Disusun oleh :
Kelompok 3
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 24
5.2 Saran .................................................................................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
18% total penduduk Indonesia 80% diantaranya meninggal secara mendadak setiap
tahunnya dan 50% tidak menunjukkan gejala.
Data di RS Jantung dan Pembuluh Darah pasien penyakit jantung koroner baik rawat
jalan maupun rawat inap mengalami peningkatan 10% setiap tahunnya dan di AS 1,5 juta
orang mengalami serangan jantung dan 478.000 orang meninggal karena jantung koroner
setiap tahunnya (Hediyani, 2012).
Berdasarkan masalah tersebut, kami sebagai mahasiswa keperawatan perlu
memahami dan mengetahui konsep teoritis dan keterampilan profesional yang harus
dimiliki dalam melaksanakan tugasnya, sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan
pasien dengan penyakit Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung, maka
kelompok 5 tutorial membuat laporan mengenai Congestive Heart Failure (CHF) dan
Asuhan Keperawatan klien dengan Congestive Heart Failure (CHF).
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari CHF
2. Untuk mengetahui etiologi CHF
3. Untuk mengetahui klasifikasi CHF
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis CHF
5. Untuk mengetahui patofisiologi CHF
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang CHF
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan CHF
8. Untuk mengetahui komplikasi CHF
9. Untuk mengetahui cara pencegahan CHF
2
1.4 Manfaat
Agar mengetahui apa itu CHF, bagaimana cara pencegahannya, serta apa saja tanda
dan gejala CHF itu sendiri.
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.2 Etiologi
Etiologi terjadinya CHF (Congestive Heart Failure) menurut Brunner dan Suddarth
(2002) yaitu :
1. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan
menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan
fungsi otot jantung mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit
degeneratif atau inflamasi misalnya kardiomiopati. Peradangan dan penyakit
miocardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara
langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun .
4
2. Aterosklerosis coroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot
jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark
miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
Infark miokardium menyebabkan pengurangan kontraktilitas, menimbulkan gerakan
dinding yang abnormal dan mengubah daya kembang ruang jantung .
3. Hipertensi Sistemik atau pulmonal (peningkatan after load)
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi
serabut otot jantung. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa
mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan
dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko
terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu
aritmia atrial maupun aritmia ventrikel.
4. Penyakit jantung lain,
Terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang secara langsung
mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran
darah yang masuk jantung (stenosis katub semiluner), ketidakmampuan jantung
untuk mengisi darah (tamponade, pericardium, perikarditif konstriktif atau stenosis
AV), peningkatan mendadak after load. Regurgitasi mitral dan aorta menyebabkan
kelebihan beban volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta
menyebabkan beban tekanan (after load).
5. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya
gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal : demam, tirotoksikosis).
Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis
respiratorik atau metabolik dan abnormalitas elektronik dapat menurunkan
kontraktilitas jantung.
5
b. Gagal jantung kronik terjadinya secar perkahan ditandai dengan penyakit jantung
iskemik, penyakit paru kronis. Pada gagal jantung kronik terjadi retensi air dan
sodium pada ventrikel sehingga menyebabkan hipervolemia, akibatnya ventrikel
dilatasi dan hipertrofi.
2. Gagal Jantung Kanan- Kiri
a. Gagal jantung kiri terjadi karena ventrikel gagal untuk memompa darah secara
adekuat sehingga menyebabkan kongesti pulmonal, hipertensi dan kelainan pada
katub aorta/mitral
b. Gagal jantung kanan, disebabkan peningkatan tekanan pulmo akibat gagal
jantung kiri yang berlangsung cukup lama sehingga cairan yang terbendung akan
berakumulasi secara sistemik di kaki, asites, hepatomegali, efusi pleura, dll.
3. Gagal Jantung Sistolik-Diastolik
a. Sistolik terjadi karena penurunan kontraktilitas ventrikel kiri sehingga ventrikel
kiri tidak mampu memompa darah akibatnya kardiak output menurun dan
ventrikel hipertrofi
b. Diastolik karena ketidakmampuan ventrikel dalam pengisian darah akibatnya
stroke volume cardiac output turun.
6
b. Batuk
c. Cheynes stokes
d. Orthopnea
e. Kogestif vena pulmonalis
f. Mudah lelah
Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari
sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil
katabolisme, juga terjadi karena meningkatnya energi yang digunakan untuk
bernafas dan insomnia yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk.
g. Kegelisahan dan kecemasan
Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan
pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.
2. Gagal jantung kanan:
a. Kongestif jaringan perifer dan viseral.
b. Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting, penambahan
berat badan.
c. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat
pembesaran vena di hepar.
d. Anorexia dan mual, terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam rongga
abdomen.
e. Nokturia
f. Kelemahan
g. Nausea
h. Ascites
2.5 Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan
kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari normal. Dapat
dijelaskan dengan persamaan CO = HR x SV di mana curah jantung (CO:Cardiac
output) adalah fungsi frekuensi jantung (HR: Heart Rate) x Volume Sekuncup
(SV: Stroke Volume).
Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistem saraf otonom. Bila curah jantung
berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk
mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk
7
mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah
yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi, yang
tergantung pada 3 faktor, yaitu: (1) Preload (yaitu sinonim dengan Hukum Starling pada
jantung yang menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung berbanding
langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung);
(2) Kontraktilitas (mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat
sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium); (3)
Afterload (mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk
memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriole).
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang terjadi baik pada
jantung dan secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua ventrikel berkurang akibat
penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka volume dan
tekanan pada akhir diastolik di dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Hal ini akan
meningkatkan panjang serabut miokardium pada akhir diastolik dan menyebabkan waktu
sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, maka akan terjadi dilatasi
ventrikel. Cardiac output pada saat istirahat masih bisa berfungsi dengan baik tapi
peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama (kronik) akan dijalarkan ke kedua
atrium, sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan
meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema
sistemik.
Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan arterial
atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan humoral.
Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium,
frekuensi denyut jantung dan vena; yang akan meningkatkan volume darah sentral yang
selanjutnya meningkatkan preload. Meskipun adaptasi-adaptasi ini dirancang untuk
meningkatkan cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena
itu, takikardi dan peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya
iskemia pada pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya dan
peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner.
Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer. Adaptasi ini
dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ-organ vital, tetapi jika aktivasi ini
sangat meningkat malah akan menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan. Salah satu efek
penting penurunan cardiac output adalah penurunan aliran darah ginjal dan penurunan
8
kecepatan filtrasi glomerolus, yang akan menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem
rennin-angiotensin-aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resistensi
vaskuler perifer selanjutnya dan penigkatanafterload ventrikel kiri sebagaimana retensi
sodium dan cairan.
Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam
sirkulasi, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada gagal
jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium,
yang menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan
vasodilator.
9
2. Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
3. Meningkatkan kontraksi (kontraktilitas) otot jantung dengan digitalisasi.
4. Membuang penumpukan air tubuh yang berlebihan dengan cara memberikan terapi
antidiuretik, diit dan istirahat.
5. Menurunkan beban jantung dengan diet rendah garam, diuretik, dan vasodilator
a) Terapi Medis
1. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan
konsumsi O2melalui istirahat/ pembatasan aktifitas
2. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung
a. Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis, miksedema,
dan aritmia.
b. Digitalisasi
1) Dosis digitalis
Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 mg dalam 4 - 6 dosis selama
24 jam dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4 hari.
Digoksin IV 0,75 - 1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.
Cedilanid IV 1,2 - 1,6 mg dalam 24 jam.
2) Dosis penunjang untuk gagal jantung: digoksin 0,25 mg sehari. untuk
pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
3) Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.
4) Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut
yang berat:
Digoksin: 1 - 1,5 mg IV perlahan-lahan.
Cedilamid 0,4 - 0,8 IV perlahan-lahan.
b) Terapi Farmakologis :
1. Glikosidajantung.
Digitalis , meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan memperlambat
frekuensi jantung. Efek yang dihasilkan : peningkatan curah jantung,
penurunan tekanan vena dan volume darah dan peningkatan diuresisidan
mengurangi edema
2. Terapidiuretik.
Diberikan untuk memacu eksresi natrium dan air mlalui ginjal.Penggunaan
harus hati – hati karena efek samping hiponatremia dan hipokalemia.
10
3. Terapivasodilator.
Obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi impadansi tekanan terhadap
penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki pengosongan
ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan pengisian
ventrikel kiri dapat diturunkan.
4. Diet
Pembatasan Natrium untuk mencegah, mengontrol, atau menghilangkan
edema.
c) Terapi Lain :
1. Koreksi penyebab-penyebab utama yang dapat diperbaiki antara lain: lesi
katup jantung, iskemia miokard, aritmia, depresi miokardium diinduksi
alkohol, pirau intrakrdial, dan keadaan output tinggi.
2. Edukasi tentang hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.
3. Posisi setengah duduk.
4. Oksigenasi (2-3 liter/menit).
5. Diet: pembatasan natrium (2 gr natrium atau 5 gr garam) ditujukan untuk
mencegah, mengatur, dan mengurangi edema, seperti pada hipertensi dan
gagal jantung. Rendah garam 2 gr disarankan pada gagal jantung ringan dan 1
gr pada gagal jantung berat. Jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan
1,5 liter pada gagal jantung ringan.
6. Aktivitas fisik: pada gagal jantung berat dengan pembatasan aktivitas, tetapi
bila pasien stabil dianjurkan peningkatan aktivitas secara teratur. Latihan
jasmani dapat berupa jalan kaki 3-5 kali/minggu selama 20-30 menit atau
sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70-80% denyut
jantung maksimal pada gagal jantung ringan atau sedang.
7. Hentikan rokok dan alcohol
8. Revaskularisasi coroner
9. Transplantasi jantung
10. Kardoimioplasti
2.8 Komplikasi
Komplikasi akibat gagal jantung adalah:
1. Shock Kardiogenik
11
Shock Kardiogenik ditandai dengan adanya gangguan fungsi ventrikel kiri.
Dampaknya adalah terjadi gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran
oksigen ke jaringan.Gejala ini merupakan gejala yang khas terjadi pada kasus Shock
Kardiogenik yang disebabkan oleh infark miokardium akut.Gangguan ini disebabkan
oleh hilangnya 40% atau lebih jaringan otot pada ventrikel kiri dan nekrosis vocal di
seluruh ventrikel, karena ketidakseimbangan antara kebutuhan dan persediaan
oksigen miokardium.
2. Edema paru – paru
Edema paru terjadi dengan cara yang sama seperti edema yang muncul dibagian
tubuh mana saja, termasuk factor apapun yang menyebabkan cairan interstitial paru-
paru meningkat dari batas negatif menjadi batas positif. Penyebab kelainan paru-paru
yang paling umum adalah:
a. Gagal jantung sisis kiri (penyakit katub mitral) yang mengakibatkan peningkatan
tekanan kapiler paru-paru,sehimgga membanjiri ruang intersisisal dan alveoli.
b. Kerusakan pada membrane kapiler paru-paru yang disebabkan oleh infeksi
seperti pneumonia atau terhirupnya bahan-bahan berbahaya(misalnya gas klorin
atau gas sulfur dioksida).masing–masing infeksi tersebut menyebabkan
kebocoran protein plasma,sehingga dengan cepat cairan keluar dari kapiler.
12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
I. Identitas
Nama : Ny.B
Umur : 65 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
II. Keluhan utama : Fatique, latergi dan kehausan.
III. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien dengan idiopatik dilatasi kardiomiopati mengalami fraction ejection 25 %
dengan keluhan fatique, latergi dan kehausan. Klien mendapat pengobatan
lisinopril 20 mg/hari, digoxin 0,125 mg/hari dan bumetanide 2 mg/hari. Setelah di
rawat 2 minggu, klien mengalami pembesaran abdomen (shifting dullness positif)
dan penambahan BB 2 kg dari sebelumnya, dipsnea dan edema ekstremtas +2
dengan JVP +.
2. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Klien memiliki riwayat gagal jantung selama 8 tahun.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
(tidak terkaji)
IV. Pengkajian 11 Fungsional Gordon
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat : Pada kasus CHF akan timbul
ketakutan akan terjadinya ketidakmampuan beraktivitas pada dirinya dan harus
menjalani penatalaksanaan kesehatan dan prosedur pengobatan secara rutin. Selain
itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat
steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol
yang bisa mengganggu keseimbangannya serta kepatuhan klien dalam berobat.
(Ignatavicius, Donna D,1995).
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme : Gejala : kehilangan nafsu makan, mual dan
muntah, penambahan berat badan secara signifikan, pembengkakan ekstremitas
bawah, kebiasaan diet tinggi garam dan kolestrol, penggunaan diuretic. Tanda :
penambahan berat badan secara signifikan dan distensi abdomen/asites serta
oedema.
13
(3) Pola Eliminasi : Untuk kasus CHF perlu dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta
bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji
frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji
ada kesulitan atau tidak. (Keliat, Budi Anna, 1991) Gejala yang ditemukan :
penurunan volume urin, urin berwarna gelap, kebiasaan berkemih malam hari
(nokturia).
(4) Pola Tidur dan Istirahat : Pada klien CHF sering ditemukan insomnia, dispnea saat
istirahat dan gelisah sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur
klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana
lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur
(Doengos. Marilynn E, 1999).
(5) Pola Aktivitas : Pada klien dengan CHF sering ditemukan keletihan dan kelelahan
sepanjang hari, nyeri dada dan sesak saat beraktivitas, sesak saat istirahat.
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
(6) Pola Hubungan dan Peran : Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan
dalam masyarakat bila klien harus menjalani rawat inap (Ignatavicius, Donna D,
1995).
(7) Pola Persepsi dan Konsep Diri : Dampak yang timbul pada klien CHF adalah rasa
cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image) (Ignatavicius,
Donna D, 1995).
(8) Pola Sensori dan Kognitif : Pada klien dengan CHF sering ditemukan perubahan
status mental : letargi dan stress dengan penyakitnya.
(9) Pola Reproduksi Seksual : Dampak pada klien CHF akan terjadi perubahan
pemenuhan kebutuhan seksual terutama karena nyeri dada dan sesak yang
menigkat karena aktivitas.
(10) Pola Penanggulangan Stress : Pada klien CHF timbul rasa cemas tentang keadaan
dirinya, mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif (Ignatavicius,
Donna D, 1995).
(11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan : Untuk klien CHF dengan bedrest total tidak dapat
melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan
konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan sesak yang dirasakan klien
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
14
V. PEMERIKSAAN FISIK
1. ROS (Review of System)
Keadaan Umum : -
Kesadaran : -
15
Setelah dirawat :
Tekanan Darah : 100/80 mmhg
Nadi : 85 x/menit
Gejala pembesaran abdomen (shifting
dullness +)
JVP +
Edema ektremitas +2,
DO :
Gangguan Penurunan Curah
1. EKG atrial fibrilasi
kontraktilitas Jantung
fraksi ejeksi 25%
JVP +
16
Gejala pembesaran abdomen
(shifting dullness +)
JVP +
17
dan mengepal-ngepalkan tangan.
- Pemberian cairan IV, pembatasan
jumlah total sesuai dengan indikasi,
hindari cairan garam.
- Berikan oksigen tambahan dengan
nasal kanul/ masker sesuai dengan
indikasi.
- Kaji ulang EKG
kolaborasi
- Kolaborasi untuk pemberian diet
jantung dan pemberian obat.
2 Intoleransi Tujuan : Mandiri
aktivitas Setelah dilakukan tindakan- Terapi aktivitas (beri anjuran tentang
berhubungan keperawatan selama 2x24 jam dan bantuan dalam aktivitas fisik)
dengan fatique diharapkan kebutuhan- Terapi latihan fisik : mobilitas sendi
beraktivitas dan kebutuhan (latih klien untuk lakukan gerakan
perawatan diri sendiri terpenuhi aktif atau pasif untuk
dengan Kriteria Hasil : mempertahankan fleksibilitas sendi)
- Klien mampu- Periksa tanda vital sebelum dan
mendemonstrasikan segera setelah aktivitas khususnya bila
penghematan energy klien menggunakan vasodilator,
- Tidak terjadi kelemahan dan diuretik, penyakit dada.
kelelahan - Catat respon cardiopulmonal terhadap
- Tanda-tanda vital dalam batas aktivitas, catat takikardi, disritmia,
normal dispnea, berkeringat, pucat.
- Kaji presipilator/ penyebab
kelemahan.
- Evaluasi peningkatan intoleran
aktivitas.
- Berikan bantuan dalam aktivitas
perawatan diri sesuai indikasi, selingi
periode aktivitas dengan periode
istirahat.
-
18
3 Kelebihan volume Tujuan : Mandiri
cairan Setelah dilakukan tindakan- Pertahankan catatan intake dan output
berhubungan keperawatan selama 1x24 jam yang akurat
dengan kelebihan volume cairan dapat- Monitor vital sign
berkurangnya dikurangi - Monitor indikasi retensi / kelebihan
curah jantung, cairan (cracles, CVP , edema, distensi
retensi cairan dan KH : vena leher, asites)
natrium oleh- Klien mampu mengurangi- Kaji lokasi dan luas edema
BAB IV
19
PEMERIKSAAN ENZIM JANTUNG
20
seperti karena serangan jantung, enzim dan protein akan keluar dari sel otot jantung yang
rusak dan kadarnya akan meningkat pada aliran darah.
Karena beberapa enzim dan protein ini juga ditemukan pada jaringan tubuh lainnya,
kadarnya dalam darah akan meningkat ketika jaringan tersebut rusak. studi enzim
jantung harus selalu dibandingkan dengan gejala yang Anda alami, hasil dari
pemeriksaan fisik, dan elektrokardiogram (EKG, ECG).
Distribusi Kadar CK-MB pada Pasien PJK (N=56)
Kategori Kadar CK-MB (U/L)
IMA 8-438
Non-IMA 11-32
Pemeriksaan darah untuk memeriksa kadar CK-MB dilakukan pada jam-jam tertentu
untuk mengetahui peningkatan, puncak, dan penurunan kembali kadar CKMB. Pada
gambar 3 dapat dilihat kurva kadar CK-MB dari 56 data pasien berdasarkan waktu
pengambilan darah setelah onset nyeri dada.
Kadar CK-MB dan jenis kelamin dihitung berdasarkan rata-rata kadar CK-MB dengan
waktu pengambilan darah, dimana didapatkan kadar CK-MB tertinggi pria adalah pada
pengambilan darah jam ke-21, yaitu 418 U/L dan kadar terendah pada jam ke-144, yaitu
15 U/L.
Enzim ini terdapat pada jaringan tubuh seperti otot rangka, serta organ jantung dan
otak. Peningkatan enzim CK dapat menandakan kondisi serangan jantung. Kadar CK
mulai terdeteksi di darah dalam waktu 4-6 jam setelah otot jantung rusak, dan akan
meningkat hingga 24 jam setelah serangan jantung.
Meski begitu, CK juga bisa meningkat pada beberapa kondisi lain, seperti
rhabdomyolisis, infeksi, kerusakan ginjal, dan distrofi otot.
Jenis enzim yang terdapat banyak pada jaringan terutama otot, miokardium, dan otak.
Terdapat 3 jenis isoenzim kreatinase dan diberu label M (muskulus) dan B (Brain),
yaitu :Isoenzim BB : banyak terdapat di otakIsoenzim MM : banyak terdapat pada otot
skeletalIsoenzim MB : banyak terdapat pada miokardium bersama MMOtot bergaris
berisi 90% MM dan 10% MBOtot jantung berisi 60% MM dan 40% MBPeningkatan
kadar enzim dalam serum menjadi indicator terpercaya adanya kerusakan jaringanpada
jantung.
Nilai normal kurang dari 10 U/LNilai > 10-13 U/L atau > 5% total CK
menunjukkan adanya peningkatan aktivitas produksienzim.Klinis:Peningkatan kadar
21
CPK dapat terjadi pada penderita AMI, penyakit otot rangka, cedera cerebrovaskuler.
Peningkatan iso enzim CPK-MM, terdapat pada penderita distrofi otot, traumahebat,
paska operasi, latihan berlebihan, injeksi I.M, hipokalemia dan
hipotiroidisme.Peningkatan CPK-MB : pada AMI, angina pectoris, operasi jantung,
iskemik jantung,miokarditis, hipokalemia, dan defibrilasi jantun. Peningkatan CPK-BB :
terdapat pada cederacerebrovaskuler, pendarahan sub arachnoid, kanker otak, cedera otak
akut,syndrome reye,embolisme pulmonal dan kejang. Obat-obat yang meningkatkan nilai
CPK : deksametason,furosemid, aspirin dosis tinggi, ampicillin, karbenicillin dan
klofibrat.
22
Dalam prakteknya, diagnosis serangan jantung tak hanya didasari dari hasil pemeriksaan
enzim jantung saja, namun juga membutuhkan pemeriksaan fisik oleh dokter, ditambah
tes penunjang lain, seperti EKG, angiografi, dan kateterisasi jantung.
BAB V
PENUTUP
23
V.1 Kesimpulan
CHF adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh
(Ebbersole, Hess, 1998). Risiko CHF akan meningkat pada orang lanjut usia(lansia)
karena penurunan fungsi ventrikel akibat penuaan. CHF ini dapat menjadi kronik apabila
disertai dengan penyakit-penyakit seperti: hipertensi, penyakit katub jantung,
kardiomiopati, dan lain-lain.
CKMB adalah untuk diagnosis AMI (Acute Myocardial Infarct). Walaupun cukup
banyak kardiologi yang lebih menyukai penentuan troponin, tetapi penentuan CKMB
juga berperan dalam diagnosis reinfark. Nilai normal kurang dari 10 U/LNilai > 10-13
U/L atau > 5%.
Troponin adalah sejenis protein yang terdapat pada jantung dan otot. Ada 3 jenis
troponin, yaitu troponin T, C, dan I, namun yang diperiksa secara spesifik berbarengan
dengan enzim jantung adalah troponin T dan I. Kadar troponin dapat meningkat dalam
waktu 2-26 jam setelah kerusakan otot jantung. Nilai normal < 0,16 Ug/L.
V.2 Saran
Diajukan kepada masyarakat agar dapat memberikan perubahan perilaku melalui
makalah ini yang sifatnya dapat menyeluruh guna menciptakan perubahan pada
lingkungan sekitar.
Sebaiknya dalam menjelaskan kasus CHF yang digunakan harus sesuai dengan tujuan
yang ingin disampaikan dan penulis berharap makalah ini mendapatkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
24
Barbara C Long, Perawatan Medikal Bedah (Terjemahan), Yayasan IAPK Padjajaran
Bandung, September 1996
Doenges Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3, Penerbit Buku Kedikteran EGC,
Tahun 2002
Wilson Lorraine M, Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Buku 2, Edisi
4, Tahun 1995
25