Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi ginjal yang

progresif dan irreversible dimana tubuh gagal untuk mempertahankan

metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan

uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). Kegagalan

ginjal ditandai dengan keadaan klinis yakni penurunan fungsi ginjal

sehingga membutuhkan terapi penganti ginjal yang tetap seperti dialysis

atau transplantasi ginjal (Utami, 2015).

Wolrd Health Organization (WHO) tahun 2018 menyebutkan

bahwa penyakit ginjal kronis pada tahun 2015 menyebabkan 1,2 juta

kematian, sedangkan pada tahun 2016 pasien gagal ginjal kronis

mempengaruhi 753 juta orang secara global, termasuk 417 juta wanita dan

336 juta pria (Bulletin of the World Health Organization 2018).

Pervalensi gagal ginjal kronis berdasarkan pernah terdiagnosis

dokter di Indonesia sebesar 3,8% per 1000 penduduk. Pervalensi tertinggi

di Kalimantan Utara sebesar 6,4% per 1000 penduduk, diikuti Sulawesi

utara, Sulawesi Tengah, Gorontalo,Maluku Utara dan Nusa Tenggara

Barat masing-masing 5,4% per 1000 penduduk. Sedangkan prevalensi

gagal ginjal kronik di Maluku meningkat dari 2,0% per 1000 penduduk

menjadi 4,6 % per 1000 penduduk (Riskesda, 2018).

1
Menurut data Indonesia Renal Registry (IRR) pada tahun 2016

tercatat jumlah pasien gagal ginjal kronik sebesar 25.446 yang menyatakan

98% diantaranya merupakan pasien yang menjalani hemodialisa.

Sedangkan pada tahun 2015 tercatat sebesar 21.050 orang menderita

pasien gagal ginjal kronik (Indonesia Renal Registry,2016).

Salah satu pilihan terapi untuk pasien gagal ginjal kronik adalah

hemodialisis. Hemodialisis adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi

pengganti fungsi ginjal untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau

racun tertentu dari peredaran darah manusia. Hemodialisis digunakanbagi

pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau pasien dengan penyakit akut

yang membutuhkan dialisis dalam waktu singkat. Di Indonesia,

hemodialisis dilakukan dua sampai tiga kali seminggu dengan setiap

hemodialisis dilakukan selama empat sampai lima Jam (Rahmayuni,

2016).

Terapi hemodialisis memiliki beberapa komplikasi yaitu hipotensi

dan kram otot, komplikasi tersebut dapat memberikan stressor fisiologis

kepada pasien (Suwitra, 2014). Selain mendapatkan stressor fisiologis,

pasien yang menjalani terapi hemodialisis juga mengalami stressor

psikologis. Stressor psikologis tersebut diantaranya adalah pembatasan

cairan, pembatasan konsumsi makanan, gangguan tidur, ketidakjelasan

tentang masa depan, pembatasan aktivitas rekreasi, penurunan kehidupan

sosial, pembatasan waktu dan tempat bekerja, lamanya proses dialisis serta

2
faktor ekonomi. Hal ini diperparah dengan adanya penyakit serta

ketergantungan secara terus menerus pada alat dialisis dan tenaga

kesehatan sehingga memberikan pengaruh negatif terhadap kualitas hidup

pasien (Sari, 2017).

Dukungan keluarga juga merupakan faktor penting ketika

seseorang menghadapi masalah kesehatan dan sebagai strategi preventif

untuk mengurangi stress yang menyebabkan pandangan hidup menjadi

luas. Terdapat dukungan yang kuat antara keluarga dan status kesehatan

anggota keluarga.Keluarga sangat pentingbagi setiap aspek perawatan

untuk mencapai suatu keadaan sehat hingga tingkat optimal (Rahmayuni,

2016). Kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik berkaitan erat dengan

adanya dukungan keluarga, karena dukungan keluarga adalah sikap,

tindakan dan penerimaankeluarga terhadap penderita yang sakit, dimana

keluarga menjalankan fungsinya sebagai sistem yang bersifat mendukung,

selalu siap memberi pertolongan jika diperlukan (Friedman, 2014).

Lamanya menjalani hemodialisis juga mempengaruhi kualitas

hidup pasien gagal ginjal kronis.Pasien yang menjalani hemodialisis

jangka panjang harus dihadapkan dengan berbagai masalah seperti

masalah finansial, kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan, dorongan

seksual berkurang, depresi dan ketakutan terhadap kematian.Gaya hidup

yang terencana berhubungan dengan terapi hemodialisa, yaitu pelaksanaan

terapi hemodialisis dua sampai tiga kali seminggu selama tiga sampai

3
empat jam dan pembatasan asupan cairan sering menghilangkan semangat

hidup pasien(Rahmayuni, 2016).

Hal tersebut juga di dukung oleh penelitian yang dilakukan oleh

Rahmayuni, 2016, tentang “Hubungan Dukungan Keluarga Dengan

Kualitas Hidup Pasien Hemodialisis Di RSUD Penembahan Senopati

Bantul”. Bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara hubungan

dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien yang menjalani

hemodialisis di RSUD Penembahan Senopati Bantul. Dan juga penelitian

yang dilakukan oleh Sri Wahyuni, 2015, tentang “Hubungan Antara Lama

Menjalani Hemodialisis Dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal

Kronik Di RS Gatoel Mojokerto”. Bahwa ada hubungan antara lama

menjalani hemodialisis dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik di

RS Gatoel Mojokerto.

Berdasararkan hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada

tanggal 25 februari 2019 di RSUD dr. M Haulussy Ambon ruangan

hemodialisa di dapatkandata jumlah pasien yang menjalani hemodialisa

pada tahun 2016 berjumlah 73 pasien, tahun 2017 berjumlah 79 pasien,

tahun 2018 berjumlah 87 pasien, dan pada tahun 2019 bulan januari

sampai februari berjumlah 84 pasien.

Dan menurut hasil survei dan wawancara yang dilakukan peneliti

kepada 15 orang pasien yang menjalani hemodialisa, 3 pasien diantaranya

yaitu pasien yang sudah menjalani hemodialisa < 1 tahun mengatakan

4
bahwa semenjak di diagnosa dan menjalani terapi hemodialisa, pasien

merasa takut, khawatir. Tetapi dengan adanya dukungan dari keluarga

dilihat dari selalu mengantar pasien menjalani terapi, memberi dukungan

emosional seperti memberikan semangat kepada pasien, dan membantu

pasien memenuhi kebutuhan dan aktivitasnya dirumah, sehingga pasien

merasa bahwa ada harapan untuk bertahan hidup serta pasien mau

menjalani terapi hemodialisa. Sedangkan 12 pasien yang sudah menjalani

hemodialisa > 1 tahun, 9 pasien dari mereka mengatakan bahwa dukungan

keluarga yang diberikan pada pasien seperti membiayai perawatan pasien

sering di lakukan, tetapi untuk mengantar dan mendampingi pasien

menjalani hemodialisa keluarga sering tidak bersamanya, sehingga pasien

sering merasa menjadi beban bagi keluarganya serta merasa bahwa dirinya

sendiri, dan sering merasa bahwa keluarganya sudah bosan dengan

rutinitas mengantar pasien menjalani hemodialisa. Pasien juga merasa

bahwa terjadi perubahan terhadap kualitas hidup pasien. 3 pasien lainnya

mengatakan bahwa kadang mendapat dukungan dari keluarga dan kadang

keluarga tidak mendukung karena mempunyai kesibukan tersendiri, pasien

pun mengatakan sudah merasa terbiasa dengan keadaan seperti ini selama

bertahun-tahun.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan dan wawancara tersebut,

menarik minat peneliti untuk melakukan penelitian Tentang “Hubungan

Support System Keluarga dan Lama Menjalani Hemodialisa dengan

5
Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik di ruang Hemodialisa RSUD

dr. M Haulussy Ambon’.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas maka rumusan

masalah dalam penelitian ini : “apakah ada hubungan support system

keluarga dan lama menjalani hemodialisa dengan kualitas hidup pasien

gagal ginjal kronik di ruang hemodialisa RSUD dr. M Haulussy Ambon?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dibagi menjadi 2 yakni:

1. Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan

support system keluarga dan lama menjalani hemodialisa dengan

kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik di ruang hemodialisa RSUD

dr. M Haulussy Ambon.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui apakah ada hubungan support system keluarga

dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik di ruang

hemodialisa RSUD dr. M Haulussy Ambon.

b. Untuk mengetahui apakah ada hubungan lama menjalani

hemodialisa dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik di

ruang hemodialisa RSUD dr. M Haulussy Ambon.

6
c. Untuk mengetahui kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik di

ruang hemodialisa RSUD dr. M Haulussy Ambon.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa manfaat yaitu:

1. Manfaat teoritis

a. Bagi Program Studi Ilmu Keperawatan

Data dan hasil yang diperoleh dapat dijadikan tambahan bahan

referensi di perpustakaan UKIM dan untuk menambah wawasan

mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan tentang hubungan

support system keluarga dan lama menjalani hemodialisa dengan

kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik di ruang hemodialisa.

2. Manfaat praktis

a. Bagi Petugas Kesehatan

Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai masukan bagi tenaga

kesehatan yang menangani pasien gagal ginjal kronik khusunya

pasien yang menjani hemodialisa.

b. Bagi responden

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi

pasien gagal ginjal kronik yang sedang menjalani hemodialisa

7
c. Bagi peneliti

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan tambahan

pengetahuan bagi peneliti dan menjadi salah satu syarat bagi

peneliti untuk menyelesaikan studi S1.

d. Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian dapat memberikan tambahan pengetahuan dan

pengalaman bagi peneliti selanjutnya juga dapat dijadikan referensi

bagi peneliti lain dengan penelitian sejenis namun dengan sudut

pandang yang berbeda pada masa yang akan datang.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Gagal Ginjal Kronik

1. Pengertian Gagal Ginjal Kronik

Gagal ginjal kronik (GGK) adalah gangguan fungsi ginjal yang

progresif dan tidak dapat pulih kembali, dimana tubuh tidak mampu

memelihara metabolisme dan gagal memelihara keseimbangan cairan

dan elektrolit yang berakibat pada peningkatan ureum. Pada pasien

gagal ginjal kronik mempunyai karakteristik bersifat menetap, tidak

bisa disembuhkan dan memerlukan pengobatan berupa, transplatasi

ginjal, dialisis peritional, dan hemodialisis yang memerlukan rawat

jalan dalam jangka waktu sangat lama (Black, 2014).

Gagal ginjal kronik merupakan penyakit pada ginjal yang

bersifat progresif dan terus menerus ditandai dengan menurunnya

glomerular filtration rate (GFR) atau rerata filtrasi glomerulus menjadi

< 60 mL/menit/1.73 m³ dalam ≥3 bulan dengan atau tanpa adanya

kerusakan ginjal, atau kerusakan ginjal dalam ≥3 bulan, dengan atau

tanpa adanya penurunan glomerular filtration rate (GFR) (Widya,

2016).

Gagal ginjal kronik juga didefinisikan sebagai penurunan dari

fungsi jaringan ginjal secara progresif di mana massa di ginjal yang

9
masih ada tidak mampu lagi mempertahankan lingkungan internal

tubuh. Gagal ginjal kronis juga diartikan sebagai bentuk kegagalan

fungsi ginjal terutama di unit nefron yang berlangsung perlahan-lahan

karena penyebab yang berlangsung lama, menetap dan mengakibatkan

penumpukan sisa metabolit atau toksik uremik, hal ini menyebabkan

ginjal tidak dapat memenuhi kebutuhan seperti biasanya sehingga

menimbulkan gejala sakit (Black & Hawks, 2014).

2. Etiologi Gagal Ginjal Kronik

Gagal ginjal kronik merupakansuatu proses patofisiologi dengan

berbagai penyebabyang beragam,mengakibatkan penurunan fungsi

ginjal yang progresif, pada umunnya berakhir dengan gagal ginjal.

Pasien dikatakan mengalami gagal ginjal kronik apabila terjadi

penurunanGlomerular Filtration Rate (GFR) yakni <60ml / menit /1.73

m2 selama lebih dari 5 bulan. Gagal ginjal kronik juga dapat

disebabkan oleh penyakit seperti diabetes melitus, kelainan ginjal

glomerulonefritis, nefritis intertisial, kelainan autoimun(Tri Utami,

2015).

Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2014

menyebutkan bahwa penyebab gagal ginjal di Indonesia diantaranya

adalah glomerulonefritis 46.39%, DM 18.65% sedangkan obstruksi

dan infeksi sebesar 12.85% dan hipertensi 8.46% sedangkan penyebab

lainnya 13,65% .

10
3. Patofisiologi

Patofisiologi penyakitginjal kronik pada awalnya

tergantungpada penyakit yang mendasarinya. Pengurangan massa

ginjalmengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang

masihtersisa sebagai upaya kompensasi. Hal ini mengakibatkan

terjadinyahiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler

dan aliran darah glomerulus. Proses kompensasi ini kemudian diikuti

oleh prosesmaladaptasi yaitu sklerosis nefron. Dengan adanya

peningkatanaktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron, ikut

memberikankontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan

progresifitastersebut (Suwitra, 2014).

Pada stadiumdini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan

daya cadang ginjal. Kemudian terjadi penurunan fungsi nefron yang

ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Pada

keadaan Laju Glomerular Filtration (LGF)sebesar 60% pasien masih

asimtomatik. Selanjutnya pada LFG sebesar 30% mulai timbul keluhan

pada pasien seperti, nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan

berkurang dan penurunan berat badan. Setelah kadar Laju Glomerular

Filtration (LGF) dibawah 30% pasien memperlihatkan gejala dan tanda

uremia yang nyata seperti, anemia, peningkatan tekanan darah,

gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, gangguan

keseimbangan elektrolit. Pada saatLaju Glomerular Filtration (LGF) di

11
bawah 15% terjadi gejala dan komplikasi yang serius, pada tahap ini

pasien sudah membutuhkan terapi pengganti ginjal (Renal

Replacement Therapy) antara lain, hemodialisis, peritoneal dialisis,

atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2014).

4. Gambaran Klinis Gagal Ginjal Kronik

Gambaran klinis pada pasien dengan gagal ginjal kronik, yaitu

(Sudoyo, 2014):

a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes mellitus,

infeksi traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi,

hiperuremia, Lupus Erimatosus Sistemik (LES) dan lain

sebagainya.

b. Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual

muntah, nokturia, kelebihan volume cairan,(volume overload),

neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang

sampai koma.

c. Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodstrofi

renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan

elektrolit (sodium, kalium dan klorida).

5. Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik

Penatalaksanaan pada pasien Gagal ginjal kronik (Layli,2016),

antara lain yaitu:

12
a. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam

Pada beberapa pasien,furosemiddosis besar (250-1000 mg/hr) atau

diuretik loop (bumetanid, asam etakrinat) diperlukan untuk

mencegah kelebihan cairan, sementara pasien lain mungkin

memerlukan suplemen natrium klorida atau natrium bikarbonat

oral. Pengawasan dilakukan melalui berat badan, urine dan

pencatatan keseimbangan cairan.

b. Diet tinggi kalori dan rendah protein

Diet rendah protein (20 - 40 gr/hr) dan tinggi kalori menghilangkan

gejala anoreksia dan nausea (mual) dan uremia, menyebabkan

penurunan ureum dan perbaikan gejala. Hindari masukan

berlebihan dari kalium dan garam.

c. Deteksi komplikasi

Pengawasan dengan ketat kemungkinan terjadi ensefalopati uremia,

perikarditis, neuropati perifer, hiperkalemia meningkat, kelebihan

volume cairan yang meningkat, infeksi yang mengancam jiwa,

kegagalan untuk bertahan, sehingga diperlukan dialisis.

d. Dialisis dan program transplantasi

Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal kronik dideteksi. Indikasi

dilakukan dialisis dan program transplantasi.

Pada pasien End-Stage Renal Disease(ESRD) maka dibutuhkan

terapi pengganti ginjal. Ada berbagai macam bentuk dari terapi ini

13
antara lain,hemodialisis, Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis

(CAPD), transplantasi (2,6%), danContinuous Renal Replacement

Therapy (CRRT). Namun, yang paling banyak dilakukan berupa

prosedur hemodialisis (82%) (Perkeni, 2014).

6. Komplikasi Gagal Ginjal Kronik

Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari penyakit gagal ginjal

kronik adalah (Prabowo, 2014) :

a. Penyakit tulang

b. Penyakit kardiovaskuler

c. Anemia, dan

d. Disfungsi seksual.

B. Tinjauan Umum Hemodialisa

1. Pengertian Hemodialisa

Hemodialisis adalah untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme

atau racun tertentu dari peredaran darah manusia, seperti kelebihan

ureum, kreatinin, asam urat dan zat-zat lain melalui membran

semipermeabel. Pasien gagal ginjal kronik menjalani hemodialisa

sebanyak dua sampai tiga kali seminggu, dimana setiap kali

hemodialisa rata-rata memerlukan waktu antara empat sampai lima

jam (Bayhakki, 2017).

Hemodialisis dapat didefinisikan sebagai suatu proses

pengubahan komposisi solute darah oleh larutan lain (cairan dialisat)

14
melalui membran semi permeabel (membran dialisis). Tetapi pada

prinsipnya, hemodialisis adalah suatu proses pemisahan atau

penyaringan atau pembersihan darah melalui suatu membran

semipermeabel yang dilakukan pada pasien dengan gangguan

fungsi ginjal baik akut maupun kronik (Suhardjono, 2014).

Hemodialisa adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan

dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin di luar tubuh

yang disebut dialiser. Frekuensi tindakan hemodialisa bervariasi

tergantung banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, rata–rata penderita

menjalani tiga kali dalam seminggu, sedangkan lama pelaksanaan

hemodialisa paling sedikit tiga sampai empat jam tiap sekali tindakan

terapi (Sukriswati, 2016).

Hemodialisis adalah salah satu terapi pengganti ginjal

untukpasien penyakit ginjal kronik. Terapi ini dilakukan untuk

menggantikanfungsi ginjal yang rusak (Sari, 2017). Hemodialisis

adalah proses dimana terjadi difusi partikel terlarut (solut) dan air

secara pasif melalui satu kompartemen cairyaitu darah dan menuju

kompartemen lainnya yaitu cairan dyalisat melalui membran

semipermeabel dalam dialiser (Sutini, 2018).

15
2. Indikasi Hemodialisa

Indikasi Hemodialisa dibedakan menjadi emergency atau

hemodialisa segera dan hemodialisis kronik. Hemodialisa segera

adalah hemodialisa yang harus segera dilakukan.

a. Indikasi hemodialisis segera antara lain :

1. Keperawatan ginjal

a) klinis : keadaan uremik berat, overhidrasi

b) Oligouria (produksi urine <200 ml/12 jam)

c) Anuria (produksi urine <50 ml/12 jam)

d) Hyperkalemia (terutama jika terjadi perubahan EGC,

biasanya k > 6,5 mmol/1)

e) Asidosis berat (pH < 7,1 atau bikarbonat < meq/1)

f) Uremia (BUN > 150 mg/dL)

g) ensefalopati uremikum

h) Neuropati/miopati uremikum

i) Pericarditis uremikum

j) Disnatremia berat (Na > 160 atau < 115 mmol/L) \

k) Hipertermia

2. Keracunan akut (alcohol, obat-obatan) yang bisa melewati

membran dialisis.

b. indikasi hemodialisis kronik

16
Hemodialisa kronik adalah hemodialisis yang dikerjakan

berkelanjutan seumur hdup penderita dengan menggunakan mesin

hemodialisis. Menurut K/DOQI dialisis dimulai jika GFR < 15

ml/mnt. Keadaan pasien yang mempunyai GFR < 15 ml/mnt tidak

selalu sama sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai jika

dijumpai salah satu dari hal tersebut di bawah ini :

1) gfr < 15 ml/mnt, tergantung gejala klinis

2) Gejala uremia meliputi ; lethargy, anoreksia, nausea, mual dan

muntah

3) Adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot

4) Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan

5) Komplikasi metabolic yang refraktor

3. Proses Hemodialisa

Proses hemodialisa berlangsung di luar tubuh (ekstrakorporal)

yang dilakukan oleh mesin hemodialisa. Darah dari pasien keluar

melalui akses vaskular, yang ditarik oleh kekuatan pompa mesin

melalui selang darah, dialirkan kedalam dialiser (penyaring) yang

berfungsi untuk menyaring dan membersihkan darah dari ureum,

kreatini dan zat-zat sisa metabolisme yang tidak diperlukan oleh tubuh.

Darah mengalir ke dalam dialiser yang terdiri dari dua kompartemen

yang terpisah oleh membran semipermeabel. Kompartemen dialisis

dialiri cairan dialisis yang bebas pirogen, berisi larutan dengan

17
komposisi elektrolit mirip serum normal. Selanjutnya darah dan cairan

dialisis akan mengalami perubahan konsentrasi dan terjadilah difusi di

kedua kompartemen. Perpindahan air juga terjadi karena adanya

tekanan osmosis. Hal ini yang menyebabkan terjadinya perpindahan

zat sisa seperti urea, kreatinin dan kelebihan cairan dari dalam darah.

Tetapi sel darah dan protein tidak ikut berpindah dikarenakan

ukuran molekul yang lebih besar sehingga tidak dapat melewati

membran (Ayumi, 2017).

Hemodialisis dilakukan 2 sampai 3 kali seminggu dengan lama

waktu 4 sampai 5 jam, yang bertujuan untuk mengeluarkan sisa -sisa

metabolisme protein dan mengoreksi gangguan keseimbangan cairan

dan. Kecukupan dosis hemodialisis yang diberikan diukur dengan

istilah adekuasi hemodialisis, yang merupakan dosis yang

direkomendasikan untuk mendapatkan hasil yang adekuat sebagai

manfaat dari proses hemodialisis yang dijalani oleh pasien gagal ginjal.

Hasil Konsensus Dialisis Pernefri menyatakan bahwa adekuasi

hemodialisis dapat dicapai dengan jumlah dosis hemodialisis 10

sampai 12 jam per minggu (Ayumi, 2017).

4. Penatalaksanaan Hemodialisa

Penatalaksanaan pasien gagal ginjal kronik yang mengalami

hemodialisa yang panjang, yaitu:

a. Diet dan masalah cairan

18
Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani

hemodialisis mengingat adanya efek uremia. Gejala yang terjadi

akibat penumpukan tersebut secara kolektifdikenal sebagai gejala

uremik. Diet rendah protein akan mengurangi penumpukan

limbah nitrogen dan akan meminimalkan gejala uremik. Protein

diberikan 0,6-0,8 gr/kg.bb/hari, yang 0,35-0,50 gr dianteranya

protein nilai biologi tinggi.Jumlah kalori yang diberikan sebesar

30-35 kkal/kg.bb/hari. Jumlah asupan protein dan kalori dapat

ditingkatkan pada pasien yang mengalami malnutrisi.

Penumpukan cairan juga dapat terjadi dan dapat mengakibatkan

gagal jantung kongestif serta edema paru. Jika pembatasan

protein dan cairan diabaikan, komplikasi dapat membawa

kematian.

b. Pembatasa Garam

Meski tinggi konsumsi garam, makin tinggi pula kemungkinan

ekskresi kalsium dalam air kemih yang dapat mempermudah

terbentuknya kristalisasi ikatan kalsium urat oleh sodium. Hal ini

yang dapat terjadi pada konsumsi sodium yang tinggi

menurunnya ekskresi sitrat.

5. Komplikasi Hemodialisa

Komplikasi akut yang sering paling sering terjadi adalah

hipotensi terutama pada pasien diabetes. Hipotensi pada hemodialisa

19
dapat dicegah dengan melakukan evaluasi berat badan kering dan

modifikasi dari ultrafiltrasi, sehingga diharapkan jumlah cairan yang

dikeluarkan lebih banyak pada awal dibandingkan di akhir dialisis.

Kram otot juga sering terjadi selama proses hemodialisis. Beberapa

faktor pencetus yang dihubungkan dengan kejadian kram otot ini

adalah adanya gangguan perfusi otot karena pengambilan cairan yang

agresif dan pemakaian dialisat rendah sodium. Reaksi anafilaktoid

juga merupakan salah satu komplikasi dari hemodialisis. Reaksi

anafilaktoid terhadap dialiser sering dijumpai pada pemakaian pertama

(Suhardjono, 2014).

Komplikasi kronik pasien hemodialisis dapat dibagi menjadi dua

kategori yaitu :

1) Komplikasi yang terjadi karena terapi hemodialisis seperti,

hipotensi; anemia; endocarditis, dan lain-lain.

2) Komplikasi yang terjadi karena penyakit ginjal primer seperti

nefropati, kronik gromeluropati, glomerulonefritis, dan lain-lain.

Komplikasi kronik atau komplikasi jangka panjang yang dapat

terjadi pada pasien yang menjalani terapi hemodialisa antara lain,

penyakit kardiovaskular (Suhardjono, 2014).Salah satu kesulitan utama

pada pasien dialisis jangka panjang adalah mortalitas yang

berhubungan dengan infark miokard dan penyakit serebrovaskuler. Hal

ini mungkin diakibatkan oleh faktorrisiko yang umum pada pasien

20
uremik seperti, hipertensi, hiperlipidemi, kalsifikasi vaskuler akibat

hipertiroidisme dan curah jantung yang tinggi akibat anemia atau

faktor lain (Harrison, 2014).

C. Tinjauan Umum Support System Keluarga

1. Pengertian Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga menurut Fridman (2010) dalam Sutini

(2018) adalah sikap, tindakan penerimaan keluarga terhadap anggota

keluargannya, berupa dukungan informasional, dukungan penilaian,

dukungan instrumental dan dukungan emosional.

Dukungan keluarga adalah suatu bentuk hubungan interpersonal

yang meliputi sikap, tindakan dan penerimaan terhadap anggota

keluarga, sehingga anggota keluarga merasa ada yang

memperhatikannya. Jadi dukungan sosial keluarga mengacu kepada

dukungan-dukungan sosial yang dipandang oleh anggota keluarga

sebagai sesuatu yang dapat diakses atau diadakan untuk keluarga yang

selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan

(Sutini, 2018).

Menurut Gottlieb (1998) dalam Utami (2015), dukungan

keluarga adalah dukungan verbal dan non verbal, saran, bantuan yang

nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab

dengan subjek di dalam lingkungan sosialnya atau berupa kehadiran

21
dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau

berpengaruh pada tingkah laku penerimanya.

2. Sumber Dukungan Keluarga

Menurut Friedman (2010) dalam Sutini (2018), terdapat tiga

sumber dukungan sosial umum, sumber ini terdiri atas jaringan

informal yang spontan yaitu, dukungan terorganisasi yang tidak diarah

kanoleh petugas kesehatan professional, dan upaya terorganisasi oleh

professional kesehatan. Dukungan sosial keluarga mengacu kepada

dukungan-dukungan sosial yang di pandang oleh anggota keluarga

sebagai sesuatu yang dapat diakses atau diadakan untuk keluarga

(dukungan sosial bisa atau tidak digunakan, tetapi anggota keluarga

memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap

memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan). Dukungan

sosial keluarga dapat berupa dukungan sosial keluarga internal, seperti

dukungan dari suami dan istri atau dukungan dari saudara kandung

atau dukungan sosial keluarga eksternal.

3. Jenis Dukungan Keluarga

Menurut Friedman (1998) dalam Sutini (2018), menyatakan

bahwa keluarga berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggotanya.

Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung,

selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan.

Terdapat empat dimensi dari dukungan keluarga yaitu:

22
1) Dukungan emosional

Berfungsi sebagai pelabuhan istirahat dan pemulihan serta

membantu penguasaan emosional serta meningkatkan moral

keluarga. Dukungan emosianal melibatkan ekspresiempati,

perhatian, pemberian semangat, kehangatan pribadi, cinta, atau

bantuan emosional. Dengan semua tingkah laku yang mendorong

perasaan nyaman dan mengarahkan individu untuk percaya bahwa

ia dipuji, dihormati, dicintai, dan bahwa orang lain bersedia untuk

memberikan perhatian.

2) Dukungan informasional

Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan disseminator

(penyebar) informasi tentang dunia. Dukungan informasional

terjadi dan diberikan oleh keluargadalam bentuk nasehat, saran dan

diskusi tentang bagaimana cara mengatasi atau memecahkan

masalah yang ada.

3) Dukungan instrumental

Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan

konkrit. Dukungan instrumental merupakandukungan yang

diberikan oleh keluarga secara langsung yang meliputi bantuan

material seperti memberikan tempat tinggal, memimnjamkan atau

memberikan uang dan bantuan dalam mengerjakan tugas rumah

sehari-hari.

23
4) Dukungan penghargaan

keluarga bertindak (keluarga bertindak sebagai sistem

pembimbingumpan balik, membimbing dan memerantai

pemecahan masalah dan merupakan sumber validator identitas

anggota. Dukungan penghargaan terjadi melalui ekspresi

penghargaan yang positif melibatkan pernyataan setuju dan

panilaian positif terhadap ide-ide, perasaan dan performa orang lain

yang berbanding positif antara individu dengan orang lain.

4. Manfaat Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang

masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan sosial berbeda beda dalam

berbagai tahap-tahap siklus kehidupan. Namun demikian, dalam semua

tahap siklus kehidupan, dukungan sosial keluarga membuat keluarga

mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal. Sebagai

akibatnya, hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga.

Friedman (1998) dalam Sutini (2018), menyimpulkan bahwa baik

efek-efek penyangga (dukungan sosial menahan efek-efek negatif

dari stres terhadap kesehatan) dan efek-efek utama (dukungan sosial

secara langsung mempengaruhi akibat-akibat dari kesehatan)

ditemukan. Sesungguhnya efek-efek penyangga dan utama dari

dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan boleh jadi

berfungsi bersamaan.

24
5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga

Menurut Purnawan (2008) dalam Sutini (2018), faktor-faktor

yang mempengaruhi dukungan keluarga adalah:

a. Faktor internal

1) tahap perkembangan

Artinya dukungan dapat ditentukan oleh faktor usia dalam hal

ini adalah pertumbuhan dan perkembangan, dengan demikian

setiap rentang usia (bayi -lansia) memiliki pemahaman dan

respon terhadap perubahan kesehatan yang berbeda-beda.

2) Pendidikan atau tingkat pengetahuan

Keyakinan seseorang terhadap adanya dukungan terbentuk oleh

variabel intelektual yang terdiri dari pengetahuan, latar

belakang pendidikan dan pengalaman masa lalu. Kemampuan

kognitif akan membentuk cara berfikir seseorang termasuk

kemampuan untuk memahami faktor-faktor yang berhubungan

dengan penyakit dan menggunakan pengetahuan tentang

kesehatan untuk menjaga kesehatan dirinya.

3) Faktor emosi

Faktor emosional juga mempengaruhi keyakinan terhadap

adanya dukungan dan cara melakukannya. Seseorang yang

mengalami respon stress dalam setiap perubahan hidupnya

cenderung berespon terhadap berbagai tanda sakit, mungkin

25
dilakukan dengan cara mengkhawatirkan bahwa penyakit

tersebut dapat mengancam kehidupannya. Seseorang yang

secara umum terlihat sangat tenang mungkin mempunyai

respon emosional yang kecil selama ia sakit. Seorang individu

yang tidak mampu melakukan koping secara emosional

terhadap ancaman penyakit mungkin.

4) Spiritual

Aspek spiritual dapat terlihat dari bagaimana seseorang

menjalani kehidupannya, mencakup nilai dan keyakinan yang

dilaksanakan, hubungan dengan keluarga atau teman, dan

kemampuan mencari harapan dan arti dalam hidup.

b. Faktor eksternal

1) Praktik di keluarga

Cara bagaimana keluarga memberikan dukungan biasanya

mempengaruhi penderita dalam melaksanakan kesehatannya.

Misalnya, klien juga kemungkinan besar akan melakukan

tindakan pencegahan jika keluarga melakukan hal yang sama.

2) Faktor sosio-ekonomi

Faktor sosial dan psikososial dapat meningkatkan resiko

terjadinya penyakit dan mempengaruhi cara seseorang

mendefinisikan dan bereaksi terhadap penyakitnya. Variabel

psikososial mencakup, stabilitas perkawinan, gaya hidup, dan

26
lingkungan kerja. Seseorang biasanya akan mencari dukungan

dan persetujuan dari kelompok sosialnya, hal ini akan

mempengaruhi keyakinan kesehatan dan cara pelaksanaannya.

Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang biasanya ia

akanlebih cepat tanggap terhadap gejala penyakit yang

dirasakan. Sehingga ia akan segera mencari pertolongan ketika

merasa ada gangguan pada kesehatannya.

3) Latar belakang budaya

Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai dan

kebiasaan individu, dalam memberikan dukungan termasuk

cara pelaksanaan kesehatan pribadi.

D. Tinjauan Umum Lama Mejalani Hemodialisa

Kidney Dissease Quality of Life (KDOQI) merekomendasikan

bahwa pasien dengan residual kidney function rendah (kurang dari 2

ml/menit) menjalani hemodialisistiga kali seminggu dengan durasi 3 jam

setiap kali hemodialisis (Roccoet , 2015).Pranoto (2010) dalam Sari

(2017) membagi lama terapi henodialisis menjadi 3 yaitu, kurang dari 12

bulan, 12 sampai 24 bulan, dan lebih dari 24 bulan.

Pasien yang menjalani hemodialisis selama lebih dari 10

tahunkemudian melakukan transplantasi ginjal memiliki outcome yang

lebih buruk dibandingkan dengan pasien yang melakukan transplantasi

27
ginjalyang sebelumnya melakukan terapi hemodialisis dalam waktu

yanglebih singkat (Sari 2017).

E. Tinjauan Umum Kualitas Hidup

1. Pengertian Kualitas Hidup

Kualitas hidup adalah istilah yang digunakan untuk

menggambarkan rasa kesejahteraan, termasuk aspek kebahagiaan,

kepuasan hidup, dan sebagainya. Tetapi definisi mengenai kualitas

hidup ini berbeda bagi setiap individu (Sari, 2017).

Meskipun kesehatan merupakan salah satu aspek penting dari

kualitas hidup, namun ada beberapa aspek lain yang juga dapat

mempengaruhi kualitas hidup yaitu, pekerjaan, pendidikan, aspek

nilai-nilai dan budaya, dan aspek spiritual (Centers for Disease

Control and Prevention, 2000 dalam Sari 2017).

Kualitas hidup dapat juga diartikan sebagai rasa kepuasan atau

ketidakpuasan seseorang individu terhadap berbagai aspek kehidupan.

Kualitas hidup merupakan konsep yang mempresentasikan respon

individu terhadap efek fisik, mental dan sosial dari suatu penyakit pada

kehidupan sehari hari (Liu, 2006 dalam Sari ,2017).

2. Kualitas Hidup Terkait Kesehatan

Konsep Health Related Quality Of Life (HRQOL) merupakan

sebuah konsep yang mencakup aspek aspek kualitas hidup yang dapat

mempengaruhi kesehatan fisik maupun mental. Pada tingkat individu,

28
Health Related Quality Of Life (HRQOL) mencakup faktor resiko

kesehatan, status fungsional, statussosial ekonomi. Sedangkan pada

tingkat komunitas, Health Related Quality Of Life (HRQOL) meliputi

sumber daya, kebijakan-kebijakan yang dapat mempengaruhi

kesehatan suatu populasi dan status fungsional (Centers for Disease

Control and Prevention, 2000 dalam Sari, 2017).

Kualitas hidup merupakan sebuah persepsi individu

terhadapposisi mereka dalam kehidupan dalam konteks budaya dan

nilai ditempat mereka tinggal serta berkaitan dengan tujuan mereka,

harapan, standar dan kekhawatiran. (Anees, 2011 dalam Sari, 2017).

Menurut The World Health Organization Quality of Life (WHOQoL)

kualitas hidup terdiri dari 4 bidang. Keempat bidang dari The World

Health Organization Quality of Life-Bref (WHOQoL-Bref) meliputi :

1) Kesehatan fisik berhubungan dengan kesakitan dan kegelisahan,

ketergantungan pada perawatan medis, energidan kelelahan,

mobilitas, tidur dan istirahat, aktifitas kehidupan sehari-hari, dan

kapasitas kerja.

2) Kesehatan psikologis berhubungan dengan pengaruh positif dan

negatif spiritual, pemikiran pembelajaran, dayaingat dan

konsentrasi, gambaran tubuh dan penampilan,serta penghargaan

terhadap diri sendiri.

29
3) Hubungan sosial terdiri dari hubungan personal, aktivitas seksual

dan hubungan sosial.

4) Dimensi lingkungan terdiri dari keamanan dan kenyamanan fisik,

lingkungan fisik, sumber penghasilan, kesempatan memperoleh

informasi, partisipasi dan kesempatan untuk rekreasi, atau

aktifitas pada waktu luang.

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Hidup

Kualitas hidup seseorang tidak dapat didefinisikan dengan pasti,

hanya orang tersebut yang dapat mendefinisikannya, karena kualitas

merupakan sesuatu yang bersifat subyektif (Sofia, 2010 dalam Sutini,

2018). Menurut Yuliaw (2009) dalam Sutini (2018), kualitas hidup di

pengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

1) Usia

Usia menentukan kerentanan individu terhadap penyakit. Pada

umumnya kualitas hidup cenderung menurun dengan meningkatnya

umur. Pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisis yang berusia

lebih mudaakan mempunyai kualitas hidup yang lebih baik

dibandingkan pasien yang berusia tua karena kondisi fisik pasien

yang lebih baik. Penderita yang dalam usia produktif merasa

terpacu untuk sembuh karena memiliki angka harapan hidup yang

lebih tinggi sementara pasien yang lebih tua cenderung

menyerahkan keputusan kepada keluarga atau anak-anaknya, selain

30
itu kebanyakan pasien yang berusia lanjut memiliki motivasi yang

rendah dalam menjalani hemodialisis. Usia juga berkaitan dengan

prognosa penyakit dan harapan hidup pasien yang berusia diatas 55

tahun memiliki risiko tinggi terjadinya komplikasi yang

memperberat fungsi ginjal dibandingkan pasien yang berusia

dibawah 40 tahun. Menurut Harlock, (1998) dalam Sutini, (2018),

usia dibagi menjadi 3 yaitu:

a. Masa dewasa awal yaitu 18 sampai 40 tahun

Masa dewasa awal secara biologis merupakan masa puncak

pertumbuhan fisik yang prima dan usi tersebut dari populasi

manusia secara keseluruhan. Pada masa dewasa awal ini

perkembangan fisik mengalami degradasi sedikit demi sedikit

mengikuti umur seseorang menjadi lebih tua. Sedangkan secara

segi emosional, dewasa awal adalah masa dimana motivasi

untuk meraih sesuatu sangat besar yang didukung kekuatan

fisik yang prima.

b. Masa dewasa madya, yaitu 40 sampai 60 tahun

Masa usia dewasa madya diartikan sebagai suatu masa

menurunnya keterampilan fisik dan pikologis. Pada tahap

dewasa madya aspek fisik seseorang mulai melemah, terasuk

fungsi alat indra (terutama indera pendengaran dan penglihatan)

serta mengalami penyakit tertentu yang sebelumnya belum

31
pernah dialami. Akibat perubahan fisik yang semakin melemah,

akan berpengaruh terhadap peran dan fungsinya di masyarakat

menyebabkan menurunnya interaksi. Secara kognitif usia

dewasa madya mengalami penurunan kemampuan mengingat,

berfikir, dan mekanisme yang memerlukan kecepatan dan

keakuratan.

c. Masa dewasa lanjut yaitu 60 tahun ke atas

pada tahap ini ditandai dengan semakin melemahnya

kemampuan fisik dan pikis seseorang (meliputi pendengaran,

penglihatan, daya ingat, pola pikir serta interaksi sosial). Selain

itu, pada tahap ini terjadi penurunan pertumbuhan dan

reproduksi sel menyebabkan terjadi banyak kegagalan

pergantian sel yang rusak sehingga menyebabkan proses

penyembuhan terhadap suatu penyakit akan berjalan lebih

lama. Secara kognitif, kecepatan memperoleh informasi

mengalami penurunan serta ketidakmampuan mengeluarkan

kembali informasi yang telah disimpan dalam ingatannya.

2) Jenis kelamin

Menurut Sofia (2010) dalam Sutini (2018), menyatakan bahwa

secara nyata perempuan memiliki kualitas hidup yang lebih rendah

dibandingkan dengan laki-laki, sedangkan Farida (2010) dalam

Sutini (2018) mengungkapkan perempuan mudah dipengaruhi oleh

32
depresi karena berbagai alasan yang terjadi dalam kehidupannya,

seperti mengalami sakit yang mengarah pada kekurangan

kesempatan dalam semua aspek kehidupannya.

3) Pendidikan

Penderita yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi akan

mempunyai pengetahuan yang lebih luas juga memungkinkan

dapat mengontrol dirinya dalam mengatasi masalah yang dihadapi.

Selain itu, pengetahuan atau kognitif merupakandomain yang

penting untuk terbentuknya tindakan, prilaku yang didasari

pengetahuan akan lebih langgeng dari pada yang tidak didasari

pengetahuan (Notoadmojo, 2005 dalam Sutini, 2018). Semakin

tinggi tingkat pendidikan seseorang maka ia akan cenderung

berprilaku poitif karena pendidikan yang diperoleh dapat

meletakkan dasar-dasar pengertian dalam diri seseorang.

4) Pekerjaan

Berbagai jenis pekerjaan akan berpengaruh pada frekuensi dan

distribusi penyakit. Hal ini disebabkan sebagian hidup digunakan

untuk bekerja dengan berbagai urusan lingkungan yang berbeda.

5) Ekonomi

Sekarang yang mempunyai status sosial yang berkecukupan akan

mampu menyediakan fasilitas yang diperlukan untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya. Sebaliknya, individu yang status sosial

33
ekonominya rendah akan mengalami kesulitandidalam memenuhi

kebutuhan hidupnya (Sunaryo, 2004 dalam Sutini, 2018).

6) Lamanya menjalani terapi

Pasien yang telah lama menjalani terapi hemodialisis maka akan

semakin patuh dalam menjalani terapi karena pasien telah sampai

pada tahap menerima keadaanya. Selain itu mereka telah

mendapatkan pendidikan kesehatan tentang penyakit dan

pentingnya menjalani terapi hemodialisis.

7) Penatalaksanaan medis

Penatalaksanaan medis pada pasien hemodialisis meliputi terapi

diet baik makanan maupun cairan serta medikasi. Diet merupakan

faktor penting bagi pasien yang menjalani terapi hemodialisis

terkait efek uremia. Pembatasan asupan makanan dapat berupa

pembatasan asupan nutrium, protein, kalium dan karbohidrat.

Program retrikasi cairan bertujuan untuk meminimalkan risiko

kelebihan cairan. Pemberian medikasi pada pasien dengan

hemodialisis harus dipertimbangkan dengan cermat dan dosis

pemberian obat harus diturunkan agar karbohidrat dalamdarah dan

jaringan tidak menjadi racun.

8) Dukungan keluarga

Dukungan keluarga dapat mempengaruhi kepuasan seseorang

dalam menjalani kehidupan sehari-hari termasuk kepuasan terhadap

34
status kesehatannya. Memberikan perawatan kesehatan kepada

keluarga merupakan hal yang paling dalam membantu mencapai

suatu keadaan sehat hingga tingkat yang optimum. Sofia (2010)

dalam Sutini (2018) Menyatakan dukungan keluarga berpengaruh

penting dalam pelaksanaanpengobatan berbagai penyakit kronis.

Pada paien penyakit gagal ginjal kronis yang menjalani terapi

hemodialisis, dukungan keluarga sangat berperan dalam

meninkatkan kesehatan yang akan mempengaruhi kualitas hidup

pasien.

9) Kesehatan fisik

Kesehatan fisik mempunyai beberapa dampak terhadap

kualitashidup seseorang. Kemampuan seseorang dalam melakukan

aktivitas tertentu dapat menjadi faktor mengikat atau menurunya

kualitas hidup.

10) Kesehatan psikologis

Depresi dan kecemasan merupakan gangguan psikologis yang

paling sering dialami yang seseorang yang disebabkan karena

gejala uremia, seperti kelelahan, gangguan tiur, menurunnya nafsu

makan dan gangguan kognitif (Sutini, 2018).

35
F. Kerangka konsep

Menurut Notoatmadjo (2014), kerangka konsep penelitian adalah

suatu uraian dan visulitas hubungan atau kaitan antara konsep satu

terhadap konsep yang lain, atau antara variabel yang satu dengan variabel

yang lain dan masalah yang ingin diteliti.

Variabel Independent variabel Dependen

Support system
keluarga Kualitas hidup pasien
gagal gingal kronik

Lama menjalani
hemodialisa

Gambar 2.1

kerangka konsep penelitian

Keterangan

: Variabel Independent

: variabel Dependen

: hubungan antar variabel

36
G. Hipotesis

Berdasarkan permasalahan penelitian, maka hipotesis penelitian ini adalah:

1. Ha (Hipotesis Alternative)

a. Ada hubungan antara support system keluarga dengan kualitas

hidup pasien gagal ginjal kronik.

b. Ada hubungan antara lama menjalani hemodialisa dengan kualitas

hidup pasien gagal ginjal kronik.

2. H0 (Hipotesis Nol)

a. Tidak ada hubungan antara support system keluarga dengan

kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik.

b. Tidak ada hubungan antara lama menjalani hemodialisa dengan

kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik.

37
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasi dengan

menggunakan pendekatan cross sectional. Pendekatan cross sectional

(pendekatan silang) yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika

korelasi antara variable dependen dan independen serta mengumpulkan

data dilakukan sekaligus pada waktu yang sama(Notoadmojo,2010).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di ruang hemodialisa RSUD dr.M Haulussy

Ambon.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini direncanakan pada bulan mei 2019.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau

subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulan

(Sugiyono, 2014). Populasi dalam penelitian ini adalah pasien gagal

38
ginjal kronikyang menjalani hemodialisa di ruang hemodialisa RSUD

dr.M Haulussy Ambon sebanyak 84 orang.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi di teliti

(Arikunto,2006). Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik

non probality sampling yaitu sampel jenuh atau sering disebut total

sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan mengambil seluruh

anggota populasi sebagai responden atau sampel (sugiyono,2013).

Adapun kriteria dalam penelitian ini adalah :

a. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi

oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel

(Notoadmojo,2010). Adapun kriteria inklusi dalam penelitian

adalah:

1) Pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di

RSUD dr. M Haulussy Ambon

2) Pasien sadar dan dapat berkomunikasi dengan baik

3) Pasien bersedia menjadi responden

b. Kriteria eksklusi

1) Pasien yang dalam keadaan tidak sadar.

2) Pasien memiliki gangguan indra pendengaran atau penglihatan

3) Pasien yang tidak bersedia menjadi responden

39
Ukuran Sampel

Rumus Slovin (Riduwan,2005)

n= N/N(d)2+1

Keterangan :

n : sampel

N : Populasi

d : nilai presisi 95% atau sig. : 0.05.

Jumlah populasi adalah 84, dan tingkat kesalahan adalah 5%, maka

jumlah sampel yang digunakan adalah :

n = 84/84(0.05)2 + 1 = 69.

Jadi, jumlah sampel yang digunakan adalah 69.

D. Variabel Penelitian

Menurut Sudigdo Sastroasmoro, et.al dalam Sugiyono (2014),

variabel merupakan karakteristik subjek penelitian yang berubah dari satu

subjek ke subjek lainnya. Ada dua jenis variabel yaitu variabel independen

dan variabel dependen.

a. Variabel Independen (variabel bebas)

Variabel independen ini merupakan variabel yang mempengaruhi atau

yang menjadi sebab perubahannya atau timbul variabel dependen,

40
(Sugiyono, 2013). Variabel independen dalam penelitian ini adalah

support system keluarga dan lama menjalani hemodialisa.

b. Variabel Dependen (variabel terikat)

Variabel dependen ini merupakan variabel yang dipengaruhi atau

akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2013). Variabel

dependen dalam penelitian ini adalah kualitas hidup pasien gagal

ginjal kronik.

E. Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah mendefenisikan variabel secara

operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan

penulis untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat

terhadap suatu objek.

Tabel 3.1 Defenisi Operasional

Variabel Defenisi Alat Kriteria Skala


Operasional Ukur Objektif
Independen/
Bebas
Dukungan Dukungan Lembar 1. Baik jika Ordinal
keluarga keluarga adalah kuesioner skor > 8
sikap, tindakan 2. Kurang
penerimaan baik jika
keluarga terhadap skor ≤ 8
anggota
keluargannya,
Lama Jangka waktu Lembar 1. Kurang dari Ordinal
menjalani hemodialisa yang kuesioner 1 tahun

41
hemodialis telah dilakukan 2. Lebih dari 1
a oleh pasien gagal tahun
ginjal kronik
Dependen/
Terikat
Kualitas Kualitas hidup Lembar 1. Baik jika Ordinal
hidup adalah istilah kuesioner skor >6
pasien yang digunakan 2. Kurang baik
gagal untuk jika skor ≤ 6
gingal menggambarkan
kronik rasa
kesejahteraan,
termasuk aspek
kebahagiaan,
kepuasan hidup,
dan sebagainya
pada pasien gagal
ginjal kronik.

F. Instrument Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini menggunakan lembar kuesioner

yaitu menggunakan sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk

memperoleh informasi dari responden.

G. Pengumpulan Data

42
Pengumpulan data dimulai dengan prosedur administrasi dan

menyiapkan surat izin penelitian. Setelah peneliti menerima persetujuan

pelaksanaan penelitian maka peneliti mulai mengumpulkan data. Data

dikumpulkan dengan menanyakan lebih dahulu kesediaan calon responden

untuk menjadi responden penelitian. Peneliti memberikan informed

consent untuk dibaca dan ditandatangani apabilah calon responden

bersedia menjadi peserta penelitian. Setelah semua kuisioner di isi, data

dikumpulkan untuk diolah.

H. Pengolahan Data

Proses pengolahan data dalam penelitian ini menurut Notoatmodjo

(2012), terdiri atas empat tahap yaitu :

1. Editing

Editing adalah memeriksa kelengkapan data dari setiap jawaban pada

kuesioner.

2. Coading

Coading adalah memberikan pengkodean pada data yang telah diedit

yakni, mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data,

angka, atau bilangan.

3. Tabulating

Tabulasi yakni membuat tabel-tabel data sesuai dengan tujun

penelitian atau yang diinginkan oleh peneliti.

4. Memasukan data (Data Entri)

43
Adalah mengisi kolom-kolom atau kotak-kotak lembar kode atau

kartu kode sesuai dengan jawaban masing-masing pertanyaan

I. Analisa Data

Analisa data merupakan pengumpulan data dari seluruh responden

yang dikumpulkan. Teknik analisa data dalam penelitian kuantitatif

menggunakan statistik (Sugiyono, 2013).

a. Analisa Univariat

Analisa univariat adalah analisa yang menganalisa setiap variabel dari

penelitian. Setelah dilakukan pengumpulan data kemudian data

dianalisis menggunakan statistik deskritif. Statistik deskritif adalah

statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara

mendeskripsikan atau mengambarkan data yang telah ada tanpa

bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau

generalisasi (Sugiyono, 2013). Analisa univariat ini hanya didistribusi

dan presentasi tiap-tiap variabel yaitu support system keluarga, lama

menjalani hemodialisa dan kualitas hidup.

b. Analisa Bivariat

Analisa bivariate dilakukan untuk menguji hubungan antara variabel-

variabel independen yaitu menganalisa hubungan hubungan support

system keluarga dan lama menjalani hemodialisa dengan kualitas

hidup pasien gagal ginjal kronik. Uji statistic yang digunakan dalam

penelitian adalah ujiChi-Square, untuk melihat kemaknaan (CI)

44
0,05%, dengan ketentuan bila p < 0,05% maka Ho ditolakdan Ha

diterima, yang menunjukkan adanya hubungan antara variabel terikat

dengan variabel bebas.

J. Etika penelitian

Menurut Notoadmodjo (2012) dalam melakukan penelitian,

peneliti perlu membawa rekomendasi dari institusi untuk pihak lain

dengan cara mengajukan permohonan izin kepada institusi lembaga tempat

penelitian yang diajukan oleh peneliti. Setelah mendapat persetujuan,

barulah peneliti dapat melakukan penelitian dengan mengedepankan

masalah etika yang meliputi :

1) Persetujan (Informed Consent)

Informend Consent merupakan persetujuan antara peneliti dan

responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.Sebelum

melakukan penelitian, peneliti memberikan penjelasan kepada

responden dan meminta persetujuan responden terlebih dahulu.

2) Tanpa Nama (Anomity)

Setiap responden dijaga kerahasiaan atas informasi yang diberikan.

Peneliti tidak mencantumkan nama responden tetapi pada lembar

tersebut diberi kode.

3) Kerahasiaan (Confidentiality)

Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya

kelompok data tertentu dilaporkan sebagai hasil penelitian.

45
46

Anda mungkin juga menyukai