Anda di halaman 1dari 11

Kelompok 5 Offering C:

1. Dwi Darmayanti (190341764443)


2. Samsul Arifin (190341864410)
3. Siti Nurhikmah Mustadjuddin (190341864415)

LEMBAR KERJA MAHASISWA


SISTEM KOORDINASI

1. a. sel reseptor dibagi menjadi 2 yaitu reseptor saraf dan reseptor non saraf. Reseptor
saraf merupakan reseptor saraf yang paling sederhana, yang hanya berupa ujung dendrit
dari suatu sel saraf (tidak memiliki selubung mielin), dapat di temukan pada reseptor
nyeri nosiseptor. Reseptor non saraf merupakan struktur saraf yang lebih rumit dapat di
temukan dalam organ pendengaran vertebrata (berupa sel rambut) dan pada organ
penglihatan (berupa sel batang dan kerucut).

b. Apabila suatu jenis reseptor menerima rangsang yang sesuai maka membran reseptor
tersebut akan mengalami serangkaian peristiwa yang menyebabkan timbulnya potensial
aksi pada bagian tersebut. Potensial aksi yang terbentuk dinamakan potensial
reseptor atau potensial lokal. Dalam hal ini, potensial aksi tidak menjalar ke bagian
lainnya. Namun, jika rangsang yang diterima reseptor cukup kuat, potensial reseptor
yang timbul akan lebih besar. Makin besar rangsang yang diterima, makin besar pula
potensial lokal atau potensial reseptor yang dihasilkan, sehingga dapat melampaui batas
ambang perangsangan pada membran. Apabila hal ini terjadi, potensial aksi akan
menyebar ke membran di sebelahnya, hingga ke sel saraf aferen, bahkan ke membran sel
berikutnya. Dalam keadaan yang demikian, potensial aksi yang terbentuk pada reseptor
dinamakan potensial generator.
c. Ekspresi sensorik atau sensasi adalah interpretasi otak terhadap impuls yang datang
kepadanya dari saraf sensori. Ekspresi sensoris dapat terjadi pada organ sensoris tubuh
atau yang biasa dikenal dengan alat indera, antara lain kulit (indera peraba), mata (indera
penglihatan), telinga (indera pendengar), rasa (indera pengecap), dan hidung (indera
pembau).
2. a. Reseptor indera sakit merupakan ujung dendrit saraf telanjang, dan terdapat dalam
kulit, tulang, persendian, dan organ-organ dalam (viseral), ada dua tipe sensasi sakit,
yaitu sensasi sakit somatik dan sensasi sakit viseral. Sensasi sakit somatik, terjadi bila
reseptor rasa sakit dalam kulit, tulang, persendian, otot dan tendon mendapat rangsangan.
Reseptor sakit somatik merespon stimulus kimia dan mekanik. Sensasi sakit viseral
terjadi karena stimulus terhadap reseptor rasa sakit pada organ-organ tubuh dalam.
Reseptor ini juga merespon stimulus kimia dan mekanik

b. Perbedaan sensasi sakit somatik dan sensasi sakit viseral.

Sensasi Sakit Somatik Sensasi Sakit Viseral


(sakit tubuh) (sakit organ dalam)
Terjadi bila reseptor rasa sakit dalam Terjadi karena stimulasi terhadap
kulit, tulang, persendiaan, otot, dan reseptor rasa sakit pada organ-organ
tendon mendapat rangsangan tubuh dalam
Merespon stimuli mekanik dan kimia Merespon stimuli mekanik dan kimia
Mudah dikenali Kabur dan sering sulit ditentukan
tempatnya
Sering dirasakan pada permukaan tubuh Sering dirasakan pada permukaan tubuh
yang jauh dari asal sakit yang jauh dari asal sakit

c. Referred pain pathway adalah rasa atau sensasi sakit yang muncul di permukaan
tubuh jauh dari asal sakit. Nyeri yang berasal dari organ dalam, biasanya akibat
distensi organ berongga. Biasa disebut nyeri visceral/sensasi otonom. Contohnya rasa
sakit pada paru-paru dan diafragma terasa pada daerah leher.

3. a. Proses kerja indera pengecap: kuncup pengecap tergolong kemoreseptor yang


menerima rangsangan zat-zat kimia dalam makanan yang kita makan. Kuncup pengecap
tersusun atas sel reseptor dan sel-sel penyokong. Pada ujung sel reseptor yang
menghadap ke lubang pengecap dilengkapi dengan mikrofili yang disebut rambut
pengecap. Sel-sel reseptor akan berhubungan dengan ujung dendrit saraf pengecap yang
akan meneruskan impulsnya ke otak
b. Proses kerja indera penglihatan: Gelap = Membran plasma segmen luar
fotoreseptor mengandung saluran Na+ bergerbang kimia. Tidak seperti semua saluran
bergerbang kimiawi lainnya yang merespons terhadap pembawa pesan kimiawi ekstrasel,
saluran ini merespons terhadap pembawa pesan kedua internal, GMP siklik atau cGMP
(guanosin monofosfat siklik). Pengikatan cGMP ke saluran Na+ ini membuat saluran ini
tetap terbuka.Tanpa cahaya, konsentrasi cGMP tinggi, karena itu, saluran Na+
fotoreseptor, tidak seperti kebanyakan fotoreseptor terbuka jika tidak terdapat
rangsangan, yaitu dalam keadaan gelap. Kebocoran pasif Na+ masuk ke sel menyebabkan
depolarisasi fotoreseptor. Penyebaran pasif depolarisasi ini dari segmen luar (tempat
lokasi saluran Na) ke ujung sinaps (tempat penyimpanan neurotransmitter fotoreseptor)
membuat saluran Ca2+ berpintu voltase di ujung sinaps tetap terbuka. Masuknya kalsium
memicu pelepasan neurotransmiter dari ujung sinaps selama dalam keadaan gelap.
Terang = banyaknya sinar membuat konsentrasi cGMP menurun melalui serangkaian
reaksi biokimia yang dipicu oleh pengaktifan fotopigmen. Retinen berubah bentuk ketika
menyerap sinar. Perubahan konformasi ini mengaktifkan fotopigmen. Sel batang dan sel
kerucut mengandung suatu protein G yang dinamakan transdusin. Fotopigmen yang telah
aktif mengaktifkan transdusin, yang sebaliknya mengaktifkan enzim intrasel
fosfodiesterase. Enzim ini menguraikan cGMP sehingga konsentrasi pembawa pesan
kedua ini di fotoreseptor berkurang. Selama proses eksitasi cahaya, penurunan cGMP
memungkinkan saluran Na+ berpintu kimiawi tertutup. Penutupan saluran in
menghentikan kebocoran Na+ penyebab depolarisasi dan menyebabkan hiperpolarisasi
membran. Hiperpolarisasi ini, yang merupakan potensial reseptor secara pasif menyebar
dari segmen luar ke ujung sinaps fotoreseptor. Di sini perubahan potensial menyebabkan
penutupan saluran Ca2+ berpintu voltase dan, karenanya, penurunan pelepasan
neurotransmiter dari ujung sinaps. Karena itu, fotoreseptor dihambat oleh stimulus
adekuatya (mengalami hiperpolarisasi oleh cahaya) dan tereksitasi jika tidak mendapat
stimulasi (mengalami depolarisasi dalam keadaan gelap). Potensial hiperpolarisasi dan
penurunan pelepasan neurotransmiter yang ditimbulkannya berbeda-beda sesuai dengan
intensitas cahaya. Semakin terang cahaya, semakin besar respons hiperpolarisasi dan
semakin besar penurunan pelepasan neurotransmiter.

c. Proses kerja indera pendengaran: Gelombang bunyi yang masuk ke dalam telinga
luar menggetarkan gendang telinga. Getaran ini akan diteruskan oleh ketiga tulang
pendengaran ke jendela oval. Getaran struktur koklea pada jendela oval diteruskan ke
cairan limfa yang ada di dalam saluran vestibulum. Getaran cairan tadi akan
menggerakkan membran Reissner dan menggetarkan cairan limfa dalam saluran tengah.
Perpindahan getaran cairan limfa di dalam saluran tengah menggerakkan membran
basiler yang dengan sendirinya akan menggetarkan cairan dalam saluran timpani.
Perpindahan ini menyebabkan melebarnya membran pada jendela bundar. Getaran
dengan frekuensi tertentu akan menggetarkan selaput-selaput basiler, yang akan
menggerakkan sel-sel rambut ke atas dan ke bawah. Ketika rambut-rambut sel
menyentuh membran tektorial, terjadilah rangsangan (impuls). Getaran membran
tektorial dan membran basiler akan menekan sel sensori pada organ Korti dan kemudian
menghasilkan impuls yang akan dikirim ke pusat pendengar di dalam otak melalui saraf
pendengaran.
d. Proses kerja indera keseimbangan statis dan dinamis: Alat keseimbangan terdapat
dua macam yaitu alat keseimbangan dinamis (krista ampularis) dan alat
keseimbangan statis (makula akustika). Krista ampularis berada didalam ampula.
Jadi setiap telinga memiliki tiga ampularis yang posisinya tegak lurus satu sama lain.
Makula akustika terletak didalam sakulus dan utrikulus. Makula akustika alat
keseimbangan statis yang memberitahukan posisi kepala pada saat kita diam atau
melakukan gerak lurus beraturan. meskipun reseptor dalam sakulus ataupun utrikulus
pada dasarnya sama tetapi masing masing berorientasi pada arah yang berbeda. Pada
krista ampularis posisinya saling tegak lurus satu sama lain, dan masing masing
berpasangan kanan dan kiri. Setiap gerakan kepala akan dideteksi oleh paling tidak 2
krista ampularis, dimana sel reseptor salah satu krista akan mengalami depolarisasi dan
sel reseptor satunya akan mengalami hiperpolarisasi. Akibatnya setiap gerakan rotasi
kepala dan tubuh akan disadari, sehingga keseimbangan tubuh tetap terjaga. Dalam
utrikulus pada setiap sisi kepala, sebagian rambut sel reseptor terdepolarisasi dan
sebagian yang lain terhiperpolarisasi. Sel reseptor yang terdepolarisasi akan melepaskan
neurotransmitter yang selanjutnya diikuti terjadinya impuls pada ujung saraf sensoris
untuk diteruskan kepusat kesetimbangan di otak. Dengan demikian kita akan sadar posisi
kepala kita saat diam. Rambut resptor dalam utrikulus juga mengalami perubahan bila
kita melakukan gerak lurus horizontal.
Keterangan:
a: anatomi mikroskopik aparatus vestibularis
b: unit sel reseptor di ampula kanalis semisirkularis

4. Mekanisme aksi hormon melibatkan aksi hipofisis dan hipotalamus dan kelenjar
penghasil hormone salah satunya terjadi pada mekanisme kerja kelenjar tiroid. Dalam
skala normal, kelenjar tiroid membutuhkan yodium untuk mensekresikan hormon tiroid.
Yodium tersebut dibutuhkan sebagai bahan dasar untuk membuat hormon tiroid.

Tubuh memiliki mekanisme unik untuk menyesuaikan kadar hormon tiroid dalam
tubuh. Awalnya Hipotalamus akan menghasilkan Tyrotropin Releasing Hormone yang
akan merangsang kelenjar hipofisis (pituitari) untuk mengeluarkan Thyroid Stimulating
Hormone (TSH). Thyroid Stimulating Hormone (TSH) berfungsi untuk menstimulasi
kelenjar tiroid untuk mensekresikan hormon tiroid dalam darah. Menjaga keseimbangan
hormon tiroid dalam tubuh penting dilakukan. Keadaan dimana tubuh tidak memiliki
cukup hormon tiroid disebut hipotiroid, sedangkan keadaan dimana tubuh memiliki
terlalu banyak hormon tiroid disebut hipertioid.

Terdapat 2 hormon yang dihasilkan kelenjar tiroid yaitu Triiodotironin (T3) dan
Tiroksin (T4).

a. Tri-iodothyronin (T3)
Tri-iodothyronin adalah bentuk aktif dari Tiroksin (T4) yang kerjanya lebih
cepat, efektif dan efisine. Perubahan T4 menjadi T3 terjadi dalam hati dan beberapa
organ lain.
b. Tiroksin (T4)
Tiroksin adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang memiliki
efek ringan terhadap kecepatan metabolisme tubuh secara langsung. Di dalam hati
dan beberapa organ lain, T4 akan diubah menjadi T3 agar kerjanya lebih efektif dan
efisien.
Selain hormon tersebut, kelenjar tiroid juga memproduksi hormon kalsitonin,
yakni hormon yang berfungsi untuk mengatur kadar kalsium dalam darah. Sel yang
bertanggung jawab untuk produksi hormon ini adalah parafolikular sel. Kalsitonin
bisa menurunkan pelepasan protein dari tulang dengan menurunkan aktivitas
osteoklas di tulang.

5. Cara kerja hormon melalui kerjasama sinergisme, permisif dan antagonis


a. Sinergisme
Dalam interaksi sinergisme, saat dua hormon saling berinteraksi di jaringan
target, kombinasi efek kedua hormon tersebut lebih besar. Dengan kata lain, efek
kombinasi kedua hormon lebih besar daripada hanya efek yang dihasilkan dari satu
jenis hormon. Sebagai contoh: epinephrine, kortisol, dan glucagon merupakan tiga
hormon tugasnya masing-masing menaikkan kadar gula darah. Kenaikan gula darah
karena pengaruh satu hormon lebih rendah jika dibandingkan dengan kombinasi
ketiga hormone tersebut.

b. Permisif
Interaksi permisif saat satu hormon meningkatkan responsifitas jaringan target
terhadap hormon kedua. Dengan kata lain, hormon yang pertama akan meningkatkan
aktivitas hormon kedua. Sebagai contoh, pematangan sistem reproduksi memerlukan
hormon reproduksi dari hipotalamus, hipofisis dan gonad serta keberadaan hormon
dari kelenjar tiroid. Meskipun hormon tiroid tidak berpengaruh langsung ke sistem
reproduksi, namun ketiadaan hormon tiroid menghambat perkembangan sistem.
Sehingga hormon dari kelenjar tiroid mempunyai efek permisif pada sistem
reproduksi yang memfasilitasi kematangan seksual.

c. Antagonis
Efek antagonism terjadi apabila satu hormon bertindak berlawanan dengan
efek hormon lain. Sebagai contoh, insulin akan menurunkan kadar gula dalam darah
dan memfasilitasi pembentukan lipid. Sementara, glucagon meningkatkan kadar gula
dalam darah dan memicu degradasi lipid. Sehingga dapat dikatakan bahwa kedua
hormon ini mempunyai interaksi yang antagonis.

7. Permasalahan yang ditemukan dari kasus Ibu S adalah sebagai berikut:


a. Terpapar pestisida selama 10 tahun melalui kulit dan terhirup melalui sistem
pernafasan.
b. Terjadi pembesaran kelenjar tiroid.
c. Benjolan mengeras dan dicurigai telah menjadi kanker.
Berdasarkan permasalahan tersebut dan gelaja yang dialami ibu S maka dapat
dikatakan ibu S mengalami penyakit gondok. Gondok atau goiter merupakan pembesaran
kelenjar tiroid dan dapat terjadi dalam bentuk diffuse atau nodular. Pada pestisida
mengandung obat-obatan beracun dapat menghambat sintesis tiroksin, sebagai akibatnya
obat-obatan itu dapat menyebabkan penurunan kadar tiroksin dan melalui rangsangan
umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hipofisis. Keadaan ini
juga mengakibatkan pembesaran kelenjar tiroid dan timbulnya goiter. Hormon tiroksin
berfungsi untuk mengontrol proses pembakaran kalori yang dilakukan oleh tubuh,
sehingga jika Ibu S kekurangan berat badan, maka Ibu S mengalami kekurangan hormon
tiroid. Hormon tiroid juga berfungsi dalam mengatur suhu badan dan membantu
mengatur irama detak jantung dan tekanan darah. Jika terjadi gangguan sekresi hormon
tiroid, maka akan menyebabkan jantung berdebar-debar tidak teratur.

8. Salah satu masalah kesehatan yang disebabkan oleh terlalu seringnya terpapar peptisida
adalah Hipotiroidisme (kondisi dimana kelenjar tiroid tidak memproduksi cukup hormon
tiroid) dan bisa menjadi salah satu penyebab munculnya gondok pada ibu tersebut.
Pestisida yang banyak digunakan oleh petani adalah klorpirifos (insektisida golongan
organofosfat) dan mancozeb (fungisida golongan karbamat). Kedua pestisida tersebut
merupakan Thyroid Disrupting Chemical’s (TDCs). Banyak penelitian sudah
membuktikan bahwa paparan salah satu dari keduanya berdampak hipotiroidisme.
Paparan klorpirifos dosis 5 mg/KgBB pada tikus wistar selama 14 hari menyebabkan
hipotiroid dengan menurunkan kadar hormon T3 dan T4 serta meningkatkan kadar
hormon TSH. Hal ini terjadi karena paparan klorpirifos menyebabkan degenerasi dan
apoptosis sel-sel folikel tiroid yang diikuti dengan penurunan sekresi sel-sel tersebut
(Shady et al., 2010).
Ketika pestisida masuk ke dalam tubuh, pestisida akan menempel pada enzim
kholinesterase, akibatnya terjadi hambatan pada aktifitas enzim kholinesterase, sehingga
terjadi akumulasi substrat (asetilkholin) pada sel efektor. Keadaan tersebut akan
menyebabkan gangguan pada syaraf yang berupa aktifitas kholinergik secara terus
menerus akibat asetikholin yang tidak dihidrolisis. Asetilkholin berperan sebagai
jembatan penyebrangan bagi mengalirnya getaran-getaran syaraf. Melalui sistem syaraf
inilah organ-organ didalam tubuh menerima informasi untuk mempergiat atau
mengurangi aktifitas sel pada organ. Pada sistem syaraf, stimulasi yang diterima
dijalarkan melalui serabut-serabut syaraf (akson) dalam bentuk impuls. Setelah impuls
syaraf oleh asetilkholin diseberangkan/diteruskan melalui serabut, enzim kholinesterase
memecahkan asetilkholin dengan cara menghidrolisis asetilkholin menjadi kholin dan
sebuah ion asetat, impuls syaraf kemudian berhenti. Apabila ada gangguan pada sistem
syaraf karena gagalnya enzim kolinesterase memecah asetilkholin maka fungsinya
menjadi berjalan tidak sempurna dan akibatnya informasi yang seharusnya sampai pada
kelenjar menjadi terganggu dan ini akan mengakibatkan pelepasan hormon-hormon dari
kelenjar sasaran menjadi terganggu (Sungkawa, 2007).

9. Secara umum, penyakit gondok bisa diatasi dengan beberapa cara berikut:

 Levotiroksin. Obat ini digunakan untuk mengatasi penyakit gondok dengan kadar
hormon tiroid yang rendah.
 Obat antitiroid (misalnya propylthiouracil atau methimazole). Obat ini diberikan
pada penyakit gondok dengan kadar hormon tiroid yang tinggi.
 Operasi pengangkatan tiroid. Jika ukuran gondok cukup besar hingga menyebabkan
gangguan dalam bernapas dan membuat penderita sulit menelan, dokter dapat
menganjurkan operasi pengangkatan tiroid (tiroidektomi). Prosedur bedah ini
bertujuan untuk mengangkat sebagian atau seluruh kelenjar tiroid. Operasi juga
disarankan jika gondok disebabkan oleh kanker tiroid.
 Terapi nuklir tiroid. Terapi nuklir akan menghancurkan sel-sel tiroid, sehingga
ukuran gondok mengecil. Meski demikian, metode ini dapat menyebabkan
hipotiroidisme, sehingga perlu diberikan tambahan hormon dari luar (terapi hormon).

10. Jika dilihat dari cara pengobatannya, setiap cara menuju pada spesifikasi yang berbeda-
beda jadi menentukan mana yang terbaik sangat sulit. Tapi solusi yang mungkin dan
sepertinya sering digunakan untuk mengatasi penyakit gondok adalah cara 1
(Levotiroksin) dan 2 (Obat antitiroid).

Anda mungkin juga menyukai