Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Atmosfer bumi merupakan selubung gas yang menyelimuti permukaan
padat dan cair pada bumi. Selubung ini membentang ke atas sejauh beratus-ratus
kilometer, dan akhirnya bertemu dengan medium antar planet yang berkerapatan
rendah dalam sistem tata surya. Atmosfer tersusun dari campuran berbagai unsur
dan senyawa kimia. Unsur penyusun atmosfer paling banyak adalah Nitrogen,
Oksigen, dan Argon. Selain itu juga terdapat uap air, karbon dioksida, dan ozon
(Mairisdawenti, 2014).

Atmosfer bumi memiliki ketinggian 0 km diatas permukaan tanah hingga


ketinggian sekitar 560 km dari atas permukaan bumi. Lapisan paling bawah
disebut lapisan troposfer dengan ketinggian kurang dari 15 km dari permukaan
tanah. Lapisan di atas troposfer disebut stratosfer dengan ketinggian 18-49 km,
diikuti lapisan mesosfer yang memiliki ketebalan lapisan 49-82 km, kemudian
terdapat lapisan ionosfer terletak sekitar sekitar 80 km sampai 450 km dari atas
permukaan bumi. Lapisan atmosfer terluar bumi disebut eksosfer yang memiliki
ketinggian 8000-10000 (Iswantari, 2014).

Secara alami konsentrasi ozon terbesar di atmosfer terdapat pada lapisan


stratosfer (Widowati dan Sutoyo, 2009) sehingga pada penelitian ini difokuskan
pada lapisan stratosfer. Lapisan stratosfer adalah lapisan yang lebih stabil dari
troposfer dan memiliki suhu yang sangat dingin yaitu -570C (Handoko, 1995).
Pada lapisan stratosfer, tepatnya diatas lapisan isotermis yaitu pada 20-45 km
terjadi perubahan suhu udara seiring dengan kenaikan ketinggian dari permukaan
bumi. Kenaikan suhu udara berdasarkan ketinggian mulai terhenti yaitu pada
puncak lapisan stratosfer yang disebut stratopause dengan suhu udara sekitar 0oC
(Iswantari, 2014).

1
Ozon adalah salah satu dari gas penyusun atmosfer. Ozon terdiri atas dua
jenis yaitu ozon dekat permukaan bumi (ozon troposfer) dan ozon yang berada di
stratosfer. Lapisan stratosfer mengandung 90 % dari total ozon yang terdapat di
atmosfer. Ozon di stratosfer berperan sebagai pelindung bumi dari radiasi sinar
ultraviolet dengan panjang gelombang 280-320 nm yang berbahaya bagi
kehidupan (Ambarsari, 2015).

Saat ini observasi ozon di Indonesia telah dilakukan oleh Lembaga


Penerbangan dan Antarikasa Nasional (LAPAN) serta Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika (BMKG). BMKG sendiri telah mengoperasikan alat
monitoring ozon di Jakarta dan Bukit Kototabang. Sementara LAPAN telah
memantau konsentrasi ozon permukaan, profil ozon dan total column ozon di
Bandung dan Pasuruan. Melalui data observasi konsetrasi ozon di LAPAN
Pasuruan pada 16 Desember 2019, akan dianalisis hubungan antara temperatur
ozon dan ozon vertikal pada lapisan atmosfer khusunya lapisan stratosfer.

I.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas dapat dikemukakan rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana cara pengolahan data observasi ozon vertikal di LAPAN
Pasuruan?
2. Bagaimana profil konsentrasi ozon di lapisan stratosfer?
3. Bagaimana analisis hubungan temperatur dan ozon vertikal di lapisan
stratosfer?

I.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat dikemukakan tujuan penelitian
sebagai berikut:

I.3.1 Tujuan Umum


1. Memenuhi kewajiban mata kuliah Kerja Praktik Program Studi Geofisika
Universitas Hasanuddin.

2
2. Menambah wawasan di bidang atmosfer.
3. Menambah pengalaman mengenal dunia kerja.

I.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui cara pengolahan data observasi ozon vertikal di LAPAN
Pasuruan.
2. Mengetahui profil konsentrasi ozon di lapisan stratosfer.
3. Menganalisis hubungan temperatur dan ozon vertikal di lapisan stratosfer
melalui data observasi ozon vertikal di LAPAN Pasuruan.

1.4 Ruang Lingkup


Ruang lingkup dari kerja praktik ini adalah melalukan pengumpulan data,
pengolahan raw data yang didapat dari observasi ozon vertikal dengan
menggunakan iMet Radiosonde dan sensor ECC Ozonesonde serta analisis data
untuk mengetahui hubungan antara temperatur dan ozon vertikal di lapisan
stratosfer. Data yang digunakan ialah perolehan data observasi ozon vertikal yang
dilakukan pada tanggal 16 Desember 2019 di LAPAN Pasuruan.

1.5 Manfaat
Adapun manfaat dari pelaksanaan kerja praktik ini adalah:
1. Bagi mahasiswa dapat menerapkan ilmu pengetahuan dan metode yang
selama ini telah diterima di bangku kuliah pada dunia kerja.
2. Bagi universitas dapat memperkenalkan Program Studi Geofisika
Universitas Hasanuddin di instansi-instansi yang terkait dalam
pelaksanaan Kerja Praktik, sehingga dapat membangun hubungan kerja
sama satu sama lain.
3. Bagi perusahaan/instansi dapat memberi manfaat berupa hubungan kerja
sama antara perusahaan dengan universitas, serta perusahaan dapat
menjadi sarana dalam memajukan disiplin ilmu terkait.

3
BAB II
PROFIL INSTANSI

II.1 Profil LAPAN Pasuruan


Berdasarkan Surat perintah operasi peluncuran balon Stratosfer oleh Ketua
LAPAN pusat, di daerah Kabupaten Pasuruan Jawa Timur diadakan kegiatan
peluncuran balon dan survei lapangan untuk mendirikan sebuah instalasi
peluncuran balon yang permanen pada September 1981. Kemudian pada
September 1983, Instalasi LAPAN di Watukosek diresmikan penggunaannya oleh
ketua LAPAN dr. R Sunaryo dengan nama Stasiun Peluncuran Balon Stratosfer
(Stasbal). Stasiun ini ditambah dengan Laboratoriun Geomagnet pada September
1986 dan dilengkapi Laboratorium Matahari lengkap dengan teropong Matahari
H-Alpha pada Oktober 1986. Tahun berikutnya pada Oktober 1987, stasiun ini
menambah instrument baru yaitu teropong sunspot untuk melengkapi daya guna
Laboratorium Matahari, Pada Maret 1989, Instalasi ini dirubah namanya menjadi
Stasiun Pengamatan Dirgantara (Stasmatgan). Perubahan nama kembali dilakukan
pada tahun 2011 dimana stasiun Pengamatan Dirgantara Watukosek berubah
nama menjadi Balai Pengamatan Dirgantara Watukosek. Hingga akhirnya pada
tahun 2015 Balai Pengamatan Dirgantara Watukosek berubah nama menjadi Balai
Pengamatan Antariksa dan Atmosfer (BPAA) Pasuruan (LAPAN.go.id, 2019).

LAPAN memiliki beberapa fasilitas penting yang tersebar di seluruh


Indonesia untuk mendukung aktivitasnya. Kantor Pusat LAPAN sendiri terletak di
Jakarta Timur. Pusat Antariksa berada di Bandung, Pusat Teknologi Penerbangan
dan Roket berada di Bogor, Balai Pengideraan Jauh berada di Pare – Pare, Stasiun
Pengamat Dirgantara berada di Kupa dan masih banyak lagi kantor LAPAN di
Indonesia. Di Pasuruan sendiri terdapat Balai Pengamatan Antariksa dan
Atmosfer Pasuruan yang bertugas melaksanakan pengamatan, perekaman,
pengolahan dan penegelolaan data antariksa dan atmosfer. Keberhasilan Balai
Pengamatan Antariksa dan Atmosfer Pasuruan dalam melaksanakan tugas, fungsi
dan perannya sangat didukung oleh peran serta dari seluruh personil yang berada
di lingkungan Balai.

4
II.2 Visi dan Misi LAPAN Pasuruan
Adapun Visi dan Misi LAPAN tahun 2020 s/d 2024, yaitu (LAPAN, 2020):
II.2.1 Visi
Menjadi penyedia dukungan teknis yang cepat, akurat dan responsif
dalam hal pengamatan antariksa dan atmosfer yang andal serta layanan
ke daerah.
II.2.2 Misi
1. Menyediakan produk dan layanan hasil pengamatan antariksa dan
atmosfer yang andal di Balai Pengamatan Antariksa dan Atmosfer
Pasuruan dalam pengambilan kebijakan penyelenggaraan
Pemerintahan Negara;
2. Mewujudkan birokrasi Balai Pengamatan Antariksa dan Atmosfer
Pasuruan berkelas dunia untuk mendukung pengambilan kebijakan
penyelenggaraan Pemerintahan Negara;

II.3 Tugas Pokok dan Fungsi LAPAN Pasuruan


Berdasarkan Peraturan Kerja LAPAN Nomor 15 Tahun 2015 mengenai
Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengamatan Antariksa dan Atmosfer (BPAA),
BPAA Pasuruan berada di bawah Deputi Bidang Sains Antariksa dan Atmosfer
yang mempunyai tugas melaksanakan pengamatan, perekaman, pengolahan dan
pengelolaan data antariksa dan atmosfer. Untuk melaksanakan tugas tersebut,
BPAA Pasuruan menyelenggarakan fungsi (BPAA Pasuruan, 2019):
1. Penyusunan rencana kegiatan dan anggaran,
2. Pelaksanaan pengamatan, perekaman, pengolahan dan pengelolaan data
antariksa dan atmosfer,
3. Pengembangan, pengoperasian dan pemeliharaan peralatan pengamatan
antariksa dan atmosfer,
4. Pelaksanaan kerja sama teknis di bidang pengamatan antariksa dan
atmosfer,
5. Pemberian layanan publik di bidang penerbangan dan antariksa dalam
rangka efisiensi dan efektivitas pemberia layanan,
6. Evaluasi dan penyusunan laporan kegiatan, dan

5
7. Pelaksanaan urusan keuangan, sumber daya manusia, aparatur, tata usaha,
penatausahaan Barang Milik Negara dan rumah tangga.

II.4 Struktur Organisasi LAPAN Pasuruan


Struktur organisasi BPAA Pasuruan meliputi 2 jabatan struktural, yaitu:
Kepala Balai dan Kepala Subbagian Tata Usaha.
1. Subbagian Tata Usaha
Subbagian Tata Usaha memiliki tugas melakukan urusan keuangan,
sumber daya manusia aparatur, tata usaha, penatausahaan Barang Milik
Negara dan rumah tangga.

2. Kelompok Jabatan Fungsional


Kelompok Jabatan Fungsional memiliki tugas melakukan kegiatan
sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kedudukan jabatan struktural berjenjang dari tingkat yang terendah eselon
IV/a atau jabatan pengawas hingga yang tertinggi eselon III/a atau jabatan
administrator sesuai dengan struktur organisasi ditunjukkan pada Gambar 2.1
(BPAA Pasuruan, 2020):

Gambar 2.1 Struktur Balai Pengamatan Antariksa dan Atmosfer Pasuruan


(LAKIN LAPAN Pasuruan, 2018)

6
II.5 Logo LAPAN
Logo LAPAN seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2 menggambarkan
wahana antariksa yang sedang meluncur dan melambangkan lembaga
keantariksaan yang bertekad mencapai cita-cita tinggi menuju Indonesia yang
maju dan mandiri. Empat komponen pada logo LAPAN yang beriringan,
melambangkan empat kompetensi LAPAN diantaranya sains antariksa dan sains
atmosfer, teknologi penerbangan dan antariksa, penginderaan jauh serta kajian
kebijakan penerbangan dan antariksa. Warna yang digunakan dalam logo LAPAN
yaitu warna biru langit yang merupakan ciri LAPAN sebagai lembaga
kentariksaan serta warna kuning api (dengan atau tanpa gradasi warna) adalah
warna nyala api sebagai lambing semangat pendorong menuju kemajuan dan
kemandirian. Kemudian, tulisan LAPAN yang futuristik menggambarkan
transformasi LAPAN yang bervisi masa depan (LAPAN, 2019).

Gambar 2.2 Logo LAPAN (LAPAN, 2019)

7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

III.1 Atmosfer
III.1.1 Pengertian Atmosfer
Atmosfer bumi merupakan selubung gas yang menyelimuti permukaan
padat dan cair pada bumi. Atmosfer tersusun dari campuran berbagai unsur dan
senyawa kimia. Unsur penyusun atmosfer paling banyak adalah Nitrogen,
Oksigen, dan Argon. Selain itu juga terdapat uap air, karbon dioksida, dan ozon.
Atmosfer bersifat selektif terhadap panjang gelombang, sehingga mempengaruhi
energi radiasi elektromagnetik yang sampai ke pemukaan bumi. Radiasi
gelombang elektromagnetik akan mengalami hambatan, disebabkan oleh partikel-
partikel yang ada di atmosfer. Proses penghambatannya terjadi dalam bentuk
serapan, pantulan, dan hamburan (scattering). Komponen atmosfer yang
merupakan penyerap efektif radiasi matahari adalah uap air, karbondioksida, dan
ozon. Menurut Sinambela, dkk. 2006, berkurangnya konsentrasi ozon stratosfer
akan menaikkan intensitas radiasi UV berbahaya yang sampai di permukaan bumi
(Mairisdawenti, 2014).
Sebagai media lingkungan, atmosfer berfungsi untuk menampung berbagai
macam gas yang dihasilkan oleh aktivitas manusia seperti Oksigen, Karbon
dioksida, dan uap air. Keberadaan berbagai macam gas tersebut apabila sesuai
kadar maka tidak akan berpengaruh banyak terhadap aktivitas manusia namun
sebaliknya apabila keberadaan gas-gas tersebut melebihi ukuran yang seharusnya
maka dikhawatirkan dapat membahayakan umat manusia dan kehidupan di Bumi.
Berikut beberapa sifat yang dimiliki oleh atmosfer, yaitu (Iswantari, 2014).
1. Selimut gas tebal yang secara menyeluruh menutupi Bumi sampai ketinggian
560 km dari permukaan Bumi.
2. Tidak berwarna, tidak berbau, tidak dapat dirasakan, tidak dapat diraba
(kecuali bergerak sebagai angin).
3. Mempunyai berat (56 x 1014 ton) dan dapat memberikan tekanan 99% dari
beratnya berada sampai ketinggian 30 km dan separuhnya berada di bawah 6
km.

8
4. Memberikan tahanan jika suatu benda melewatinya berupa panas akibat
pergesekan (misalnya meteor hancur sebelum mencapai permukaan bumi).
Sangat penting untuk kehidupan dan sebagai media untuk proses cuaca.
Sebagai selimut yang melindungi bumi terhadap tenaga penuh dari matahari
pada waktu siang, menghalangi hilangnya panas pada waktu malam.
Wilayah Indonesia dikenal dalam terminologi ilmu atmosfer dengan nama
Benua Maritim (the Maritime Continent). Istilah ini pertama kali dikemukakan
oleh Ramage (1968) yang menunjukkan luasnya wilayah Indonesia seperti benua,
tetapi didominasi oleh air (laut), dan juga dibatasi oleh dua samudera (Hindia dan
Pasifik) serta dua benua Asia di utara dan Australia di selatan. Dengan kondisi
seperti itu, maka atmosfer di sebagian besar wilayah Indonesia relatif basah
hampir sepanjang tahun, akibat banyaknya kandungan uap air yang terbentuk,
sehingga mempermudah terbentuknya kumpulan awan-awan kumulonimbus (Cb)
yang dikenal dengan istilah Super Cloud Cluster (SCC) yang menunjukkan
besarnya perubahan energi yang terjadi sebagai dasar penggerak dari sirkulasi
permukaan bumi secara keseluruhan (global circulation). Energi inilah yang
menggerakan faktor-faktor pengendali sistem iklim di wilayah Indonesia dan
sekitarnya (Harijono, 2008).

III.1.2 Struktur dan Lapisan Atmosfer


Atmosfer bumi dapat dibagi menjadi beberapa lapisan, pembagian lapisan
atmosfer dilakukan berdasarkan variasi suhu vertikal (Neiburger, 1995). Atmosfer
bumi terdapat dari ketinggian 0 km di atas permukaan tanah, sampai dengan
sekitar 560 km dari atas permukaan bumi. Atmosfer tersusun atas beberapa
lapisan, yang dinamai menurut fenomena yang terjadi di lapisan tersebut. Transisi
antara lapisan yang satu dengan yang lain berlangsung bertahap. Studi tentang
atmosfer mula-mula dilakukan untuk memecahkan masalah cuaca, fenomena
pembiasan sinar matahari saat terbit dan tenggelam, serta kelap-kelipnya bintang.
Dengan peralatan yang sensitif yang dipasang di wahana luar angkasa, sehingga
dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang atmosfer beserta
fenomena-fenomena yang terjadi di dalamnya. (Lakitan,1994). Adapun lapisan-
lapisan Atmosfer dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

9
Gambar 3.1 Pembagian lapisan atmosfer1

III.1.2.1 Troposfer
Lapisan ini berada pada level yang terendah, campuran gasnya paling ideal
untuk menopang kehidupan di bumi. Dalam lapisan ini kehidupan terlindung dari
sengatan radiasi yang dipancarkan oleh benda-benda langit lain. Dibandingkan
dengan lapisan atmosfer yang lain, lapisan ini adalah yang paling tipis (kurang
lebih 15 kilometer dari permukaan tanah). Dalam lapisan ini, hampir semua jenis
cuaca, perubahan suhu yang mendadak, angin, tekanan dan kelembaban yang kita
rasakan sehari-hari berlangsung (Prawirowardoyo, 1996).
Menurut data hasil observasi pengukurun ozon vertikal pada tanggal 16

Desmber 2019 suhu udara permukaan sekitar 25,01 ºC, dan semakin naik ke atas,

suhu semakin turun dengan laju penurunan sebesar 4,5º C tiap kilometer. Pada

lapisan ini terjadi peristiwa cuaca seperti hujan, angin, musim salju, kemarau, dan

sebagainya. Lapisan inilah yang menopang kehidupan manusia (Observasi ozon

vertikal, 2019).

III.1.2.2 Stratosfer
Perubahan secara bertahap dari troposfer ke stratosfer dimulai dari
ketinggian sekitar 18 km. Suhu di lapisan stratosfer yang paling bawah relatif

1
Website

10
stabil dan sangat dingin yaitu -41,07° C Pada lapisan ini angin yang sangat
kencang terjadi dengan pola aliran yang tertentu. Lapisan ini juga merupakan
tempat terbangnya pesawat. Awan tinggi jenis cirrus kadang-kadang terjadi di
lapisan paling bawah, namun tidak ada pola cuaca yang signifikan yang terjadi
pada lapisan ini. Lapisan ini banyak mengandung ozon walaupun kadar ozon di
atmosfer hanya berkisar 9,89 ppmv walaupun hanya sebagian kecil namun
peranan ozon sangat penting yaitu melindungi bumi dari radiasi sinar ultraviolet
(Observasi ozon vertikal, 2019).

III.1.2.3 Mesosfer
Lapisan udara ketiga, di mana suhu atmosfer akan berkurang dengan
pertambahan ketinggian hingga lapisan keempat. Udara yang di sini akan
mengakibatkan pergeseran berlaku dengan objek yang datang dari angkasa dan
menghasilkan suhu yang tinggi. Kebanyakan meteor yang sampai ke bumi
terbakar lapisan ini. Kurang lebih 25 mil atau 40km (50-80 km) di atas permukaan
bumi, saat suhunya berkurang dari 290 K hingga 200 K, terdapat lapisan transisi
menuju lapisan mesosfer. Pada lapisan ini, suhu kembali turun ketika ketinggian
bertambah, hingga menjadi sekitar -143° C (dekat bagian atas dari lapisan ini,
yaitu kurang lebih 81 km di atas permukaan bumi) (Neiburger, 1995).

III.1.2.4 Termosfer
Transisi dari mesosfer ke termosfer dimulai pada ketinggian sekitar 81 km.
lapisan ini berada di atas mesopause sampai pada ketinggian 650 km. lapisan ini
terkadang dinamai ionosfer, karena pada lapisan ini gas-gas akan mengalami
ionisasi. Dinamai termosfer karena terjadi kenaikan temperatur yang cukup tinggi
pada lapisan ini yaitu sekitar 1982° C. Perubahan ini terjadi karena serapan radiasi
sinar ultra violet. Radiasi ini menyebabkan reaksi kimia sehingga membentuk
lapisan bermuatan listrik yang dikenal dengan nama ionosfer, yang dapat
memantulkan gelombang radio. Sebelum munculnya era satelit, lapisan ini
berguna untuk membantu memancarkan gelombang radio jarak jauh (Lakitan,
1994).

11
III.1.2.5 Ionesfer
Lapisan ionosfer terletak sekitar 80 km sampai 450 km diatas permukaan
bumi. Dalam lapisan ini, molekul-molekul nitrogen dan oksigen banyak
melepaskan elektron setelah menyerap sinar ultraviolet. Akibatnya, pada lapisan
ini banyak terdapat ion-ion positif dan elektron bebas. Peristiwa seperti ini disebut
dengan ionisasi. Pada keadaan tertentu elektron bebas dapat menumbuk ion
positif. Akibat tumbukan tersebut, ion positif berubah menjadi atom netral.
Peristiwa seperti ini disebut rekombinasi. Ionosfer dapat memantulkan gelombang
radio, pemantulan tersebut dapat berlangsung beberapa kali antara lapisan
ionosfer dengan permukaan bumi. Akibatnya, gelombang radio dapat mencapai
tempat yang sangat jauh. Itulah sebabnya kita dapat mendengar siaran radio atau
televisi dari pemancar yang letaknya sangat jauh (Iswantari, 2014).

III.1.2.6 Eksosfer
Eksosfer merupakan lapisan udara kelima, eksosfer terletak pada
ketinggian antara 800-1000 km dari permukaan bumi. Lapisan ini merupakan
lapisan atmosfer paling luar. Pada lapisan ini hampir tidak ada tekanan udara
dengan kata lain, berat udara pada lapisan ini sama dengan nol (tidak ada
pengaruh gravitasi bumi). Akibatnya, molekul-molekul gas pada lapisan ini dapat
meninggalkan atmosfer menuju luar angkasa. Pada lapisan eksosfer merupakan
tempat terjadinya gerakan atom-atom secara tidak beraturan. Lapisan ini
merupakan lapisan paling panas, sering disebut pula dengan ruang antar planet
dan geostasioner. Lapisan eksosfer sangat berbahaya, karena merupakan tempat
terjadinya kehancuran meteor dari angkasa luar (Iswantari, 2014).

III.1.3 Komposisi Atmosfer


Bumi merupakan salah satu planet yang ada di tata surya yang memiliki
selubung yang berlapis-lapis. Selubung bumi tersebut berupa lapisan udara yang
sering disebut dengan atmosfer. Atmosfer terdiri atas bermacammacam unsur gas
dan di dalamnya terjadi proses pembentukan dan perubahan cuaca dan iklim.
Atmosfer melindungi manusia dari sinar matahari yang berlebihan dan meteor-
meteor yang ada. Adanya atmosfer bumi memperkecil perbedaan temperatur siang

12
dan malam. Atmosfer penting bagi kehidupan di bumi, karena tanpa atmosfer
maka manusia, hewan, dan tumbuhan tidak dapat hidup. Atmosfer juga bertindak
sebagai pelindung kehidupan di bumi dari radiasi matahari yang kuat pada siang
hari dan mencegah hilangnya panas ke ruang angkasa pada malam hari (Tjasyono,
2009).
Proses pendinginan dan pemanasan bumi berubah menurut waktu dan
tempat sehingga perubahan atmosfer pun akan berubah. Akibatnya, tekanan dan
kerapatan serta lapisan atmosfer berbeda-beda antara siang dan malam baik
musim dingin maupun di musim panas. Serta di daerah perairan atau daratan dan
dataran rendah maupun tinggi (Hondoko, 1995). Atmosfer terdiri dari 3 macam
partikel halus dan ringan diantaranya adalah udara kering, uap air dan aerosol.

III.1.3.1 Udara Kering


Pada lapisan atmosfer terkandung berbagi macam gas berdasarkan
volumenya, ini merupakan kandungan dalam udara kering, udara kering
mencakup 96% dari volume atmosfer, sedangkan gas yang paling dominan pada
lapisan atmosfer adalah nitrogen berkisar 78%. Pada table dibawah dapat dilihat
bahwa prosentase nitrogen dan oksigen sudah meliputi 99.03% dari udara kering.
Sedangkan komposisi lainnya hanya sebagian kecil, walaupun kecil tetapi
komposisi lain berguna dalam kehidupan di bumi seperti ozon dan
karbondioksida.

Gambar 3.2 Komposisi rata-rata udara kering2

2
Susilo Prawirowardoyo

13
• Nitrogen
Nitrogen yang masuk ke dalam atmosfer berasal dari peluruhan sisasisa hasil
pertanian dan letusan gunung berapi, sedangkan pengeluaran nitrogen dari
atmosfer disebabkan oleh proses biologis dalam tumbuhtumbuhan dan kehidupan
di laut. Nitrogen akan dibentuk menjadi nitrogen oksida oleh petir dan oleh
pembakaran suhu tinggi di dalam mesin kendaraan bermotor dan pesawat terbang.
Sehingga kadar nitrogen menjadi konstan.
• Oksigen
Oksigen dihasilkan dari proses fotosintesis pada tumbuhan. Pada proses ini
dedaunan menyerap karbon dioksida dan mengeluarkan oksigen. Oksigen diambil
dari atmosfer melalui proses pernafasan manusia, dan juga proses peluruhan
bahan organik.
• Ozon
Ozon merupakan komponen atmosfer yang memiliki peranan sangat penting.
Distribusi ozon di atmosfer tidak homogen dengan konsentrasi ozon terbesar
terdapat pada ketinggian 25 sampai 40 km yang disebut lapisan stratosfer.
Lapisan stratosfer mengandung 90 % dari total ozon yang terdapat di atmosfer.
Ozon di stratosfer berperan sebagai pelindung bumi dari radiasi sinar ultraviolet
dengan panjang gelombang 280-320 nm yang berbahaya bagi kehidupan
(Ambarsari, 2015).
Ozon adalah lapisan gas yang molekulnya terdiri dari tiga atom oksigen.
Keberadaan oksigen sangat penting dalam kehidupan walaupun volemenya di
atmosfer sedikit. Ozon berasal dari terbelahnya molekul oksigen di bawah
pengaruh radiasi ultraviolet menjadi atom oksigen, atom oksigen hasil belahan
ini masing-masing kemudian bertumbukan dan bergabung dengan molekul
oksigen lain membentuk ozon. lapisan ozon (Lakitan, 1994).
Proses pembentukan dan penguraian Ozon
Banyak reaksi kimia di atmosfer yang memicu terjadinya perusakan ozon.
Akan tetapi, di stratosfer reaksi utama penyebab terbentuknya molekul ozon
adalah akibat reaksi fotolisis oleh sinar UV dengan panjang gelombang (ℷ) di
bawah 250 nm yang dapat memutus ikatan O2 seperti dijelaskan berikut ini :

O2 + hv → O + O (1)

14
Atom O yang terbentuk bereaksi sangat cepat dengan molekul O2 untuk
membentuk O3 :
O + O2+ → O3 (2)

Selain itu, pada panjang gelombang 200 nm terdapat jendela transmisi di


atmosfer, penyerapan untuk radiasi ini yang menghasilkan pembentukan ozon
dapat terjadi pada ketinggian 20 km di daerah tropis. Sumber utama ozon di
daerah stratosfer tropis dengan kecepatan reaksi maksimum terjadi pada
ketinggian 40 km. Akan tetapi, sebagian besar ozon yang diproduksi di daerah ini
terurai dengan sendirinya. Pada ketinggian di bawah 30 km waktu hidup senyawa-
senyawa kimia cenderung panjang sehingga sebagian ozon dapat ditransport ke
wilayah lain (Ambarsari, 2015).
Di lapisan stratosfer, ozon mengalami proses fotolisis dengan sangat cepat oleh
sinar UV dan sinar tampak dari radiasi matahari seperti reaksi berikut:

O3 + hv → O2 + O (3)

Akan tetapi, reaksi tersebut tidak menunjukkan keseluruhan jumlah atom O


yang dilepaskan dan bergabung dengan molekul oksigen untuk membentuk
kembali ozon. Perubahan yang sangat cepat dari O menjadi O3 membuat kedua
spesi ini dapat dianggap spesi single disebut odd oxygen (Ox=O+O3). Ox atau O3
hilang saat terbentuknya ikatan oksigen seperti reaksi:

O + O3 → 2O2 (4)

Reaksi tersebut merupakan reaksi sederhana yang menjadi bagian dari


rangkaian reaksi lainnya yang diperkenalkan oleh Sydney Chapman (Chapman,
1930) yang bisa menjelaskan mengenai lapisan ozon dan masih dapat digunakan
hingga sekarang (Ambarsari, 2015).

• Karbondiosida
Karbon dioksida yang masuk ke dalam atmosfer berasal dari proses alami
maupun buatan. Proses alami berasal dari pernafasan manusia dan peluruhan
bahan organik sedangkan buatan berasal dari pembakaran hutan maupun asap

15
pabrik. Sedangkan kandungan karbondioksida yang paling banyak dikeluarkan
atmosfer adalah melalui fotosintesis yaitu 30% dari karbon dioksida di dunia tiap
tahun (Prawirowardoyo, 1996).

III.1.3.2 Uap Air


Kandungan uap air yang berada di atmosfer mudah berubah menurut arah
(vertical horizontal) maupun waktu12. Kandungan uap air ini bergantung pada
kandungan air di permukaan bumi. Uap air pada atmosfer berasal dari kondensasi
air dalam bentuk hujan atau melalui curahan lain. Uap air di atmosfer dapat
menyerap radiasi matahari maupun radiasi bumi sehingga berpengaruh terhadap
suhu udara (Prawirowardoyo, 1996).

III.1.3.3 Aerosol
Aerosol adalah pertikel yang ukurannya lebih besar dari molekul, cukup
kecil sehingga bisa melayang di dalam atmosfer. Partikel ini dapat berupa padat
dan cair, misalkan debu, garam laut, sulfat dan nitral. Komposisi normal aerosol
di atmosfer terdiri dari :
Debu 20% (daerah kering)
Kristal garam 40% (pecahan ombak lautan)
Asap 15% (cerobong pabrik, pembakaran)
Lain-lain 25% (mikro organisme)

III.2 Regresi Linier


Model persamaan regresi linier sederhana. Model persamaan prediksi
regresi linier sederhana dibuat dengan mergeresikan variabel tergantung dengan
satu variabel bebas. Persamaan dari model prediksi dengan metode regresi linier
sederhana dapat ditulis sebagai berikut (Widiyana, 2015):
𝑌 = 𝑎 + 𝑏𝑋 (5)
Dimana :
Y = variabel tak bebas
𝑎 = konstanta
b = koefisien regresi dari peubah bebas
X = peubah bebas

16
III.3 Korelasi Pearson
Koefisien korelasi merupakan ukuran yang menyatakan keeratan hubungan
antara dua variabel. Koefisien korelasi bivariat yang paling lama dan banyak
digunakan adalah korelasi yang dikembangkan oleh Karl Pearson. Perhitungan
dalam korelasi ini didasarkan pada data sebenarnya (variabel asli). Secara
statistik, koefisien korelasi momen hasil kali Pearson atau sering disingkat dengan
koefisien korelasi Pearson yang dinotasikan dengan r dirumuskan sebagai berikut:
1 𝑛
∑𝑖=1(𝑋𝑖−𝑥 )(𝑌𝑖−𝑌 )
𝑛
r= 1 𝑛 1 𝑛 (6)
[( ∑𝑖=1(𝑋𝑖−𝑥) 2 ( ∑𝑖=1(𝑌𝑖−𝑌)2 ]1/2
𝑛 𝑛

Dalam aplikasinya koefisien korelasi ini digunakan untuk mengukur


keeratan hubungan di antara hasil-hasil pengamatan dari populasi yang
mempunyai dua varian (bivariat). Perhitungan dalam tekhnik korelasi ini
mensyaratkan bahwa populasi asal sampel mempunyai dua varian dan
berdistribusi normal. Selain itu teknik korelasi ini dalam aplikasinya digunakan
untuk mengukur korelasi data interval atau rasio (Nugroho dkk, 2008).

17
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

IV.1 Metode Penelitian


Metode penelitian merupakan suatu cara yang dilakukan untuk
mengumpulkan, menyusun, dan menganalisis data sehingga diperoleh makna
yang sebenarnya. Metode penelitian pada laporan ini menggunakan metode
korelasional yang ditunjang dengan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan
pendekatan regresi linear untuk menganalisa korelasi temperatur dan ozon vertikal
pada lapisan stratosfer. Metode penelitian pada laporan ini secara keseluruhan
dapat dilihat pada bagan alir berikut:

Gambar 4.1 Diagram alir metode penelitian

18
IV.2 Waktu dan Lokasi Observasi
Waktu pelaksanaan observasi ozon vertikal 16 Desember 2019 di Badan
Penelitian Atmosfir dan Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
(LAPAN) Pasuruan, Gempol, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. LAPAN
Pasuruan berada pada koordinat 7,50o LS dan 112,60o BT dengan ketinggian 50 m
di atas permukaan laut.

IV.3 Alat dan Bahan


IV.3.1 Alat
1. Balon
Balon ini dapat disebut juga balon cuaca, berfungsi untuk peluncuran
peralatan observasi (iMet radiosonde dan ECC ozonesonde). Di LAPAN
Pasuruan balon cuaca yang digunakan memiliki berat sekitar 800 gr yang
diisi dengan gas hidrogen sedemikian rupa agar dapat mengangkat beban
alat observasi yang dibawanya dengan kecepatan sekitar 5 m/s.

Gambar 4.2 Balon cuaca


2. iMet Radiosonde
iMet Radiosonde merupakan alat elektronik yang diluncurkan dengan
balon berisi gas hidrogen atau helium yang berfungsi untuk mengukur
tekanan, suhu, dan kelembaban udara yang dilaluinya. Pada iMet
Radiosonde terpasang beberapa alat yang juga digunakan saat peluncuran
balon cuaca, diantaranya ialah:

19
a. GPS: berfungsi menunjukkan lokasi dan waktu pengambilan data.
b. PTU: sensor yang menunjukkan hasil data untuk tekanan, temperatur
dan kelembaban.
c. Transmitter: berfungsi mentransmisikan/mengirimkan raw data ke
receiver.

Gambar 4.3 iMet Radiosonde


iMet Radiosonde yang digunakan di LAPAN Pasuruan memiliki
spesifikasi umum sebagai berikut:
• Dimensi antenna: 55 mm x 147 mm x 90 mm
• Berat batterai aktif: 220 gram
• Voltase : 3 Volt DC
• Transmifier frekuensi : 403 MHz
Secara sederhana cara kerja pengambilan data tekanan, temperature dan
kelembaban menggunakan iMet Radiosonde dijelaskan sebagai berikut:
1. Alat pemancar pada iMet Radiosondo (transmitter) dilengkapi dengan
beberapa sensor meteorologi seperti sensor tekanan, sensor temperatur
dan sensor kelembaban yang masing-masing mengambil data sesuai
fungsinya.
2. Data yang telah didapatkan dipancarkan oleh pemancar radiosonde ke
udara yang kemudian diterima oleh antena penerima dengan media
gelombang radio.

20
3. Antena meneruskan data ke radio penerima, kemudian radio penerima
meneruskan data yang didapatkan ke komputer untuk di-monitoring
dan disimpan sebagai data perusahaan milik LAPAN Pasuruan.

3. ECC (Electrochemical Contentration Cell) Ozonesonde Model 2Z


ECC Ozonesonde merupakan alat elektronik yang diluncurkan dengan
balon cuaca yang berfungsi untuk mengukur profil ozon vertikal
menggunakan prinsip Sel Galvani.

Gambar 4.4 Sensor Ozonsonde


Sensor ECC ozonesonde model 2Z yang digunakan di LAPAN Pasuruan
memiliki spesifikasi sensor sebagai berikut :
• Size Ozonesonde : l9.l x l9.l x 25.4 cm
• Weight : 600 gram
• Minimum Pressure/Vacuum : 21-26 Hg
• Pump Current : 69 mA
• Pump Voltage : 12.3 VDC
• Air Flow Rate : 28.2-28.3 sec/100ml
Cara kerja pengambilan data ozon menggunakan ECC Ozonesonde Model
2Z secara sederhana dijelaskan sebagai berikut:
1. Sensor ozonesonde mengukur konsentrasi ozon atmosfir dengan reaksi
kimia. Ozon yang terdapat di udara bebas dipompakan ke tabung
katoda yang berisi larutan KI yang akan mengakibatkan terjadinya
reaksi kimia.

21
2. Reaksi kimia yang terjadi mengakibatkan adanya beda potensial antara
tabung anoda dan katoda. Adanya beda potensial ini mengakibatkan
terjadinya arus listrik.
3. Arus listrik yang mengalir kemudian diukur. Arus inilah yang
kemudian dikonversikan ke harga konsentrasi ozon O3.
4. Data konsentrai ozon yang didapat kemudian dikirim ke iMet
Radiosonde lalu dipancarkan ke antenna penerima.

4. Radio Penerima (Receiver)


Radio penerima berfungsi sebagai receiver untuk menerima data dari
transmitter. Radio penerima menerima data berupa data analog yang
masuk ke modem untuk disimpan dan diterima komputer dalam bentuk
data digital.

Gambar 4.5 Stasiun penerima (receiver)


5. PC dan Software
PC digunakan untuk monitoring pengamatan radiosonde dan juga
untuk mengolah data menggunakan software Microsoft Excel dan
MATLAB serta menyusun laporan kerja praktik.

Gambar 4.6 Komputer

22
IV.3.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini ialah sebagai berikut:
1. Larutan KI
Tabung katoda yang digunakan pada observasi ozon vertikal diisi dengan
larutan KI yang akan bereaksi dengan ozon O3.

2. Gas Hidrogen
Gas hidrogen digunakan untuk mengisi dan menerbangkan balon cuaca.

3. Data Akuisisi Hasil Observasi


Data temperatur dan ozon vertikal yang didapatkan pada observasi ozon
vertikal tanggal 16 Desember 2019 di LAPAN Pasuruan yang selanjutnya
dijadikan bahan penelitian pada laporan ini.

IV.4. Prosedur Akuisisi Data


Prosedur pengambilan data observasi ozon vertikal secara keseluruhan
dapat dilihat pada diagram alir berikut:

Gambar 4.7 Diagram alir prosedur akuisisi data

23
Berikut adalah penjelasan prosedur akuisisi data berdasarkan gambar di atas:
1. Sensor ECC (Electrochemical Contentration Cell) mengukur konsentrasi
ozon atmosfer dengan reaksi kimia. lnstrumen ini dipasang pada balon
cuaca dan mengukur konsentrasi ozon perlapisan ketinggian.
2. Data ozon diukur dan diproses dengan Desain Sistem Inovative V7.
Sistem V7 dapat mengurangi kesalahan, meningkatkan ketepatan dan
pemecahan terhadap masalah, serta meningkatkan visualisasi data.
3. Data ozon yang didapatkan kemudian digabungkan menjadi sebuah paket
data menggunakan Software pengumpulan data O3 dan dikirim pada iMet
Radiosonde.
4. iMet Radiosonde mengukur data tekanan, suhu udara dan kelembaban.
Menggunakan sensor PTU. Sedangkan GPS pada iMet Radiosonde
digunakan untuk menyimpan data lokasi dan waktu.
5. Paket data yang telah diperoleh ditransmisikan ke stasiun penerima
(receiver) dengan frekuensi transmitter 403 mHz.
6. Modem dengan 1200 baud disambungkan pada receiver yang kemudian
digunakan untuk mengumpulkan data sementara receiver menerima
transmisi data.
7. Kemudian komputer (PC) merekam informasi yang dihasilkan oleh
modem sehingga dapat di-monitoring.

IV.5 Prosedur Pengolahan Data


Step awal yang dilakukan adalah pengumpulan data observasi ozon pada
tanggal 16 Desember 2019 di LAPAN Pasuruan. Data yang diambil masih berupa
raw data sehingga perlu dilakukan split data agar tampilan data lebih tertata. Pada
laporan ini data yang diambil yaitu data temperatur dan konsentrasi ozon,
sehingga kedua data tersebut dipisahkan dari data lainnya pada new sheet di
Microsoft Excel. Dengan adanya kedua data tersebut, maka langkah selanjutnya
adalah mengolah data untuk melihat profil lapisan stratosfer menggunakan
Microsoft Excel dan melihat hubungan antara temperatur dan konsentrasi ozon
menggunakan uji Korelasi Pearson pada Software MATLAB.

24
IV.6 Analisis Korelasi
Analisis korelasi yang dilakukan pada laporan ini menggunakan tools
MATLAB dengan metode Uji Korelasi Pearson. Dengan menggunakan tools
MATLAB maka hasil yang diperoleh dapat dianalisa lebih lanjut terkait korelasi
temperature dengan ozon yang ada di beberapa kawasan di Jawa Timur. Uji
Korelasi Pearson juga menggunakan tools Ms. Excel untuk validasi dan
membandingkan hasil korelasi yang ada pada MATLAB. Hasil korelasi kemudian
dianalisis dan dibandingkan kebenarannya dengan teori yang sudah ada
sebelumnya.

25
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

V.1. Pengolahan Data Observasi Ozon Vertikal


Berikut merupakan langkah-langkah pengolahan data observasi ozon
vertikal yang dilakukan:
1. Telah diperoleh data observasi pada tanggal 16 Desember 2019 dari alat
Payload.

Gambar 5.1 Folder data

2. Tampilan data yang diperoleh di dalamnya tedapat beberapa parameter,


salah satunya adalah parameter temperatur dan ozon. Tampilannya masih
dipisahkan oleh tanda koma sehingga perlu dilakukan Split data.

Gambar 5.2 Tampilan raw data

3. Split data dilakukan dengan memilih Text to Columns pada tab Data
sehingga terlihat tampilan seperti gambar di atas. Klik Next untuk
menyelesaikan proses split sehingga data pada excel akan terlihat seperti
berikut:

26
Gambar 5.3 Tampilan data setelah dilakukan split

4. Mengambil data yang akan digunakan yaitu data temperatur, ozon (O3)
dan ketinggian lalu pindahkan ke sheet baru agar lebih mudah untuk
diolah. Data yang digunakan diambil dari ketinggian 0.05 – 33 km. Data
dari observasi ozon vertikal di LAPAN Pasuruan hanya merekam hingga
33 km karena balon yang digunakan telah mengalami burst pada
ketinggian tersebut.

Gambar 5.4 Pengambilan data ketinggian, temperatur dan konsentrasi


ozon

27
5. Pada data hasil observasi ozon vertikal terdapat nilai konsentrasi ozon
yang mencapai 99999 mPa di beberapa ketinggian (terlihat seperti gambar
di bawah). Hal ini disebabkan karena adanya data yang hilang (lost data)
akibat komunikasi antara ozonesonde dengan radiosonde. Data ini disebut
data error dan dapat mengganggu hasil olah data. Oleh karena itu perlu
dilakukan penghapusan data untuk setiap nilai konsentrasi ozon bernilai
99999 agar tidak mempengaruhi hasil olah data.

Gambar 5.5 Penghapusan data konsentrasi ozon bernilai 99999 mPa

6. Setelah data error yang bernilai 99999 telah dihapus secara keseluruhan,
maka data temperatur dan konsentrasi ozon dapat diolah ke tahap
selanjutnya.

28
V.2. Profil Temperatur dan Konsentrasi Ozon
Data akuisisi temperatur dan ozon yang telah dipisahkan dari data yang
lain kemudian dianalisa secara statistik untuk mengetahui nilai rata-rata, nilai
maksimum dan nilai minimum data temperature dan konsentrasi ozon. Sebelum
melihat karakteristik profil konsentrasi ozon pada lapisan stratosfer maka perlu
untuk mengetahui karakteristik profil temperatur dan konsentrasi ozon
keseluruhan atmosfer seperti pada gambar berikut ini:

V.2.1 Profil Temperatur di Atmosfer

Profil Temperatur di Atmosfer


40

35

30
Ketinggian (km)

25

20

15 Temperatur

10

0
-100 -50 0 50
Temperatur (Celcius)

Gambar 5.6 Profil temperatur di atmosfer

Menurut gambar diatas, temperatur maksimal yang terekam berada pada


ketinggian 2.95 km dengan nilai sebesar 36.36oC. Sedangkan temperatur
minimum yang terekam berada pada ketinggian 21.2 km dengan nilai sebesar -
81.33oC. Adapun nilai rata-rata temperatur pada atmosfir ialah -29.92.

29
V.2.2 Profil Konsentrasi Ozon di Atmosfer

Profil Konsentrasi Ozon di Atmosfer


40
35
30
Ketinggian (km)

25
20
15 Ozon O3
10
5
0
0 5 10 15 20
Konsentrasi Ozon O3

Gambar 5.7 Profil konsentrasi ozon di atmosfer

Pada gambar diatas, konsentrasi ozon maksimal yang terekam berada pada
ketinggian 28.6 km dengan nilai sebesar 14.29 mPa. Sedangkan konsentrasi ozon
minimum yang terekam berada pada ketinggian 15.47 km dengan nilai sebesar
0.5195 mPa. Adapun nilai rata-rata temperatur pada atmosfer ialah 5.42 mPa.

V.2.3 Profil Konsentrasi Ozon di Lapisan Stratosfer

Konsentrasi Ozon di Stratosfer


31

29
Ketinggian (km)

27

25

23

21

19

17
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Konsentrasi Ozon (mPa)

Gambar 5.8 Profil konsentrasi ozon di lapisan stratosfer

30
Pada gambar diatas, konsentrasi ozon maksimal yang terekam berada pada
ketinggian 28.6 km dengan nilai sebesar 14.29 mPa. Sedangkan konsentrasi ozon
minimum yang terekam berada pada ketinggian 18.00 km dengan nilai sebesar
2.1864 mPa. Adapun nilai rata-rata temperatur pada stratosfer ialah 9.689 mPa.

V.3. Analisis Hubungan Temperatur dan Ozon Vertikal di Lapisan


Stratosfer
Selain mengolah data secara statistik, data akuisisi ozon vertikal juga
diolah menggunakan tools MATLAB dengan metode Uji Korelasi Pearson.
Korelasi Pearson merupakan salah satu ukuran korelasi yang digunakan untuk
mengukur kekuatan dan arah hubungan linier dari dua veriabel. Dua variabel
dikatakan berkorelasi apabila perubahan salah satu variabel disertai dengan
perubahan variabel lainnya, baik dalam arah yang sama ataupun arah yang
sebaliknya. Berikut ini adalah range nilai r yang menentukan tingkat korelasi
diantara dua objek:
0,00 – 0,199 : Hubungan korelasinya sangat lemah
0,20 – 0,399 : Hubungan korelasinya lemah
0,40 – 0,599 : Hubungan korelasinya sedang
0,60 – 0,799 : Hubungan korelasi kuat
0,80 – 1,0 : Hubungan korelasinya sangat kuat

Di MATLAB kami menggunakan dua langkah untuk mendapatkan nilai


korelasi, langkah pertama menginputkan data yang akan dikorelasikan. Kemudian
langkah kedua untuk mencari nilai korelasi temperatur dan ozon. Berikut
merupakan coding yang digunakan pada MATLAB untuk mendapatkan nilai
korelasi:

31
Gambar 5.9 Menginputkan data

Gambar 5.10 Mencari korelasi temperatur dan ozon

32
Setelah coding kedua diatas di-run maka hasil dari uji Korelasi Pearson
menggunakan tools MATLAB dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 5.11 Hasil korelasi menggunakan tools MATLAB

Gambar 5.12 Hubungan temperatur dan ozon di lapisan stratosfer terhadap


ketinggian.

Dari hasil diatas dapat dilihat nilai korelasi yang diperoleh dari uji
Korelasi Pearson menggunakan MATLAB mencapai 0.9296 yang berarti bahwa
antara temperatur dan konsentrasi ozon memiliki hubungan yang sangat kuat
dimana nilai temperatur naik sesuai dengan nilai kenaikan ozon atau dapat
dikatakan bahwa kedua variable tersebut saling mempengaruhi. Data yang
digunakan merupakan data dari ketinggian 18 – 28 km pada lapisan stratosfer.

33
Hasil dari hubungan temperatur dan ozon ini membuktikan sebuah
pernyataan bahwa pada lapisan stratosfer terdapat lapisan yang disebut lapisan
isotermis dimana pada bagian atas lapisan isotermis (20-45 km) suhu udara
bertambah tinggi seiring dengan kenaikan ketinggian dari permukaan bumi
(Iswantari dkk, 2014). Seperti diketahui bahwa konsentrasi ozon terbesar berada
pada lapisan stratosfer, sehingga partikel ozon yang terkandung didalamnya pun
relatif besar. Partikel-partikel tersebut tentunya selalu bergerak secara dinamis dan
bertumbukan satu sama lain. Menurut teori kinetik gas, tumbukan antarmolekul
(gas) yang bergerak pada kecepatan yang berbeda-beda menghasilkan tekanan
gas. Semakin banyak partikel yang saling bertumbukan dalam suatu wilayah,
maka tekanan yang dihasilkan pun semakin besar, hal ini dapat dibuktikan melalui
rumus berikut:
𝑝𝑉 = 𝑛𝑅𝑇
𝑝 ≈𝑇
Dimana:
p = tekanan
V = volume
n = jumlah molekul
R = konstanta gas universal
T = temperatur
Rumus diatas menyatakan bahwa jumlah n -dalam hal ini jumlah molekul
ozon- berbanding lurus dengan tekanan. Semakin besar nilai n maka tekanan yang
dihasilkan pun semakin besar. Besarnya tekanan berbanding lurus dengan
kenaikan temperatur. Sehingga tekanan besar yang ada pada lapisan stratosfer
yang disebabkan oleh partikel ozon membuat temperatur di lapisan itupun
semakin tinggi. Hal ini dibuktikan dengan hasil olah data hubungan temperatur
dan ozon di lapisan stratosfer dengan trendline pada Gambar 5.13.

Selain menggunakan MATLAB, untuk melihat nilai korelasi juga dapat


digunakan Ms. Ecxel dengan metode yang sama yaitu uji Korelasi Pearson dan
dengan regresi linear. Dengan menggunakan regresi linear maka dapat dianalisa

34
lebih lanjut terkait korelasi temperatur dan konsentrasi ozon. Hasil uji korelasi
pearson dengan regresi linear dapat dilihat pada gambar berikut:

Hubungan Temperatur dan Konsentrasi Ozon di Stratosfer


0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
-10

-20
y = 1.9564x - 82.289
-30 R² = 0.9296
Temperatur (km)

-40

-50

-60

-70

-80

-90
Konsentrasi Ozon (mPa)

Gambar 5.13 Hubungan temperatur dan ozon di lapisan stratosfer dengan


trendline

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa garis trendline memiliki


kemiringinan ke kanan yang berarti bahwa sifat hubungan antara temperatur dan
konsentrasi ozon bersifat positif yaitu pada saat temperatur relatif naik, maka
konsentrasi ozon juga akan relatif naik. Persamaan regresi linear pada korelasi
temperatur dan konsentrasi ozon di lapisan stratosfer pada 16 Desember 2019
adalah:
y = 1.9564x – 82.289

Persamaan garis y = 1.9564x – 82.289 memiliki makna bahwa nilai


temperatur dapat diprediksi sebesar 1.9564 kali nilai konsentrasi ozon dikurang
konstan sebesar 82.289. Sedangkan konstan sebesar 82.289 memiliki makna
bahwa nilai temperatur, tanpa dipengaruhi konsentrasi ozon dapat berubah sebesar
82.289.

35
Dari data temperatur dan konsentrasi ozon pada 16 Desember 2019 maka
didapatkan pengolahan data x dan y untuk memperoleh nilai Korelasi Pearson
menggunakan Ms. Excel. Hasil pengolahan data dari Ms. Excel kemudian dapat
digunakan sebagai pembanding dengan hasil korelasi yang didapatkan
menggunakan MATLAB. Uji Korelasi Pearson menggunakan Ms. Excel dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 5.1. Hasil pengolahan data untuk memperoleh nilai korelasi pearson
ƩY -125335.54
ƩX 19175.0006
ƩY2 8083584.03
ƩX2 221187.8715
ƩXY -1145156.375
(Ʃy)2 15708997587
(Ʃx)2 367680648
a 137044588.7
b 142139117
r 0.964158154
r2 0.929600946

Dari pengolahan data yang dilakukan di Ms. Excel, didapatkan nilai r2


sebesar 0,9296. Nilai yang sama persis dengan nilai korelasi yang didapat dengan
MATLAB yaitu sebesar 0.9296. Hal ini berarti bahwa korelasi diantara
temperatur dan konsentrasi ozon benar memiliki hubungan yang kuat.

36
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

VI.1 Kesimpulan
1. Pengolahan data observasi ozon vertikal menggunakan metode kuantitatif
yaitu dengan regresi linier untuk menganalisa korelasi temperatur dan
ozon vertikal pada lapisan stratosfer. Tools yang digunakan untuk
mendapat hasil korelasi ialah MATLAB dan Ms. Excel.
2. Profil konsentrasi ozon vertikal di lapisan stratosfer pada ketinggian 18 km
- 28 km memiliki konsentrasi ozon maksimal sebesar 14.29 mPa yang
terekam berada pada ketinggian 28.6 km. Sedangkan konsentrasi ozon
minimum sebesar 2.1864 mPa yang terekam berada pada ketinggian 18.00
km. Adapun nilai rata-rata temperatur pada stratosfer ialah 9.689 mPa.
3. Hubungan temperatur dan ozon vertikal di lapisan stratosfer menurut hasil
uji Korelasi Pearson yang didapatkan ialah senilai 0.9296 atau memiliki
hubungan yang sangat kuat. Hubungan ini menjelaskan bahwa nilai
temperature naik sesuai dengan nilai kenaikan ozon di lapisan stratosfer
atau dapat dikatakan bahwa kedua variable tersebut saling mempengaruhi.

VI.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah kami lakukan, berikut beberapa saran
yang dapat kami berikan:
1. Pada penelitian selanjutnya mengenai uji korelasi antara temperature dan
ozon vertikal, peneliti dapat menggunakan metode yang berbeda dari yang
kami gunakan sehingga dapat dibandingkan hasil yang didapatkan.
2. Data yang kami gunakan ialah data satu hari, sehingga pada penelitian
selanjutnya bisa menggunakan data ozon vertikal yang lebih banyak lagi
dari sebelumnya.

37
DAFTAR PUSTAKA

Ambarsari, 2015. Efek Radikal Hidroxyl (Oh) Dan Nitric Oxide (No) Dalam
Reaksi Kimia Ozon Di Atmosfer. Bandung: Berita Dirgantara Vol. 16 No. 2
: 47-54.

Handoko,1995. Klimatologi Dasar. Edisi kedua Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.

Harijono dan Sri Woro B, 2008. Analisis Dinamika Atmosfer Di Bagian Utara
Ekuator Sumatera Pada Saat Peristiwa El-Nino Dan Dipole Mode Positif
Terjadi Bersamaan. Jakarta: Badan Meterorologi dan Geofisika (BMG),
Jurnal Sains Dirgantara, vol 5, no 2.

Iswantari dkk. 2014. Pemanfaatan Teleskop Spektograf Atmosfer Untuk


Mengetahui Pengaruh Perubahan Musim Terhadap Kandungan Uap Air
(H2o) Pada Lapisan Atmosfer Di Lapan Watukosek Periode Februari
2013-Maret 2014. Skripsi. MIPA, Fisika, Universitas Negeri Malang,
Malang.

Lakitan dan Benyamin, 1994. Dasar-dasar Klimatologi. Jakarta: Rajawali Pers.

Mairidewanti dkk. 2014. Analisis Pengaruh Intensitas Radiasi Matahari,


Temperatur Dan Kelembaban Udara Terhadap Fluktuasi Konsentrasi
Ozon Permukaan Di Bukit Kototabang Tahun 2005-2010. Bogor: Jurnal
Fisika Unand Vol. 3, No. 3.

Neiburger dan Morris, 1995. Understanding Our Atmospheric Environment.


diterjemahkan Ardina Purbo. “Memahami Lingkungan Atmosfer Kita”.
Edisi II, Bandung: ITB Bandung.

Nugroho Sigit dkk, 2008. Kajian Hubungan Koefisien Korelasi Pearson (r),
Spearman-rho (ρ), Kendall-Tau (τ), Gamma (G) , dan Somers (dyx).
Bengkulu : Jurnal Gradien Vol.4 No.2: 372-381.

Prawirowardoyo dan Susilo, 1996, Meteorologi. Bandung: Penerbit ITB.

Tjasyono dan Bayong, 2009. Ilmu Kebumian dan Antariksa. Bandung : Remaja
Rosdakarya, cet. III.

Widiyana Samsu Rizal, 2015. Prediksi Curah Hujan Bulanan Dengan


Prediktor Suhu Muka Laut Di Stasiun Meteorologi Merauke. Jakarta :
Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika.

38

Anda mungkin juga menyukai