Anda di halaman 1dari 29

CHF (Congestive Heart Failure)

diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Kritis

Disusun oleh :
Kelompok 3

AAS ASTRIA 4201.0418.001


ADE PUJI NURHASANAH 4201.0418.003
AGHISTIA NIURCA DEWI 4201.0418.004
ANDRI FIRMANSYAH 4201.0418.006
CICIN INDRIANI 4201.0418.017

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)CIREBON


PRODI DIII KEPERAWATAN A
JL. BRIGJEN DHARSONO NO.12 B BYPASS CIREBON
TELP. (0231) 247852 FAX. (0231) 221395
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur skami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kita semua sehingga kami dapat menyelesaikan tugas yang berjudul
“CHF (Congestive Heart Failure)” pada mata kuliah Keperawatan Kritis dengan tepat waktu.
Penulis menyadari bahwa selesainya makalah ini tidak lepas dari bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis berterima kasih kepada pihak-pihak
yang telah mendukung penulis untuk menyelesaikan makalah ini, yaitu diantaranya:
1. Drs. H. E. Djumhana Cholil, MM selaku ketua YASRI Cirebon
2. M. Firman Ismana, MM selaku ketua STIKes Cirebon
3. Nunik M.Kep selaku Kaprodi D3 Keperawatan
4. Roheman S.Kep.,Ners M.Kep selaku dosen mata kuliah Keperawatan Kritis
5. Serta teman-teman kami yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung.
Penulis menyadari bahwa makalah ini tidak luput dari kesalahan dan kekurangan.
Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
memperbaiki makalah selanjutnya. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Cirebon, Maret 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................. 2
1.3 Tujuan ................................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ................................................................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian CHF .................................................................................................... 4
2.2 Etiologi CHF .........................................................................................................4
2.3 Klasifikasi CHF ................................................................................................... 5
2.4 Manifestasi Klinis ................................................................................................ 6
2.5 Patofisiologi CHF ................................................................................................ 7
2.6 Pemeriksaan Penunjang CHF .............................................................................. 9
2.7 Penatalaksanaan CHF .......................................................................................... 9
2.8 Komplikasi pada Kasus CHF ............................................................................. 11
2.9 Cara Pencegahan Kasus CHF ............................................................................ 12
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian .......................................................................................................... 13
3.2 Pemeriksaan Vital Sign ...................................................................................... 15
3.3 Pemeriksaan Penunjang ..................................................................................... 15
3.4 Data Fokus ......................................................................................................... 15
3.5 Analisa Data ....................................................................................................... 16
3.6 Diagnosa ............................................................................................................ 17
3.7 Intervensi Kasus CHF ........................................................................................ 17
BAB IV PEMERIKSAAN ENZIM JANTUNG
4.1 Pemeriksaan Enzim CK-CKMB ........................................................................ 20
4.2 Pemeriksaan Enzim Troponin ............................................................................ 22

ii
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 24
5.2 Saran .................................................................................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


CHF adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh
(Ebbersole, Hess, 1998). Risiko CHF akan meningkat pada orang lanjut usia(lansia)
karena penurunan fungsi ventrikel akibat penuaan. CHF ini dapat menjadi kronik apabila
disertai dengan penyakit-penyakit seperti: hipertensi, penyakit katub jantung,
kardiomiopati, dan lain-lain. CHF juga dapat menjadi kondisi akut dan berkembang
secara tiba-tiba pada miokard infark.
CHF (Congestive Heart Failure) merupakan salah satu masalah kesehatan dalam
system kardiovaskular, yang angka kejadiannya terus meningkat. Menurut data dari
WHO dilaporkan bahwa ada sekitar 3000 warga Amerika menderita CHF. Menurut
American Heart Association (AHA) tahun 2012 dilaporkan bahwa ada 5,7 juta penduduk
Amerika Serikat yang menderita gagal jantung (Padila, 2012). Penderita gagal jantung
atau CHF di Indonesia pada tahun 2012 menurut data dari Departemen Kesehatan
mencapai 14.449 jiwa penderita yang menjalani rawat inap di rumah sakit. Pada tahun
2012 di Jawa Tengah terdapat 520 penderita CHF dan menjalani rawat inap. Selain itu,
penyakit yang paling sering memerlukan perawatan ulang di rumah sakit adalah gagal
jantung (readmission), walaupun pengobatan dengan rawat jalan telah diberikan secara
optimal. Hal serupa juga dibenarkan oleh Rubeinstein (2007) bahwa sekitar 44 % pasien
Medicare yang dirawat dengan diagnosis CHF akan dirawat kembali pada 6 bulan
kemudian.
Pada umumnya CHF diderita lansia yang berusia lebih dari 50 tahun, CHF merupakan
alasan yang paling umum bagi lansia untuk dirawat di rumah sakit (usia 65 – 75 tahun
mencapai persentase sekitar 75.2 % pasien yang dirawat dengan CHF). Resiko kematian
yang diakibatkan oleh CHF adalah sekitar 5-10 % per tahun pada kasus gagal jantung
ringan, dan meningkat menjadi 30-40% pada gagal jantung berat. Menurut penelitian,
sebagian besar lansia yang didiagnosis menderita CHF tidak dapat hidup lebih dari 5
tahun (Kowalak, 2011).
Data WHO menunjukkan 17 juta orang meninggal setiap tahunnya karena penyakit
jantung dan pembuluh darah di seluruh dunia. Terdapat 36 juta penduduk atau sekitar

1
18% total penduduk Indonesia 80% diantaranya meninggal secara mendadak setiap
tahunnya dan 50% tidak menunjukkan gejala.
Data di RS Jantung dan Pembuluh Darah pasien penyakit jantung koroner baik rawat
jalan maupun rawat inap mengalami peningkatan 10% setiap tahunnya dan di AS 1,5 juta
orang mengalami serangan jantung dan 478.000 orang meninggal karena jantung koroner
setiap tahunnya (Hediyani, 2012).
Berdasarkan masalah tersebut, kami sebagai mahasiswa keperawatan perlu
memahami dan mengetahui konsep teoritis dan keterampilan profesional yang harus
dimiliki dalam melaksanakan tugasnya, sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan
pasien dengan penyakit Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung, maka
kelompok 5 tutorial membuat laporan mengenai Congestive Heart Failure (CHF) dan
Asuhan Keperawatan klien dengan Congestive Heart Failure (CHF).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari CHF ?
2. Apa sajakah etiologi CHF ?
3. Apa saja klasifikasi CHF ?
4. Bagaimana manifestasi klinis CHF ?
5. Bagaimana patofisiologi CFH ?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang penyakit CHF ?
7. Bagaimana penatalaksanaan CHF ?
8. Apa saja komplikasi pada CHF ?
9. Bagaimana cara pencegahan pada CHF ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari CHF
2. Untuk mengetahui etiologi CHF
3. Untuk mengetahui klasifikasi CHF
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis CHF
5. Untuk mengetahui patofisiologi CHF
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang CHF
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan CHF
8. Untuk mengetahui komplikasi CHF
9. Untuk mengetahui cara pencegahan CHF

2
1.4 Manfaat
Agar mengetahui apa itu CHF, bagaimana cara pencegahannya, serta apa saja tanda
dan gejala CHF itu sendiri.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian CHF


CHF (Congestive Heart Failure) adalah suatu kegagalan jantung dalam memompa
darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh (Purnawan Junadi, 1982). Kegagalan jantung
kongestif adalah suatu kegagalan pemompaan (di mana cardiac output tidak mencukupi
kebutuhan metabolik tubuh), hal ini mungkin terjadi sebagai akibat akhir dari gangguan
jantung, pembuluh darah atau kapasitas oksigen yang terbawa dalam darah yang
mengakibatkan jantung tidak dapat mencukupi kebutuhan oksigen pada berbagai organ
(Ni Luh Gede Yasmin, 1993).
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi
jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume
diastolik secara abnormal. Penamaan gagal jantung kongestif yang sering digunakan
kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan (Mansjoer, 2001).
Suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagal
memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau
kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri
(Braundwald).

2.2 Etiologi
Etiologi terjadinya CHF (Congestive Heart Failure) menurut Brunner dan Suddarth
(2002) yaitu :
1. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan
menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan
fungsi otot jantung mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit
degeneratif atau inflamasi misalnya kardiomiopati. Peradangan dan penyakit
miocardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara
langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun .

4
2. Aterosklerosis coroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot
jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark
miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
Infark miokardium menyebabkan pengurangan kontraktilitas, menimbulkan gerakan
dinding yang abnormal dan mengubah daya kembang ruang jantung .
3. Hipertensi Sistemik atau pulmonal (peningkatan after load)
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi
serabut otot jantung. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa
mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan
dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko
terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu
aritmia atrial maupun aritmia ventrikel.
4. Penyakit jantung lain,
Terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang secara langsung
mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran
darah yang masuk jantung (stenosis katub semiluner), ketidakmampuan jantung
untuk mengisi darah (tamponade, pericardium, perikarditif konstriktif atau stenosis
AV), peningkatan mendadak after load. Regurgitasi mitral dan aorta menyebabkan
kelebihan beban volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta
menyebabkan beban tekanan (after load).
5. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya
gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal : demam, tirotoksikosis).
Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis
respiratorik atau metabolik dan abnormalitas elektronik dapat menurunkan
kontraktilitas jantung.

2.3 Klasifikasi CHF


1. Gagal jantung akut –kronik
a. Gagal jantung akut terjadinya secara tiba-tiba, ditandai dengan penurunan kardiak
output dan tidak adekuatnya perfusi jaringan. Ini dapat mengakibatkan edema
paru dan kolaps pembuluh darah.

5
b. Gagal jantung kronik terjadinya secar perkahan ditandai dengan penyakit jantung
iskemik, penyakit paru kronis. Pada gagal jantung kronik terjadi retensi air dan
sodium pada ventrikel sehingga menyebabkan hipervolemia, akibatnya ventrikel
dilatasi dan hipertrofi.
2. Gagal Jantung Kanan- Kiri
a. Gagal jantung kiri terjadi karena ventrikel gagal untuk memompa darah secara
adekuat sehingga menyebabkan kongesti pulmonal, hipertensi dan kelainan pada
katub aorta/mitral
b. Gagal jantung kanan, disebabkan peningkatan tekanan pulmo akibat gagal
jantung kiri yang berlangsung cukup lama sehingga cairan yang terbendung akan
berakumulasi secara sistemik di kaki, asites, hepatomegali, efusi pleura, dll.
3. Gagal Jantung Sistolik-Diastolik
a. Sistolik terjadi karena penurunan kontraktilitas ventrikel kiri sehingga ventrikel
kiri tidak mampu memompa darah akibatnya kardiak output menurun dan
ventrikel hipertrofi
b. Diastolik karena ketidakmampuan ventrikel dalam pengisian darah akibatnya
stroke volume cardiac output turun.

2.4 Manifestasi Klinis


Menurut Arif masjoer 2001 Gejala yang muncul sesuai dengan gejala jantung kiri
diikuti gagal jantung kanan dapat terjadinya di dada karana peningkatan kebutuhan
oksigen. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda – tanda gejala gagal jantung kongestif
biasanya terdapat bunyi derap dan bising akibat regurgitasi mitral.
Tanda dominan Meningkatnya volume intravaskuler. Kongestif jaringan akibat
tekanan arteri dan vena meningkat akibat penurunan curah jantung. Manifestasi kongesti
dapat berbeda tergantung pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi .
1. Gagal jantung kiri :
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak mampu
memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu :
a. Dispnu
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas.
Dapat terjadi ortopnu. Beberapa pasien dapat mengalami ortopnu pada malam hari
yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea ( PND).

6
b. Batuk
c. Cheynes stokes
d. Orthopnea
e. Kogestif vena pulmonalis
f. Mudah lelah
Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari
sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil
katabolisme, juga terjadi karena meningkatnya energi yang digunakan untuk
bernafas dan insomnia yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk.
g. Kegelisahan dan kecemasan
Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan
pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.
2. Gagal jantung kanan:
a. Kongestif jaringan perifer dan viseral.
b. Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting, penambahan
berat badan.
c. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat
pembesaran vena di hepar.
d. Anorexia dan mual, terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam rongga
abdomen.
e. Nokturia
f. Kelemahan
g. Nausea
h. Ascites

2.5 Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan
kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari normal. Dapat
dijelaskan dengan persamaan CO = HR x SV di mana curah jantung (CO:Cardiac
output) adalah fungsi frekuensi jantung (HR: Heart Rate) x Volume Sekuncup
(SV: Stroke Volume).
Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistem saraf otonom. Bila curah jantung
berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk
mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk

7
mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah
yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi, yang
tergantung pada 3 faktor, yaitu: (1) Preload (yaitu sinonim dengan Hukum Starling pada
jantung yang menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung berbanding
langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung);
(2) Kontraktilitas (mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat
sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium); (3)
Afterload (mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk
memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriole).
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang terjadi baik pada
jantung dan secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua ventrikel berkurang akibat
penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka volume dan
tekanan pada akhir diastolik di dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Hal ini akan
meningkatkan panjang serabut miokardium pada akhir diastolik dan menyebabkan waktu
sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, maka akan terjadi dilatasi
ventrikel. Cardiac output pada saat istirahat masih bisa berfungsi dengan baik tapi
peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama (kronik) akan dijalarkan ke kedua
atrium, sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan
meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema
sistemik.
Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan arterial
atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan humoral.
Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium,
frekuensi denyut jantung dan vena; yang akan meningkatkan volume darah sentral yang
selanjutnya meningkatkan preload. Meskipun adaptasi-adaptasi ini dirancang untuk
meningkatkan cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena
itu, takikardi dan peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya
iskemia pada pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya dan
peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner.
Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer. Adaptasi ini
dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ-organ vital, tetapi jika aktivasi ini
sangat meningkat malah akan menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan. Salah satu efek
penting penurunan cardiac output adalah penurunan aliran darah ginjal dan penurunan

8
kecepatan filtrasi glomerolus, yang akan menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem
rennin-angiotensin-aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resistensi
vaskuler perifer selanjutnya dan penigkatanafterload ventrikel kiri sebagaimana retensi
sodium dan cairan.
Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam
sirkulasi, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada gagal
jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium,
yang menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan
vasodilator.

2.6 Pemeriksaan Penunjang CHF


1. EKG : Mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan
aksis, iskemia dan kerusakan pola.mengetahui adanya sinus
takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium, ventrikel hipertrofi,
disfungsi pentyakit katub jantung.
2. Rontgen dada : Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan
dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh
darah atau peningkatan tekanan pulnonal.
3. Scan Jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan
jantung.
4. Kateterisasi jantung : Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub
atau insufisiensi serta mengkaji potensi arteri koroner.
5. Elektrolit : Mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan
fungsi ginjal, terapi diuretic.
6. Oksimetri nadi : Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika CHF
memperburuk PPOM.
7. AGD : Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau
hipoksemia dengan peningkatan tekanan karbondioksida.

2.7 Penatalaksanaan CHF


Tujuan pengobatan adalah :
1. Meningkatkan oksigenasi dengan terapi O2 dan menurunkan konsumsi oksigen
dengan pembatasan aktivitas.

9
2. Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
3. Meningkatkan kontraksi (kontraktilitas) otot jantung dengan digitalisasi.
4. Membuang penumpukan air tubuh yang berlebihan dengan cara memberikan terapi
antidiuretik, diit dan istirahat.
5. Menurunkan beban jantung dengan diet rendah garam, diuretik, dan vasodilator
a) Terapi Medis
1. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan
konsumsi O2melalui istirahat/ pembatasan aktifitas
2. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung
a. Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis, miksedema,
dan aritmia.
b. Digitalisasi
1) Dosis digitalis
Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 mg dalam 4 - 6 dosis selama
24 jam dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4 hari.
 Digoksin IV 0,75 - 1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.
 Cedilanid IV 1,2 - 1,6 mg dalam 24 jam.
2) Dosis penunjang untuk gagal jantung: digoksin 0,25 mg sehari. untuk
pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
3) Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.
4) Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut
yang berat:
 Digoksin: 1 - 1,5 mg IV perlahan-lahan.
 Cedilamid 0,4 - 0,8 IV perlahan-lahan.
b) Terapi Farmakologis :
1. Glikosidajantung.
Digitalis , meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan memperlambat
frekuensi jantung. Efek yang dihasilkan : peningkatan curah jantung,
penurunan tekanan vena dan volume darah dan peningkatan diuresisidan
mengurangi edema
2. Terapidiuretik.
Diberikan untuk memacu eksresi natrium dan air mlalui ginjal.Penggunaan
harus hati – hati karena efek samping hiponatremia dan hipokalemia.

10
3. Terapivasodilator.
Obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi impadansi tekanan terhadap
penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki pengosongan
ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan pengisian
ventrikel kiri dapat diturunkan.
4. Diet
Pembatasan Natrium untuk mencegah, mengontrol, atau menghilangkan
edema.
c) Terapi Lain :
1. Koreksi penyebab-penyebab utama yang dapat diperbaiki antara lain: lesi
katup jantung, iskemia miokard, aritmia, depresi miokardium diinduksi
alkohol, pirau intrakrdial, dan keadaan output tinggi.
2. Edukasi tentang hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.
3. Posisi setengah duduk.
4. Oksigenasi (2-3 liter/menit).
5. Diet: pembatasan natrium (2 gr natrium atau 5 gr garam) ditujukan untuk
mencegah, mengatur, dan mengurangi edema, seperti pada hipertensi dan
gagal jantung. Rendah garam 2 gr disarankan pada gagal jantung ringan dan 1
gr pada gagal jantung berat. Jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan
1,5 liter pada gagal jantung ringan.
6. Aktivitas fisik: pada gagal jantung berat dengan pembatasan aktivitas, tetapi
bila pasien stabil dianjurkan peningkatan aktivitas secara teratur. Latihan
jasmani dapat berupa jalan kaki 3-5 kali/minggu selama 20-30 menit atau
sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70-80% denyut
jantung maksimal pada gagal jantung ringan atau sedang.
7. Hentikan rokok dan alcohol
8. Revaskularisasi coroner
9. Transplantasi jantung
10. Kardoimioplasti

2.8 Komplikasi
Komplikasi akibat gagal jantung adalah:
1. Shock Kardiogenik

11
Shock Kardiogenik ditandai dengan adanya gangguan fungsi ventrikel kiri.
Dampaknya adalah terjadi gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran
oksigen ke jaringan.Gejala ini merupakan gejala yang khas terjadi pada kasus Shock
Kardiogenik yang disebabkan oleh infark miokardium akut.Gangguan ini disebabkan
oleh hilangnya 40% atau lebih jaringan otot pada ventrikel kiri dan nekrosis vocal di
seluruh ventrikel, karena ketidakseimbangan antara kebutuhan dan persediaan
oksigen miokardium.
2. Edema paru – paru
Edema paru terjadi dengan cara yang sama seperti edema yang muncul dibagian
tubuh mana saja, termasuk factor apapun yang menyebabkan cairan interstitial paru-
paru meningkat dari batas negatif menjadi batas positif. Penyebab kelainan paru-paru
yang paling umum adalah:
a. Gagal jantung sisis kiri (penyakit katub mitral) yang mengakibatkan peningkatan
tekanan kapiler paru-paru,sehimgga membanjiri ruang intersisisal dan alveoli.
b. Kerusakan pada membrane kapiler paru-paru yang disebabkan oleh infeksi
seperti pneumonia atau terhirupnya bahan-bahan berbahaya(misalnya gas klorin
atau gas sulfur dioksida).masing–masing infeksi tersebut menyebabkan
kebocoran protein plasma,sehingga dengan cepat cairan keluar dari kapiler.

2.9 Cara Pencegahan CHF


1. Berhenti merokok
2. Berikan instruksi spesifik tentang obat dan efek sampingnya
3. Belajar untuk rileks dan mengendalikan stress
4. Batasi atau tidak mengkonsumsi alkohol
5. Jika mengalami obesitas turunkan berat badan hingga kisaran normal
6. Anjurkan pada klien untuk menghentikan atau mengurangi aktifitas selama ada
serangan dan istirahat
7. Menjalani diet yang sesuai anjuran dokter
8. Orahraga secara teratur

12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
I. Identitas
Nama                    : Ny.B
Umur                    : 65 tahun
Jenis Kelamin       : Perempuan
II. Keluhan utama : Fatique, latergi dan kehausan.
III. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien dengan idiopatik dilatasi kardiomiopati mengalami fraction ejection 25 %
dengan keluhan fatique, latergi dan kehausan. Klien mendapat pengobatan
lisinopril 20 mg/hari, digoxin 0,125 mg/hari dan bumetanide 2 mg/hari. Setelah di
rawat 2 minggu, klien mengalami pembesaran abdomen (shifting dullness positif)
dan penambahan BB 2 kg dari sebelumnya, dipsnea dan edema ekstremtas +2
dengan JVP +.
2. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Klien memiliki riwayat gagal jantung selama 8 tahun.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
(tidak terkaji)
IV. Pengkajian 11 Fungsional Gordon
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat : Pada kasus CHF akan timbul
ketakutan akan terjadinya ketidakmampuan beraktivitas pada dirinya dan harus
menjalani penatalaksanaan kesehatan dan prosedur pengobatan secara rutin. Selain
itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat
steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol
yang bisa mengganggu keseimbangannya serta kepatuhan klien dalam berobat.
(Ignatavicius, Donna D,1995).
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme : Gejala : kehilangan nafsu makan, mual dan
muntah, penambahan berat badan secara signifikan, pembengkakan ekstremitas
bawah, kebiasaan diet tinggi garam dan kolestrol, penggunaan diuretic. Tanda :
penambahan berat badan secara signifikan dan distensi abdomen/asites serta
oedema.

13
(3) Pola Eliminasi : Untuk kasus CHF perlu dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta
bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji
frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji
ada kesulitan atau tidak. (Keliat, Budi Anna, 1991)       Gejala yang ditemukan :
penurunan volume urin, urin berwarna gelap, kebiasaan berkemih malam hari
(nokturia).
(4) Pola Tidur dan Istirahat : Pada klien CHF sering ditemukan insomnia, dispnea saat
istirahat dan gelisah sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur
klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana
lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur
(Doengos. Marilynn E, 1999).
(5) Pola Aktivitas : Pada klien dengan CHF sering ditemukan keletihan dan kelelahan
sepanjang hari, nyeri dada dan sesak saat beraktivitas, sesak saat istirahat.
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
(6) Pola Hubungan dan Peran : Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan
dalam masyarakat bila klien harus menjalani rawat inap  (Ignatavicius, Donna D,
1995).
(7) Pola Persepsi dan Konsep Diri : Dampak yang timbul pada klien CHF adalah rasa
cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image) (Ignatavicius,
Donna D, 1995).
(8) Pola Sensori dan Kognitif : Pada klien dengan CHF sering ditemukan perubahan
status mental : letargi dan stress dengan penyakitnya.
(9) Pola Reproduksi Seksual : Dampak pada klien CHF akan terjadi perubahan
pemenuhan kebutuhan seksual terutama karena nyeri dada dan sesak yang
menigkat karena aktivitas.
(10) Pola Penanggulangan Stress : Pada klien CHF timbul rasa cemas tentang keadaan
dirinya, mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif (Ignatavicius,
Donna D, 1995).
(11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan : Untuk klien CHF dengan bedrest total tidak dapat
melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan
konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan sesak yang dirasakan klien
(Ignatavicius, Donna D, 1995).

14
V. PEMERIKSAAN FISIK
1. ROS (Review of System)
Keadaan Umum : -
Kesadaran          : -

3.2 Pemeriksaan Vital Sign


a. Sebelum dirawat :
Tekanan Darah           : 84/60 mmhg
Nadi                           : 80-88 x/menit
b. Setelah diraawat :
Tekanan Darah           : 100/80 mmhg
Nadi                           : 85 x/menit

3.3 Pemeriksaan Penunjang


a. EKG menunjukkan atrial fibrilasi
b. Pemeriksaan hemodinamika menunjukkan cardiac indek 1,6
c. SVR 2883
d. Cairan intratoraks 0,052
e. JVP +

3.4 Data Fokus

Data Subjektif Data Objektif


-     Klien mengeluh fatique, letargi, dan Sebelum dirawat :
kehausan, Dipsnea          Tekanan Darah : 84/60 mmHg
-     Hasil wawancara dengan keluarga         Nadi                  : 80 x/menit
tentang penampilan secara umum Ny.B         fraksi ejeksi 25%
terlihat sedikit lebih gemuk dari biasanya.         EKG atrial fibrilasi
         Bunyi paru bersih
         Gallop tidak ada
         Edema tungkai tidak ada
         hemodinamika cardiac indek 1,6
         SVR 2883
         Cairan intratoraks 0,052

15
Setelah dirawat :
         Tekanan Darah : 100/80 mmhg
         Nadi                  : 85 x/menit
         Gejala pembesaran abdomen (shifting
dullness +)
         JVP +
         Edema ektremitas +2,

3.5 Analisa Data


No
Data Etiologi Masalah Keperawatan
.
DS : mengeluh Dipsnea

DO :
Gangguan Penurunan Curah
1.          EKG atrial fibrilasi
kontraktilitas Jantung
         fraksi ejeksi 25%
         JVP +

DS : klien mengeluh fatique,


letargi, dan kehausan
DO :
Sebelum dirawat :
Tekanan Darah : 84/60 mmhg
2. Fatique Intoleransi Aktivitas
Nadi  : 80 x/menit
Setelah diraawat :
Tekanan Darah : 100/80 mmhg
Nadi  : 85 x/menit

3. DO : Hasil wawancara dengan Berkurangnya curah Kelebihan volume


keluarga tentang penampilan secara jantung, retensi cairan cairan
umum Ny.B terlihat sedikit lebih dan natrium oleh
gemuk dari biasanya. ginjal, hipoperfusi ke
DS : jaringan perifer dan
         Edema ektremitas +2 hipertensi pulmonal

16
         Gejala pembesaran abdomen
(shifting dullness +)
         JVP +

3.6 Diagnosa Keperawatan


1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan kontraktilitas.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Fatique
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan berkurangnya curah jantung, retensi
cairan dan natrium oleh ginjal, hipoperfusi ke jaringan perifer dan hipertensi
pulmonal.

3.7 Intervensi Kasus CHF


No
Diagnosa Tujuan / KH Intervensi
.
1 Penurunan curah Tujuan : Mandiri
jantung Setelah dilakukan tindakan-       Catat tanda-tanda vital
berhubungan keperawatan -       Regulasi hemodinamik
dengan gangguan selama 3x60menit diharapkan (mengoptimalkan frekuensi jantung,
kontraktilitas penurunan curah jantung dapat preload, afterload, dan kontraktilitas)
teratasi dengan -       Manajemen syok (meningkatkan
Kriteria Hasil  : keadekuatan perfusi jaringan)
-     Klien mampu menunjukkan-       Atur posisi tirah baring yang idel.
status sirkulasi Kepala tempat tidur harus dinaikkan
-     Klien menunjukkan 20-30 cm.
peningkatan tolernsi terhadap-       Berikan istirahat psikologi dengan
aktivitas fisik (dispnea, nyeri lingkungan yang tenang.
dada) -       Pemantauan tanda-tanda vital
-     Tidak terjadi aritmia (mengumpulkan dan menganalisa data
-     Klien mampu mengidentifikasi kardiovskular, pernapasan dan suhu
tanda dan gejala perburukan tubuh untuk menentukan dan
kondisi yang dapat dilaporkan mencegah komplikasi)
-       Hindari manuver dinamik seperti
berjongkok sewaktu melakukan BAB

17
dan mengepal-ngepalkan tangan.
-       Pemberian cairan IV, pembatasan
jumlah total sesuai dengan indikasi,
hindari cairan garam.
-       Berikan oksigen tambahan dengan
nasal kanul/ masker sesuai dengan
indikasi.
-       Kaji ulang EKG
kolaborasi
-       Kolaborasi untuk pemberian diet
jantung dan pemberian obat.
2 Intoleransi Tujuan : Mandiri
aktivitas Setelah dilakukan tindakan-      Terapi aktivitas (beri anjuran tentang
berhubungan keperawatan selama 2x24 jam dan bantuan dalam aktivitas fisik)
dengan fatique diharapkan kebutuhan-      Terapi latihan fisik : mobilitas sendi
beraktivitas dan kebutuhan (latih klien untuk lakukan gerakan
perawatan diri sendiri terpenuhi aktif atau pasif untuk
dengan Kriteria Hasil : mempertahankan fleksibilitas sendi)
-     Klien mampu-        Periksa tanda vital sebelum dan
mendemonstrasikan segera setelah aktivitas khususnya bila
penghematan energy klien menggunakan vasodilator,
-     Tidak terjadi kelemahan dan diuretik, penyakit dada.
kelelahan -      Catat respon cardiopulmonal terhadap
-     Tanda-tanda vital dalam batas aktivitas, catat takikardi, disritmia,
normal dispnea, berkeringat, pucat.
-      Kaji presipilator/ penyebab
kelemahan.
-      Evaluasi peningkatan intoleran
aktivitas.
-      Berikan bantuan dalam aktivitas
perawatan diri sesuai indikasi, selingi
periode aktivitas dengan periode
istirahat.
-       

18
3 Kelebihan volume Tujuan : Mandiri
cairan Setelah dilakukan tindakan-      Pertahankan catatan intake dan output
berhubungan keperawatan selama 1x24 jam yang akurat
dengan kelebihan volume cairan dapat-      Monitor vital sign
berkurangnya dikurangi -      Monitor indikasi retensi / kelebihan
curah jantung, cairan (cracles, CVP , edema, distensi
retensi cairan dan KH : vena leher, asites)
natrium oleh-     Klien mampu mengurangi-      Kaji lokasi dan luas edema

ginjal, hipoperfusi kelebihan volume cairan -      Tentukan kemungkinan faktor resiko


ke jaringan perifer-     Tanda vital dalam rentang yang dari ketidak seimbangan cairan
dan hipertensi dapat diterima (Hipertermia, terapi diuretik, kelainan
pulmonal -     tidak ada distensi vena perifer/ renal, gagal jantung, diaporesis,
vena dan edema dependen disfungsi hati, dll )
-     berat badan ideal -      Monitor masukan makanan / cairan
dan hitung intake kalori harian
-      Berikan diuretik sesuai interuksi
-      Monitor tanda dan gejala dari odema
-      Monitor adanya distensi leher, rinchi,
eodem perifer dan penambahan BB
Kolaborasi
-      Kolaborasi dokter jika tanda cairan
berlebih muncul memburuk

BAB IV

19
PEMERIKSAAN ENZIM JANTUNG

4.1 Pemeriksaan Enzim Jantung CK / CKMB


Kegunaan pemeriksaan CKMB adalah untuk diagnosis AMI (Acute Myocardial
Infarct). Walaupun cukup banyak kardiologi yang lebih menyukai penentuan troponin,
tetapi penentuan CKMB juga berperan dalam diagnosis reinfark. Troponin akan tetap
meningkat sekitar 14 hari setelah AMI, sementara konsentrasi CKMB akan menurun ke
baseline dalam 72 jam. Kadar CKMB dapat meningkat diluar kerusakan miokardium,
peningkatan kadar CKMB dapat terjadi pada kondisi hipotiroidisme dan peningkatan
kadar CK total terjadi pada 50% kasus. Myoglobin merupakan oxygen-binding protein
yang ditemukan dalam jantung dan striated muscle. Peningkatan konsentrasinya yang
cepat merupakan penanda AMI yang dini. Kadar myoglobin serum merupakan indikator
dini AMI, terutama apabila dikombinasikan dengan troponin atau CKMB. Setelh kondisi
AMI, kadar myoglobin kembali normal sementara kadar troponin tetap meningkat.
Myoglobin serum akan diekskresikan melalui ginjal, dan myoglobin merupakan penanda
kerusakan miokardial awal yang sensitif karena dilepaskan dari sel-sel yang mengalami
nekrotik, sehingga dapat digunakan untuk deteksi infark miokard dini. Konsentrasi
myoglobin akan meningkat 1 jam setelah infark dan mencapai puncaknya dalam 4-12
jam. Cardiac troponin I (cTnI) dan troponin T (cTnT) merupakan uji primer dalam
diagnosis AMI karena memiliki spesifisitas dan sensitivitas yang tinggi. Salah satu
kriteria diagnosis AMI antara lain adanya simptom iskemik, adanya perubahan
gelombang Q pada EKG, perubahan segmen ST dan intervensi arteri koroner. Troponin
lebih sensitif dari CKMB untuk deteksi nekrosis otot jantung. Myoglobin, suatu penanda
yang meningkat cepat setelah AMI, diterima sebagai penanda dini tetapi kurang spesifik
bila dibandingkan dengan troponin; apabila hasil myoglobin positif maka diperlukan uji
konfirmasi menggunakan troponin atau CKMB. Troponin jantung akan tetap meningkat
5-7 hari setelah onset kerusakan jantung, oleh karena itu untuk menduga periode reinfark
perlu dievaluasi menggunakan troponin atau CKMB.
Studi enzim jantung mengukur kadar enzim dan protein yang berhubungan dengan
cedera pada otot jantung. Hal ini mencakup enzim kreatin kinase (CK) dan protein
troponin I (TnI) serta troponin T (TnT). Enzim dan protein ini normalnya ditemukan
dalam darah Anda dan dengan tingkat yang rendah, tetapi bila otot jantung Anda cedera,

20
seperti karena serangan jantung, enzim dan protein akan keluar dari sel otot jantung yang
rusak dan kadarnya akan meningkat pada aliran darah.
Karena beberapa enzim dan protein ini juga ditemukan pada jaringan tubuh lainnya,
kadarnya dalam darah akan meningkat ketika jaringan tersebut rusak. studi enzim
jantung harus selalu dibandingkan dengan gejala yang Anda alami, hasil dari
pemeriksaan fisik, dan elektrokardiogram (EKG, ECG).
Distribusi Kadar CK-MB pada Pasien PJK (N=56)
Kategori Kadar CK-MB (U/L)
IMA 8-438
Non-IMA 11-32

Pemeriksaan darah untuk memeriksa kadar CK-MB dilakukan pada jam-jam tertentu
untuk mengetahui peningkatan, puncak, dan penurunan kembali kadar CKMB. Pada
gambar 3 dapat dilihat kurva kadar CK-MB dari 56 data pasien berdasarkan waktu
pengambilan darah setelah onset nyeri dada.
Kadar CK-MB dan jenis kelamin dihitung berdasarkan rata-rata kadar CK-MB dengan
waktu pengambilan darah, dimana didapatkan kadar CK-MB tertinggi pria adalah pada
pengambilan darah jam ke-21, yaitu 418 U/L dan kadar terendah pada jam ke-144, yaitu
15 U/L.
Enzim ini terdapat pada jaringan tubuh seperti otot rangka, serta organ jantung dan
otak. Peningkatan enzim CK dapat menandakan kondisi serangan jantung. Kadar CK
mulai terdeteksi di darah dalam waktu 4-6 jam setelah otot jantung rusak, dan akan
meningkat hingga 24 jam setelah serangan jantung.
Meski begitu, CK juga bisa meningkat pada beberapa kondisi lain, seperti
rhabdomyolisis, infeksi, kerusakan ginjal, dan distrofi otot.
Jenis enzim yang terdapat banyak pada jaringan terutama otot, miokardium, dan otak.
Terdapat 3 jenis isoenzim kreatinase dan diberu label M (muskulus) dan B (Brain),
yaitu :Isoenzim BB : banyak terdapat di otakIsoenzim MM : banyak terdapat pada otot
skeletalIsoenzim MB : banyak terdapat pada miokardium bersama MMOtot bergaris
berisi 90% MM dan 10% MBOtot jantung berisi 60% MM dan 40% MBPeningkatan
kadar enzim dalam serum menjadi indicator terpercaya adanya kerusakan jaringanpada
jantung.
Nilai normal kurang dari 10 U/LNilai > 10-13 U/L atau > 5% total CK
menunjukkan adanya peningkatan aktivitas produksienzim.Klinis:Peningkatan kadar

21
CPK dapat terjadi pada penderita AMI, penyakit otot rangka, cedera cerebrovaskuler.
Peningkatan iso enzim CPK-MM, terdapat pada penderita distrofi otot, traumahebat,
paska operasi, latihan berlebihan, injeksi I.M, hipokalemia dan
hipotiroidisme.Peningkatan CPK-MB : pada AMI, angina pectoris, operasi jantung,
iskemik jantung,miokarditis, hipokalemia, dan defibrilasi jantun. Peningkatan CPK-BB :
terdapat pada cederacerebrovaskuler, pendarahan sub arachnoid, kanker otak, cedera otak
akut,syndrome reye,embolisme pulmonal dan kejang. Obat-obat yang meningkatkan nilai
CPK : deksametason,furosemid, aspirin dosis tinggi, ampicillin, karbenicillin dan
klofibrat.

4.2 Pemeriksaan Enzim Jantung Troponin


Troponin adalah sejenis protein yang terdapat pada jantung dan otot. Ada 3 jenis
troponin, yaitu troponin T, C, dan I, namun yang diperiksa secara spesifik berbarengan
dengan enzim jantung adalah troponin T dan I. Kadar troponin dapat meningkat dalam
waktu 2-26 jam setelah kerusakan otot jantung.
Selain karena serangan jantung, kadar troponin juga bisa meningkat ketika terjadi
peradangan dan kerusakan otot jantung akibat penyakit lain, seperti miokarditis. Oleh
karena itu, kini tersedia pemeriksaan troponin khusus yang disebut high-sensitivity
cardiac troponin (hs-cTn). Jenis pemeriksaan ini dapat mendeteksi kerusakan jantung
akibat serangan jantung dengan lebih baik.
Merupakan kompleks protein otot globuler dari pita I yang menghambat kontraksi
denganmemblokade interaksi aktin dan myosin. Apabila bersenyawa dengan Ca++ , akan
mengubahposisi molekul tropomiosin sehingga terjadi interaksi aktin-miosin. Protein
regulator ini terletakdidalam apparatus kontraktil miosit dan mengandung 3 sub unit
dengan tanda C, I, T.Peningkatan troponin menjadi pertanda positif adanya cedera sel
miokardium dan potensiterjadinya angina. Nilai normal < 0,16 Ug/L
Myoglobin
Merupakan protein yang terdapat pada otot rangka dan otot jantung. Kadar myoglobin
akan meningkat dalam waktu 2-12 jam setelah serangan jantung, dan kembali menurun
ke kadar normalnya dalam waktu 24-36 jam setelah serangan jantung.
Karena bisa meningkat pada kondisi penyakit lain, kadar myoglobin sering kali diperiksa
bersamaan dengan enzim jantung dan pemeriksaan jantung lain, misalnya EKG untuk
mendiagnosis serangan jantung.

22
Dalam prakteknya, diagnosis serangan jantung tak hanya didasari dari hasil pemeriksaan
enzim jantung saja, namun juga membutuhkan pemeriksaan fisik oleh dokter, ditambah
tes penunjang lain, seperti EKG, angiografi, dan kateterisasi jantung.

BAB V
PENUTUP

23
V.1 Kesimpulan
CHF adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh
(Ebbersole, Hess, 1998). Risiko CHF akan meningkat pada orang lanjut usia(lansia)
karena penurunan fungsi ventrikel akibat penuaan. CHF ini dapat menjadi kronik apabila
disertai dengan penyakit-penyakit seperti: hipertensi, penyakit katub jantung,
kardiomiopati, dan lain-lain.
CKMB adalah untuk diagnosis AMI (Acute Myocardial Infarct). Walaupun cukup
banyak kardiologi yang lebih menyukai penentuan troponin, tetapi penentuan CKMB
juga berperan dalam diagnosis reinfark. Nilai normal kurang dari 10 U/LNilai > 10-13
U/L atau > 5%.
Troponin adalah sejenis protein yang terdapat pada jantung dan otot. Ada 3 jenis
troponin, yaitu troponin T, C, dan I, namun yang diperiksa secara spesifik berbarengan
dengan enzim jantung adalah troponin T dan I. Kadar troponin dapat meningkat dalam
waktu 2-26 jam setelah kerusakan otot jantung. Nilai normal < 0,16 Ug/L.

V.2 Saran
Diajukan kepada masyarakat agar dapat memberikan perubahan perilaku melalui
makalah ini yang sifatnya dapat menyeluruh guna menciptakan perubahan pada
lingkungan sekitar.
Sebaiknya dalam menjelaskan kasus CHF yang digunakan harus sesuai dengan tujuan
yang ingin disampaikan dan penulis berharap makalah ini mendapatkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

24
Barbara C Long, Perawatan Medikal Bedah (Terjemahan), Yayasan IAPK Padjajaran
Bandung, September 1996
Doenges Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3, Penerbit Buku Kedikteran EGC,
Tahun 2002
Wilson Lorraine M, Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Buku 2,  Edisi
4, Tahun 1995

25

Anda mungkin juga menyukai