Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH

GGK DAN NEFROTIK SYNDROME

DOSEN PENGAMPU : ISTIANAH, NERS, M. KEP

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 1

1. ANGGI HAPSARI PUTRI


2. APRIANTI PURNAMASARI
3. DESAK HARTAMI MALIK
4. EKA MARDIANTI
5. HENGKY SUTOMO
6. IIN HUSNIA DEPI
7. JINAN ESTIDA HAYATI UMAJAN

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG S1
MATARAM
2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Allah SWT, yang telah memberikan kita nikmat dan
Karunia-Nya sehingga kita semua dapat menjalankan aktivitas kita sehari-hari,
khususnya kami yang dengan karunia-Nyalah, kami dapat menyelesaikan
penulisan makalah dengan tema “GGK DAN NEFROTIK SYNDROME”.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhamamd SAW, yang
telah membawa kita dari alam yang gelap gulita menuju alam yang terang
benderang.Kami sangat menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih
banyak terdapat kekurangan dan ketidak sempurnaan kami, baik dari segi
penulisan maupun ketajaman analisis permasalahan didalamnya, Oleh karena itu,
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan guna
kesempurnaan dalam penulisan makalah pada masa yang akan datang. Dan
akhirnya kami mengucapkan terimakasih atas kesediaan bapa/ibu/saudara untuk
membaca makalah kami.Serta mohon maaf atas segala kekurangannya. Terdorong
oleh rasa ingintahu, kemauan, kerja sama dan kerja keras, kami serahkan seluruh
upaya demi mewujudkan keinginan ini.
Penulis menyadari pula, bahwa selesainya makalah ini tidak lepas dari
dukungan serta bantuan, baik berupa moral maupun material dari semua pihak
terkait.Oleh kerena itu, dengan segala kerendahan hati kami mengucapkan
terimakasih banyak kepada Dosen dan rekan mahasiswa yang memberikan
masukan dan petunjuk serta saran-saran yang baik.

Mataram, 07 Maret 2020

Penyusun

Kelompok 1

2
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL..................................................................................... i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 2
1.1 LatarBelakang....................................................................................... 2
1.2 Rumusan Masalah................................................................................. 2
1.3 Tujuan masalah..................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 4
2.1 KonsepDasar Penyakit Gagal Ginjal Kronis ....................................... 4
A. Definisi Gagal Ginjal Kronik.......................................................... 4
B. Etiologi .......................................................................................... 4
C. Klasifikasi....................................................................................... 5
D. Manifestasi Klinik ......................................................................... 5
E. Patofisiologi.................................................................................... 7
F. Pathway........................................................................................... 7
G. Pemeriksaan Penunjang.................................................................. 8
H. Penatalaksanaan.............................................................................. 10
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronis............................. 12
2.3 Konsep Dasar Penyakit Nefrotik Syndrome......................................... 18
A. Definisi .......................................................................................... 18
B. Etiologi .......................................................................................... 19
C. Klasifikasi ...................................................................................... 19
D. Manifestasi Klinik ......................................................................... 20
E. Patofisiologi ................................................................................... 21
F. Pathway .......................................................................................... 26
G. Laboratorium ................................................................................. 27
H. Penatalaksanaan ............................................................................. 27
2.4 Konsep Asuhan Keperawatan Nefrotik Syndrome............................... 30
BAB III PENUTUP.......................................................................................... 35
Kesimpulan.................................................................................................. 35
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem perkemihan merupakan sistem yang mengeksresikan sisa-sisa
metabolisme tubuh melalui urine.Sistem ini menjamin tubuh bebas dari racun
racun sisa metabolisme tubuh. Bila sistem perkemihan ini terganggu maka
akan berakibat pada sistem tubuh yang lain karena penumpukan racun sisa
metabolisme. Sistem perkemihan ini meliputi organ ginjal, ureter, kandung
kemih, dan uretra.
Sebagai perawat pelaksana, harus mengetahui tentang sistem perkemihan
dan gangguan yang mungkin terjadi yang di alami oleh pasien yang di rawat
pelayanan kesehatan baik di rumah sakit, puskesmas, klinik klinik kesehatan
lainnya. Ada pun ada beberapa gangguan pada sietem perkemihan yang akan
di bahas dalam makalah ini seperti GGK dan Neuprotik Sindrom.
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan
penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan
cukup lanjut. Hal ini terjadi bila laju fitrasi glomerator kurang dari
50ml/menit.
Sindrom Neufrotik adalah suatu kumpulan gejala gangguan klinis,
meliputi hal-hal seperti proteinuria masif >3,5 gr/hr, hipoalbuminemia,
edema, hiperlipidemia.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1.Bagaimana konsep dasar dari penyakit gagal ginjal kronis?
1.2.2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan gagal
ginjal kronis ?
1.2.3. Bagaimana konsep dasar dari penyakit nefrotik syndrome
1.2.4. bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan nefrotik
syndrome?

4
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini di harapkan mahasiswa
mampu membuat konsep asuhan keperawatan penyakit gagal ginjal kronis
dan syndrome nefrotik.
1.3.2 Tujuan Kusus
a. Untuk mengetahui pengertian gagal ginjal kronik.
b. Etiologi dan patofisiologi dari gagal ginjal kronik.
c. Manifestasi klinik dari penyakit gagal ginjal kronik.
d. Pengertian dari syndrome nefrotik.
e. Etiologi dan patofidiologi sindrom nefrotik.
f. Manifestasi klinik dari syndrome nefrotik.
g. Memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada gagal ginjal kronik
dan syndrome nefrotik.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Penyakit Gagal Ginjal Kronik (GGK)


A. Definisi

Sumber: halodoc.com, 2019


Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah
gangguan fungsi ginjal yang bersifat progresif dan irreversible. Dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit yang menyebabkan uremia retensi urea
dan sampah nitrogen lain dalam darah ( KMB volume 2 halaman 1448)
Gagal ginjal kronik adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan
penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung dan cukup
lanjut.Hal ini terjadi bila laju filtrasi glomerators kurang dari 50 ml per
menit. (Suyono RF, hal 21 2001)

6
Gagal ginjal kronis atau chronic kidney disease merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit sehingga terjadi uremia. (Smeltzer dan Bare,2001)
B. Etiologi
Penyebab dari gagal ginjal kronik adalah:
1. Infeksi saluran kemih atau pielonefritis kronis
Penyakit infeksi pada ginjal disebabkan oleh bakteri atau virus. Suatu
keadaan aadanya infeksi bakteri pada saluran kemih. (Enggram,
Barbara, 1998)
2. Kebun ini penyakit peradangan glumerulonefritis
Sebuah penyakit yang menyerang ginjal dan menyebabkan organ
tersebut mengalami peradangan.
3. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)
4. Gangguan jaringan penyambung ( SLE poliarterites nodusa, sklerosis
sistemik)
5. Penyakit kongenital dan herediter ( penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubulus ginjal)
6. Penyakit metabolik ( DM, gocit, hiperparatiroirisme
7. Netropati toksik
8. Nefropati obstruktif (batu saluran kemih)
Pembesaran prostat, batu saluran kemih, refluk ureter.secara garis besar
penyebab gagal ginjal dapat dikategorikan infeksi yang berulang dan
nefron yang memburuk. Obstruksi saluran kronik destruksi pembuluh
darah akibat diabetes dan hipertensi yang lama, secar pada jaringan, dan
trauma langsung pada ginjal
(Clevo, 2012)
C. Klasifikasi
Gagal ginjal kronik diklasifikasikan berdasarkan nilai GFR (Glomeruli
Firate Rate). Berikut table klasifikasi gagl ginjal kronik.
Tabel : Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik

7
Derajat Deskripsi GFR (ml/mnt/1.732m2)
1 Kerusakan ginjal dengan GFR normal ≥ 90
2 Kerusakan ginjal ringan dengan GFR 60-89
ringan
3 Kerusakan ginjal ringan dengan GFR 30-59
sedang
4 Kerusakan ginjal ringan dengan GFR 15-29
berat
5 Gagal ginjal < 15 (atau menjalani
dialisis)
Sumber : National Kidley Faoundation (2002)
D. Manifestasi Klinik
1. Menurut Smelzer dan Bare (2002), manifestasi gagal ginjal kronik
dibagi menjadi beberapa sistem yaitu:
a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, Friction rub perikardial, pembesaran vena leher.
b. Gangguan integument
Edema periorbotal, piting edema (kaki, tangan, sacrum). Warna kulit
abu-abu meningkat, kulit kering bersisik, pruritis, ekimosis, kuku
tipis, dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
c. Gangguan pilmoner
Crackels, sputum kental dan kiat, nafas dangkal.
d. Gangguan gastrointestinal
Nafas berbau ammonia, ulterasi dan perdarahan lewat mulut,
anoreksia, mual dan muntah, konstipasi dan diare, perdarahan dari
saluran GI kelemahan dan keletihan, konfusi disorientasi, kejang,
kelemahan pada tungkai.
e. Gangguan muskoloskeletal
Kram otot dan kekuatan otot hilang. Fraktur tulang, edema pada
ekstermitas.
f. Gangguan reproduksi : Amenore
g. Gangguan perkemihan : Oliguri, anuria, dan proteinuria. (Smeltzer
dan Bare 2002, Nasser Abu 2013).
2. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:

8
a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada dan sesak nafas akibatperikarditis, efusi
perikardial dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan
irama jantung dan edema.
b. Gangguan pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak,
suara skerels.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan
metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada saluran
gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau amonia.
d. Gangguan muskuloskeletal
Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu
digerakkan), burning feet syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar,
terutama ditelapak kaki), tremor, miopati ( kelemahan dan hipertropi
otot-otot ekstremitas).
e. Gangguan integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuningan- kekuningan
akibat penimbunan urokrom, gatal-gatal akibat toksik, kuku tipis dan
rapuh.
f. Gangguan endokrim
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan
menstruasi dan a minor e. Gangguan metabolik glukosa, gangguan
metabolik lemak dan vitamin D.
g. gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan
natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia
hipokalsemia.
h. Sistem hematologi
Anemia yang disebabkan oleh berkurangnya produksi eritopoietin,
sehingga rangsangan eritopoesis pada sumsum tulang berkurang,

9
hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana
uremia toxic, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan
trombositopenia. (Clevo, 2012)
E. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (Termasuk
glomelurus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa
nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi
volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorbsi walaupun dalam
keadaan penurunan GFR/daya saring. Metode adaftip ini memungkinkan
ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron-nefron rusak. Beban bahan
yang harus di larut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorbsi
berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena
jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguria timbul disertai
retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien
menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila
kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80%-90%. Pada tingkat ini fungsi renal
yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15ml/menit atau
lebih rendah itu. (Barbara C Long, 1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun di dalam darah. Terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia
membaik setelah dialysis. (Brunner & Suddart, 2001 :1448). (Clevo, 2012)

F. Pathway

10
G. Pemeriksaan penunjang
1. Urine
a. Volume : biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tak ada (anuria)
b. Warna : secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkanoleh
pus, bakteri, lemak, fosfat atau uratsedimen kotor, kecoklatan
menunjukkkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin.
c. Sendimen
d. Berat jenis : kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat
Kreatinin : mungkin agak menurun.

11
e. Protein : Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan
kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.
2. Darah
a. BUN atau kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga
tahap akhir.
b. Hitung darah lengkap: menurun pada adanya anemia. Hb biasanya
kurang dari 7-8 gr/dl.
c. Sel darah merah: menurun, defisiensi eritropoitin.
d. Natrium serum: rendah.
e. Kalium: meningkat.
f. Magnesium fosfat
g. Osmolalitas serum: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan
kerusakn ginjal tubular dan rasio urin/serum sering 1:1.[ CITATION
Pur16 \l 1033 ]
3. Pielografi intravena
a. Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
b. Pielografi dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversibel
c. Arteriogram ginjal
d. Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskuler, massa
4. Sistouretrogram berkemih
Menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks kedalaman ureter retensi
5. Ultrasonon ginjal
Menunjukkan ukuran kandung kemih dan adanya massa, obstruksi pada
saluran kemih bagian atas
6. Biopsi ginjal
Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menemukan sel jaringan
untuk diagnosis histologi
7. Endoskopi ginjal nefroskopi
Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal: keluar batu, hematuria dan
pengangkatan tumor efektif
8. EKG

12
Mungkin abnormal menunjukkan ketidak seimbangan elektrolit dan
asam basa krama aritmia hipertropi ventrikel dan tanda-tanda
pericarditis. (Clevo, 2012)

H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Keperawatan
Beberapa tindakan konservatif yang dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Diet protein
Pada pasien GGK harus dilakukan pembatasan asupan protein.
Pembatasan asupan protein telah terbukti dapat menormalkan
kembali dan memperlambat terjadinya gagal ginjal. Asupan rendah
protein mengurangi beban ekskresi sehingga menurunkan
hiperfiltrasi glomerulus, tekanan intraglomerulus dan cidera
sekunder pada nefron intak (Wilson, 2006). Asupan protein yang
berlebihan dapat mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal
berupa peningkatan aliran darah dan tekanan intraglomerulus yang
akan meningkatkan progresifitas perburukan ginjal (Suwitra, 2006).
b. Diet Kalium
Pembatasan kalium juga harus dilakukan pada pasien GGK dengan
cara diet rendah kalium dan tidak mengkonsumsi obat-obatan yang
mengandung kalium tinggi. Pemberian kalium yang berlebihan akan
menyebabkan hiperkalemia yang berbahaya bagi tubuh. Jumlah
yang diperbolehkan dalam diet adalah 40 hingga 80 mEq/hari.
Makanan yang mengandung kalium seperti sup, pisang, dan jus
buah murni (Wilson, 2006).
c. Diet kalori
Kebutuhan jumlah kalori untuk GGK harus adekuat dengan tujuan
utama yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen
memlihara status nutrisi dan memelihara status gizi (Sukandar,
2006).
d. Kebutuhan cairan

13
Asupan cairan membutuhkan regulasi yang hati-hati pada GGK.
Asupan yang terlalu bebas dapat menyebabkan kelebihan beban
sirkulasi, edem dan intoksikasi cairan. Asupan yang kurang dapat
menyebabkan dehidrasi, hipotensi, dan pemburukan fungsi ginjal
(Wilson, 2006).
2. Penatalaksanaan Medis
a. Hemodialisis
Hemodialisis adalah suatu cara dengan mengalirkan darah ke
dalam dialyzer (tabung ginjal buatan) yang teridiri dari 2
komparten yang terpisah yaitu komparetemen darah dan
komparetemen dialisat yang dipisahkan membran semipermeabel
untuk membuang sisa-sisa metabolisme (Rahardjo et al, 2006).
Sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah
manusia itu dapat berupa air, natrium, kalium, hidrogen, urea,
kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain. Hemodialisis dilakukan 3 kali
dalam seminggu selama 3-4 jam terapi (Brunner dan Suddarth,
2001).
b. Dialisis peritoneal
Dialisis peritoneal merupakan terapi alternatif dialisis untuk
penderita GGK dengan 3-4 kali pertukaran cairan per hari
(Prodjosudjadi dan Suhardjono, 2009). Pertukaran cairan terakhir
dilakukan pada jam tidur sehingga cairan peritoneal dibiarkan
semalaman (Wilson, 2006). Terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat
pada pasien Dialisis Peritoneal (DP). Indikasi medik yaitu pasien
anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien
yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien
yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan
hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan
stroke, pasien dengan residual urin masih cukup, dan pasien
nefropati diabetic disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi
non-medik yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi

14
untuk melakukan sendiri, dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal
(Sukandar, 2006).
c. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan cara pengobatan yang lebih disukai
untuk pasien gagal ginjal stadium akhir. Namun kebutuhan
transplantasi ginjal jauh melebihi jumlah ketersediaan ginjal yang
ada dan biasanya ginjal yang cocok dengan pasien adalah yang
memiliki kaitan keluarga dengan pasien. Sehingga hal ini
membatasi transplantasi ginjal sebagai pengobatan yang dipilih
oleh pasien (Wilson, 2006).
d. Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal
Banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisnya karena
metabolitnya toksik dan dikeluarkan oleh ginjal.
c. Kontrol hipertensi
Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan
garam dan cairan diatur tersendiri tanpa tergantung tekanan darah.
Sering diperlukan diuretik loop, selain obat antihipertensi.
d. Dialisis. Dialisis dapat digunakan untuk mencegah komplikasi
gagal ginjal yang serius, seperti hyperkalemia, perikarditis, dan
kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas biokimia; menyebabkan
cairan, protein, dan nattrium dapat dikonsumsi secara bebas
menghilangkan kecendrungan perdarahan; dan membantu
penyembuhan luka.
e. Koreksi hiperkalemi. Mengendalikan kalium darah sangat penting
karena hiperkalemi dapat menimbulkan kematian mendadak. Hal
yang pertama harus diingat adalah jangan menimbulkan
hiperkalemi. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemi juga
dapat didiagnosa dengan EEG dan EKG. Bila terjadi hyperkalemia,
maka pengobatannya adalah dengan mengurangi intake kalium,
pemberian Na Biokarbonat, dan pemberian infus glukosa.

15
f. Koreksi anemia. Usaha pertama yang ditunjukkan untuk mengatasi
faktor defisiensi, kemudian mencari apakah ada perdarahan yang
mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan
akan dapat meninggikan Hb. Tranfusi darah hanya dapat diberikan
bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada insufisiensi koroner.
2.2 Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Muskuloskletal Pada Kasus Gagal Ginjal Kronik (GGK)
A. Pengkajian
1. Keluhan Utama
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine
output sedikit sampai tidak dapat BAK , gelisah sampai penurunan
kesadaran, tidak selera makan (anoreksi), mual, muntah, mulut terasa
kering, rasa lelah, napas berbau, (ureum), dan gatal pada kulit.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Kaji onset penurunan urine output, penurunan kesadaran, perubahan
pola napas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya napas
berbau ammonia, dan perubahan pemenuhan nutrisi, Kaji sudah kemana
saja klien meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan
mendapat pengobatan apa
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih,
payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic
Hyperplasia, dan prostatektomi.Kaji adanya riwayat penyakit batu
saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang berulang, penyakit
diabetes mellitus, dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang
menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat
pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap
jenis obat kemudian dokumentasikan
4. Psikososial
Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan dialysis
akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri.

16
Lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan
menyebabkan pasien mengalami kecemasan, gangguan konsep diri
(gambaran diri) dan gangguan peran pada keluarga (Self esteem).
(Wijaya, 2013)
B. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum Dan TTV
Keaadaan umum klien lemah dan terlihat sakit berat.Tingkat kesadaran
menurun sesuai dengan tingkat uremia di mana dapat memengaruhi
sistem saraf pusat.Pada TTV sering di dapatkan adanya perubahan; RR
meningkat. Tekanan darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan
sampai berat
2. B1 (Breathing)
Klien bernapas dengan bau urine (fetor uremik) sering di dapatkan pada
fase ini.Respons uremia di dapatkan adanya pernapasan
Kussamaul.Pola napas cepat dan dalam merupakan upaya untuk
melakukan pembuangan karbon dioksida yang menumpuk di sirkulasi.
3. B2 (Blood). Pada kondisi uremia berat, tindakan auskultasi perawat
akan menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi
perikardial. Didapatkan tanda dan gejala gagal jantug kongestif, TTD
meningkat, akral dingin, CRT >3 detik, palpitasi, nyeri dada atau angina
dan sesak napas, gangguan irama jantung, edema, penurunan perfusi
perifer sekunder dari penurunan curah jantung akibat hyperkalemia, dan
gangguan konduksi elektrikal otot ventrikel.
Pada sistem hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia
sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal
uremik, penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah,
biasanya dari saluran GI, kecendrungan mengalami perdarahan
sekunder dari trombositopenia.
4. B3 (Brain) didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfung serebral,
seperti perubahan proses piker dan disorientasi. Klien sering didapatkan

17
adanya keang, adanya neuropati perifer, burning feet syndrome, restless
leg syndrome, kram otot, dan nyeri otot.
5. B4 (Bladder). Penurunan urine output <400ml/hari sampai anuri, terjadi
penurunan libido berat.
6. B5 (Bowel). Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia dan diare
sekunder dari bau mulut ammonia, peradangan mukosa mulut, dan
ulkus saluran cerna sehingga sering didapatkan penurunan intake nutrisi
dari kebutuhan.
7. B6 (Bone). Didapatkan adanya nyeri pangguul, sakit kepala, kram otot,
nyeri kaki ( memburuk saat malam hari ), kulit gatal, ada/berulangnya
infeksi, pruritus, demam ( sepsis, dehidrasi ), petekie, area ekimosis
pada kulit, fraktur tulang, defosit folfat kalsium, pada kulit, jaringan
lunak, dan sendi keterbatasan gerak sendi.
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia
dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi.(Wijaya, 2013)
C. Pengkajian Diagnostik
1. Laboratorium
a. Laju endapan darah : meninggi yang diperberat oleh adanya anemia,
dan hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom, dan jumlah
retikulosit tyang rendah.
b. Ureum dan kreatinin : meninggi biasanya perbandingan antara
ureum dan kreatinin kurang dari 20:1. Perbandingan bisa meninggi
oleh karena perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas,
pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini
berkurang: ureum lebih kecil dari kreatinin, pada diet rendah protein
dan tes klirens kreatinin yang menurun.
c. Hiponatremi: umumnya karena kelebihan cairan. Hyperkalemia:
biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan
menurunnya diuresis.
d. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia: terjadi karena berkurangnya
sintesis vitamin D3 pada GGK.

18
e. Phosphate alkaline meninggi akibat gangguan metabolisme tulang,
terutama isoenzim fosfatase lindi tulang.
f. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia: umumnya disebabkan
gangguan metabolisme dan diet rendah protein.
g. Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolisme kerbohidrat
pada gagal ginjal (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan
perifer).
h. Hipertrigeliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan
peninggian hormone insulin dan penurunannya lipoprotein lipase.
i. Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukkan pH
yang menurun, BE yang menurun, HCO₃ yang menurun, PCO₂ yang
menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam organik pada
gagal ginjal. (Wijaya, 2013)
2. Pemeriksaan Diagnostik lain
a. Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya
batu atau adanya suatu obstruksi). Dehidrasi akan memburuk
keadaan ginjal, oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
b. Intra Vena Pielografi (IVP) untuk menilai sistem polviokalises dan
ureter. Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal
pada keadaan tertentu, misalnya: usia lanjut, diabetes mellitus, dan
neropati asam urat.
c. USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter
proksimal, kandung kemih, dan prostat.
d. Ranogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari
gangguan (vascular, parenkim, ekskresi), serta sisa fungsi ginjal.
e. EKG untuk melihat kemungkinan: hipertropi ventrikel kiri, tanda-
tanda perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hyperkalemia).
(Wijaya, 2013)

19
D. Diagnosa keperawatan
1. Aktual/resiko terjadinya kerusakan integritas kulit b.d ganggguan status
metabolik, sirkulasi (anemia, iskemia jaringan) dan sensasi (neuropati
ferifer), penurunan turgor kulit, penurunan aktifitas, akumulasi ureum
dalam kulit.
2. Ketiakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake
nutrisi yang tidak adekuat sekunder dari anoreksia, mual, muntah.
3. Aktual/risiko tinggi terjadi cedera (profil darah abnormal) b.d
penekanan produksi/sekresi eritropoietin, penurunan produksi sel darah
merah, gangguan faktor pembekuan, peningkatan kerapuhan vascular.
(Wijaya, 2013)
E. Rencana keperawatan

Aktual/resiko terjadinya kerusakan integritas kulit b.d ganggguan status metabolik,


sirkulasi (anemia, iskemia jaringan) dan sensasi (neuropati ferifer), penurunan
turgor kulit, penurunan aktifitas, akumulasi ureum dalam kulit.
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
Kriteria hasil: kulit tidak kering, hiperpigmentasi berkurang, memar pada kulit
berkurang.
Intervensi Rasional
Kaji terhadap kekeringan kulit, pruritus, Perubahan mungkin disebabkan oleh
eksklorasi, dan infeksi penurunan aktivitas kelenjar keringat atau
pengumpulan kalsium dan fosfat pada
lapisan kutaneus.
Kaji terhadap adanya petekie dan purpura Perdarahan yang abnormal sering di
hubungkan dengan penurunan jumlah dan
fungsi platelet akibat uremia.
Monitor lipatan kulit dan area yang edema Area-area ini sangat mudah terjadi injuri.
Gunting kuku dan pertahankan kuku Penurunan curah jantung mengakibatkan
terpotong pendek dan bersih gangguan perfusi ginjal, retensi
natrium/air dan penurunan urine output.
Kolaborasi Mengurangi stimulus gatal pada kulit.
Berikan pengobatan antipruritis sesuai
pesanan.

20
Ketiakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi yang
tidak adekuat sekunder dari anoreksia, mual, muntah.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 3x24 jam diharapkan
kebutuhan nutrisi pasien dapat terpenuhi dan mual atau muntah pasien hilang
Kriteria hasil: observasi TTV dalam keadaan normal, porsi makan habis, intake makan
meningkat, mual muntah pasien meningkat.
Intervensi Rasional
Dilakukan tindakan terapeutik (pendekatan Agar terjalin hubungan saling percaya
terapeutik) pada pasien dan keluarga, misal : antara pasien, keluarga dan tenaga
senyum, sapa, salam, sopan dan santun kesehatan

Berikan informasi pada pasien tentang Agar pasien mengerti tentang pentingnya
pentingnya pemenuhan kebutuhan nutrisi pemenuhan kebutuhan nutrisi
Monitor Berat Badan Untuk mengetahui perkembangan berat
badan pasien
Berikan makanan kesukaan jika tidak ada meningkatkan nafsu makan pasien
kontraindikasi
Anjurkan untuk menjaga oral hygiene untuk menjaga kebersihan mulut pasien
dan mengurangi mual
Atur jadwal tindakan medis keperawatan agar tidak mengganggu jadwal makan
agar tidak menurunkan nafsu makan pasien

F. Evaluasi
Hal yang diharapkan setelah pasien gagal ginjal kronis mendapatkan
intervensi adalah sebagai berikut:
1. Pola nafas kembali efektif.
2. Ridak terjadi penurunan curah jantung.
3. Tidak terjadi aritmia.
4. Tidak terjadi kelebihan volume cairan tubuh.
5. Peningkatan perfusi serebral.
6. Pasien tidak mengalami deficit neurologis
7. Tidak mengalami cedera jaringan lunak.

21
8. Peningkatan integritas kulit
9. Terpenuhinya informasi kesehatan asupan nutrisi terpenuhi
10. Terpenuhinya aktivitas sehari-hari
11. Kecemasan berkurang
12. Mekanisme koping yang ditetapkan positif. (Wijaya, 2013)

2.3 Konsep Dasar Penyakit Nefrotik Syndrome

Sumber: m.detik.com, 2009

A. Definisi
Yang disebut sindroma nefrotik adalah gejala-gejala:
1. Proteinuria masif: yang dimaksud, menurut”British medical
council”iyalah proteinuria lebih atau sama dengan 5 gr sehari. Menurut
“Schreiber” iyalah 3,5 gr/1,73 m2/jam atau lebih.
2. Hipoalbuminemia
3. Oedeem
4. Hiperkolesterolemia: Hiperkolesterolemia Iya tidak mutlak harus ada.
pada lupus eritematosus sistemik dan amiloidosis tidak didapati
hiperkolesterolemia, disebut sindronefrotik. (Murwani, 2013)

Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering


dijumpai pada anak, merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang
terdiri dari proteinuria masif, hipoalbuminemia, hiperkholesterolemia serta

22
sembab. Yang dimaksud proteinuria masif adalah apabila didapatkan
proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat badan/hari atau lebih. Albumin
dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl. Selain
gejala-gejala klinis di atas, kadang-kadang dijumpai pula hipertensi,
hematuri, bahkan kadang-kadang azotemia.

B. Etiologi
Penyebab netrotik sindrom dibagi menjadi dua yaitu sebagai berikut.
1. Primer, Faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik
primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat
kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain.
Golongan ini paling sering dijumpai pada anak dan termasuk sindrom
nefrotik congenital yang yang ditemukan sejak anak itu lahir atau
usia dibawah satu tahun.berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal,
seperti berikut ini.
a. Glomerulonefritis.
b. Nefrotik sindrom perubahan minimal.
2. Sekunder akibat infeksi, penggunaan obat, dan penyakit sistemik lain,
seperti berikut ini
a. Diabetes mellitus.
b. Sisten lupus eritematosus
c. Anyloidosis. (Murwani, 2013)
C. Klasifikasi
1. Sindroma neerotik primer/idiopatik atau “pure nepharotik sindroma”
dengan mikroskop elektron ternyata sebabnya adalah glumernefritits.
2. Sindroma nefrotik sekunder/simptomatik. Berasal dari glorulonefritis
dan bukan glomerulonefritis.
3. Bukan glomerulonefritis:
a. Hipersensitivitas terhadap zat-zat kimia/kali binatang (sengatan
lebah,kalajengking)

23
b. Penyakit-penyakit metabolik seperti diabetes mellitus,amiloidasis,
sartam sel Reti kulim para proteinema, mikrogloinemia, dan
neoplasma ginjal
c. penyakit infeksi: Plasmodium malaria, endokarditis bakterialis
sifilis, stapilokok, tifus
d. penyakit imunologis: lupus eritematosus sistemik, voliarteritis
e. penyakit genetik: nefiritis kongenital,nefrosishereditel
f. mekanin:thrombosis venalis, thrombosis vena kaca interior,stenosis
arterie renalis
g. Obat-obat:trimetadion,parametion,penisilamin,rolbulamid
h. Zat-zat lain:benang sari,sengatan lebah,vaksin cacat.(Murwani,
2013)
D. Manifestasi Klinis
1. Gejala utama yang ditemukan adalah :
a. Edema anasarka. Pada awalnya dijumpai edema terutamanya jelas
pada kaki, namun dapat juga pada daerah periorbital, skrotum atau
labia. Bisa juga terjadi asites dan efusi pleura. Akhirnya sembab
menjadi menyeluruh dan masif (anasarka).
b. Proteinuria > 3,5 g/hari pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hari pada
anak – anak.
c. Hipoalbuminemia < 20-30 mg/dl.
d. Hiperlipidemia atau hiperkolesterolemia > 250mg/dl (Murwani,
2013)
2. Penyebab sindrom nefrotik sekunder.
Timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau akibat dari
berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat.
Penyebab yang paling sering dijumpai adalah :
a. Penyakit metabolik atau kongenital ; Diabetes Meletus,
Amiloidosis, Sindrom Alport, Miksedema

24
b. Infeksi : Hepatitis B, Malaria, Sch iostosomiasis Mansoni, Lepra,
Sifillis, Streptokokus, AIDS, Lues, Subacute Bacterial
Endocarditis, Cytomegalic inclusion disease.
c. Obat-Obatan, Toksin, Dan Allergen : Logam Berat (Hg),
Penissilanin, Trimethadion, Probenesid, Paramethadion,
Probenecid, Vaksin Plio, Obat Pereda Nyeri Yang Menyerupai
Aspirin, Senyawa Emas, Heroin Intra Vena, Racun Serangga, Bisa
Ular, Tepung Sari, Racun Pohon Ivy, Racun Pohon EK, Dan
Cahaya Matahari.
d. Penyakit Sistemik Bermediasi Imunologik : Lupus Eritomatosus
Sistemik, Purpura Henoch-Schonlein, Sarkoidosis, Hodgkin’s
Disease, Leukemia, Hemolitik Uremik Syndrome
e. Neoplasma : Tumor Paru, Penyakit Hodgkin, Tumor
Gastrointestinal.
E. Patofisiologi
Reaksi antara antigen-antibodi menyebabkan permeabilitas membran
basalis glomerulus meningkat dan diiukti kebocoran protein,
khususnya akbumin. Akibatnya tubuh kehilangan albumin lebih
dari 3.5 gram/hari sehingga menyebabkan hipoalbuminemia, yang
diikuti gambaran klinis sindrom nefrotik seperti edema,
hiperlipoproteinemia dan lipiduria.
Patofisiologi beberapa gejala Sindroma Nefrotik
1. Proteinuria
Proteinuria yang terjadi terutama proteinuria glomerular.
Proteinuria tubulus hanyasebagai pemberat derajat proteinuria
pada sindrom nefrotik.Peningkatan permeabilitas membran
basalis kapiler-kapiler glomeruli dosertaipeningkatan filtrasi
protein plasma dan akhirnya terjadi proteinuria.
Mekanismepeningkatan permeabilitas kapiler-kapiler glomeruli
tidak diketahui jelas. Beberapafaktor yang turut menentukan
derajat proteinuria sangat kompleks, diantaranya;konsentrasi

25
plasma protein, berat molekul protein, muatan elektris protein,
integritasbarier membran basalais, muatan elektris pada filtrasi
barier, reasorbsi, sekresi dankatabolisme sel tubulus serta
degradasi intratubular dan urin.
Kedua macam proteinuria (glomerular dan tubular)
dapat diketahui hanya denganpemeriksaan elektroforesis
proteinuria atau selektivitas proteinuria. Proteinuriatubular
terdiri dari alfa dan beta globulin dan mempunyai berat
molekul rendah.Proteinuria tubular terutama berhubungan
dengan penyakit jaringan interstisial sepertisindrom Fanconi dan
Pielonefritis.
2. Hipoalbuminemia
Plasma protein terutama terdiri dari albumin, yang
mempunyai berat molekul 69.000. Hepar memegang peranan
penting untuk sintesis protein bila tubuh kehilangan
sejumlah protein, baik renal maupun non-renal. Mekanisme
kompensasi dari hepar untuk meningkatkan sintesis albumin,
terutama untuk mempertahankan komposisi protein dalam
ruang ekstravaskuler dan intravaskuler. Pada sindrom nefrotik,
selalu terdapat hipoalbuminemia meskipun sintesis albumin
meningkat di hepar. Keadaan hipoalbuminemia dapat
disebabkan oleh beberapa faktor:
a. Kehilangan protein dari tubuh melalui urin dan usus
b. Katabolisme albumin, pemasukan berkurang karena nafsu
makan menurun dan mual-mual
c. Utilisasi asam amino yang menyertai penurunan faal ginjal.
Jika kompensasi sintesis albumin dalam hepar tidak
adekuat, plasma albumin menurun, terjadi keadaan
hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia akan diikuti oleh
hipovolemia yang mungkin menyebabkan uremia
prerenal dan tidak jarang terjadi oliguric acute renal

26
failure. Penurunan faal ginjal akan mengurangi filtrasi
Natrium dari glomerulus namun keadaan
hipoalbuminemia akan mencegah resorpsi Na ke dalam
kapiler peritubuler. Resorpsi Na secara pasif sepanjang
Loop of Henle bersamaan dengan resorpsi ion Cl secara
aktif sebagai akibat rangsangan dari keadaan hipovolemia.
Mekanisme keadaan hipovolemia yang merangsang resorpsi
Cl dan Na tdak diketahui pasti. Beberapa macam diuretik
seperti Furosemid yang bekerja pada loop of Henle sangat
efektif menimbulkan natriuresis pada SN.
Retensi Na dan air yang berhubungan dengan
sistem renin-angiotensin-aldosterondapat terjadi jika SN
telah memperlihatkan tanda-tanda aldosteronisme
sekunder.Retensi air dan natrium ini dapat dikeluarkan dari
tubuh dengan pemberian takarantinggi diuretik yang
mengandung antagononis aldosteron.

3. Edema
Gangguan pada membran basal glomerulus akan
menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap
protein dan terjadi proteinuria, sehingga tubuh akan kekurangan
protein termasuk albumin dan imunoglobulin. Oleh karena itu
tubuh akan kekurangan albumin yang keluar melalui urine, dan
kompensasi hati untuk mensintesis albumin tidak cukup untuk
menutup kekurangan tersebut sehingga terjadi keadaan
hipoalbuminemia. Keadaan ini akan menyebabkan tekanan
onkotik plasma menurun dan tidak dapat mengimbangi
tekanan hidrostatik plasma tersebut, sehingga tekanan
hidrostatik yang seolah-olah membesar tersebut akan mendorong
cairan plasma keluar ke ruang interstisial yang disebut dengan
edema. Keadaan edema ini menyebabkan volume intravaskular

27
menurun dan menyebabkan tubuh berkompensasi dengan
mengaktifkan system renin-angiotensin-aldosteron dan ADH
sehingga terjadi retensi air dan natrium. Kemampuan hepar dalam
mengkompensasi sintesis albumin tidak mencukupi kebutuhan
albumin dalam tubuh. Maka keadaan berkurangnya intake protein
oleh karena anoreksia dan malnutrisi serta penyakit hepar akan
memperburuk kekurangan albumin tersebut. Keadaan
hipoalbumin ini akan merangsang peningkatan sintesis
LDL dan VLDL, menurunkan katabolisme lipoprotein, dan
meningkatkan precursor kolesterol . Oleh karena itu di
dalam tubuh akan terjadi peningkatan trigliserida,
fosfolipid, dan juga kolesterol sehingga tercapai keadaan
hiperlipidemia. Lipiduria juga terjadi karena manifestasi dari
lipid casts dan free fat droplets yang menembus glomerulus ginjal
keluar melalui urin.

Globulin dalam plasma berikatan dengan vitamin D (25-


hidroxycalciferol) dan tiroksin.Pada keadaan proteinuria globulin
juga akan banyak keluar dari tubuh sehingga tubuhakan
kehilangan vitamin D dan tiroksin yang aktif (konsentrasi vitamin
D dan tiroksinbebas serta TSH dalam plasma tetap). Kehilangan
vitamin D aktif akan menyebabkanpenurunan absorpsi kalsium
dari usus, sehingga akan terjadi keadaan hipokalsemia, danakan
terjadi keadaan hiperparatiroidism, osteomalasia dan
menurunnya kadar kalsiumyang terionisasi dalam plasma.
Keadaan kadar tiroksin terikat globulin yang menurunkadang-
kadang akan menyebabkan keadaan hipotiroidism. Pada sindroma
nefrotik juga akan terjadi peningkatan agregasi platelet,
peningkatanfibrinogen dan factor koagulasi, serta penurunan
antitrombin, sehingga tubuh akanmengalami

28
hiperkoagulability. Oleh karena aktivitas koagulasi yang berlebih
ini, makaresiko terjadinya tromboemboli akan meningkat.

Hipoalbumin menyebabkan penurunan tekanan


onkotik dari kapiler-kapilerglomeruli, diikuti langsung oleh
difusi cairan ke jaringan interstitial, klinis disebutedema
(sembab). Penurunan tekanan onkotik mungkin disertai
penurunan volumeplasma dan hipovolemia. Hipovolemiansi dapat
menyebabkan retensi natrium dan air.Proteinuria masih
menyebabkan hipoalbuminemia dan penurunan tekanan
onkotikdari kapiler-kapiler glomeruli dan akhirnya terjadi edem.
Mekanisme sembab dari sindrom nefrotik dapat melalui beberapa
jalur berikut ini:

a. Jalur langsung
Penurunan tekanan onkotik dari kapiler glomerulus dapat
langsung menyebabkandifusi cairan ke dalam jaringan
interstitial dan disebut sembab.
b. Jalur tidak langsung
Penurunan tekanan onkotik dari kapiler glomerulus
dapat menyebabkanpenurunan volume darah efektif yang
menimbulkan konsekuensi berikut:
1. Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron
Kenaikan plasma renin dan angiotensin →
rangsangan kelenjar adrenal→sekresi hormon aldosteron
→ sel-sel tubulus terangsang → absorpsi ionNa →
ekskresi Na menurun.
2. Kenaikan aktivasi saraf simpatetikdan
circulating cathecolamines. Kenaikan aktivasi saraf
simpatetik dan konsentrasi katekolamin→resistensi
vaskuler glomerulus meningkat. Kenaikan ini dapat
diperberatoleh kenaikan plasma renin dan angiotensin.

29
Kenaikan resistensivaskulerrenal menyebabkan
penurunan LFG, ke naiakn desakan Starling
kapilerperitubular. Kedua keadaan itu mempengaruhi
ekskresi ion natrium yangpada akhirnya menyebabkan
kenaikan volume cairan ekstraseluler danakhirnya
menyebabkan penurunan kardiak outpout, penurunan
alirandarah ke ginjal serta penurunan filtrasi glomerulus.
3. Hiperlipoproteinemia dan hiperfibrinogenemia
Pada sindroma nefrotik, semua fraksi lipoprotein
kecuali HDL akan meninggi. Mekanisme
hiperlipoproteinmeia pada sindrom nefrotik tidak
diketahui. Diduga berhubungan dengan mobilisasi
lemak tubuh untuk sintesis protein setelah terjadi
keseimbangan negatif protein. Hiperkolesterolemia
dapat merupakan indikator hiperlipoproteinemia pada
sindrom nefrotik

30
F. Pathway

Glumerulonefritis kronis, diabetes mellitus, disertai


glumeruloskelerosis, interkapiler, amiloidosis ginjal, penyakit
lupus erythematosus sistemik, dan trombosit vena renal.

Gangguan permeabilitas Penurunan tekanan Hilangnya


selektif kapiler Produksi onkotik protein dalam
glumerulus dan filtrasi albumin dalam serum
glumerulus meningkat
darah tidak Aktivitas SRAA
seimbang Sintesis lipoprotein
dengan dihati
protein dan albumin
kehilangan Perpindahan cairan
bocor melalui
albumin yang dari system vascular ke
glomerulus Peningkatan
keluar dari ruang cairan
ekstraseluler konsentrasi lemak
glomerulus dalam darah
Proteinuria

Hiperalbuminemia Edema Hiperlipidemia

Sindrom nefrotik

Respon edema Respon sistemik

- Edema (pitting edema) - Mual, muntah, anoreksia,


disekitar mata (periorbital),
- malaise
paha area ekstremitas
( sacrum, tumit, dan - sakit kepala
tangan ), dan pada abdomen
(asites) - keletihan umum
Kelebihan volume - respon psikologis
cairan
Kecemasan
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh

31
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk mendukung diagnosis sindrom nefrotik,
antara lain :
1. Urinalisis dan bila perlu biakan urin
Biakan urin dilakukan apabila terdapat gejala klinik yang mengarah
pada infeksi saluran kemih (ISK).
2. Protein urin kuantitatif
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan urin 24 jam atau rasio
protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari.
3. Pemeriksaan darah
Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit,
trombosit, hematokrit, LED). Albumin dan kolesterol serum Ureum,
kreatinin, dan klirens kreatinin
4. Kadar komplemen C3
Apabila terdapat kecurigaan lupus erimatosus sistemik, pemeriksaan
ditambah dengan komplemen C4, ANA (anti nuclear antibody), dan
anti ds-DNA.
H. Penatalaksanaan Nefrotik Sindrom
1. Penatalaksanaan Medis menurut Mansjoer Arif, 2000 :
a. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium
sampai kurang lebih 1 gram/hari secara praktis dengan
menggunakan garam secukupnya dan menghindar makanan
yang diasinkan. Diet protein 2 – 3 gram/kgBB/hari.
b. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat
digunakan diuretik, biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari.
Bergantung pada beratnya edema dan respon pengobatan. Bila
edema refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25 – 50
mg/hari), selama pengobatan diuretik perlu dipantau
kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan
cairan intravaskuler berat.

32
c. Pengobatan kortikosteroid yang diajukan Internasional
Coopertive Study of Kidney Disease in Children
(ISKDC), sebagai berikut :
1) Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis
60 mg/hari luas permukaan badan (1bp) dengan
maksimum 80 mg/hari.
2) 2). Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral
selama 28 hari dengan dosis 40 mg/hari/1bp, setiap 3 hari
dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60 mg/hari,
bila respon selama pengobatan, maka pengobatan ini
dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu.
d. Cegah infeksi. Antibiotik hanya dapat diberikan bila ada
infeksi
e. Pungsi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi
vital.

2. Penatalaksanaan Keperawatan
Pasien sindrom nefrotik perlu dirawat di rumah sakit,
karena memerlukan pengawasan dan pengobatan yang khusus.
Masalah pasien yang perlu di perhatikan adalah edema yang berat
(anasarka), diet, resiko komplikasi, pengawasan mengenai
pengobatan atau gangguan rasa aman dan nyaman, dan kurangnya
pengetahuan orang tua mengenai penyakit pasien atau umum.
Pasien dengan sindrom nefrotik dengan anasarka perlu
istirahat di tempat tidur karena keadaan edema yang berat
menyebabkan pasien kehilangan kemampuannya untuk bergerak.
Selama edema masih berat semua keperluan harus ditolong di atas
tempat tidur.
a. Baringkan pasien setengah duduk, karena adanya cairan
didalam rongga toraks akan menyebabkan sesak napas.
b. Berikan alas bantal pada kedua kakinya sampai pada tumit

33
(bantal di letakkan memanjang, karena jika bantal melintang
maka ujung kaki akan lebih rendah dan akan menyebabkan
edema hebat).
c. Bila pasien seorang anak laki-laki, berikan ganjal dibawah
skrotum untuk mencegah pembengkakan skrotum karena
tergantung (pernah terjadi keadaan skrotum akhirnya pecah
dan menjadui penyebab kematian pasien).
Bila edema telah berkurang diperbolehkan pasien melakukan
kegiatan sesuai kemampuannya , tetapi tetap didampingi atau
dibantu oleh keluarga atau perawat dan pasien tidak boleh
kelelahan. Untuk mengetahui berkurangnya edema pasien
perlu ditimbang setiap hari, diukur lingkar perut pasien. Selain
itu perawatan pasien dengan sindrom nefrotik, perlu dilakukan
pencatatan masukan dan pengeluaran cairan selama 24 jam.
Pada pasien dengan sindrom nefrotik diberikan diet rendah
protein yaitu 1,2-2,0 g/kg BB/hari dan cukup kalori yaitu 35
kal/kg BB/hari serta rendah garam (1g/hari). Bentuk makanan
disesuaikan dengan keadaan pasien, dapat makanan biasa atau
lunak (Ngastiyah, 2005).
Pasien dengan sindrom nefrotik mengalami penurunan daya
tahan tubuh yang mengakibatkan mudah terkena infeksi.
Komplikasi pada kulit akibat infeksi streptococcus dapat
terjadi. Untuk mencegah infeksi tersebut, kebersihan kulit
perlu diperhatikan dan alat-alat tenun atau pakaian pasien
harus bersih dan kering. Antibiotik diberikan jika ada infeksi,
dan diberikan pada waktu yang sama. Jika pasien
diperbolehkan pulang, orang tua pasien perlu diberikan
penjelasan bagaimana merawat anak yang menderita penyakit
sindrom nefrotik. Pasien sendiri perlu juga diterangkan
aktivitas apa yang boleh dilakukan dan kepatuhan tentang
dietnya masih perlu diteruskan sampai pada saatnya dokter

34
mengizinkan bebas diet. Memberikan penjelasan pada
keluarga bahwa penyakit ini sering kambuh atau berubah
menjadi lebih berat jika tidak terkontrol secara teratur, oleh
karena itu orang tua atau pasien dianjurkan kontrol sesuai waktu
yang ditentukan (biasanya 1 bulan sekali) (Ngastiyah, 20

2.4 Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem


Muskuloskletal Nefrotik Syndrome
A. Pengkajian Anamnesis
Keluhan utama yang sering dikeluhkan wajah atau kaki pada
pengkajian riwayat kesehatan sekarang,perawat menannyakan hal berikut.
1. Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urine output.
2. Kaji onset keluhan bengkak pada wajah atau kaki apakah disertai
dengan adanya keluhan pusing dan cepat lelah.
3. Kaji adanya anoreksia pada klien
4. Kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise.
Pada pengkajian riwayat kesehatan dahulu,perawat perlu mengkaji
apakah klien pernah menderita penyakit edema,apakah ada riwayat dirawat
dengan penyakit diabetes mellitus dan penyakit hipertensi pada masa
sebelumnya. Penting dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa
lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat dan dokumentasikan.
Pada pengkajian psikososiokultur, adanya kelemahan fisik,wajah, dan
kaki yang bengkak akan memberikan dampak rasa cemas dan koping yang
maladaptive pada klien.(Wijaya, 2013)
B. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum klien lemah dan terlihat sakit berat dengan tingkat
kesadaran biasanya compos mentis.Pada TTV sering tidak didapatkan
adanya perubahan.
1. BI ( Breathing )

35
Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas
walau secara frekuensi mengalami peningkatan terutama pada fase
akut.Pada fase lanjut sering didapatkan adanya gangguan pola nafas dan
jalan nafas yang merupakan resfons terhadap edema pulmoner dan efusi
pleura.
2. B2 (Blood)
Sering ditemukan penurunan curah jantung respons sekunder dan
peningkatan beban volume
3. B3 ( Brain)
Didapatkan edema wajah terutama periolbital, sklera tidak ikterik,
status neorologis mengalami perubahan sesuai dengan tingkat parahnya
azotemia pada system saraf pusat
4. B4 (Bladder)
Perubahan warna urine output seperti urine berwarna kola.
5. BS(Bowel) didapatkan dengan adanya mual dan muntah. Anaroksia
sehingga seringdidapatkan penurunan intake nutrisi dari
kebutuhan.didapatkan ansietas abdomen
6. B6(Bone) didapatkan dengan adanya kelemahan fisik secara umum.
Efek sekunder dari edema tungkai dari keletihan fifik secara umum.
(Wijaya, 2013)
C. Pengkajian Diagnostik
Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik. Protenuria, terutama
albumin. Keadaan ini juga terjadi akibat meningkatnya permealitas
membran glomeurutus.(Wijaya, 2013)
D. Pengkajian Penatalaksanaan Medis
Tujuan terapi adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal lebih lanjut dan
menurunkan resiko komplikasi. Untuk mencapai tujuan terapi maka
penatalaksanaan tersebut meliputi hal-hal berikut:
1. Tirah Baring
2. Diuretik
3. Adenokortikosteroid, golongan prendison

36
4. Diet rendah natrium tinggi protein
5. Terapi cairan. Jika klien dirawat dirumah sakit,maka intake dan output
diukur secara cermat dan dicatat. Cairan diberikan untuk mengatasi
kehilangan cairan dan berat badan harian. (Wijaya, 2013)

E. Diagnosa Keperawatan
1. Aktual/risiko kelebiahan volume cairan b.d penurunan volume urine,
retensi cairan dan natrium
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake
nutrisi yang tidak adekuat efek sekunder dari anoreksia,mual,muntah
3. Gangguan Activity daily Living(ADL)b.d edema ekstremitas,
kelemahan fifik secara umum
4. Kecemasan b.d prognosis penyakit,ancaman kondisi sakit dan
perubahan kesehatan. (Wijaya, 2013)
F. Intervensi Keperawatan
Intervensi yang dilakukan bertujuan untuk menurunkan keluhan
klien,menghindari penurunan dari fungsi ginjal,serta menurunkan resiko
komplikasiUntuk intervensi pada masalah keperawatan ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan. Gangguan ADL dan kecemasan,intervensi
dapat disesuaikan dengan masalah yang sama pada pasien glomerulus
nefritis akut.(Wijaya, 2013)

Intervensi Rasional
Kecurigaan gagal
Kaji adanya edema Ekstremitas kongnesif/kelebihan volume
cairan
Istirahatkan atau tirah baring klien pada saat Menjaga klien dalam keadaan
edema masih terjadi tirah baring selama beberapa
hari mungkin diperlukan
untuk meningkatkan deuretik
guna mengurangi edema

37
Kaji tekanan darah Sebagai salah satu cara untuk
mengetahui peningkatan
jumlah cairan yang dapat
diketahui dengan
meningkatkan beban kerja
jantung yang dapat diketahui
dari meningkatnya tekanan
darah
Ukur intake dan output Penurunan curah
jantung,mengakibatkan
gangguan perfusi ginjal,
retensi natrium/ir dan
penurunan output
Timbang berat badan Perubahan tiba-tiba dari berat
badan menunjukkan gangguan
keseimbangan cairan
Berikan oksigen tanbahan dengan kanul Meningkatkan sediaan oksigen
nasal/masker sesuai dengan indikasi untuk kebutuhan miokard
untuk melawan efek
hipoksia/iskemia
Kolaborasi: Natrium meningkatkan retensi
1. Berikan diet tanpa garam cairan dan meningkatkan
2. Berikan diet tinggi protein tinggi kalori volume plasma.diet rendah
3. Berikan deurotik, protein untuk menurunkan
contoh:furomeside,spironolakton,hidronolak infuisiensi renal danretensi
ton nitrogenyang akan
4. Adenokortikosteroid,golongan prednison meningkatkan BUN. Diet
5. Pantau data laboratorium elektrolit kalium tinggi unruk cadangan energi
dan utnuk mengurangi
katabolisme protein.
Deuretik bertujuan untuk
menurunkan volume plasma

38
dan menurunkan resiko
terjadinya edema paru.
Adenoskosteroid ,golongan
prednison, digunakan untuk
menurunkan protenuria.
Pasien yang mendapat terapi
deuretikmempunyai resiko
terjadi hipokalemia sehingga
perlu dipantau.

G. Evaluasi
Setelah mendapat intervensi keperawatan maka dengan syndrome
neufrotik diharapkan sebagai berikut.
1. Kelebihan volume cairan dapat teratasi
2. Meningkatnya asupan nutrisi
3. Peningkatan kemampuan aktivitas sehari-hari
4. Penurunan kecemasa. (Wijaya, 2013)

39
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Sistem perkemihan merupakan sistem yang mengeksresikan sisa-sisa
metabolisme tubuh melalui urine.Sistem ini menjamin tubuh bebas dari racun
racun sisa metabolisme tubuh. Bila sistem perkemihan ini terganggu maka akan
berakibat pada sistem tubuh yang lain karena penumpukan racun sisa
metabolisme. Sistem perkemihan ini meliputi organ ginjal, ureter, kandung kemih,
dan uretra. Ada beberapa penyakit yang bisa terjadi pada sistem perkemihan
antara lain GGK dan Sindrome Neufrotik.
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan
penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup
lanjut. Hal ini terjadi bila laju fitrasi glomerator kurang dari 50ml/menit.
Penyebab terjadinya gagal ginjal antara lain: diabetes mellitus, glumerulonefiritis
kronis pielonefritis, hipertensi tak terkontrol, obstruksi saluran kemih.
Sindrom Neufrotik adalah suatu kumpulan gejala gangguan klinis, meliputi
hal-hal seperti proteinuria masif >3,5 gr/hr, hipoalbuminemia, edema,
hiperlipidemia.

40
DAFTAR PUSTAKA
Murwani, A. (2011). Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Yogyakarta: Gosyen
Publishing.

Muttaqin, A. K. (2014). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:


Salemba Medika.

Padila. (2012). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.

Purwanto, H. (2016). KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II. Jakarta: Pusdik SDM


Kesehatan.

Rendy, M. C. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Dan Penyakit Dalam.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Wijaya, A. S. (2013). KEPERAWATAN MEBIKAL BEDAH (Keperawatan Dewasa Teori


Dan Contoh Askep). Yogyakarta: Nuha Medika.

41

Anda mungkin juga menyukai