Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH FITOKIMIA I

“FLAVONOID GOLONGAN ISOFLAVON”

Dosen Pengampu : Ibu Munawarohthus Sholikha, M.Si.

Disusun Oleh :

Kelas , Kelompok

1. Faizal Amir 17334001


2. Amir Syaifullo A 17334004
3. Ni Wayan Dessy PS 17334007
4. Arif Rahmat 17334013
5. Wiwik Hendarini 17334017

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA
KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya kami

dapat menyelesaikan Makalah Fitokimia I yang berjudul “Flavonoid Golongan Isoflavon” ini

dengan sebaik-baiknya dan tepat pada waktunya. 

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Munawarohthus Sholikha, M.Si, selaku dosen

pengampu atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk membuat makalah ini. kami

juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan dan semua pihak yang telah berkontribusi

dalam pembuatan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan

saran dari para pembaca semua sangat kami harapkan demi perbaikan berkelanjutan dari

penulisan makalah ini.

Akhir kata, semoga makalah ini memberikan manfaat bagi kita semua.

Jakarta, Desember 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................. i

DAFTAR ISI................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang........................................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................................... 2

1.3 Tujuan...................................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Flavonoid ………………………………………………….…. 4

2.2 Definisi Isoflavono …………………………………………………….. 5

2.3 Biosintesa Isoflavon …………………………….…………………….... 7

2.4 Tanaman Penghasil.............................................................................................. 8

2.5 Metode Ekstraksi ................................................................................................ 10

2.6 Metode Pemisahan ............................................................................................. 11

2.7 Identifikasi ........................................................................................................... 13

ii
2.8 Isolasi.................................................................................................................... 19
2.9 Efek Farmakologis .............................................................................................. 23

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 30

3.2 Saran........................................................................................................................ 31

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... iv

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang kaya akan berpuluh-puluh ribu tumbuhan yang

banyak dibudidayakan sebagai tumbuhan pangan, industri, tanaman obat, dan banyak lagi

lainnya. Masyarakat Indonesia sejak zaman dahulu telah mengenal berbagai macam

tanaman yang mempunyai khasiat obat atau menyembuhkan berbagai macam penyakit.

Tanaman yang berkhasiat obat tersebut dikenal dengan sebutan tanaman obat tradisional.

Sebagai tanaman obat, kegunaannya pun tidak terbatas dan menghasilkan zat yang

berkhasiat melalui proses biosintesis.

Eksplorasi bahan alami yang mempunyai aktivitas biologis menjadi salah satu

target para peneliti, setelah senyawa-senyawa sintetik yang mempunyai aktivitas biologi

seperti senyawa antioksidan sintetik ( butylated hydroxytulen ), Butylated hydroxyanisole

(BHA). Beberapa penelitian yang telah dikembangkan, senyawa-senyawa yang

mempunyai potensi sebagai antioksidan umumnya merupakan senyawa flavonoid,

fenolat, dan alkaloid.

Flavonoid dalam bidang pengobatan banyak digunakan sebagai anti virus, anti

keradangan, diuretic, antispasmodic, dan bersifat sitotoksik. Flavonoid adalah senyawa

dengan struktur rantai karbon C6-C3-C6 merupakan pigmen yang terdapat pada beberapa

bagian tumbuhan seperti pada akar, bunga, daun, tepungsari, dan buah. Flavonoid jarang

ditemukan dalam satu golongan flavonoida, namun sebagai campuran beberapa

golongan. Hal ini menjadikan suatu masalah yang sangat menarik bagi para peneliti. yaitu

1
terbukti dari adanya berates-ratus penelitian tentang flavonoid dari banyak spesies dengan

teknik isolasi dan pemisahan modern. Misalnya M. Hamburger etal yang mengisolasi 12

glikosida flavonol dari daun Searidaca diversifolia. Nianbai Fang, Mark Leidig, Tom J.

yang mengisolasi 51 flavonoid dari Butierrezia microcephala.

Salah satu golongan flavonoid adalah Isoflavon. Isoflavon terdiri atas struktur

dasar C6-C3-C6, secara alami disintesa oleh tumbuh-tumbuhan dan senyawa asam amino

aromatik fenilalanin atau tirosin. Biosintesa tersebut berlangsung secara bertahap dan

melalui sederetan senyawa antara yaitu asam sinnamat, asam kumarat, calkon, flavon dan

isoflavon. Jenis senyawa isoflavon di alam sangat bevariasi. Diantaranya telah berhasil

diidentifikasi struktur kimianya dan diketahui fungsi fisiologisnya, misalnya isoflavon,

rotenoid dan kumestan, serta telah dapat dimanfaatkan untuk obat-obatan.

Berdasarkan pemaparan diatas, penulis bermaksud untuk mengetahui lebih lanjut

tentang flavonoid golongan isoflavon berdasarkan biosintesa, tanaman penghasil, cara

ekstraksi, metode pemisahan, cara identifikasi dan efek farmakologis senyawa tersebut.

1.1 Rumusan Masalah

1.2.1. Apa itu flavonoid ?

1.2.2. Apa itu isoflavon ?

1.2.3. Bagaimana biosintesa isoflavon ?

1.2.4. Apa contoh tanaman penghasil isoflavon ?

1.2.5. Bagaimana cara ekstraksi isoflavon ?

1.2.6. Bagaimana metode pemisahan isoflavon ?

1.2.7. Bagaimana cara identifikasi senyawa isoflavon ?

2
1.2.8. Apa efek farmakologis isoflavon ?

1.3 Tujuan

1.3.1. Untuk mengetahui apa itu isoflavon

1.3.2. Untuk mengetahui apa itu isoflavon

1.3.3. Untuk mengetahui bagaimana biosintesa f isoflavon

1.3.4. Untuk mengetahui apa contoh tanaman penghasil isoflavon

1.3.5. Untuk mengetahui bagaimana cara ekstraksi isoflavon

1.3.6. Untuk mengetahui bagaimana metode pemisahan isoflavon

1.3.7. Untuk mengetahui bagaimana cara identifikasi senyawa isoflavon

1.3.8. Untuk mengetahui apa efek farmakologis isoflavon

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Flavonoid

Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari dari 15 atom karbon yang umumnya tersebar

di dunia tumbuhan. Senyawa flavanoid merupakan suatu kelompok senyawa fenol yang

terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu,

dan biru serta sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan.

Pada tumbuhan tinggi, flavonoid terdapat baik dalam bagian vegetative maupun dalam

bunga. Senyawa ini berperan penting dalam menentukan warna, rasa, bau, serta kualitas

nutrisi makanan. Tumbuhan umumnya hanya menghasilkan senyawa flavonoid tertentu.

Keberadaan flavonoid pada tingkat spesies, genus atau familia menunjukkan proses evolusi

yang terjadi sepanjang sejarah hidupnya. Bagi tumbuhan, senyawa flavonoid berperan

dalam pertahanan diri terhadap hama, penyakit, herbivori, kompetisi, interaksi dengan

mikrobia, dormansi biji, pelindung terhadap radiasi sinar UV, molekul sinyal pada berbagai

jalur transduksi, serta molekul sinyal pada polinasi dan fertilitas jantan.

Flavanoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana

dua cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantai propane (C3) sehingga membentuk suatu

susunan C6-C3-C6.

4
Gambar 2.1 Struktur Umum Flavonoid

2.2 Definisi Isoflavon

Isoflavon terdiri atas struktur dasar C6-C3-C6, secara alami disintesa oleh tumbuh-tumbuhan

dan senyawa asam amino aromatik fenilalanin atau tirosin. Biosintesa tersebut berlangsung

secara bertahap dan melalui sederetan senyawa antara yaitu asam sinnamat, asam kumarat,

calkon, flavon dan isoflavon. Berdasarkan biosintesa tersebut maka isoflavon digolongkan

sebagai senyawa metabolit sekunder.

Isoflavon termasuk dalam kelompok flavonoid (1,2-diarilpropan) dan merupakan

kelompok yang terbesar dalam kelompok tersebut. Meskipun isoflavon merupakan salah satu

metabolit sekunder, tetapi ternyata pada mikroba seperti bakteri, algae, jamur dan lumut tidak

mengandung isoflavon, karena mikroba tersebut tidak mempunyai kemampuan untuk

mensintesanya. Senyawa isoflavon merupakan salah satu komponen yang mengalami proses

metabolisme.

Isoflavon termasuk dalam golongan flavonoid yang merupakan senyawa polifenolik.

Stuktur kimia dasar dari isoflavon hampir sama seperti flavon, yaitu terdiri dari 2 cincin

benzen (A dan B) dan terikat pada cincin C piran heterosiklik, tetapi orientasi cincin B nya

berbeda. Pada flavon, cincin B diikat oleh karbon nomor 2 cincin tengah C, sedangkan

5
isoflavon diikat oleh karbon nomor 3. Pada umumnya, senyawa isoflavon banyak ditemukan

pada tanaman kacang-kacangan atau leguminosa. Isoflavon pada kedelai terdapat dalam

empat bentuk, yaitu :

a. Bentuk aglikon (non gula) : genistein, daidzein, dan glycitein;

b. Bentuk glikosida: daidzin, genistin dan glisitin;

c. Bentuk asetilglikosida : 6-O-asetil daidzin, 6-O-asetil genistin, 6”-O-asetil glisitin; dan

d. Bentuk malonilglikosida : 6-O-malonil daidzin, 6-O-malonil genistin, 6-O-malonil

glisitin.

Gambar 2.2 Struktur Umum Turunan Isoflavon

Gambar 2.3 Struktur Umum Isoflavanon

6
2.3 Biosintesa Isoflavon

Pada isoflavon cincin A dan B dihubungkan oleh tiga unit karbon serta dihubungkan oleh

oksigen pada cincin C. biosintesis cincin B dan C melalui jalur asam sinikimat, sedangkan

cincin A disintesis melalui jalur asetat-malonat. Secara spesifik, isoflavon terbentuk atas dua

cincin benzene yang dihubungkan cincin pirano heterosiklik dan terdapat substitusi fenol

pada posisi tiga cincin pirano. Satu gugus hidroksi dapat dijumpai pada tiap cincin benzena.

Isoflavon terdiri atas daidzein, genistein dan glisitein.

Daidzein dan genistein bersifat larut dalam air dan dapat diekstrak dengan pelarut yang

polar seperti butanol, metanol dan sebagainya. Sedangkan aglikolnya yaitu daidzein dan

genistein bersifat tidak larut dalam air dan dapat diekstrak dengan pelarut non polar seperti

eter, kloroform atau etil asetat. Skema biosintesis isoflavon adalah sebagai berikut:

Gambar 2.4 Biosintesa Isoflavanon

7
Biosintesis isoflavin diawali dari pembentukan fenilalanin sebagai precursor utamanya

yang dihasilkan dari asam shikimate, kemudian akan membentuk cincin B aromatic yang terikat

pada rangkaian 3 atom karbon melalui jalur shikimate. Deaminasi enzimatis yang dikatalis oleh

FAL terjadi dengan hilangnya gugus amina dan pro-hidrogen-S dari asam amino tersebut

sehingga menghasilkan trans-sinamat sebagai precursor cincin B. asam trans sinamat diubah

menjadi kumarat melalui hidroksilasi dan kondensasi p-kumaril koenzim A dengan tiga molekul

molekul unit asetat. Reaksi ini dikatalis oleh enzim kalkon sintase dan menghasilkan kalkon. Di

mana kalkon merupakan senyawa intermediet dari biosintesis isoflavon. Kalkon dapat menjadi

genistein dan daidzein. Kalkon mengalami reaksi isomerase menjadi narigenin yang selanjutnya

menjadi genistein dengan katalis isoflavon sintase.

2.4 Tanaman Penghasil

a. Senyawa flavonoid untuk obat mula-mula diperkenalkan oleh seorang Amerika

bernama Gyorgy (1936). Secara tidak sengaja Gyorgy memberikan ekstrak vitamin C

(asam askorbat) kepada seorang dokter untuk mengobati penderita pendarahan kapiler

subkutaneus dan ternyata dapat disembuhkan

b. Mc.Clure (1986) menemukan pula oleh bahwa senyawa flavonoid yang diekstrak dari

Capsicum anunuum serta Citrus limon juga dapat menyembuhkan pendarahan kapiler

subkutan

c. Senyawa flavon yang banyak terdapat pada kedelei berbentuk senyawa konjugat

dengan senyawa gula melalui ikatan -O- glikosidik. Selama fermentasi, ikatan -O-

glikosidik terhidrolisis, sehingga dibebaskan senyawa gula dan isoflavin aglikon yang

bebas. Senyawa isoflavon aglikon ini dapat mengalami transformasi lebih lanjut

membentuk senyawa transforman baru. Hasil transforman lebih lanjut dari senyawa

8
ini justru menghasilkan senyawa-senyawa yang mempunyai aktifitas biologi lebih

tinggi.

Pada tanaman kedelai, kandungan isoflavon yang lebih tinggi terdapat pada biji

kedelai, khususnya pada bagian hipokotil (germ) yang akan tumbuh menjadi tanaman.

Sebagian lagi terdapat pada kotiledon yang akan menjadi daun pertama dari tanaman.

Senyawa isoflavon ini pada umumnya berupa senyawa kompleks atau konjugasi

dengan senyawa gula melalui ikatan glukosida. Jenis senyawa isoflavon ini terutama

adalah genistin, daidzin, dan glisitin.

Gambar 2.5 Struktur daidzin, genistin dan glisitin

Naim (1973) melaporkan bahwa kedelai dorman mengandung glikosida isoflavon

yang terdiri dari : 65% genistin, 23% daidzin dan 15% glisitin. Isoflavon yang

dominan pada kedelai terdapat dalam bentuk glikosida, sedangkan yang dominan

pada produk kedelai yang mengalami fermentasi adalah aglikon. Bentuk glikosida

dipertahankan oleh tanaman sebagai bentuk in-aktif sehingga dibutuhkan sebagai

antioksidan. Bentuk aktif glikosida adalah aglikon, yang dihasilkan dari pelepasan

glukosa dan glikosida.

9
Tabel 1. Kandungan Isoflavanon yang Terdapat dalam Makanan

Food Serving Flavonoid Flavonoid type

size content

(mg/serving*)
Soy bean 200 g 120–290 Isoflavones
Soy 50 g 3.2–15.7 Isoflavones
cheeses
(different
types)
Soy flour 75 g 133 Isoflavones
(full fat)
Soy flour 75 g 99 Isoflavones
(low fat)
Tofu, fresh 100 g 22.6–31.1 Isoflavones
(soft or
firm)
Tofu, fried 100 g 48.4 Isoflavones

2.5 Metode Ekstraksi

Berdasarkan hasil pembahasan dari Jurnal yang berjudul Isolasi dan Identifikasi

Senyawa Isoflavon dari Kacang Kedelai (Glycine max) yang ditulis oleh I. A. R. Astiti

Asih, yang dipublikasian di halaman Jurnal KIMIA 3 (1), JANUARI 2009 : 33-40, metode

isolasi dan ekstraksi dilakukan dengan cara sebagai berikut :

Sekitar 1740 g serbuk biji kedelai dimaserasi dengan metanol teknis sebanyak 10 L. Ekstrak

yang diperoleh kemudian disaring dan diuapkan dengan menggunakan penguap putar vakum
10
(rotary vacuum evaporator) sampai diperoleh ekstrak kental metanol sebanyak 71,82 g.

Ekstrak ini kemudian dihidrolisis dengan HCl 2N selama 2-3 jam. Hasil hidrolisis diekstraksi

dengan n-heksana. Ekstrak n-heksana yang diperoleh diuapkan dengan penguap putar vakum

sehingga diperoleh ekstrak kental n-heksana sebanyak 2,61 g, kemudian ekstrak kental yang

diperoleh diuji dengan uji flavonoid.

2.6 Metode Pemisahan

Berdasarkan hasil pembahasan dari Jurnal yang berjudul Konversi Daidzein dan

Genistein oleh Bakteri Anaerob yang Baru Terisolasi dari Usus Tikus yang ditulis oleh

Anastasia Matthies dkk, yang dipublikasian di halaman Jurnal Applied And Environmental

Microbiology, Aug. 2008, P. 4847–4852 Vol. 74, No. 15 0099-2240/08/$08.000

Doi:10.1128/Aem.00555-08 Copyright © 2008, American Society For Microbiology dan

Jurnal yang berjudul Isolasi dan Identifikasi Senyawa Isoflavon dari Kacang Kedelai

(Glycine max) yang ditulis oleh I. A. R. Astiti Asih, yang dipublikasian di halaman Jurnal

KIMIA 3 (1), JANUARI 2009 : 33-40, metode pemisahan senyawa dilakukan dengan cara

sebagai berikut :

a. Kromatografi lapis tipis ( KLT )

Pemisahan dengan KLT digunakan untuk mencari fase gerak yang terbaik yang akan

digunakan dalam kromatografi kolom. Fase diam yang digunakan pada KLT adalah silika

gel GF254 dan sebagai fase gerak digunakan nheksana, kloroform, etil asetat dan n-

butanol. Bejana kromatografi sebelum digunakan untuk elusi, terlebih dahulu dijenuhkan

dengan fase geraknya. Sedikit fraksi positif flavonoid yaitu fraksi n-heksana dilarutkan

dengan pelarutnya (eluen yang akan dipakai) kemudian ditotolkan pada plat kromatografi

11
lapis tipis dengan menggunakan pipa kapiler. Setelah kering lalu dimasukkan dalam

bejana. Bila fase gerak telah mencapai batas yang ditentukan, plat diangkat, dan

dikeringkan di udara terbuka. Sebagai penampak noda digunakan asam sulfat. Noda yang

terbentuk diamati dengan lampu UV 254 nm dan 366 nm kemudian dihitung Rf-nya

b. Kromatografi kolom

Fase diam yang digunakan pada kromatografi kolom adalah silika gel, sedangkan fase

geraknya digunakan fase gerak yang memberikan pemisahan terbaik pada KLT. Silika

gel 60 (70-100) Mesh terlebih dahulu dipanaskan dalam oven pada suhu 110°C,

kemudian ditambahkan sedikit fase geraknya sehingga menjadi bubur. Pelarut (fase gerak

yang digunakan) dimasukkan ke dalam kolom sampai hampir penuh dan keadaan kran

kolom tertutup. Setelah itu kecepatan aliran kolom diatur dan bubur dimasukkan sedikit

demi sedikit ke dalam kolom sampai seluruh bubur masuk ke dalam kolom. Setelah

bubur masuk, fase diam ini dielusi hingga homogen (kolom ini didiamkan selama 1 hari

sehingga diperoleh pemampatan yang sempurna). Sementara itu sampel dilarutkan dalam

pelarut, kemudian sampel dimasukkan dengan hati-hati melalui dinding kolom dan aliran

fase gerak diatur. Begitu sampel masuk ke dalam fase diam, fase gerak ditambahkan

secara kontinyu sampai terjadi pemisahan. Eluat ditampung pada botol penampung fraksi

setiap 3 mL, kemudian keseluruhan fraksi yang dihasilkan dilakukan KLT

penggabungan. Fraksi hasil KLT penggabungan yang mempunyai pola pemisahan sama

(harga Rf sama) digabungkan, kemudian diuapkan dengan penguap putar vakum dan

masing-masing kelompok fraksi yang diperoleh diuji dengan pereaksi flavonoid.

c. Analisis HPLC

12
Isoflone dan metabolit aromatiknya dipisahkan menggunakan sistem HPLC (Gynkotek,

Munich, Germany) yang dilengkapi dengan pompa model 480, ERC-5515 degasser,

autosampler GINA 50, oven kolom STH 585, detektor dioda array UVD 320S, dan

kolom C18 fase terbalik (LiChrospher100RP-18; 5 m; 250 kali 4mm; Merck, Darmstadt,

Jerman) .Suhu kolom dijaga pada suhu 37 ° C. Fase gerak adalah gradien asam air-asetat

(98/2, vol / vol) (pelarut A) dan metanol (pelarut B) (5 hingga 55% pelarut B dalam 15

menit, 55% pelarut B selama 10 menit, 55 hingga 100% pelarut B dalam 3 menit, dan

100% pelarut B selama 4 menit) pada laju aliran 0,8 ml / menit. Deteksi berada pada 280

nm. Senyawa diidentifikasi berdasarkan waktu retensi dan spektrum UV (200 hingga 355

nm) dibandingkan dengan senyawa referensi standar. Kurva kalibrasi digunakan untuk

kuantifikasi. Untuk mengontrol sistem HPLC dan pemrosesan data, perangkat lunak

Chromeleon (versi 6.40; Dionex, Sunnyvale, CA)

2.7 Identifikasi

Menurut Venkataraman, 1962, identifikasi isoflavon dapat diketahui dengan metode

pewarnaan dan kelarutan, antara lain :

a. Dengan larutan NaOH memberikan warna Kuning

b. Dengan HCl pekat membentuk warna Kuning

c. Dengan Mg atau HCl membentuk warna warna Kuning

d. Dengan Natrium Amalgam membentuk warna Merah muda atau violet

Menurut Mabry, et al., 1970, Penafsiran bercak dapat dilihat dari segi struktur flavon yaitu

sebagai berikut :

13
Tabel 2. Penafsiran bercak dapat dilihat dari segi struktur flavon

Warna bercak flavonoid


Sinar UV UV/ NH3
Tipe flavonoid
Fluoresensi biru Fluoresensi Isoflavon tanpa 5-OH bebas

muda hijaukuning atau

hijau-biru
Fluoresensi Isoflavon tanpa 5-OH bebas

terang biru muda


Perubahan warna Isoflavon tanpa 5-OH bebas

sedikit atau

tanpa perubahan

Tabel 3. Warna bercak Flavonoid dengan sinar tampak dan UV nm 366 (Geissman, 1962)

Gol Vis UV NH3 UV AlCl3 AlCl3/ UV Na2CO3 Na BH4 Ar SO3H

Flavonoid 366nm 366nm/NH3 366nm


Isoflavon tak Ungu tak Ungu padam, tak Fluoresensi Hijau tak -

berwarna padam, berwarna kuning lemah berwarna kuning lemah berwarna

kuning

lemah

Pada spektofotometer UV-Vis, isoflavon tampak pada panjang gelombang pita I : 245 -

275 dan pita II : 310 - 330 bahu bahu.

14
Pereaksi geser yang digunakan antara lain :

Spektra ultraviolet isoflavon, flavanon, dan dihidroflavonol dalam metanol memberikan bentuk

yang mirip antara satu dan yang lainnya. Senyawa golongan ini sedikit atau tidak mengalami

konjugasi antara cincin A dan B. Spektra mereka sangat berbeda dengan flavon dan flavonol,

pita serapan I, mempunyai intensitas yang lemah atau bahu sedangkan pita II intensitasnya kuat.

Pita serapan II dari isoflavon biasanya antara 245–270 nm dan relatif tidak mempunyai efek pada

cincin B dengan adanya hidroksilasi, sementara pita serapan II dari flavanon dan dihidroflavonol

antara 270–295 nm (Mabry, et al., 1970).

a. Natrium metoksida

Dengan penambahan natrium metoksida spektra isoflavon yang mempunyai gugus OH

pada cincin A akan memperlihatkan pergeseran batokromik baik pada pita I maupun pita

II. Puncak pada spektra ultraviolet senyawa 3', 4' – dihidroksi isoflavon dapat digunakan

untuk menentukan bahwa dekomposisi yang berjalan cepat yang menunjukkan adanya 3',

4'–dihidroksi isoflavon (Mabry, et al., 1970).

b. Natrium asetat

Natrium asetat hanya dapat mengionisasi isoflavon khususnya pada gugus 7–OH. Gugus

3' atau 4'–OH pada isoflavon tidak dapat terionisasi, berbeda dengan kebanyakan flavon

dan flavonol. Oleh sebab itu interpretasi terhadap pergeseran spektra isoflavon untuk

penambahan natrium asetat menjadi sederhana. Adanya 7–OH isoflavon menyebabkan

pergeseran batokromik 6–20 nm pada pita II setelah penambahan natrium asetat (Mabry,

et al., 1970).

c. Natrium asetat atau asam borat

15
Gugus ortodihidroksi pada cincin B tak dapat dideteksi dengan NaOAc / H3BO3 pada

spektra UV isoflavon, flavanon, dihidroflavonol karena kurang efektifnya konjugasi

dengan kromofor utama. Meskipun demikian ada fakta yang menunjukkan bahwa gugus

6, 7 dihidroksi pada cincin A isoflavon dan flavanon (mungkin juga dihidroflavonol)

dapat dideteksi dengan adanya pergeseran batokromik 10–15 nm pada pita I setelah

penambahan NaOAc atau H3BO3 (Mabry, et al., 1970).

d. AlCl 3 dan AlCl 3 atau HCl

Adanya gugus 3', 4'–dihidroksi pada isoflavon, flavanon dan dihidroflavonol tidak dapat

dideteksi dengan AlCl 3 karena cincin B mempunyai sedikit atau tidak ada konjugasi

dengan kromofor utama. Jika isoflavon, flavanon (dan mungkin dihidroflavonol)

mengandung gugus ortodihidroksi pada posisi 6, 7 atau 7, 8 maka spektra AlCl 3

menunjukkan pergeseran batokromik (biasanya pita I maupun pada pita II) dengan

membandingkan terhadap spektra AlCl 3 atau HCl. Pita serapan II spektra ultraviolet dari

semua 5–OH isoflavon, flavanon dan dihidroflavonol dapat dideteksi dengan

penambahan AlCl 3 atau HCl kecuali 2–karboksi; 5, 7–dihidroksi isoflavon. Adanya

gugus tersebut ditandai dengan pergeseran batokromik pada pita II 10–14 nm (relatif

terhadap metanol). Spektra isoflavon, flavanon dan dihidroflavonol yang tidak

mempunyai gugus 5–OH bebas tidak berefek setelah penambahan AlCl 3 atau HCl

(Mabry, et al., 1970)

Berdasarkan hasil pembahasan dari Jurnal yang berjudul Konversi Daidzein dan

Genistein oleh Bakteri Anaerob yang Baru Terisolasi dari Usus Tikus yang ditulis oleh

Anastasia Matthies dkk, yang dipublikasian di halaman Jurnal Applied And Environmental

Microbiology, Aug. 2008, P. 4847–4852 Vol. 74, No. 15 0099-2240/08/$08.000

16
Doi:10.1128/Aem.00555-08 Copyright © 2008, American Society For Microbiology dan

Jurnal yang berjudul Isolasi dan Identifikasi Senyawa Isoflavon dari Kacang Kedelai

(Glycine max) yang ditulis oleh I. A. R. Astiti Asih, yang dipublikasian di halaman Jurnal

KIMIA 3 (1), JANUARI 2009 : 33-40, identifikasi senyawa dilakukan dengan cara sebagai

berikut :

a. Analisis UPLC-ESI-MS.

Untuk karakterisasi lebih lanjut dengan spektrometri massa (MS) cair kromatografi cair

kinerja tinggi (UPLC), produk akhir metabolisme genistein oleh galur Mt1B8 diisolasi

oleh HPLC dari supernatan fermentasi. Fraksi yang mengandung produk genistein

dikumpulkan secara manual dan digunakan untuk analisis UPLC-MS. Sistem UPLC

(Acquity Ultra Performance LC; Waters, Milford, MA) terdiri dari manajer pelarut,

manajer sampel, dan detektor dioda array dan dihubungkan ke spektrometer massa triple

quadrupole dengan Z-spray API electrospray ionization (ESI) sumber (Quattro Premier

XE; Waters, Milford, MA). Kolomnya adalah kolom UPLC BEH C18 (1,7 m; 50 kali 2,1

mm; Waters, Milford, MA). Kolom suhu dipertahankan pada 25 ° C. Fase gerak adalah

gradien asam format air (95/5, vol / vol; pH 2.0) (pelarut A) dan metanol (pelarut B) (0

hingga 40% pelarut B dalam 3,10 menit, 40% pelarut B selama 0,40 menit , dan 40

hingga 100% pelarut B dalam 1,50 menit) dengan laju aliran 0,35 ml / menit. Alikuot

sampel sebanyak 4 l disuntikkan. Analisis MS-MS dilakukan dalam mode ionisasi positif

menggunakan tegangan kapiler 0,7 kV, suhu blok sumber 100 ° C, dan suhu desolvasi

450 ° C. Gas tumbukan argon pada tekanan 3,1 10 1 Pa. Tegangan kerucut adalah 25 V,

dan energi tumbukan adalah 13 eV. Data dianalisis menggunakan perangkat lunak

MassLynx (versi 4.1; Waters, Milford, MA).

17
b. SPE.

Untuk analisis resonansi magnetik nuklir (NMR), produk akhir metabolisme genistein

oleh strain Mt1B8 diisolasi dari sekitar 50 ml supernatan fermentasi (konsentrasi awal

genistein, 100 M) dengan ekstraksi fase padat (SPE). Kolom octadecyl (C18) (3 ml; 500

mg; Bakerbond, Phillipsburg, NJ) dikondisikan tiga kali dengan 2 ml metanol dan tiga

kali dengan 2 ml air. Setelah ini, 2 ml supernatan fermentasi dimasukkan ke dalam

kolom, dan ini diikuti oleh dua pencucian dengan 2 ml HCl berair 3,7 mM dan satu

pencucian dengan 2 ml metanol berair 40% (vol / vol). Kolom dikeringkan pada suhu

kamar selama 10 menit. Metabolit genistein dielusi dengan 2 ml metanol encer 60%

(vol / vol). Eluat dikumpulkan, dikeringkan dengan sentrifugasi vakum (RC 10.22; Jouan,

Saint-Nazaire, Prancis), dan dilarutkan dalam air.

c. Analisis NMR.

Produk akhir dari konversi genistein oleh strain Mt1B8 diisolasi dari supernatan

fermentasi oleh SPE seperti yang dijelaskan di atas. Untuk pemurnian lebih lanjut,

sampel 100-l dipisahkan menggunakan sistem HPLC yang dijelaskan di atas. Fraksi yang

mengandung metabolit genistein dikumpulkan secara manual, dikumpulkan, dan

dikeringkan dengan sentrifugasi vakum. Spektra 1HNMR (500 MHz) dan 13C NMR

spektrum (125 MHz) direkam dalam dimetil sulfoksida-d6 menggunakan instrumen

Bruker Avance 500. Untuk 1H NMR dari 5-hydroxy-equol: 2.69–2.74 (m, 1H, 4-H),

4.06–4.09 (m, 1H, 2-H), 4.32–4.35 (m, 1H, 2-H) , 5.69, 5.88 (masing-masing, J 2.2Hz,

2H, 6-H, 8-H), 6.70 (d, J 8.5Hz, 2H, 3 -H, 5 -H), 7.08 (d, J 8.5 Hz, 2H, 2 -H, 6 -H); sinyal

untuk dua proton alifatik (4-H, 3-H) tidak ditugaskan. Untuk 13C NMR 5-hydroxy-equol:

70.10 (C-2), 94.17, 95.18 (C-6, C-8), 115.35 (C-3, C-5), 128.37 (C-2 , C-6),

18
155.44.156.19.156.24.156.44 (C-4, C-5, C-7, C-8a); sinyal untuk empat karbon (C-3, C-

4, C-4a, C-1) tidak ditetapkan.

d. Uji Kemurnian

Uji kemurnian dilakukan menggunakan berbagai campuran fase gerak, yaitu n-heksana,

kloroform, etil asetat dan n-butanol. Jika isolat tetap menunjukkan noda tunggal pada plat

kromatogram dengan fase gerak yang berbeda, menunjukkan isolat relatif murni secara

KLT, bahwa isolat tersebut hanya mengandung satu macam senyawa.

2.8 Isolasi

Prosedur isolasi. STRAIN Mt1B8 diisolasi dari ileum dari seorang wanita 12-weekold

TNF ADALAH C57BL / 6 Prosedur isolasi. STRAIN Mt1B8 diisolasi dari ileum dari seorang

wanita 12-weekold TNF ADALAH C57BL / 6 Prosedur isolasi. STRAIN Mt1B8 diisolasi dari

ileum dari seorang wanita 12-weekold TNF ADALAH C57BL / 6 Prosedur isolasi. STRAIN

Mt1B8 diisolasi dari ileum dari seorang wanita 12-weekold TNF ADALAH C57BL / 6 Prosedur

isolasi. STRAIN Mt1B8 diisolasi dari ileum dari seorang wanita 12-weekold TNF ADALAH

C57BL / 6 tikus (28) dalam perjalanan dari percobaan yang bertujuan identifikasi bakteri yang

berhubungan dengan radang mukosa. Penggunaan hewan telah disetujui oleh Komite Perawatan

dan Penggunaan Hewan Bavarian (persetujuan tidak ada. 55.2-1-54-2531-74-06). Sampel ileum

disiapkan seperti yang dijelaskan sebelumnya (17). STRAIN Mt1B8 diisolasi pada MT1 agar

setelah inkubasi dari suspensi sel ileum murni (100 l) pada 37 ° C Mt1B8 diisolasi pada MT1

agar setelah inkubasi dari suspensi sel ileum murni (100 l) pada 37 ° C selama 9 hari dalam

kondisi anaerob dalam stoples disegel menggunakan AnaeroGen sachet (Oxoid). Komposisi

MT1 agar (pH 7,7) adalah 5 g / liter mucin (katalog ada M1778;. Sigma), 500 mg / liter sistein, 1

19
mg / liter ekstrak ragi, 20 g / liter asam folat, 20 g / liter vitamin B 12, 50 mM NaHCO 3, 10 mM

CH 3 COONa, 5 mM Na 2 HPO ragi, 20 g / liter asam folat, 20 g / liter vitamin B 12, 50 mM

NaHCO 3, 10 mM CH 3 COONa, 5 mM Na 2 HPO ragi, 20 g / liter asam folat, 20 g / liter

vitamin B 12, 50 mM NaHCO 3, 10 mM CH 3 COONa, 5 mM Na 2 HPO ragi, 20 g / liter asam

folat, 20 g / liter vitamin B 12, 50 mM NaHCO 3, 10 mM CH 3 COONa, 5 mM Na 2 HPO ragi,

20 g / liter asam folat, 20 g / liter vitamin B 12, 50 mM NaHCO 3, 10 mM CH 3 COONa, 5 mM

Na 2 HPO ragi, 20 g / liter asam folat, 20 g / liter vitamin B 12, 50 mM NaHCO 3, 10 mM CH 3

COONa, 5 mM Na 2 HPO ragi, 20 g / liter asam folat, 20 g / liter vitamin B 12, 50 mM NaHCO

3, 10 mM CH 3 COONa, 5 mM Na 2 HPO ragi, 20 g / liter asam folat, 20 g / liter vitamin B 12,

50 mM NaHCO 3, 10 mM CH 3 COONa, 5 mM Na 2 HPO ragi, 20 g / liter asam folat, 20 g /

liter vitamin B 12, 50 mM NaHCO 3, 10 mM CH 3 COONa, 5 mM Na 2 HPO ragi, 20 g / liter

asam folat, 20 g / liter vitamin B 12, 50 mM NaHCO 3, 10 mM CH 3 COONa, 5 mM Na 2 HPO

ragi, 20 g / liter asam folat, 20 g / liter vitamin B 12, 50 mM NaHCO 3, 10 mM CH 3 COONa, 5

mM Na 2 HPO 4, 5 mM NaCl, 3 mM KH 2 PO 4, 4, 5 mM NaCl, 3 mM KH 2 PO 4, 4, 5 mM

NaCl, 3 mM KH 2 PO 4, 4, 5 mM NaCl, 3 mM KH 2 PO 4, 4, 5 mM NaCl, 3 mM KH 2 PO 4, 1

mMCaCl 2, 1 mMMgCl 2, 10 MFeCl 3, dan 1% (wt / vol) agar. kemurnian strain dipastikan

seperti yang 1 mMCaCl 2, 1 mMMgCl 2, 10 MFeCl 3, dan 1% (wt / vol) agar. kemurnian strain

dipastikan seperti yang 1 mMCaCl 2, 1 mMMgCl 2, 10 MFeCl 3, dan 1% (wt / vol) agar.

kemurnian strain dipastikan seperti yang 1 mMCaCl 2, 1 mMMgCl 2, 10 MFeCl 3, dan 1% (wt /

vol) agar. kemurnian strain dipastikan seperti yang 1 mMCaCl 2, 1 mMMgCl 2, 10 MFeCl 3,

dan 1% (wt / vol) agar. kemurnian strain dipastikan seperti yang 1 mMCaCl 2, 1 mMMgCl 2, 10

MFeCl 3, dan 1% (wt / vol) agar. kemurnian strain dipastikan seperti yang 1 mMCaCl 2, 1

mMMgCl 2, 10 MFeCl 3, dan 1% (wt / vol) agar. kemurnian strain dipastikan seperti yang

20
dijelaskan sebelumnya (14). Saring Mt1B8 adalah, gram positif, berbentuk batang bakteri ketat

anaerob yang tumbuh sebagai sel tunggal, sebagaimana ditentukan oleh pengamatan mikroskopis

setelah pewarnaan Gram dan dengan uji KOH (22). Sebuah analisis dari urutan parsial (1338 bp)

dari gen 16S rRNA strain Mt1B8 dilakukan seperti yang dijelaskan sebelumnya (13), dan

hasilnya menunjukkan bahwa strain Mt1B8 adalah anggota keluarga Coriobacteriaceae. Sejak

tiga bakteri equol pembentuk diisolasi dari strain Mt1B8 adalah anggota keluarga

Coriobacteriaceae. Sejak tiga bakteri equol pembentuk diisolasi dari strain Mt1B8 adalah

anggota keluarga Coriobacteriaceae. Sejak tiga bakteri equol pembentuk diisolasi dari tikus dan

usus manusia (29, 30, 49) juga termasuk ke dalam

Coriobacteriaceae, kami fokus pada konversi avones iso fl oleh ketegangan Mt1B8.

Coriobacteriaceae, kami fokus pada konversi avones iso fl oleh ketegangan Mt1B8. pertumbuhan

bakteri. Saring Mt1B8 secara rutin disimpan dan tumbuh di bawah kondisi ketat pertumbuhan

bakteri. Saring Mt1B8 secara rutin disimpan dan tumbuh di bawah kondisi ketat anoxic di infus

(BHI) kaldu otak jantung (Roth, Karlsruhe, Jerman) dalam tabung Hungate dengan sumbat karet

butil dan topi sekrup. The BHI broth telah dilengkapi dengan 0,5 g / liter sistein hidroklorida

(Merck, Darmstadt, Jerman). Tabung 16-ml mengandung 10 media ml dan H 2- BERSAMA

hidroklorida (Merck, Darmstadt, Jerman). Tabung 16-ml mengandung 10 media ml dan H 2-

BERSAMA hidroklorida (Merck, Darmstadt, Jerman). Tabung 16-ml mengandung 10 media ml

dan H 2- BERSAMA

2 (80:20, vol / vol) fase gas diinokulasi dengan 100 l dari budaya semalam dan diinkubasi pada

37 ° (80:20, vol / vol) fase gas diinokulasi dengan 100 l dari budaya semalam dan diinkubasi

21
pada 37 ° C. pertumbuhan bakteri dipantau turbidometrically dengan menentukan densitas optik

di 600 nm (OD 600). teknik anoxic yang digunakan telah dijelaskan di tempat lain (9).

eksperimen konversi. Untuk percobaan konversi, iso fl avonoids dilarutkan dalam dimetil

eksperimen konversi. Untuk percobaan konversi, iso fl avonoids dilarutkan dalam dimetil

sulfoksida (20 larutan stok mM) dan steril disaring (Millex-GV fi lter; Millipore, Billerica, MA).

Untuk tabung yang berisi 10 ml BHI broth, 50 l (daidzein, genistein, dihydrogenistein) atau 32 l

tabung yang berisi 10 ml BHI broth, 50 l (daidzein, genistein, dihydrogenistein) atau 32 l tabung

yang berisi 10 ml BHI broth, 50 l (daidzein, genistein, dihydrogenistein) atau 32 l

(dihydrodaidzein) dari larutan stok ditambahkan dengan menggunakan jarum suntik. Tabung

diinokulasi dengan 200 l dari budaya semalam (ca. 2,8 10 6 sel) strain Mt1B8 dan diinkubasi

pada 37 ° diinokulasi dengan 200 l dari budaya semalam (ca. 2,8 10 6 sel) strain Mt1B8 dan

diinkubasi pada 37 ° diinokulasi dengan 200 l dari budaya semalam (ca. 2,8 10 6 sel) strain

Mt1B8 dan diinkubasi pada 37 ° C. Sebagai kontrol, iso fl avonoids dan bakteri diinkubasi secara

terpisah di media. Sampel diambil pada waktu yang berbeda dengan jarum suntik dan

disentrifugasi pada

14.000

g selama 5 menit. Supernatan (20 l) secara langsung digunakan untuk tinggi g selama 5 menit.

Supernatan (20 l) secara langsung digunakan untuk tinggi g selama 5 menit. Supernatan (20 l)

secara langsung digunakan untuk tinggi kromatografi cair kinerja (HPLC) analisis. Untuk

percobaan induksi, saring Mt1B8 ditumbuhkan di BHI broth dilengkapi dengan daidzein,

genistein, dihydrodaidzein, atau dihydrogenistein di fi nal konsentrasi dari 100 M. Secara paralel,

genistein, dihydrodaidzein, atau dihydrogenistein di fi nal konsentrasi dari 100 M. Secara paralel,

22
budaya yang tumbuh tanpa adanya avonoids iso fl. Setelah inkubasi selama 14 jam, sama iso fl

avonoid atau iso lain fl avonoid ditambahkan ke budaya yang sama pada fi konsentrasi nal dari

100 M. Tabung diinkubasi pada 37 ° C selama 26 jam. Sampel diambil setiap 2 jam untuk 100

M. Tabung diinkubasi pada 37 ° C selama 26 jam. Sampel diambil setiap 2 jam untuk digunakan

dalam analisis HPLC, penentuan OD 600, dan pengukuran protein. Berikut gangguan sel

digunakan dalam analisis HPLC, penentuan OD 600, dan pengukuran protein. Berikut gangguan

sel digunakan dalam analisis HPLC, penentuan OD 600, dan pengukuran protein. Berikut

gangguan sel dengan memanaskan mereka di 0,44 MNaOH, konsentrasi protein ditentukan

dengan metode bicinchoninic asam (BCA-1 kit; Sigma, Deisenhofen, Jerman) dengan albumin

serum sapi sebagai standar.

2.9 Efek Farmakologis

Bioaktivitas fisiologis senyawa isoflavon telah banyak diteliti dan ternyata menunjukkan

berbagai aktivitas berkaitan dengan struktur senyawanya. Aktivitas suatu senyawa ditentukan

pula oleh gugus-gugus yang terdapat 5 dalam struktur tersebut. Dengan demikian, dengan cara

derivatisasi secara kimia dan biologis, isoflavon dapat dibentuk menjadi senyawa-senyawa aktif

yang diinginkan.

Murakami (1984) mengemukakan bahwa aktivitas antioksidan ditentukan oleh bentuk

struktur bebas (aglikon) dari suatu senyawa. Menurut Hudson (Ahmad, 1990), aktvitas suatu

senyawa ditentukan pula oleh gugus –OH ganda, terutama dengan gugus C=O pada posisi C-3

dengan gugus –OH pada posisi C-2 atau pada posisi C-5. Hasil tranformasi isoflavon selama

23
fermentasi tempe, yaitu daidzein, genistein, glisitein dan Fakor-II, memenuhi kriteria sebagai

senyawa aktif. Sistem gugus fungsi demikian memungkinkan terbentuknya kompleks dengan

logam. Aktivitas estrogenik isoflavon terkait dengan struktur kimianya yang mirip dengan

stilbestrol, yang biasa digunakan sebagai obat estrogenik. Bahkan, isoflavon mempunyai

aktivitas yang lebih tinggi dari stilbestrol.

Menurut Oilis (Pawiroharsono, 2007) menunjukkan bahwa daidzein merupakan senyawa

isoflavon yang aktivitas estrogeniknya lebih tinggi dibandingkan dengan senyawa isoflavon

lainnya. Aktivitas estrogenik tersebut terkait dengan struktur isoflavon yang dapat

ditransformasikan menjadi equol, dimana equol mempunyai struktur fenolik yang mirip dengan

hormon estrogen.

Isoflavon pada kedelai berbentuk senyawa konjugat dengan senyawa gula melalui ikatan -O-

glikosidik. Selama proses fermentasi, ikatan -O- glikosidik terhidrolisa, sehingga dibebaskan

senyawa gula dan isoflavon aglikon yang bebas. Senyawa isoflavon aglikon tersebut dapat

mengalami transformasi lebih lanjut dengan membentuk senyawa-senyawa yang mempunyai

aktivitas biologi tinggi. Hal tersebut ditunjukkan oleh Murata (1985) yang membuktikan bahwa

faktor-II (6,7, 4-trihidroksi isoflavon) mempunyai aktivitas antioksidan dan antihemolisis lebih

baik dari daidzein dan genistein. Faktor-II (6,7,4-trihidroksi isoflavon) merupakan senyawa yang

terbentuk akibat proses fermentasi oleh aktivitas mikroorganisme. Selain itu, Jha (1985)

menemukan bahwa senyawa isoflavon lebih aktif 10 kali lipat dari senyawa karboksi kroman

(vitamin A).

Menurut penelitian Barz, et al. (1993) biosintesa Faktor-II dihasilkan melalui demetilasi

glisitein oleh bakteri Brevibacterium epidermis dan Micrococcus luteus atau melalui reaksi

24
hidroksilasi daidzein. Isoflavon utama pada kedelai terdiri dari genistein (4,5,7-

tryhydroxyisoflavone) dan daidzein (4,7-dihydroxyisoflavone), serta turunan β-glikosida,

gensitin dan daidzin. Ditemukan juga sejumlah kecil senyawa isoflavon lainnya seperti glycitein

(7,4-dihydroxy-6-methoxy-isoflavone) dan glikosidanya. Secara alami, isoflavon pada kedelai

hampir seluruhnya terdapat dalam bentuk β-glikosida (glikon). Bentuk glikosida dipertahankan

oleh tanaman sebagai bentuk inaktif sehingga dibutuhkan sebagai antioksidan.

Senyawa flavonoid untuk obat mula-mula diperkenalkan oleh seorang Amerika bernama

Gyorgy (1936). Secara tidak sengaja Gyorgy memberikan ekstrak vitamin C (asam askorbat)

kepada seorang dokter untuk mengobati penderita pendarahan kapiler subkutaneus dan ternyata

dapat disembuhkan. Mc.Clure (1986) menemukan pula oleh bahwa senyawa flavonoid yang

diekstrak dari Capsicum anunuum serta Citrus limon juga dapat menyembuhkan pendarahan

kapiler subkutan. Mekanisme aktivitas senyawa tersebut dapat dipandang sebagai fungsi alat

komunikasi (molecular messenger) dalam proses interaksi antar sel, yang selanjutnya dapat

berpengaruh terhadap proses metabolisme sel atau mahluk hidup yang bersangkutan, baik

bersifat negatif (menghambat) maupun bersifat positif (menstimulasi). Jenis senyawa isoflavon

di alam sangat bevariasi. Diantaranya telah berhasil diidentifikasi struktur kimianya dan

diketahui fungsi fisiologisnya, serta telah dapat dimanfaatkan untuk obat-obatan.

Berbagai potensi senyawa isoflavon untuk keperluan kesehatan antara lain:

a. Anti-inflamasi

Mekanisme anti-inflamasi menurut Loggia et al. (1986), terjadi melalui efek

penghambatan jalur metabolisme asam arachidonat, pembentukan prostaglandin,

pelepasan histamin, atau aktivitas radical scavenging suatu molekul. Melalui mekanisme

25
tersebut, sel lebih terlindung dari pengaruh negatif, sehingga dapat meningkatkan

viabilitas sel. Senyawa flavonoid yang dapat berfungsi sebagai anti-inflamasi adalah

toksifolin, biazilin, haematoksilin, gosipin, prosianidin, nepritin, dan lain-lain.

b. Anti-tumor/kanker

Isoflavon yang berpotensi sebagai antitumor/antikanker adalah genistein yang merupakan

isoflavon aglikon (bebas). Genistein merupakan salah satu komponen yang banyak

terdapat pada kedelai dan tempe. Penghambatan sel kanker oleh genistein diterangkan

oleh Peterson et al. (1997), melalui mekanisme sebagai berikut :

1) Penghambatan pembelahan/proliferasi sel (baik sel normal, sel yang terinduksi

oleh faktor pertumbuhan sitokinin, maupun sel kanker payudara yang terinduksi

dengan nonil-fenol atau bi-fenol A) yang diakibatkan oleh penghambatan

pembentukan membran sel, khususnya penghambatan pembentukan protein yang

mengandung tirosin;

2) Penghambatan aktivitas enzim DNA isomerase II;

3) Penghambatan regulasi siklus sel;

4) Sifat antioksidan dan anti-angiogenik yang disebabkan oleh sifat reaktif terhadap

senyawa radikal bebas;

5) Sifat mutagenik pada gen endoglin (gen transforman faktor pertumbuhan betha

atau TGFβ).

Mekanisme tersebut dapat berlangsung apabila konsentrasi genestein lebih besar dari 5μM.

c. Anti-virus

26
Mekanisme penghambatan senyawa flavonoida padavirus diduga terjadi melalui

penghambatan sintesa asam nukleat (DNA atau RNA) dan pada translasi virion atau

pembelahan dari poliprotein. Percobaan secara klinis menunjukkan bahwa senyawa

flavonoida tersebut berpotensi untuk penyembuhan pada penyakit demam yang

disebabkan oleh rhinovirus, yaitu dengan cara pemberian intravena dan juga terhadap

penyakit hepatitis B. Berbagai percobaan lain untuk pengobatan penyakit liver masih

terus berlangsung (Pawiroharsono, 2007).

d. Anti-alergi

Aktivitas anti-allergi bekerja melalui mekanisme sebagai berikut :

1) Penghambatan pembebasan histamin dari sel-sel mast, yaitu sel yang mengandung

granula, histamin, serotonin, dan heparin;

2) Penghambatan pada enzim oxidative nukleosid-3,5 siklik monofast fosfodiesterase,

fosfatase, alkalin, dan penyerapan Ca;

3) Berinteraksi dengan pembentukan fosfoprotein.

Senyawa-senyawa flavonoid lainnya yang digunakan sebagai anti-allergi antara lain

terbukronil, proksikromil, dan senyawa kromon.

4) Anti kolesterol

Efek isoflavon terhadap penurunan kolesterol terbukti tidak saja pada hewan percobaan

seperti tikus dan kelinci, tetapi juga manusia. Pada penelitian dengan menggunakan

tepung kedelai sebagai perlakuan, menunjukkan bahwa tidak saja kolesterol yang

menurun, tetapi juga trigliserida VLDL (very low density lipoprotein) dan LDL (low

density lipoprotein). Di sisi lain, tepung kedelai dapat meningkatkan HDL (high density

27
lipoprotein) (Amirthaveni dan Vijayalakshmi, 2000). Mekanisme lain penurunan

kolesterol oleh isoflavon dijelaskan melalui pengaruh peningkatan katabolisme sel lemak

untuk pembentukan energi yang berakibat pada penurunan kandungan kolesterol (Sekiya

2000 dalam Pawiroharsono, 2007).

e. Penyakit kardiovaskuler

Berbagai pengaruh positif isoflavon terhadap sistem peredaran darah dan penyakit

jantung banyak ditunjukkan oleh para peneliti pada aspek berlainan. Khususnya isoflavon

pada tempe yang aktif sebagai antioksidan, yaitu 6,7,4- trihidroksi isoflavon (Faktor-II),

terbukti berpotensi sebagai anti kotriksi pembuluh darah (konsentrasi 5μg/ml) dan juga

berpotensi menghambat pembentukan LDL (low density lipoprotein). Dengan demikian

isoflavon dapat mengurangi terjadinya arterosclerosis pada pembuluh darah (Jha, 1997).

Pengaruh isoflavon terhadap penurunan tekanan darah dan resiko CVD (cardio vascular

deseases) banyak dihubungkan dengan sifat hipolipidemik dan hipokholesteremik

senyawa isoflavon (Teramoto, et al. 2000).

f. Estrogen dan Osteoporosis

Pada wanita menjelang menopause, produksi estrogen menurun sehingga menimbulkan

berbagai gangguan. Estrogen tidak saja berfungsi dalam sistem reproduksi, tetapi juga

berfungsi untuk tulang, jantung, dan mungkin juga otak. Dalam melakukan kerjanya,

estrogen membutuhkan reseptor estrogen (ERs) yang dapat “on/off” di bawah kendali

gen pada kromosom yang disebut -ER. Beberapa target organ seperti pertumbuhan dada,

tulang, dan empedu responsif terhadap -ER tersebut. Isoflavon, khususnya genistein,

dapat terikat dengan -ER. Walaupun ikatannya lemah, tetapi dengan β-ER mempunyai

ikatan sama dengan estrogen (Pawiroharsono, 2007).

28
Senyawa isoflavon terbukti mempunyai efek hormonal, khususnya efek estrogenik. Efek

estrogenik ini terkait dengan struktur isoflavon yang dapat ditransformasikan menjadi

equol. Dimana equol mempunyai struktur fenolik yang mirip dengan hormon estrogen.

Mengingat hormon estrogen berpengaruh pula terhadap metabolisme tulang, terutama

proses kalsifikasi, maka adanya isoflavon yang bersifat estrogenik dapat berpengaruh

terhadap berlangsungnya proses 10 kalsifikasi. Dengan kata lain, isoflavon dapat

melindungi proses osteoporosis pada tulang sehingga tulang tetap padat dan masif

(Pawiroharsono, 2007).

Gambar 2.6 Aktivitas farmakologi Isoflavon

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

29
3.1.1. Flavanoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon,

dimana dua cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantai propane (C 3) sehingga

membentuk suatu susunan C6-C3-C6.

3.1.2. Isoflavon termasuk dalam golongan flavonoid yang merupakan senyawa

polifenolik. Stuktur kimia dasar dari isoflavon hampir sama seperti flavon, yaitu

terdiri dari 2 cincin benzen (A dan B) dan terikat pada cincin C piran heterosiklik,

tetapi orientasi cincin B nya berbeda.

3.1.3. Pada isoflavon cincin A dan B dihubungkan oleh tiga unit karbon serta

dihubungkan oleh oksigen pada cincin C. Biosintesis cincin B dan C melalui jalur

asam sinikimat, sedangkan cincin A disintesis melalui jalur asetat-malonat. Secara

spesifik, isoflavon terbentuk atas dua cincin benzene yang dihubungkan cincin pirano

heterosiklik dan terdapat substitusi fenol pada posisi tiga cincin pirano. Satu gugus

hidroksi dapat dijumpai pada tiap cincin benzena. Isoflavon terdiri atas daidzein,

genistein dan glisitein

3.1.4. Tanaman penghasil isoflavon yaitu : Capsicum anunuum serta Citrus limon ,

Asam askorbat dan kedelai

3.1.5. Metode ekstraksi berdasarkan jurnal dilakukan dengan metode maserasi

3.1.6. Metode pemisahan isoflavon menggunakan KLT, Kromatografi kolom dan HPLC

3.1.7. Metode Identifikasi dan pemurnian menggunakan metode : Analisis

Spektrofotometer UV-Vis, Analisis Spektrofotometer IR, Analisis UPLC-ESI-MS,

SPE dan Analisis NMR. Uji kemurnian menggunakan metode KLT

30
3.1.8. Aktivitas farmakologi Isoflavon antara lain : Anti-inflamasi, Anti tumor/kanker,

Anti virus, Anti-alergi, Anti kolesterol, Penyakit kardiovaskuler, Estrogen dan

Osteoporosis

3.2 Saran

Penelitian dibidang kimia flavonoid tiap tahun selalu berkembang pesat. Indonesia

dengan kekayaan alamnya yang melimpah, merupakan gudang bagi tersedianya senyawa-

senyawa flavonoid yang berkhasiat, yang yang siap untuk diekplorasi dan dieksploitasi oleh

para ilmuan. Dalam usaha mengeksplorasi dan memanfaatkan senyawa flavonoid ini ini,

perlu ditopang oleh tiga pihak yang bekerjasama yaitu pemerintah, dunia industri, dan para

ilmuan. Untuk itu perlu adanya persamaan persepsi bahwa penelitian adalah investasi.

31
DAFTAR PUSTAKA

Matthies, A dkk. 2008. Conversion of Daidzein and Genistein by an Anaerobic Bacterium Newly

Isolated from the Mouse Intestine. APPLIED AND ENVIRONMENTAL

MICROBIOLOGY, Aug. 2008, p. 4847–4852 Vol. 74, No. 15 0099-2240/08/$08.000

doi:10.1128/AEM.00555-08

Asih, I.R. 2009. ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA ISOFLAVON DARI KACANG

KEDELAI (Glycine max). JURNAL KIMIA 3 (1), JANUARI 2009 : 33-40

Fatmawati, N dkk. 2018. Aktivitas Antimalaria Senyawa Flavanon Terisoprenilasi Dari Kulit

Batang Erythrina fusca L. Jurnal Pharmascience, Vol. 05 , No.01, Februari 2018, hal: 55 -

62 ISSN-Print. 2355 – 5386 ISSN-Online. 2460-9560

iv

Anda mungkin juga menyukai