Anda di halaman 1dari 18

Masih segar di ingatan kita akhir tahun 2011 lalu Indonesia dikejutkan oleh konflik di Mesuji,

Lampung. Kasus ini hingga menggegerkan berbagai pihak, mulai masyarakat sipil, Non Governmental
Organization (NGO), Komnas HAM, DPR RI, dan kepala negara. DPR RI membentuk tim pencari fakta
untuk menelusuri penyebab masalah dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan
instruksi kepada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Kepala Polri. Ada dua instruksi yang
dikeluarkan presiden. Pertama, memerintahkan Menko Polhukam dan Kapolri untuk melakukan
pembuktian fakta dan pembenaran tentang kasus di Mesuji. Kedua, menginstruksikan agar jajaran
pemerintah mencari solusi dengan melibatkan semua unsur, misalnya Komisi Nasional HAM, warga,
pihak perusahaan, dan tokoh masyarakat. (http://nasional.kompas.com, 15/12/2011).

Komnas HAM mengeluarkan rekomendasi kepada pemerintah dan kepolisian terkait penyelesaian
masalah. Sementara di kalangan aktivis mulai terdengar tuntunan “reforma agraria” dan “penuntasan
pelanggaran HAM ini secara hukum”. Di antaranya Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak
Kekerasan (Kontras) mendesak pemerintah agar segera mencari solusi agar tidak terjadi ‘kebiasaan’
kekerasan terhadap masyarakat sipil. Organisasi Kepemudaan (OKP) pun menyuarakan hal yang
sama. 

Dalam tulisan singkat ini, penulis mencoba menyampaikan kronologi kasus Mesuji sesuai hasil
penelusuran penulis, analisis, dan tawaran solusi yang dapat diterapkan untuk mediasi atau tindakan
preventif. Penulis berharap apa yang dipaparkan dalam makalah ini tidak hanya bersifat abstrak,
tetapi mudah diimplementasikan oleh masyarakat awam sekali pun. 

Berdasarkan temuan Komnas HAM, konflik Mesuji-Lampung sudah terjadi sejak tahun 2009 antara
perusahaan Kelapa Sawit dan Karet milik warga negara Malaysia, PT Silva Inhutama, dengan warga
Kabupaten Mesuji. Akar masalahnya berdasarkan temuan Komnas HAM terletak pada pelebaran Hak
Guna Usaha (HGU) lahan dari 35 ribu hektar menjadi 43 ribu hektar. PT Silva Inhutama awalnya
membeli HGU dari Perhutani untuk lahan seluas 35 ribu hektar yang tidak mencakup pemukiman
warga. Masalah mulai muncul ketika kemudian PT SI mendapat HGU sebanyak 43 ribu hektar dimana
sekitar 5 desa dengan ribuan penduduk termasuk di dalamnya (http://regional.kompas.com,
15/12/11). 

Pasca penerbitan ini, PT SI mulai memasuki pemukiman. Warga disuruh meninggalkan kampung
namun mereka menolak. Di situlah terjadi tekanan-tekanan oleh tim terpadu bentukan Pemerintah
Daerah Tingkat I dan II yang terdiri dari polisi dan TNI. Rumah-rumah warga dirobohkan dan
sebagian warga ditangkap. Pelanggaran HAM ini terjadi antara 2010 – 2011. Yang terparah terjadi
pada 2011, karena banyak warga yang ditembak dan ada pula yang ditembak. 

Dalam sengketa lahan Mesuji-Lampung ini, Perhutani menerbitkan HGU sebanyak dua kali. Hal ini
menjadi indikator yang jelas akan adanya ‘perampasan’ hak untuk bermukim. Pemerintah daerah
telah mengetahui bahwa lima desa yang lahannya terkena HGU telah lama ada, dan kini jumlah
penduduknya mencapai ribuan. Namun, mereka tetap menerbitkan HGU untuk perusahaan asing
tanpa mempertimbangkan realitas tersebut. Pembentukan tim terpadu menyusul penerbitan HGU
adalah hal lain yang mengindikasikan adanya upaya perampasan. 

Sikap pemerintah dalam kasus ini sangat bercabang. Di satu sisi menggunakan Pasal 33 (3) tentang
penguasaan bumi, air, dan ruang angkasa serta kekayaannya, namun melupakan kewajiban untuk
hadir melindungi seluruh bangsa Indonesia dan segenap tumpah darah Indonesia yang menjadi
amanat dasar UUD 1945. 

Sikap ini tampaknya telah disepakati bersama, karena pada kasus-kasus lainnya juga demikian. Hal
ini diperparah dengan lemahnya undang-undang yang tidak berpihak pada warga negara. Tanah-
tanah yang tidak diketahui kepemilikannya dinyatakan sebagai milik negara meskipun ada yang
menghuni selama puluhan tahun. Penggusuran tragis yang terjadi di Kampung Budi Darma, Jakarta
pada tahun 2009 adalah salah satu contohnya. Kampung itu dulunya adalah rawa-rawa, kemudian
dibuka oleh seseorang yang akrab disapa Kong Bakrie pada tahun 1980-an. Setelah banyak
penghuni, pada tahun 2003 tiba-tiba ada plang yang menyebutkan tanah tersebut adalah milik
Pemda DKI Jakarta. Setelah ditelusuri, tanah itu dinyatakan sebagai milik sebuah perusahaan
(http://amanindonesia.org/news, 09/02/11). Dari kasus ini, jelas pemerintah lebih mengutamakan
kepentingan perusahaan daripada hak mukim warga. 

Menurut Kontras, saat ini tercatat 8 kasus sengketa lahan. Dua di antaranya terjadi di Kecamatan
Mesuji, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan dan sengketa dengan PT Barat Selatan
Makmur Invesindo (BSMI) yang tak jauh dari Mesuji-Lampung. Di Mesuji-Sumsel pernah terjadi
bentrokan yang menewaskan 7 orang (seperti yang beredar di video-video) pada April 2011. Kasus ini
telah berlangsung sejak tahun 2000. Sementara pada konflik dengan PT Barat Selatan Makmur
Invesindo (BSMI), Komnas HAM mencatat 1 warga tewas dan 5 orang luka-luka akibat penembakan
oleh Marinir dan Brimob pada bulan November 2011. 

Solusi Preventif 
Apa yang harus dilakukan agar kasus seperti di Mesuji-Lampung tidak terulang kembali? Dalam
hemat penulis, harus ada upaya preventif dari pemerintah pusat dan daerah. Pertama, pemerintah
melakukan revisi atas UU Agraria. Substansi isinya harus melindungi warga negara. Kedua,
pemerintah pusat harus mengawasi pemerintah daerah, karena dalam beberapa kasus mereka
seringkali bertindak gegabah demi menyerap keuntungan sebesar-besarnya dari korporasi. Terbukti,
dalam konteks Mesuji-Lampung, Pemerintah Daerah Tingkat I dan II membentuk tim terpadu untuk
melakukan penertiban warga. Atas nama penertiban, tim ini kemudian merobohkan rumah warga,
menangkap ratusan orang, bahkan menembak mereka. Kerja ini harus mendapat pengawasan dari
pihak lain. Pihak yang dapat memerankan fungsi ini adalah NGO. Bahkan NGO harus mengambil
peran sebagai ‘pengawas’, sebab dalam konteks Indonesia, pemerintah dan perangkatnya kerap
menyelewengkan wewenang. Jika mereka luput dari pengawasan, maka besar kemungkinan akan
meletus kasus-kasus yang lebih besar. 

* Staf Divisi Kampanye AMAN Indonesia Any Rufaedah *

Any Rufaedah *
http://amanindonesia.org/discourse/2012/03/20/telaah-atas-kasus-mesuji[strip]lampung-.html

http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/15/07/23/nrxgky-pan-kasus-tolikara-
pelanggaran-konstitusi
Kasus mesuji

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Silang pendapat antara pemerintah dengan


korban kekerasan Mesuji, Sumatra Selatan membuat fakta yang terjadi
semakin kabur. Komnas HAM mencoba meluruskan duduk permasalah
sebenarnya yang terjadi di sana, sekaligus bagaimana solusinya.

Komisioner Komnas HAM, Ridha Saleh, mengungkapkan akar


permasalahan yang terjadi di Sungai Sodong, Mesuji, Ogan Komering Ilir,
Sumatra Selatan kepada Republika, Rabu (21/12).

 Ridha mengatakan, peristiwa di Desa Sungai Sodong dipicu oleh konflik


tanah. Dimana pada tahun 1997 terjadi perjanjian kerjasama antara PT
SWA dengan warga, terkait dengan 564 bidang tanah seluas 1070 ha milik
warga untuk diplasmakan.

Perjanjian tersebut untuk masa waktu 10 tahun, setelah itu akan


dikembalikan lagi kepada warga. Selama kurun waktu 10 tahun, setiap
tahunnya warga juga dijanjikan akan mendapat kompensasi.

 Namun hingga saat ini perusahaan ternyata tidak memenuhi perjanjian


tersebut. Akhirnya pada bulan april 2011 masyarakat Sungai Sodong
mengambil kembali tanah tersebut melalui pendudukan.

Tidak juga mengembalikan tanah tersebut, perusahaan malah menuduh


pendudukan tanah warga tersebut sebagai gangguan. Kemudian, pada
tanggal 21 april 2011, dua orang warga yakni Indra (ponakan) dan Saytu
(paman) sekitar pukul 10.00 WIB keluar rumah berboncengan bertujuan
ingin membeli racun hama. 

Mereka melewati jalan poros perkebunan warga (bukan wilayah sengketa


dan di luar Desa Sungai Sodong). Tidak ada yang mengetahui
peristiwanya, tiba-tiba pada pukul 13.00 WIB tersebar kabar ada yang
meninggal 2 orang. Berita itu sampai ke warga Sodong termasuk keluarga
korban.

Mendengar berita tersebut, keluarga korban termasuk paman dan adiknya


langsung menuju TKP dan menemukan Indra terkapar di jalan dengan luka
tersayat lehernya(tidak sampai putus) dan diduga ada 3 luka tembak, dua
di dada dan satu di pinggang. Sementara Saytu ditemukan di dekat
perkebunan kelapa sawit atau sekitar 70 meter dari jasad Indra, dengan
posisi tengkurap dalam keadaan sekarat.

"Saytu lalu ditanya adiknya siapa yang melakukan penganiayaan itu.


Saytu menjawab yang melakukan adalah satpam, pam swakarsa, dan
aparat," ungkap Ridha.

Lalu, sekitar pukul 14.00 WIB, sebagian warga mendatangi base camp
perusahaan dan ber unjuk rasa di situ. Mereka mempertanyakan, serta
meminta pertanggujawaban mengapa keluarga mereka dibunuh. Menurut
pengakuan warga, kata Ridha, saat berdemo mereka tidak melakukan
tindakan anarkis apalagi melakukan pembunuhan.

" terkait dengan 5 orang security perusahaan yang meninggal mereka


tidak tahu. Ini yang harus diluruskan," kata Ridha

http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/11/12/21/lwje30-ini-kronologis-kasus-mesuji-
versi-komnasham
Idul fitri 1436H di Tolikara tidak semeriah dan seindah di tempat lain di Indonesia.
Kaum muslimin di sana tidak bisa melakukan sholat Ied karena adanya penyerangan
ke arah Jamaah Sholat Ied dan berakhir dengan pembakaran Rumah, Kios dan
Masjid. Untuk pembakaran masjid ini memang ada dua versi. Versi pertama
menyatakan bahwa mereka para Teroris kristen ini memang sengaja membakar
masjid sedangkan kata pihak Teroris atau para pendukungnya, mereka membakar
kios namun merembet ke masjid. Apapun alasannya, yang jelas Masjid Terbakar di
Hari raya idul fitri.

Kerusuhan dan pembakaran kios dan majsid di tolikara papua, 1 Syawal 1436 H

Awal Mula pemicu. 


Awal mula pemicu dari semua ini adalah surat edaran dari Pengurus GIDI setempat.
Berikut surat edarannya .
Klik untuk memperbesar

GIDI merupakan kependekan ari GEREJA INJILI DI INDONEISA  yang "berkuasa" di


Tolikara Papua. Dalam surat edaran tersebut DENGAN SANGAT JELAS ada point
point berikut:

1. Umat islam DILARANG SHOLAT IED dan merayakan hari raya di kabupaten
tolikara
2. Umat muslimah DILARANG memakai JILBAB di Tolikara
3. Pelarangan pendirian GEREJA lain selain GEREJA GIDI.
4. Surat tembusan diberikan ke Polres, Danramil, Bupati dan DPRD
5. Surat ditandangani oleh Pdt Nayus Wenda dan Pdt Marthen Jingga
Walaupun Para pejabat berulang kali berusaha menutupi bahwa hal tersebut bukan
perkara agama dan masih perlu memverifikasi hal tersebut, namun Kepala Kantor
kemenag Tolikara membenarkan hal tersebut.  Kepala BIN yang baru bapak Sutiyoso
bahkan dengan tegas menyatakan memang GIDI ini menolak agama lain di
Tolikara dan MELARANG aliran Kristen lain selain GIDI. 

Respon Kementrian agama


Pihak departemen agama dari BIMAS KRISTEN sudah menyatakan permintaan maaf
kepada Umat islam dalam press release, sementara itu Menteri Agama Lukman
Hakim ketika diwawancarai TV one menyatakan bahwa memang sampai saat ini di
Tolikara belum ada Forum komunikasi umat beragama dengan alasan itu daerah
pemekaran. Sumber lain menyatakan bahwa Memang pihak GIDI tidak mau adanya
forum umat beragama, maunya mereka satu kabupaten SATU ALIRAN KRISTEN
GIDI semua. Kalau ada aliran kristen lainpun harus gabung. Kristen aja ga akur
bagaimana dengan ISLAM, sudah pasti mereka memusuhi. 

Komentar Para tokoh


Para tokoh agama Islam semuanya mengecam keras dan meminta tokoh Intelektual
di proses secara hukum. Sementara itu Presiden pada mulanya hanya menyatakan
permintaan maaf kepada umat islam atas peristiwa tersebut namun di hari berikutnya
menyatakan akan menegakan HUKUM terhadap para pelaku pembakaran termasuk
dalang dibalik semua ini. 

Namun, pihak GIDI pusat membantah bahwa surat itu diterbitkan atau minimal
menolak untuk menyetujui adanya surat edaran tersebut. Artinya pihak GIDI pusat
menyatakan bahwa "ITU KESALAHAN" pengurus GIDI lokal. Entah ini cuci tangan
atau memang tidak tahu saya tidak bisa komentar. 

Pihak GIDI pada awalnya menyatakan bahwa kerusuhan dan pembakaran itu diawali
oleh bentrok dengan polisi yang menjaga tempat sholat Ied.Pihak pemerintah,
terutama polisi dan kemendagri sudah membantahnya, bahkan menyatakan bahwa
Semua sudah sesuai prosedur terutama masalah tembakan peringatan. Artinya apa?
Proses pembubaran sholat ini sudah terencana dan terorganisir. 

Yang sangat disayangkan adalah ucapan wapres JK yang menyatakan semua gara
gara speaker. Bapak JK ini mungkin komentar sebelum baca surat edarannya.Sudah
JELAS JELAS mereka melarang adanya perayaan hari raya, eh malah si wapres ini
bilang lagi lagi speker. Pada akhirnya wapres juga mengoreksi pernyataanya dan
justru merasa Aneh dengan isi surat. 

Pihak KomnasHAM langsung mendapat kritikan pedas, sekarang bagaimana kerja


mereka? apakah mereka akan sama GARANGnya dengan pembarantasan terorisme,
pembunuhan terhadap para pembrontak di papua? Apakah mereka benar benar
independent?  Berita terbaru, komnasham meminta para perusuh dan dalangnya
diseret kepengadilan.

Masalah menyembunyikan fakta sebenarnya sudah menjadi rahasia umum para


pejabat dan tokoh politik. Biasanya, penyembunyian ini agar efeknya tidak merembet
kedaerah lain. Saya jadi ingat jaman megawati Wapres, Gusdur presiden dan sedang
Plesir keluar negeri saat konflik ambon maluku. Sehabis melihat langsung lokasi di
ambon, Megawati bilang "semua kondusif" lalu malamnya, di acara Gebyar BCA,
Bagito group bilang " Semuanya aman terkendali, tapi 7 desa hapus dibakar". 
Perhatikan kalimat Presiden dan wapresnya? Sangat disayangkan tidak ada kalimat
tegas:"TANGKAP DALANG intelekual dari semua ini". Mungkin Jokowi-JK mikir
masalah efek politik juga karena Papua adalah basis masa Jokowi JK di pilpres
kemarin.  Tokoh Islam jelas sangat kesal dengan pernyataan JK beberapa bulan lalu
yang menyatakan "Suara kaset ngaji" lewat speaker mengganggu. Saya tahu bahwa
maksudnya pak JK itu tolong ngajinya jangan pake kaset dan Jangan keras keras,
apalagi pas waktu shubuh agar tidak menganggu tidur. Tapi JUSTRU inilah yang
menjadi alasan orang KAFIR berani melarang adanya sholat ied, dan mungkin Suatu
saat ada daerah KRISTEN yang berani melarang penggunaan speaker untuk adzan.
Kepada YTH bapak JK, kalau NGOMONG dipikir dulu efeknya, MASA ketua Dewan
masjid Indonesia ga berpikir efek dari ucapannya? jangan sampai dijadikan senjata
ORANG KAFIR terutama masalah speaker. 

Perda Pelarangan Pembangunan tempat ibadah


Informasi terbaru menyatakan bahwa di tolikara ada perda yang melarang berdirinya
MASJID, yang boleh berdiri hanya mushola. Selain itu perda tersebut Pihak
kemendagri sedang menyelidiki  hal ini dan akan membatalkan perda tersebut jika
memang ada. Jika perda tersebut merupakan peraturan yang setujui oleh Bupati dan
DPRD, seharusnya Bupati dan para anggota dewan tersebut dari JABATANNYA.
namun, janji mendagri sudah cukup mendinginkan tinggal apakah jika perda itu ada
mau dicabut atau tidak. Yang lebih penting, kemendagri harus mengecek seluruh
perda di Indonesia dan memastikan bahwa didaerah lain tidak terjadi hal seperti ini.
Jika memang perda yang mengistimewakan GIDI itu ada, jelas sekali bahwa BUPATI
pun mendukung GIDI. jelas ini merupakan PELANGGARAN terhadap UUD 45 dan
dilakukan secara terorganisir. Kemana selama ini pemerintah indonesia? Kemana
kementrian agama? Kemana KomnasHAM?

Solusi 
Saat ini, semua pihak tengah bekerja menyelesaikan kasus ini. Kepala BIN sudah
mengantisipasi efek dari pembakaran ini, jangan sampai merembet kedaerah lain.
Pihak Mensos sudah menyiapkan bantuan untuk korban tolikara an kemendagri
sudah memberikan bantuan Alquran dan pembangunan kembali kios dan masjid yang
terbakar. 

Kaum muslimin sendiri berharap jangan karena para korban sudah diberi bantuan dan
masjid dibangun kembali terus masalah selesai. TIDAK BISA. Semua harus
memonitor perilaku kelompok agama seperti gidi yang ingin menguasai daerah
tertentu. INI INDONESIA, tidak ada satu agamapun yang bisa melarang kebebasan
beragama, emang ini jaman Abad kegelapan EROPA dimana GEREJA berkuasa?
MIKIR!. 
Coba baca kembali surat edaran gidi. Saya sendiri minimal berharap 2 orang pendeta
itu dijebloskan penjara dengan hukuman berat (minimal 10 tahun) dan Jika ada bukti
GIDI pusat berestui hal ini, sudah sepantasnya ALIRAN KRISTEN GARIS KERAS ini
DILARANG beraktifitas di Indonesia. 

InsyaAllah informasi ini akan saya update seusai perkembangan terbaru sampai
masalah benar benar tuntas dan keadilan serta HUKUM ditegakan
Tanpa diduga sebelumnya, upaya pemerintah menyelamatkan Bank Century dari kehancuran
akibat perampokan sistematis yang dilakukan pemiliknya berkembang cepat dan langsung masuk
ke pusat medan politik nan panas.

Sejatinya, pengucuran dana (yang menurut Menkeu Sri Mulyani sebatas menaikkan CAR atau
rasio kecukupan modal) sebesar Rp. 6,7 triliun hanya akan berbuntut pada pengusutan hukum di
BPK, KPK atau kepolisian jika terindikasi ada oknum yang merekayasa pengucuran dana segar
tersebut.

Artinya, dengan asumsi ada orang-orang di pemerintahan dan di manajemen Bank Century yang
menikmati keuntungan secara haram dari pengucuran dana, maka kasus ini, seperti biasa, akan
kembali menambah daftar panjang koruptor dan penjahat berkerah putih Indonesia.

Tapi ternyata yang merebak belakangan adalah konflik horizontal antara Wakil Presiden Jusuf


Kalla, MenkeuSri Mulyani dan Mantan Gubernur BI Boediono yang terpilih sebagai Wakil Presiden
RI periode 2009-2014.
Jusuf Kalla yang merasa dirinya hendak dibenamkan dalam kasus ini langsung bereaksi. Dia
segera mengoreksi tanggal audiensi antara dirinya dengan Sri Mulyani dan Boediono.

Sebelumnya Sri Mulyani mengaku melaporkan kasus Bank Century ke Wapres Jusuf Kalla tanggal
22 November atau sehari sebelum LPS mengeluarkan dana pertama sebesar RP. 2,7 triliun lebih.
Tapi menurut JK, Menkeu baru menghadap kepadanya (berhubung Presiden SBY masih berada di
AS) tanggal 25 November 2009.

“Jadi, seolah-olah saya tahu pengucuran dana itu. Padahal, saya tidak tahu sama sekali ,” papar
Wapres dalam sebuah jumpa pers yang dilengkapi dengan kronologi lengkap kasus Bank Century
(KOMPAS, 1/9).
Selain itu, JK juga memaparkan bahwa  Boediono tidak berani melaporkan pendiri Bank Century
Robert Tantular yang jelas-jelas menipu banknya sendiri senilai Rp. 1,4 triliun ke pihak kepolisian.

Karena Bank Indonesia tidak berani berbuat apa-apa dengan alasan tidak ada landasan hukum,
akhirnya Jusuf Kalla berinisiatif menginstruksikan kapolri menangkap Robert Tantular.

Langkah JK ini bisa ditanggapi dengan pikiran positif dan negatif.

Bagi yang berpikiran positif, apa yang dilakukan oleh JK adalah langkah yang tepat dalam rangka
mendudukkan setiap perkara pada porsi yang sebenar-benarnya. Termasuk soal aspek kriminal
dan langkah pemerintah yang dinilai tidak tegas dalam menangani kejahatan berkerah putih yang
selalu berulang dari zaman Edi Tansil hingga era Robert Tanular dengan nilai kerugian yang
fantastik hingga triliunan rupiah.

Tapi langkah JK ini juga bisa dianggap sebagai upaya penggembosan terhadap pemerintah terpilih.
JK dinilai sedang berusaha mencitrakan sosok seorang Boediono sebagai pemimpin yang tidak
tegas.
Bila ini berkembang terus tanpa kendali politis dari partai penguasa dan pemenang pemilu, tidak
mustahil citra pemerintahan SBY-Boediono langsung merosot bahkan sebelum mereka berdua
dilantik Oktober nanti.

Tapi apapun penilaian orang terhadap pernyataan-pernyata an keras JK seputar kasus Bank
Century, sayasepakat 1000% dengan ucapkan JK berikut :
“Pendapat saya sejak awal solusi terhadap bank-bank bermasalah tidak dengan  bail out karena
sesuai pengalaman tahun 1998 sehingga merugikan negara sampai Rp 600 triliun dalam bentuk
bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Hingga kini bahkan sampai 20 tahun mendatang rakyat
harus membayar dengan bunga dan pokok sebesar Rp 60 triliun melalui APBN. Padahal,
seharusnya kasus itu menjadi tanggung jawab pengawas bank yang ketat dari Bank Indonesia ,”
ujarnya.

Pertanyaannya, akankah Robert Tanular menjadi penjahat terakhir yang berhasil menggerus uang
negara dan masyarakat triliunan rupiah lewat jalur perbankan ?.

Atau besok kita kembali membaca kasus perampokan serupa ?.

Artikel ini dapat dibaca di :


Bank Century, Kartu Sakti Gembosi SBY-Boediono ?
http://iskandarjet. kompasiana. com/2009/ 09/01/bank- century-kartu- sakti-gembosi- sby-
boediono/

***
http://nasional.sindonews.com/read/1096244/13/kpk-terus-gali-kasus-korupsi-
hambalang-1459143924
JAKARTA - Kasus korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan
Sarana Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang di Kabupaten Bogor, Jawa Barat
kembali mencuat ke publik. 

Kasus ini kembali mencuat ke publik pasca Presiden Joko Widodo melihat kondisi
proyek tersebut pada 18 Maret 2016. 

Terkait proses hukum, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan masih


terus mendalami kasus tersebut. "Pertimbangannya ya hukum itu sendiri yang harus
menjamin kepastian agar tercapai keadilan, kebenaran dan kejujuran. Jadi semua
yang memiliki bukti (keterlibatan) harus diadili," kata Wakil Ketua KPK Saut
Situmorang melalui pesan singkat kepada wartawan, Senin (28/3/2016).

Dia menambahkan, sejauh ini belum ada cukup bukti untuk menjerat pihak lain.
"Sebegitu jauh belum ada lagi," katanya. (Baca juga: Soal Proyek Hambalang, Ini
Sarank KPK kepada Pemerintah)

Menurut Saut, institusinya tidak akan diam jika mendapatkan bukti keterlibatan pihak
lain dalam kasus Hambalang. "Tidak terbatas pada nama-nama tertentu yang telah
disebut-sebut selama ada bukti keterkaitan," katanya. (Baca juga: 

Pembangunan P3SON di Hambalang  di ata lahan seluas 32 hektare masuk pada


tahun anggaran 2010-2012. Proyek tersebut dihentikan karena KPK menemukan
kasus korupsi.

Kasus ini menjerat Andi Mallarangeng yang ketika itu menjabat Menteri Pemuda dan
Olahraga (Menpora) dan  dan adiknya Choel Mallarangeng. Tidak hanya mereka,
mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum juga tersandung kasus
yang sama. 
SENIN, 20 OKTOBER 2014
Kasus Korupsi Proyek Hambalang

Kasus Korupsi Proyek Hambalang

               hambalang. ©2012 Merdeka.com/imam buhori

PT Adhi KaryaTbk (ADHI) adalah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi


diIndonesia. Perusahaan yang didirikan pada tahun 1960 ini bermarkas di Jakarta,
Indonesia. Perusahaan ini awalnya bernama rchitecten-Ingenicure-en
Annemersbedrijf AssociatieSelle en de Bruyn, Reyerseende Vries N.V.
(AssociatieN.V.)saat kepemilikikannya masih di bawah Belanda.Namun sejaktanggal 11 Maret
1960,perusahaandi nasionalisasi dengan tujuan untuk memacupembangunan infrastruktur di
Indonesia.Bisnisnya termasuk layanan konstruksi, EPC, investasiinfrastruktur, properti, dan real
estate.

         Kronologi Kasus Korupsi Proyek Hambalang
Semuanya menjadi terbuka ketika Koordinator Anggaran Komisi X DPR RI yang
juga Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin,
ditangkap.Nazarmulai mengungkap berbagai aktifitas korupsi yang melibatkannya,
salah satunyakorupsi pada proyek Hambalang yang
ternyata juga melibatkan dedengkot-dedengkot Partai Demokrat lainnya:
AnasUrbaningrum, AndiAlfianMallarangeng, dan Angelina Sondakh.

Dalam perjalanannya, muncullah kronologi sebagai berikut:

1 Agustus 2011: KPK mulai menyelidiki kasus korupsi proyek Hambalang senilaiRp


2,5triliun.

8 Februari 2012:Nazar menyatakan bahwa ada uangRp 100 miliar yang dibagi-bagi,


hasil dari korupsi proyek Hambalang. Rp50
miliar digunakan untuk pemenanganAna ssebagai Ketua Umum Partai Demokrat;
sisanyaRp 50 miliar dibagi-bagikankepada anggota DPR RI,
termasuk kepada Menpora Andi Alfian Mallarangeng.
9 Maret 2012:Anas membantah pernyataan Nazar. Anas bahkan berkata dengantegas,
“Satu rupiah sajaAnas korupsi Hambalang, gantung Anas di Monas.

5 Juli 2012: KPK menjadi kantersangka DediKusnidar, Kepala Biro


Keuangan danRumah tangga Kemenpora.
Dedidi sangkakan menyalah gunakan wewenangsebagai pejabat pembuat komitmen p
royek.

3 Desember 2012: KPK
menjadikan tersangka Andi Alfian Mallarangeng dalam posisinya sebagai Menpora da
n pengguna anggaran. Selain itu, KPK jugamencekal Zulkarnain Mallarangeng,
adikAndi, dan M. Arif Taufikurrahman, pejabat PT AdhiKarya.

22 Februari 2013: KPK menjadikan tersangka Anas Urbaningrum.


Anas didugamenerima gratifikasi berupa barang dan uang,
terkait dengan perannya dalamproyek Hambalang.

*****

Ide pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan,


dan Sekolah Olahraga Nasionaltercetus sejak jaman Menteri Pemuda dan Olahraga dij
abat oleh Adiyaksa Dault.

Dipilihlah wilayah untuk membangun, yaitu tanah di daerah Hambalang, Bogor, Jawa


Barat.Namun pembangunan urung terealisasi karena persoalan sertifikasitanah.

Saat Menpora dijabat Andi Alfian Mallarangeng, proyek Hambalangterealisasi.Tender
pun dilakukan.Pemenangnya adalah PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya.

Anas Urbaningrum diduga mengatur pemenangan itu bersama Muhammad
Nazaruddin, Angelina Sondakh, dan teman dekat Anas,
Mahfud Suroso. Masalahsertifikasi juga berhasil diselesaikan.

Pemenangan dua perusahaan BUMN itu ternyata tidak gratis. PT


DutasariCitralaras menjadi subkontraktor proyek Hambalang dan mendapat jatah seni
laiRp 63 miliar.

Perusahaan yang dipimpin Mahfud itu dikomisarisi oleh Athiyyah Laila, istri Anas.

Selain itu, PT Adhi Karya juga menggelontorkan dana terima kasih senilai Rp 100


miliar.

Setengah dana itu dipakai untuk pemenangan Anas sebagai Ketua Partai Demokratda
n sisanya dibagi-bagikan oleh Mahfud kepada anggota DPR RI,
termasuk kepadaMenpora Andi Mallarangeng.

Selain itu, Anas juga mendapatkan gratifikasi berupa mobil Toyota Harrier dariNazar.

         Bukti kecurangan proyek Hambalang

Tersangka kasus dugaan korupsi dalam proyek pembangunan PusatPendidikan,
Pelatihan,dan Sekolah Olahraga Nasional(PPPSON) DeddyKusnidar diketahui sempat melakukan k
orespondensi dengan PT
AdhiKarya untuk membahas pembangunan proyek Kementerian pemuda danOlahraga itu.
Koresponden siitu juga diketahui dilakukan untukmenegaskan PT
Adhi Karya tidak akan menuntut Kementerian jikapengajuan dan amulti years untuk proyek itu tid
akcair.

            Berdasarkan dokumen yang diterima Sindo news Kamis (26/7/2012), pada 19 Agustus 2010


lalu Deddy memberitahukan kepada PT Adhi Karya selaku pemenang tender, jika dana yang
telah ada untuk pembangunan proyek itu baru Rp262,7 miliar. Sementara proses
pengajuan pelaksanaan kontrak tahun jamak (multiyears) dengan total
nilai kegiatan direncanakan sebesar Rp 1,2 triliun sedangdilaksanakan.

Dalam surat itu juga Deddy menegaskan jika pengajuan tersebut tidak disetujui,
maka anggaran akan kembali pada anggaran semula,
dan pihak penyedia barangdan jasa pemborong tidak akan menuntut ganti rugi kepada pengguna 
barang danjasa dalam bentuk apapun.
Surat Deddy Kusdinar kepada
PT Adhi Karya itu menjadi bukti adanyakongkalikong untuk mengarahkan penganggaran multiyear
s, sekaliguskongkalikong pemenangan Adhi Karya sejak awal dalam proyek itu.

            Padahal, Kemenporadan PT
Adhi Karya baru menandatangani kontrakmultiyears proyek Hambalang pada 10 Desember
2010.Sementara persetujuankontrak tahun jamak disetujui Kementerian Keuangan melalui surat 
Nomor : S-553/MK.2/2010.
Bukti dokumen itu sendiri diperkuat dengan pernyataan WakilMenteri Keuangan (Wamenkeu)
Anny Ratnawati yang mengatakan,
Kemenporamemang telah melakukan pelanggaran aturan penganggaran,
karena Kemenporasudah melakukan kontrak kerjasama dengan pihak ketiga padahal belum adape
rsetujuan anggaran."Kontrak multiyears itu satu kesatuan,
sehingga seharusnyasebelum kontrak multiyears disetujui,
maka sebetulnya tidak diperkenankan untukmelakukan kontrak untuk hal-hal yang
menjadi kesatuan dalam persetujuanmultiyears," terang Anny di kantor KPK beberapa waktu lalu.
Anny menegaskanaturan itu jelas tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan
(PMK). Dimanaseharusnya ada persetujuan Menteri Keuangan lebih dulu.Dengan adanyapersetuju
an itulah yang kemudian dapat menjadi syarat ditandatangani kontraktahun jamak.

Berikutisisurat "kecurangan" antara Kemenpora dengan PT. Adhi Karya :

KepadaYth
CalonPenyediaJasaPemborong
diTempat

Diberitahukan dengan hormat bahwa kegiatan Pelaksaan Pembangunan
LanjutanPusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional di Hambalang,
Bogor, Jawa Barat pada Kementerian Pemudadan Olahraga tahun anggaran 2010
adalahsebesar Rp 262.784.897.000
(Dua ratus enam puluh dua milyar tujuh ratus delapanpuluh juta depalan ratus Sembil
an puluh tujuhriburupiah).
Sampai dengan saat ini, anggaran masih dalam proses
pengajuan pelaksanaankontrak tahun jamak (multiyears) dengan total
nilai kegiatan direncanakan sebesar Rp1.200.000.000.000
(Satu triliunduaratusmilyarrupiah)
Bila mana pengajuan tersebut tidak mendapatkan persetujuan maka anggarankegiata
n Pelaksaan Pembangunan Lanjutan Pusat Pendidikan,
Pelatihan danSekolah Olahraga Nasional di Hambalang, Bogor, Jawa Barat
kembali keanggaransemula dan pihak penyedia barang /jasa pemborongan tidak akan 
menuntut gantirugi kepada pengguna barang/jasa dalam bentuk apapun.

Jakarta,19Agustus2010
KepalaBiroPerencanaan
SelakuPejabatPembuatKomitmen

Drs.DeddyKusdinar,M.Pd
NIP.199959122319891001

TembusanYth:
Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga

Analisis :
Menurut kelompok kami
kasus korupsi proyek Hambalang ini disampingadanya oknum yang
tidak bertanggung jawab, yang dalam hal ini cukupmelibatkan banyak
orang. Ternyata dibalik semua itu diakibatkan adanyayang
mempunyai banyak uang tidak mendapatkan sanksi yang sesuai.Dan
dengan system pengelolaan keuangan yang morat-
marit sehingga membuatkasus tersebut semakin rancu. System hokum yang
terkesan tebang pilihmembuat para elit poli seenaknya mereka menggunakan 
uang Negara untukdisalah gunakan menjadi kepentingan sendiri dan partainya.
Hal ini sudahjelas telah melanggar etika bisnis di dalam proses
pengaggaran untukpembangunan fasilitas umum.
Dalam etika bisnis ada nilai dan norma yang
harus ditaati oleh para pesaingbisnis agar
tidak adanya kecurangan untuk memenangkan tender.
Sudah jelasdalam kasus ini praktik korupsi yang
dilakukan adalah memberi ataumenerima hadiah atau janji,
dan menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri / penyelenggara Negara)
jelas hal itu tindakan yang tidak bermoral danberetika serta merugikan banyak
orang dalam dunia bisnis
http://hildaagustina.blogspot.co.id/2014/10/kasus-korupsi-proyek-hambalang.html

http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/14/12/05/ng2qzj-mengingat-
kembali-awal-mula-kasus-bank-century

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus Bank Century bermula dari


penetapannya menjadi bank gagal berdampak sistemik. Menurut
jaksa penuntut umum KPK, Antonius Budi Satria penetapan
tersebut bertujuan untuk mendapatkan biaya penyelamatan
senilai total Rp 6,76 triliun dari Lembaga Penjamin Simpanan
(LPS).

Mulanya, pada 16 November 2008 Menteri Keuangan/Ketua


Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) Sri Mulyani Indrawati,
Gubernur BI Boediono, Deputi Gubernur Senior Miranda Swaray
Goeltom, Deputi Gubernur bidang Kebijakan Perbankan/Stabilitas
Sistem Keuangan Muliaman Hadad menggelar rapat di kantor BI.
Rapat saat itu membahas pertimbangan biaya penyelamatan
Bank Century.  

Namun, pada 20 November 2008 Dewan Gubernur BI (DGBI)


menyatakan tidak menginginkan Bank Century ditetapkan
sebagai bank gagal dan tetap dapat beroperasi. Siti Chalimah
Fadjriah selaku Deputi Gubernur bidang V Pengawasan Bank
Umum dan Bank Syariah serta Halim Alamsyah selaku Direktur
Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI
menyampaikan, berdasarkan penilaian, Bank Century tidak
tergolong sistemik secara individual. 

Menanggapi hal tersebut, mantan deputi gubernur Bank


Indonesia bidang 4 pengelolaan moneter dan devisa dan kantor
perwakilan (KPW) Budi Mulya tidak setuju dengan lampiran data
yang disampaikan Halim Alamsyah. Ia meminta agar data
tersebut tidak dilampirkan.
Melalui Boediono, masing-masing anggota Dewan Gubernur BI
terkait Century, dan seluruh anggota DGBI menyatakan setuju
kalau Bank Century ditetapkan sebagai bank gagal.

Rapat selanjutnya, pada 21 November 2008 sekitar pukul 04.30


WIB, Bank Century ditetapkan sebagai bank gagal berdampak
sistemik. Rapat dihadiri oleh Sri Mulyani, Boediono, Raden
Pardede serta konsultan hukum Arief Surjowidjojo. 

Padahal, menurut Ketua LPS Rudjito, Fuad Rahmany, Anggito


Abimanyu, Agus Martowardojo dalam keadaan normal seharusnya
Bank Century tidak terkategori sebagai bank berdampak sistemik.

Kemudian dilanjutkan dengan penghentian seluruh pengurus


Bank Century. Lalu, penyetoran modal mulai dikucurkan secara
bertahap terhitung 24 November 2008 hingga 24 Juli 2009
dengan total dana sebanyak Rp 6,76 triliun. 

Perbuatan tersebut pun merugikan keuangan negara dalam


pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek. Maka, Budi Mulya
dikenai pasal tentang penyalahgunaan kewenangan, kesempatan
atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga
dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara.

Lalu, pada Oktober 2009, LPS mengambil alih 90 persen lebih


saham Bank Century yang kemudian berganti nama menjadi Bank
Mutiara. Kini, LPS resmi mengalihkan saham PT Bank Mutiara Tbk
sebesar 99 persen kepada perusahaan investasi asal jepang, J
Trust senilai Rp 4,41 triliun.

Anda mungkin juga menyukai