H

G’5 ♀X91 x ♂X92 ………………………………………….. I J

K = Inbreed Line
(strain)
Strain Crossing

Pembentukan Strain melalui Strain Crossing = Recurrent Selection = Hibridisasi :


 Memerlukan waktu yang lama ( 8 – 10 Generasi)
 Biaya yang diperlukan relative mahal
 Pekerjaannya relative lebih sulit
 Hasilnya secara genetik seragam (dalam bentuk Heterozigot)
 Memanfaatkan heterosis efek
 Bebas efek genetic yang bersifat lethal dan sublethal

50
Ad 2) Reciprocal Recurrent Selection (RRS) = Reciprocal Recurrent Mating.

Prinsip pembuatan strain dengan cara ini yaitu seleksi dari masing-masing kelompok dan yang
terbaik dikawinkan dengan kelompok terbaik lainnya, dilakukan setiap generasi sampai
memperoleh hasil yang diharapkan (seleksi dapat lebih dari lima generasi). Seleksi dan
persilangan dalam kelompok dapat memberikan kombinasi yang menguntungkan. Cara ini mirip
dengan progeny testing, karena pejantan terbaik dari satu kelompok dikawinkan dengan
kelompok-kelompok betina lainnya. Dengan cara ini dapat memperoleh keuntungan maksimal
dari heterosis efek tanpa pembentukan inbreed line individual.

Pola Perkawinannya :
Tahun I dan II, melakukan seleksi yang terbaik dari setiap kandang/Flok

Kelompok Kandang / Flok I

1 2 3 4 5 …………………………. 20

Lakukan seleksi yang terbaik dari setiap kelompok kandang / Flok I untuk jantan dan betina,
kawinkan yang terbaik dengan yang terbaik dari setiap kelompok kandang lakukan dari generasi
ke generasi.

Kelompok Kandang/Flok II

21 22 23 24 25 ………………………….. 40

Sama halnya dengan pada Kelompok Kandang / Flok II, lakukan seleksi yang terbaik dari setiap
Kelompok Kandang / Flok II untuk jantan dan betina, kemudian kawinkan yang terbaik dengan
yang terbaik dari setiap kelompok kandang lakukan dari generasi ke generasi.

Tahun Berikutnya :
Anak keturunan hasil perkawinan yang terbaik dari Kelompok Kandang I anak keturunan Jantan
terbaik kawinkan dengan anak betina keturunan terbaik dari Kelompok Kandang II.
Misal :
Hasil seleksi : ♂ Terbaik Kandang I X ♀ Terbaik Kandang II

(Hasil Keturunannya Sebagai Strain A)

51
Hasil Seleksi : ♀ Terbaik Kandang I X ♂ Terbaik Kandang II

(Hasil Keturunannya Sebagai Strain B)

Tahun berikutnya lakukan Perkawinan Antar Strain A dan Strain B sebagai calon Final Stock

♂ Strain A x ♀ Strain B
Seleksi hasil yang terbaik
♂ Strain B x ♀ Strain A

Pembentukan Strain dengan Reciprocal Recurrent Selection (RRS) atau Reciprocal Recurrent
Mating atau Progeny test :
- Waktu lebih singkat (7 – 8 generasi)
- Relatif lebih mudah
- Relatif lebih murah biayanya
- Secara genetik tidak seragam
- Kualitas genetik masih perlu pengujian ?
- Secara genetik mungkin masih terdapat efek genetik lethal dan sublethal

Evaluasi Strain Ayam.


Memilih Strain Ayam apa yang terbaik tidak saja dari informasi brosure yang dilihat dan
dikeluarkan perusahaan (Breeder). Dalam dunia perdagangan sering digunakan Metode Uji
Contoh Acak atau lazim disebut sebagai Random Sample Test (RST) yang dilakukan oleh
Pemerintah atau pihak ketiga yang dapat dianggap netral. Random Sampel Test adalah uji yang
dilakukan untuk menentukan peringkat performans strain-strain ayam komersial yang beredar di
pasaran, pada kondisi pemeliharaan yang disamakan (standar). Dikenal ada dua macam Random
Sample Test, yaitu Random Sample Broiler Test untuk menguji ayam komersial broiler, dan
Random Sampel Egg Laying Test untuk ayam petelur.

Random Sample Broiler Test.

Pada Random Sample Broiler Test, pengujian dilakukan dengan cara pengambilan telur tetas
untuk strain-strain yang diuji secara acak, langsung dari perusahaan pembibitan. Telur tersebut
kemudian ditetaskan bersama-sama ditempat pengujian, selasnjutnya kutuk-kutuk (anak ayam)
jantan dan betina hasil penetasan dipelihara pada kondisi pemeliharaan yang sama selama jangka
waktu pengujian yang ditetapkan (8 minggu). Pengamatan dilkukan terhadap :
i. Persentase kematian
52
ii.Berat Badan (Awal dan Akhir)
iii.Konsumsi pakan selama periode starter dan finisher
iv. Feed Konversi
v. Pertambahan berat badan Biaya pakan per kilogram berat hidup (Feed
efisiensi).
vi. Kanibalisme.

Random Sample Egg Laying Test

Pada Random Sample Egg Laying Test, pengujian dilakukan dengan cara pengambilan telur
tetas untuk strain-strain yang diuji secara acak langsung dari perusahaan pembibitan. Telur
kemudian ditetaskan bersama-sama di tempat pengujian dan selanjutnya kutuk-kutuk betina
dipelihara pada kondisi pemeliharaan yang sama selama jangka waktu pengujian. Pengujian
dilakukan dari minggu 1 – 52 minggu produksi. Pengamatan dilakukan terhadap :
 Jumlah yang dikandangkan
 Persentase kematian selema bertelur
 Berat badan pada akhir pengujian
 Produksi telur yang meliputi waktu yang dicapai produksi 50 %
 Produksi Hen-day sesudah dicapai produksi 50 %
 Produksi Hen-house
 Efisiensi pakan
 Egg grading
 Rata-rata berat telur
 Sifat mengeram
 Kanibalisme

Random Sample Test (RST)

A B C D Strain yg diuji diambil


Secara random

53
Lingkungan Pengujian Perlakuan Sama :
 Kandang
 Pakan
 Kontrolkesehatan
 Pengujian :
- Kematian anak
- Kanibalisme
- Sifat mengeram
- Umur Pertama kalibertelur
- Produksi telur
- Kualitas telur
- Feed konversi
- Feed Efisiensi
- Dsb

AYAM LOKAL DI INDONESIA

Ayam buras atau ayam bukan ras merupakan ayam asli Indonesia. Dipelihara secara
tradisional ekstensif, tetapi akhir-akhir ini telah digalakkan usaha pemeliharaan secara semi
intensif maupun intensif. Warna bulu ayam buras sangat beragam, bulu ayam jantan lebih bagus,
kulit berwarna kuning pucat. Bentuk jangger pada jantandan betina tidak seragam,jangger
berwarna merah pada betina lebih kecil disbanding yang jantan. Muka berwarna merah. Tubuh
kompak, segi empat pada betina dan lonjong pada yang jantan. Dipelihara sebagai pedaging
maupun petelur. Berat badan mencapai 3 kg pada jantan dan betina 2 kg. Pertama bertelur umur
250 hari, produksi telur 95 butir per tahun pada pemeliharaan ekstensif dan 151 butir pada
pemeliharaan intensif. Berat telur 43 gram. Macam-macam ayam buras :

54
a. Ayam Kedu
b. Ayam Pelung
c. Ayam Nunukan
Perbaikan ayam buras melalui cross-breeding dan grading-Up dengan ayam-ayam negri
(ayam unggul). Sementara seleksi pada ayam buras belum dilakukan secara intensif secara
umum. Seleksi dilakukan oleh penggemar ayam sebagai hobby diarahkan kea yam aduan atau di
ambil suaranya seperti ayam pelung.

Faktor-Faktor Fisik Secara Umum yang Perlu Diperhatikan Dalam Pemilihan Calon Bibit

pada Ternak.

Faktor-faktor fisik yang perlu diperhatikan dalam memilih calon bibit pada jantan dan betina

secara umum adalah sebagai berikut :

Tanda-Tanda Fisik Pejantan Calon Bibit Secara Umum :

 Sehat, tubuh besar (sesuai dengan umurnya), badan relative panjang dan tidak cacat.

 Mampu merumput dengan baik

55
 Dada dalam dan lebar

 Kaki lurus tegap, kuat dan simetris

 Tumit tinggi

 Penampilan gagah dan aktif, kepala tegak memperlihatkan karakter jantan yang kuat

 Aktif memperlihatkan nafsu berahinya untuk kawin

 Testis atau buah zakarnya normal (2 buah, sama besar, simetris, kenyal dan licin)

 Alat kelamin (penis) normal, kenyal, sering ereksi dan memperlihatkan libido tinggi

 Perototan tubuh yang kuat

 Mata cerah, bersinar bersih dan kelihatan agak menonjol

 Punggung kuat dan rata

 Rahang atas dan bawah rata

 Sebaiknya berasal dari keturunan kembar

 Bila ada catatan berat badan atau ukuran-ukuran tubuh, ambilah yang mempunyai berat

badan atau ukuran tubuh paling besar

Tanda-tanda betina calon bibit

 Berbadan sehat, tidak terlalu gemuk dan tidak cacat.

 Mampu merumput dengan baik

 Kaki lurus simetris, kuat dan normal

 Garis punggung rata

56
 Mata cerah, bersinar, bersih dan bercahaya

 Kulit halus, bersih dan berbulu klimis, mengkilap tidak kusam

 Rahang atas dan bawah rata

 Kapasitas rongga perut besar (tulang rusuk terbuka)

 Dada lebar

 Ambing cukup besar, putting susu dua buah dan normal (halus, kenyal tidak infeksi)

 Alat kelamin (vulva) normal

 Mempunyai sifat keibuan yang baik dan jinak (untuk mengasuh anak)

 Sebaiknya berasal dari keturunan kembar

 Bila ada catatan berat badan atau ukuran-ukuran tubuh, ambilah yang mempunyai berat

badan atau ukuran tubuh paling besar

Faktor-Faktor Fisik Secara khusus untuk seleksi adalah terhadap sifat berat badan atau
ukuran-ukuran tubuh lainnya.

57

Anda mungkin juga menyukai