Disusun Oleh :
1. Novam Tri Wikarno Putra (14556)
2. Febrina Dyah Prastiwi (14748)
3. Royana Khurri Rusdi (14763)
4. Abi Yusuf Bahtiar (14840)
5. Tika Wahyu N (14882)
Gol/Kelompok : A2/3
Asisten :
1. Lita Rahmadani
2. Kartika Aprilia Susanti
3. Aisyah Fitri Rohani
Salah satu yang dapat diusahakan adalah pemberian pupuk organik seperti vermikompos.
Vermikompos adalah kompos yang diperoleh dari hasil perombakan bahan-bahan organik yang
dilakukan oleh cacing tanah. Vemikompos merupakan campuran kotoran cacing tanah (casting)
dengan sisa media atau pakan dalam budidaya cacing tanah. Oleh karena itu, vermikompos
merupakan pupuk organik yang ramah lingkungan dan memiliki keunggulan tersendiri
dibandingkan dengan kompos lain. Vermikompos ini memiliki banyak kelebihan jika
dibandingkan dengan pupuk organik lain, karena vermikompos kaya akan unsur hara makro dan
mikro esensial serta mengandung hormon tumbuh tanaman seperti auksin, giberelin dan sitokinin
yang mutlak dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman yang maksimal (Marsono dan Sigit, 2001
cit. Silaen et al.,2013).
Pemberian pupuk kompos sangat berpengaruh pada pertumbuhan bibit kakao. Menurut
Sinaga (2001),pemberian kompos dengan proporsi kompos dengan tanah 2 : 5 mempunyai tinggi
bibit yang paling baik daripada perlakuan dengan proporsi 1: 5 atau 3:5 dengan tinggi bibit 28,99
cm. Jumlah daun paling banyak pada perlakuan kompos: topsoil 3: 5 dengan jumlah daun sebanyak
16,72 helai. Hal yang hampir sama juga terjadi pada luas daun. Berat kering dan berat segar
brankasan paling paik pada perlakuan 2: 5.
III. METODOLOGI
Praktikum Budidaya Tanaman Tahunan Acara II yang berjudul Tanggapan Bibit Kakao
dari Bagian Ujung, Tengah, dan Pangkal Buah Terhadap Macam Pupuk Organik dilaksanakan
pada hari Selasa, 26 Februari 2019 yang bertempat di rumah kaca dan di Laboratorium
Manajemen dan Produksi Tanaman, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bahan-bahan yang digunakan antara lain bibit kakao
(Theobroma cacao L.), tanah, pupuk organik (pupuk kandang sapi, pupuk kandang kambing,
pupuk kandang ayam, pupuk kompos, dan pupuk bekas cacing), kertas label, serta polibag.
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini, antara lain alat tanam dan alat tulis.
Langkah kerjanya, benih kakao yang telah dikecambahkan pada acara I ditanam pada
polibag berisi tanah yang telah disiapkan sesuai kebutuhan. Media tanam disiapkan dari tanah
yang dicampur dengan pupuk organik sesuai dengan perlakuan sebagai berikut:
Pengaruh macam pupuk organik
M0 = Kontrol
M4 = Pupuk kompos
Tabel 4.1 Bobot segar tajuk (gr) klon kakao yang diberi berbagai pupuk
ANOVA
Faktor Pr(>F)
Klon 0.625
Pupuk 9.27e-05 ***
Klon:Pupuk 0.318
Keterangan: * menunjukkan adanya beda nyata
Tabel 4.3 Uji kontras pupuk pada bobot segar tajuk
UJI KONTRAS
Perlakuan Pr(>F)
Pupuk Vs Non Pupuk 0.7297
Sapi Vs Kambing 0.816
Ayam Vs Sapi, Kambing 0.0122 *
Kompos Vs Sapi, Kambing, Ayam, Kascing 0.0128 *
Kascing Vs Sapi, Kambing, Ayam 0.0117 *
Keterangan: * menunjukkan adanya beda nyata
Tabel 4.4 Bobot kering tajuk (gr) klon kakao yang diberi berbagai pupuk
Bobot kering (gr) pada Klon
Jenis Kakao
Pupuk Ujung Tengah Pangkal
Kontrol 3.3 3.6 2.4
Sapi 4.2 1.9 1.9
Kambing 4.3 3.7 4.2
Ayam 1.0 1.8 1.2
Kompos 3.1 2.7 3.4
Kascing 2.6 1.2 2.0
Tabel 4.5 Anova interaksi faktor pada bobot kering tajuk
ANOVA
Faktor Pr(>F)
Klon 0.15498
Pupuk 0.00967**
Klon:Pupuk 0.37323
Keterangan: * menunjukkan adanya beda nyata
Tabel 4.6 Uji kontras pupuk pada bobot kering
UJI KONTRAS
Perlakuan Pr(>F)
Pupuk Vs Non Pupuk 0.43406
Sapi Vs Kambing 0.50656
Ayam Vs Sapi, Kambing 0.15106
Kompos Vs Sapi, Kambing, Ayam, Kascing 0.18527
Kascing Vs Sapi, Kambing, Ayam 0.00416**
Keterangan: * menunjukkan adanya beda nyata
Tabel 4.7 Jumlah daun klon kakao yang diberi berbagai pupuk
Jumlah daun pada Klon
Jenis Kakao
Pupuk Ujung Tengah Pangkal
Kontrol 3.3 3.6 2.4
Sapi 4.2 1.9 1.9
Kambing 4.3 3.7 4.2
Ayam 1.0 1.8 1.2
Kompos 3.1 2.7 3.4
Kascing 2.6 1.2 2.0
ANOVA
Faktor Pr(>F)
Klon 0.702
Pupuk 8.29e-05***
Klon:Pupuk 0.557
Keterangan: * menunjukkan adanya beda nyata
Tabel 4.9 Uji kontras pupuk pada jumlah daun
UJI KONTRAS
Perlakuan Pr(>F)
Pupuk Vs Non Pupuk 0.90768
Sapi Vs Kambing 0.84084
Ayam Vs Sapi, Kambing 0.00192**
Kompos Vs Sapi, Kambing, Ayam, Kascing 0.17893
Kascing Vs Sapi, Kambing, Ayam 0.03521*
Keterangan: * menunjukkan adanya beda nyata
Tabel 4.10 Luas daun klon kakao yang diberi berbagai pupuk
ANOVA
Faktor Pr(>F)
Klon 0.463
Pupuk 1.03e-05***
Klon:Pupuk 0.717
Keterangan: * menunjukkan adanya beda nyata
Tabel 4.12 Uji kontras pupuk pada luas daun
UJI KONTRAS
Perlakuan Pr(>F)
Pupuk Vs Non Pupuk 0.916401
Sapi Vs Kambing 0.480666
Ayam Vs Sapi, Kambing 1.69e-05***
Kompos Vs Sapi, Kambing, Ayam, Kascing 0.07-456
Kascing Vs Sapi, Kambing, Ayam 0.000108***
Keterangan: * menunjukkan adanya beda nyata
Tabel 4.13 Tinggi tanaman (cm) klon kakao yang diberi berbagai pupuk
UJI KONTRAS
Perlakuan Pr(>F)
Pupuk Vs Non Pupuk 0.57952
Sapi Vs Kambing 0.58159
Ayam Vs Sapi, Kambing 0.00654**
Kompos Vs Sapi, Kambing, Ayam, Kascing 0.04472*
Kascing Vs Sapi, Kambing, Ayam 0.01759*
V. PEMBAHASAN
Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas unggulan pada sektor
perkebunan. Kakao berperan sebagai sumber devisa negara melalui kegiatan ekspor yang
memberikan kontribusi dalam perekonomian Indonesia. Untuk memenuhi standar ekspor, kakao
harus memiliki kualitas yang baik, sehingga hasil yang diperoleh juga optimal. Kualitas dan
kuantitas hasil produksi kakao dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: karakteristik tanah
seperti kondisi tanah, kualitas bibit kakao yang digunakan, dan pemeliharaan tanaman seperti
pemupukan.
Pemupukan merupakan salah satu kegiatan pemeliharaan tanaman yang bertujuan untuk
meningkatkan kandungan unsur hara di dalam tanah. Peningkatan kandungan hara dalam tanah
diharapkan mampu meningkatkan hasil produksi tanaman. Umumnya pemupukan dilakukan
dengan berbagai jenis pupuk, baik pupuk organik maupun pupuk anorganik dengan jangka waktu
atau periode tertentu.
Pupuk organik merupakan pupuk yang berasal dari bahan-bahan organik, baik dari tanaman
dan/atau hewan yang melalui proses dekomposisi. Pupuk organik dapat berbentuk padat atau cair
yang digunakan untuk menyuplai bahan organik dalam tanah, sehingga meningkatkan kandungan
hara dalam tanah. Terdapat beberapa jenis pupuk organik, antara lain: pupuk kandang, pupuk
kompos, pupuk bekas cacing, pupuk hijau, dan pupuk organik lainnya. Menurut Dewanto et al.
(2013) pemberian pupuk organik berfungsi untuk memperbaiki struktur tanah, menaikkan daya
serap tanah terhadap air, menaikkan kondisi kehidupan di dalam tanah, dan sebagai sumber zat
makanan bagi tanah. Agussalim (2016) juga menyatakan bahwa pupuk organik dapat memperbaiki
sifat fisika tanah melalui pembentukan struktur dan agregat tanah yang mantap, meningkatkan
daya infiltrasi air, mengurangi risiko terhadap ancaman erosi, meningkatkan kapasitas pertukaran
ion, dan sebagai pengatur suhu tanah.
Salah satu faktor yang menentukan pertumbuhan bibit kakao adalah kesuburan media
tumbuh tanaman. Kesuburan media tumbuh dapat ditingkatkan dengan pemupukan, baik pupuk
organik maupun pupuk anorgnik. Pupuk yang digunakan dalam praktikum ini adalah pupuk
organik, meliputi: pupuk kandang sapi, pupuk kandang kambing, pupuk kandang ayam, pupuk
kompos, dan pupuk bekas cacing (kascing). Pupuk kandang merupakan pupuk yang berasal dari
feses hewan, umumnya berupa hewan ternak seperti ayam, kambing, sapi, dan kerbau. Kualitas
pupuk kandang sangat berpengaruh terhadap respon tanaman. Pupuk kandang ayam memiliki
kelebihan dalam kecepatan penyerapan hara serta komposisi hara N, P, K, dan Ca dibandingkan
dengan pupuk kandang sapi dan kambing (Widowati et al., 2004). Pupuk kompos merupakan
pupuk yang berasal dari bahan organik tumbuhan berupa dedaunan, jerami padi, rerumputan, dan
limbah organik yang telah mengalami proses dekomposisi (Nurwijayanti et al., 2013). Pupuk
kascing merupakan pupuk yang dihasilkan dari tanah bekas pemeliharaan cacing. Pupuk ini dinilai
efektif dan efisien karena mudah didapatkan, mudah diproduksi oleh petani, dan memiliki
kemampuan menahan air yang baik (Ratnasari et al., 2016).
Perkecambahan merupakan tahap awal dari perkembangan tumbuhan berbiji menggunakan
biji buah. Biji dapat berkecambah apabila berada di tempat yang sesuai untuk perkecambahan biji,
seperti ketersediaan air, udara, cahaya, dan panas. Selain itu, juga dipengaruhi oleh faktor
fisiologis biji. Kualitas bibit tanaman bergantung pada kualitas biji buah yang dihasilkan.
Kedudukan biji kakao terbagi menjadi tiga bagian, yaitu ujung, tengah, dan pangkal. Kedudukan
biji dalam buah mempengaruhi kualitas bibit kakao yang dihasilkan. Hal tersebut berkaitan dengan
penyebaran hasil metabolisme tanaman kakao. Menurut Sahroni (2018) posisi kedudukan biji
dalam buah kakao mempengaruhi distribusi hasil fotosintesis. Biji kakao yang terletak di bagian
tengah memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan biji yang terletak di bagian ujung
dan pangkal buah. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Souza & Fagundes (2014)
menyatakan bahwa benih dengan ukuran yang lebih besar menghasilkan bibit yang lebih
berkualitas dibandingkan dengan benih dengan ukuran yang lebih kecil.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan, faktor klon kakao tidak menunjukkan pengaruh
yang signifikan terhadap jumlah daun, sedangkan faktor pemberian pupuk organik menunjukkan
bahwa perlakuan pemberian pupuk organik berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah daun.
Faktor pemberian pupuk organik dan klon kakao tidak saling mempengaruhi terhadap jumlah daun.
Perlakuan pupuk kandang ayam menunjukkan beda nyata secara signifikan terhadap perlakuan
pupuk kandang sapi dan pupuk kandang kambing. Perlakuan pupuk kascing menunjukkan beda
nyata secara tidak signifikan terhadap pupuk kandang sapi, pupuk kandang kambing, dan pupuk
kandang ayam.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan, faktor klon kakao tidak menunjukkan pengaruh
yang signifikan terhadap luas daun, sedangkan faktor pemberian pupuk organik menunjukkan
bahwa perlakuan pemberian pupuk organik berpengaruh secara signifikan terhadap luas daun.
Faktor pemberian pupuk organik dan klon kakao tidak saling mempengaruhi terhadap luas daun.
Perlakuan pupuk kandang ayam menunjukkan beda nyata secara signifikan terhadap perlakuan
pupuk kandang sapi dan pupuk kandang kambing. Perlakuan pupuk kascing menunjukkan beda
nyata secara signifikan terhadap pupuk kandang sapi, pupuk kandang kambing, dan pupuk
kandang ayam.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan, faktor klon kakao tidak menunjukkan pengaruh
yang signifikan terhadap bobot segar tajuk, sedangkan faktor pemberian pupuk organik
menunjukkan bahwa perlakuan pemberian pupuk organik berpengaruh secara signifikan terhadap
bobot segar tajuk. Faktor pemberian pupuk organik dan klon kakao tidak saling mempengaruhi
terhadap bobot segar tajuk. Perlakuan pupuk kandang ayam menunjukkan beda nyata secara tidak
signifikan terhadap pupuk kandang sapi dan pupuk kandang kambing. Perlakuan pupuk kompos
menunjukkan beda nyata secara tidak signifikan terhadap pupuk kandang sapi, pupuk kandang
kambing, pupuk kandang ayam, dan pupuk kascing. Perlakuan pupuk kascing menunjukkan beda
nyata secara tidak signifikan terhadap pupuk kandang sapi, pupuk kandang kambing, dan pupuk
kandang ayam.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan, faktor klon kakao tidak menunjukkan pengaruh
yang signifikan terhadap bobot kering tajuk, sedangkan faktor pemberian pupuk organik
menunjukkan bahwa perlakuan pemberian pupuk organik berpengaruh secara signifikan terhadap
bobot kering tajuk. Faktor pemberian pupuk organik dan klon kakao tidak saling mempengaruhi
terhadap bobot segar kering. Perlakuan pupuk kascing menunjukkan beda nyata secara signifikan
terhadap pupuk kandang sapi, pupuk kandang kambing, dan pupuk kandang ayam.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nahampun (2009) menunjukkan bahwa perlakuan
pemberian pupuk kascing berpengaruh nyata terhadap berat basah bagian atas tanaman, berat
basah bagian bawah tanaman, dan berat kering bagian atas tanaman, tetapi tidak berpengaruh nyata
terhadap tinggi tanaman, total luas daun, dan berat kering bagian bawah tanaman. Pemberian
pupuk kascing dapat meningkatkan bahan organik pada media tanam, menyediakan unsur hara
makro dan mikro, meningkatkan kapasitas pertukaran kation (KTK) tanah, dan dapat bereaksi
dengan ion logam untuk membentuk senyawa kompleks.
5
4.5
4
3.5
Bobot Segar (gr)
3
2.5 UJUNG
2 TENGAH
1.5 PANGKAL
1
0.5
0
Kontrol sapi kambing ayam kompos kascing
Perlakuan
Gambar 5.1. Histogram BS Tajuk berbagai pupuk pada klon ujung, tengah , dan pangkal
Bobot segar tajuk tanaman mengindikasikan adanya air serta fotosintat yang terkandung di
dalam tajuk. Tanaman yang mengalami kekurangan air umumnya memiliki bobot segar yang kecil
akibat respon tanaman dalam mempertahankan air didalam tubuhnya dengan mengurangi
transpirasi yang terjadi. Berdasarkan Gambar 5.1 dapat diinformasikan bahwa terjadi interaksi
antara letak biji dalam buah dengan macam pupuk kandang yang ditambahkan pada media tanam
terhadap bobot segar pada tajuk tanaman. Kombinasi yang menghasilkan bobot segar tajuk
tanaman yang paling baik adalah kombinasi antara biji bagian ujung dengan media yang diberi
tambahan pupuk kambing, sedangkan kombinasi yang menghasilkan bobot segar tajuk yang paling
rendah adalah kombinasi antara biji bagian ujung yang ditanam pada media yang diberi tambahan
pupuk kandang ayam.
Hal ini tidak sesuai dengan teori dimana pupuk kandang ayam secara umum mempunyai
kelebihan dalam kecepatan penyerapan hara, komposisi hara seperti N, P, K, dan Ca dibandingkan
pupuk kandang sapi dan kambing. Penggunaan pupuk kandang ayam berfungsi untuk
memperbaiki struktur fisik dan biologi tanah, menaikkan daya serap tanah terhadap air (Widowati
et al, 2004). Ketidaksesuaian ini mungkin dapat terjadi karena kandungan hara yang terlalu banyak
bisa menghambat pertumbuhan suatu tanaman. Sehingga, rekomendasi terbaik dalam
pertumbuhan yaitu dengan cara pempukan yang berimbang.
1.2
0.6 UJUNG
TENGAH
0.4
PANGKAL
0.2
0
Kontrol sapi kambing ayam kompos kascing
Perlakuan
Gambar 5.2. Histogram BK Tajuk berbagai pupuk pada klon ujung, tengah , dan pangkal
Berat kering sering kali digunakan untuk mengukur kemampuan tanaman membentuk
asimilat yang dipengaruhi proses fotosintesis dan respirasi. Berat kering tanaman merupakan hasil
proses fotosintesis tanaman setelah dikurangi dengan respirasi. Peningkatan berat kering tanaman
menunjukkan bahwa tanaman mengalami pertumbuhan dan perkembangan semakin meningkat.
Peningkatan berat kering merupakan indikator pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Komala
et al., 2014).
Berdasarkan Gambar 5.2 dapat diinformasikan bahwa terjadi interaksi antara letak biji
dalam buah dengan macam pupuk kandang yang ditambahkan pada media tanam terhadap bobot
kering tajuk tanaman. Kombinasi yang menghasilkan bobot kering tajuk tanaman yang paling baik
adalah kombinasi antara biji bagian pangkal dengan media yang diberi tambahan pupuk kambing
dan kombinasi antara biji ujung dengan media pupuk kompos, sedangkan kombinasi yang
menghasilkan berat kering tajuk yang paling rendah adalah kombinasi antara biji bagian pangkal
yang ditanam pada media yang diberi tambahan pupuk kandang ayam.
0.5
0.45
0.4
0.35
Bobot Segar (gr)
0.3
0.25 UJUNG
0.2 PANGKAL
0.15 TENGAH
0.1
0.05
0
Kontrol sapi kambing ayam kompos kascing
Perlakuan
Gambar 5.3. Histogram BS Akar berbagai pupuk pada klon ujung, tengah , dan pangkal
Berdasarkan Gambar 5.3 dapat diinformasikan bahwa terjadi interaksi antara letak biji
dalam buah dengan macam pupuk kandang yang ditambahkan pada media tanam terhadap bobot
segar pada akar tanaman. Kombinasi yang menghasilkan bobot segar akar tanaman yang paling
baik adalah kombinasi antara biji bagian ujung dengan media yang diberi tambahan pupuk kotoran
sapi, sedangkan kombinasi yang menghasilkan bobot segar akar yang paling rendah adalah
kombinasi antara biji bagian ujung yang ditanam pada media yang diberi tambahan pupuk kandang
ayam.
Hasil di atas tidak sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa pupuk kandang ayam
mengandung N tiga kali lebih besar daripada pupuk kandang lain. (Buckman and Brady, 1982 cit
Kustantini ,2014). Hal ini dapat terjadi dikarenakan dengan adanya kandungan N yang terlalu
tinggi pada tanah, hal ini dapat menyebabkan keracunan dan bahkan dapat menghambat
pertumbuhan tanaman. Hal ini dikarenakan dengan adanya konsenterasi yang terlalu besar,
tanaman tidak menyerap tanaman, tetapi cairan tanamanlah yang keluar ke tanah.
0.07
0.06
0.05
Bobot kering (gr)
0.04
UJUNG
0.03 PANGKAL
0.02 TENGAH
0.01
0
Kontrol sapi kambing ayam kompos kascing
Perlakuan
Gambar 5.4. Histogram BK Akar berbagai pupuk pada klon ujung, tengah , dan pangkal
Berdasarkan Gambar 5.4 dapat diinformasikan bahwa terjadi interaksi antara letak biji
dalam buah dengan macam pupuk kandang yang ditambahkan pada media tanam terhadap bobot
kering pada akar tanaman. Kombinasi yang menghasilkan bobot kering akar tanaman yang paling
baik adalah kombinasi antara biji bagian ujung dengan media yang diberi tambahan pupuk kompos,
sedangkan kombinasi yang menghasilkan bobot kering akar yang paling rendah adalah kombinasi
antara biji bagian tengah yang ditanam pada media yang diberi tambahan pupuk kandang ayam.
Perbandingan antara tajuk dan akar mempunyai pengertian bahwa pertumbuhan suatu
bagian tanaman diikuti dengan pertumbuhan bagian tanaman lainnya (Gardner et al., 1991). Begitu
juga menurut Sarief (1986) jika perakaran tanaman berkembang dengan baik, pertumbuhan bagian
tanaman lainnya akan baik juga karena akar mampu menyerap air dan unsur hara yang dibutuhkan
oleh tanaman. Gardner et al., (1991) menyatakan bahwa pertumbuhan tajuk tanaman lebih dipacu
apabila tersedia unsur N yang banyak dan tersedia air, sedangkan pertumbuhan akar dipacu apabila
N terbatas dan air tersedia. Subroto (1994) menambahkan bahwa unsur P yang cukup bagi tanaman
mampu mengembangkan lebih banyak akar, apabila akar yang terbentuk oleh tanaman lebih
banyak maka akan lebih banyak pula unsur hara yang diserap oleh tanaman. Pupuk kandang sapi
memberikan suplai P dan K yang lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk kandang ayam dan
kambing. Disamping itu dengan penambahan pupuk kandang sapi dapat lebih baik dalam
memperbaiki struktur tanah dan kadar lengas tanah sehingga tanah mampu menjaga ketersediaan
air lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Prasetyo, 2014). Hal tersebut dapat terlihat
dari Gambar 3.3 dimana pada bobot segar akar tertinggi pada perlakuan pupuk kandang sapi.
180
160
140
Luas daun (cm2)
120
100
80 UJUNG
60 TENGAH
40 PANGKAL
20
0
Kontrol Sapi (m1) Kambing Ayam Kompos Kascing
(m0) (m2) (m3) (m4) (m5)
Perlakuan
Gambar 5.5. Histogram luas daun berbagai pupuk pada klon ujung, tengah , dan pangkal
Dari gambar 5.5 dapat dilihat bahwa Luas daun terbesar untuk perlakuan Kontrol (m0)
yaitu pada bagian pangkal, sedangkan , untuk perlakuan Sapi (m1) dan Pupuk Kambing yaitu pada
bagian ujung. Untuk perlakuan pupuk Kompos luas daun terbesar pada bagian Pangkal, untuk
perlakuan kascing pada bagian tengah, sedangkan untuk perlakuan pupuk ayam terdapat pada
bagian Tengah. Dari hasil ini juga dapat dilihat bahwa total luas daun paling tinggi yaitu pada
perlakuan kontrol dengan bagian pangkal, meskipun belum diuji untuk signifikansinya dengan
perlakuan lain yang hampir sama yaitu perlakuan kambing dan perlakuan kompos.
Hal ini tidak sesuai dengan teori dimana peningkatan total luas daun bibit kakao terjadi
karena luas daun dipengaruhi oleh faktor ketersediaan unsur hara seperti nitogen, fosfor dan
kalium (Sitorus et al., 2014). Oleh karena itu total luas daun tertinggi seharusnya terdapat pada
sampel yang diberikan perlakuan pupuk. Selain itu dari Histogram di atas dapat disimpulkan
bahwa terdapat interaksi antara perlakuan pemberian pupuk dan bagian tanaman klon.
20
18
16
14
Kontrol (m0)
Tinggi (cm)
12
Sapi (m1)
10
Kambing (m2)
8
Ayam (m3)
6
Kompos (m4)
4
Kascing (m5)
2
0
I II III IV
MST
Gambar 5.6. Grafik tinggi tanaman klon ujung vs MST pada berbagai pupuk
Dari Gambar 5.6 dapat dilihat Tinggi masing-masing tanaman klon ujung pada 6 perlakuan
yang berbeda, yaitu masing-masing Kontrol (m0), Sapi (m1), Kambing (m2), Ayam (m3), Kompos
(m4), dan Kascing (m5). Dapat dilihat dari gambar 3.6 bahwa pertumbuhan tinggi terbaik terdapat
pada perlakuan pupuk Kambing (m2) dan untuk pertumbuhan paling rendah yaitu pada perlakuan
pupuk Kascing (m5). Hal ini sesuai dengan teori, karena bahan organik seperti kompos dan pupuk
kandang dapat berperan langsung sebagai sumber hara tanaman setelah mengalami proses
mineralisasi (Timor et.al., 2016).
Untuk hasil rendah yang didapatkan pada pupuk kascing hal ini berkaitan dengan pengaruh
faktor internal dan eksternal. Dari grafik ini juga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh
perlakuan pupuk terhadap tinggi klon ujung. Kotoran kambing mengandung N dan K masing-
masing dua kali lebih besar daripada kotoran sapi. (Buckman and Brady, 1982 cit Kustantini ,2014).
20
18
16
14
Kontrol (m0)
12
Tinggi (cm)
Sapi (m1)
10
Kambing (m2)
8
Ayam (m3)
6
Kompos (m4)
4 Kascing (m5)
2
0
I II III IV
MST
Gambar 5.7. Grafik tinggi tanaman klon tengah vs MST pada berbagai pupuk
Dari Gambar 5.7 dapat dilihat Tinggi masing-masing tanaman klon tengah pada 6
perlakuan yang berbeda, yaitu masing-masing Kontrol (m0), Sapi (m1), Kambing (m2), Ayam
(m3), Kompos (m4), dan Kascing (m5). Dapat dilihat bahwa pertumbuhan tinggi tanaman terbaik
untuk klon tengah yaitu pada perlakuan Kontrol (m0) dan terendah yaitu pada perlakuan pupuk
kandang Ayam (m3).
Pertumbuhan tertinggi yang unggul pada perlakuan klon tengah kontrol dibanding
perlakuan pupuk lain ini tidak sesuai dengan teori karena bahan organik seperti kompos dan pupuk
kandang dapat berperan langsung sebagai sumber hara tanaman setelah mengalami proses
mineralisasi (Timor et.al., 2016). Kompos dan pupuk organik mampu menyediakan makanan
untuk mikroorganisme yang menjaga tanah dalam kondisi seimbang, sehingga tanah yang diberi
pupuk organik seharusnya memiliki tinggi tanaman yang lebih tinggi dibanding perlakuan kontrol.
Ketidaksesuaian hasil dengan teori ini dapat disebabkan oleh faktor lain seperti belum terserapnya
bahan organik secara sempurna oleh tanah, sehingga pemberian pupuk organik tidak memberikan
hasil yang maksimal terhadap pertumbuhan tanaman.
20
18
16
14
Kontrol (m0)
Tinggi (cm)
12
Sapi (m1)
10
Kambing (m2)
8
Ayam (m3)
6
Kompos (m4)
4
Kascing (m5)
2
0
I II III IV
MST
Gambar 5.8. Grafik tinggi tanaman klon pangkal vs MST pada berbagai pupuk
Dari Gambar 5.8 dapat dilihat Tinggi tanaman klon pangkal pada 6 perlakuan yang berbeda,
yaitu masing-masing Kontrol (m0), Sapi (m1), Kambing (m2), Ayam (m3), Kompos (m4), dan
Kascing (m5). Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa tinggi tanaman klon pangkal tertinggi yaitu
pada perlakuan Pupuk Kambing (m2) dan untuk pertumbuhan terendah yaitu pada Pupuk Sapi
(m1). Hal ini sesuai dengan teori dimana penggunaan pupuk kandang kambing secara
berkelanjutan memberikan dampak positif terhadap kesuburan tanah. Tanah yang subur akan
mempermudah perkembangan akar tanaman. Akar tanaman yang dapat berkembang dengan baik
akan lebih mudah menyerap air dan unsur hara yang tersedia di dalam tanah sehingga tanaman
dapat tumbuh dan berkembang secara optimal serta menghasilkan produksi yang tinggi (Dinariani
dkk, 2014).
Hal ini sesuai dengan penelitian Nweke et al. (2013), bahwa pemberian pupuk kandang
kambing berpengaruh pada hasil tanaman okra. Pada parameter hasil tanaman okra, pemberian
pupuk kandang kambing dapat membuat tanaman okra memiliki jumlah daun, jumlah bunga,
jumlah cabang, dan tinggi tanaman paling baik dibandingkan dengan perlakuan pupuk babi
maupun pupuk ayam.
6.0
5.0
Sapi (m1)
3.0
Kambing (m2)
0.0
I II III IV
MST
Gambar 5.9. Grafik Jumlah daun klon ujung vs MST pada berbagai pupuk
Dari Gambar 5.9 dapat dilihat Jumlah daun klon ujung pada 6 perlakuan yang berbeda,
yaitu masing-masing Kontrol (m0), Sapi (m1), Kambing (m2), Ayam (m3), Kompos (m4), dan
Kascing (m5). Dari gambar 3.9 dapat dilihat bahwa klon ujung dengan perlakuan Pupuk Kambing
(m2) memiliki jumlah daun paling banyak sedangkan jumlah daun paling sedikit yaitu pada
perlakuan pupuk kascing. Untuk jumlah daun yang terbanyak dari kambing sendiri sesuai dengan
teori yang berlaku dimana menurut Dinariani, dkk (2014) penggunaan pupuk kandang kambing
secara berkelanjutan memberikan dampak positif terhadap kesuburan tanah. Tanah yang subur
akan mempermudah perkembangan akar tanaman. Akar tanaman yang dapat berkembang dengan
baik akan lebih mudah menyerap air dan unsur hara yang tersedia di dalam tanah sehingga tanaman
dapat tumbuh dan berkembang secara optimal serta menghasilkan produksi yang tinggi.
Untuk hasil rendah yang didapatkan pada pupuk kascing hal ini berkaitan dengan pengaruh
faktor internal dan eksternal. Dari grafik ini juga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh
perlakuan pupuk terhadap tinggi klon ujung. Kotoran kambing mengandung N dan K masing-
masing dua kali lebih besar daripada kotoran sapi. (Buckman and Brady, 1982 cit Kustantini ,2014).
6.0
5.0
0.0
I II III IV
MST
Gambar 5.10. Grafik Jumlah daun klon tengah vs MST pada berbagai pupuk
6.0
5.0
Sapi (m1)
3.0
Kambing (m2)
2.0 Ayam (m3)
Kompos (m4)
1.0
Kascing (m5)
0.0
I II III IV
MST
Gambar 5.11. Grafik jumlah daun klon pangkal vs MST pada berbagai pupuk
Dari Gambar 5.10 Jumlah daun tanaman klon tengah dan Gambar 5.11 dapat dilihat Jumlah
daun tanaman klon pangkal pada 6 perlakuan yang berbeda, yaitu masing-masing Kontrol (m0),
Sapi (m1), Kambing (m2), Ayam (m3), Kompos (m4), dan Kascing (m5).
Dari Gambar 5.10 dan gambar 5.11 dapat dilihat bahwa Jumlah daun paling banyak pada
klon tengah yaitu pada perlakuan Kompos (m4), dimana hal ini sesuai dengan teori. Dimana bahan
organik seperti kompos dan pupuk kandang dapat berperan langsung sebagai sumber hara tanaman
setelah mengalami proses mineralisasi (Timor et.al., 2016). Hal tersebut disebabkan karena
kompos dapat memperbaiki struktur tanah. Di dalam kompos juga terdapat kalium untuk unsur
hara makro tanaman. Pupuk kompos untuk produk hortikultura seperti buah dan daun
(Santoso,1998). Kompos merupakan salah satu pupuk organik alternatif yang dapat di peroleh
dengan memanfaatkan bahan-bahan organik yang mampu menyediakan unsur hara bagi tanaman
(Mulyono, 2014).
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan dari data dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa perlakuan pupuk
kandang ayam menunjukkan beda nyata secara signifikan terhadap perlakuan pupuk kandang sapi
dan pupuk kandang kambing. Perlakuan pupuk kascing menunjukkan beda nyata secara tidak
signifikan terhadap pupuk kandang sapi, pupuk kandang kambing, dan pupuk kandang ayam.
DAFTAR PUSTAKA
Agussalim. 2016. Efektivitas pupuk organik terhadap produktivotas tanaman kakao di Sulawesi
Tenggara. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 19(2):167– 176.
Dinariani., Y. B. S. Heddy dan B, Guritno. 2014. Kajian penambahan pupuk kandang kambing
dan kerapatan tanaman yang berbeda pada pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis
(Zea Mays saccharata sturt). Jurnal Produksi Tanaman, Volume 2, Nomor 2 hlm. 128-
136
Gardner, F.P., R.B. Pearce., dan R.L. Mitchel. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Universitas
Indonesia Press,Jakarta.
Gregory,P.J.dan S. Nortcliff. 2013. Soil Conditions and Plant Growth. Blackwell Publishing
Ltd,West Sussex.
Komala, S.,S. Purwanti, dan S. Trisnowati. 2014. Pengaruh letak biji dalam buah dan tiga macam
pupuk organik terhadap daya tumbuh dan pertumbuhan bibit nangka (Artocarpus integra
L). Vegetalika 3 (4) : 98 – 106.
Kustantini, 2014. Pentingnya Penggunaan Pupuk Organik Dalam Peningkatan Produksi Benih
Kakao (Theobroma cacaoL.). <http://ditjenbun.pertanian.go.id/bbpptpsurabaya
/tinymcpuk/gambar/file/Pentingnya%20penggunaan%20pupuk%20organik%20dalam%20
peningkatan%20produksi%20benih%20kakao%20oke.pdf>. Diakses 1 April 2019.
Mulyono. 2014. Membuat mol dan kompos dari sampah rumah tangga. Agromedia Pustaka.
Jakarta
Nahampun, R. D. C. 2009. Pengaruh Pemberian Pupuk Kascing dan Pupuk Organik Cair Terhadap
Pertumbuhan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) di Pre-Nursery. Fakultas Pertanian.
Universitas Sumatera Utara. Skripsi.
Nurwijayanti, E. H., G. Tabrani, & Idwar. 2013. Respons bibit kakao (Theobroma cacao L.)
terhadap pemberian berbagai pupuk organik dengan pupuk pelengkap cair yang di
semprotkan dalam selang waktu yang berbeda. <http://repository.unej.ac.id>. Diakses 31
Maret 2019.
Nweke, I. A., S. I. Ijearu and D.N. Igili. 2013. Effect of different sources of animal manure on the
growth and yields of okra (Abelmoschus esculentusL. Moench) in Ustoxic Dystropept at
Enugu South Eastern, Nigeria.International Journal of Scientific & Technology Research
2: 135-137.
Prasetyo, R. 2014. Pemanfaatan berbagai sumber pupuk kandang sebagai sumber n dalam
budidaya cabai merah (Capsicum annum L.) di tanah berpasir. Planta Tropika Journal of
Agro Science 2(2): 125-132.
Ratnasari, Y., N. Sulistyaningsih, & U. Sholikhah. 2016. Respon pertumbuhan bibit kakao
(Theobroma cacao L.) terhadap aplikasi berbagai dosis pupuk kascing dengan pemberian
air yang berbeda. Berkala Ilmiah Petanian, 10(10):1–5.
Sahroni, Mizan. 2018. Pengaruh Perendaman dan Posisi Biji Dalam Buah terhadap
Perkecambahan dan Pertumbuhan Kecambah Biji Kakao (Theobroma cacao L.). Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Lampung. Skripsi.
Sarief, S. 1986. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana, Bandung.
Sinaga,E.2001. Pengaruh dosis pemberian pupuk kompos dan konsentrasi biostimulan Dharmasri
5 EC terhadap pertumbuhan bibit kakao. Jurnal Pendidikan Science 25: 20-27.
Siregar, T.H.S., S. Riyadi dan L. Nuraeni, 2002. Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran Cokelat.
Penebar Swadaya, Jakarta
Souza, M. L. & M. Fagundes. 2014. Seed size as key factor in germination and seedling
development of Copaifera langsdorffii (Fabaceae). American Journal of Plant Sciences,
5:2566–2573.
Subroto. 1994. Pengaruh tekstur tanah terhadap panjang dan jumlah akar bibit kakao. Buletin
Budidaya Pertanian 1(1):13-7.
Susanto, F.X. 1994. Tanaman Kakao Budidaya dan Pengolahan Hasil. Penerbit Kanisius :
Yogyakarta.
Sutardi dan Hendrata R. 2009. Respon bibit kakao pada bagian pangkal, tengah, dan pucuk
terhadap pemupukan majemuk. Jurnal Agrovigor 2: 103-109.
Timor, B. A. P., S. Y. Tyasmoro, dan H. T. Sebayang. 2016. Respon pertumbuhan bibit kakao
(Theobroma cacao l.) pada berbagai jenis media tanam. Jurnal Produksi Tanaman 4(4):
276-282
Widowati, L.R., S. Widati., U. Jaenudin, dan W. Hartatik. 2004. Pengaruh Kompos Pupuk Organik
Yang Diperkaya Dengan Bahan Mineral Dan Pupuk Hayati Terhadap Sifat-Sifat Tanah.
Serapan Hara Dan Produksi Sayuran Organik. Laporan Proyek Penelitian Program
Pengembangan Agribisnis. Balai Penelitian Tanah.