Resume Ketuhanan PAI
Resume Ketuhanan PAI
Resume Ketuhanan PAI
KEABSOLUTAN TUHAN
“Dialog Lintas Agama Islam dan Kristen”
KABUPATEN JEMBER
Oleh :
MELISA
190903102063
Menurut pendapat dari Max Muller, EB Taylor, dan Robertson Smith terdapat teori
Evolusionisme yang menyatakan bahwa penentuan Tuhan itu terjadi melalui proses
kepercayaan yang amat sederhana kemudian meningkat menjadi sempurna. Ada pula proses
evolusi yang terbagi menjadi animisme (Mengakui roh sebagai sesuatu yang selalu hidup),
dinamisme (Kepercayaan terhadap benda-benda bahwa mereka memiliki kekuatan),
politeisme (Kepercayaan pada banyak dewa sebagai roh-roh yang unggul dan dipuja),
henoteisme (Satu Tuhan untuk satu bangsa), dan monoteisme (Satu Tuhan untuk seluruh
bangsa). Proses evolusi tersebut ditentang oleh Andrew Iang yang menyatakan bahwa ide
atau penentuan tentang Tuhan itu tidak datang secara evolusi, tetapi datang dengan relevansi
atau wahyu. Pemikiran – pemikiran tersebut tergolong sebagai pemikiran barat.
Dapat dibuktikan masalah keabsolutan Tuhan dalam Islam, seperti melewati perantara
ilmu tauhid, ilmu kalam, atau ilmu ushuluddin dan sepakat bahwa Tuhan itu esa atau hanya
satu yaitu Allah S.W.T. Terdapat juga beberapa aliran dalam teologis Islam seperti
Mu’tazilah (Di antara pendapatnya, muslim yang berdosa besar itu tidak kafir dan tidak
mukmin, Al-Qur’an adalah makhluk, mengutamakan akal dalam memahami islam),
Qadariyah (Di antara pendapatnya, manusia itu punya kebebasan/ kekuasaan dalam
berkehendak, apakah dia jadi kafir atau mukmin, semua tergantung ia sendiri sehingga ia
harus mempertanggungjawabkannya), Jabbariyah (Manusia itu tidak punya kemerdekaan
dan kekuasaan apa-apa, semua tingkah lakunya adalah sudah ditentukan atau dipaksakan oleh
Allah), Asy’ariyah, dan Maturidiyah (Memadukan pendapat Qadariyah dan Jabbariyah).
Pada dasarnya semua agama mengajarkan bahwa Tuhan yang benar itu hanyalah satu
(esa). Namun dalam perkembangannya ada yang melakukan penyimpangan sehingga
menganggap adanya Tuhan selain Allah. Agama Yahudi juga mengakui Tuhan itu esa, tapi
karena tidak beriman pada Nabi Muhammad, sehingga tergolong kafirin. Agama Nasrani
yang tidak beriman pada Nabi Muhammad juga tergolong kafir nan musyrik.
Sehubungan dengan metode ini merupakan jalan yang diperhitungkan paling tepat
untuk menghasilkan keputusan mutlak berdasarkan dasar-dasar pembuktian, maka
pembahasan mengenai metodologi ilmiah ini perlu ulasan lebih mendalam. Terdapat dua
masalah mendasar dalam suatu pembuktian melewati metodologi ilmiah, yaitu dengan
menggunakan istilah-istilah atau analogi-analogi ilmiah, karena ilmiah tidak harus diamati
dengan indera saja, atau pengamatan mata. Mengapa demikian? Sebab kenyataannya banyak
hakikat keberadaan itu yang tidak bisa diamati, seperti: gaya, energy, tekanan suatu zat, dll.
Sebagai manusia yang beragama maka pastinya memiliki Tuhan yang diyakini hanya
satu (esa). Namun terdapat beberapa orang yang tidak memiliki keyakinan yang sama dengan
yang lain. Maka yang perlu diperhatikan dalam permasalahan perbedaan keyakinan tersebut
adalah bagaimana menyikapi ketuhanan sehingga tidak terjadi singgung paham atau singgung
rasa. Salah satu kunci dari permasalahan tersebut adalah dengan cara bersikap toleran.
Toleransi sangan diperlukan dalam bertuhan, sebagai pegangan akan kepercayaan yang harus
dijaga bagi umat-Nya yang meyakini atau mengimani. Dengan cara tersebut maka sebagai
manusia yang beragama akan terhindar dari dosa dan bahaya akan tindakan-tindakan tercela
yang dapat muncul dikarenakan oleh cara menyikapi prinsip keyakinan yang kurang tepat
atau salah.
Selain toleransi, sebagai manusia yang beragama juga harus menghindari sikap
radikalisme agama dan sosial. Sebab hal tersebut dapat menjadi bibit tumbuhnya perang yang
membuat banyak orang mati konyol dikarenakan sesuatu yang tidak mereka pahami betul.
Terdapat beberapa kelompok beragama yang terlalu membatasi interaksi antar sesama umat
beragama yang akhirnya menghilangkan salah satu nilai penting dari tujuan dibentuknya
agama dan keyakinan akan ketuhanan itu sendiri yaitu manusia diciptakan sebagai makhluk
sosial yang tidak bisa hidup sendiri, begitu pula dalam bentuk kelompok yang menyendiri
dari yang lain.
Dari adanya sikap toleransi dan menghindari radikalisme, maka sebagai manusia
beragama seharusnya berada di posisi yang aman dari perilaku tercela. Meskipun dirasa
sudah berada dalam posisi yang aman dari ancaman bahaya sebagai manusia beragama, juga
wajib untuk menjaga batasan-batasan dalam membahas seputar agama yang diyakini dengan
melihat topik pembicaraan, tempat berbicara, waktu pembahasan, dan siapa lawan bicaranya.
Sekarang ini banyak dijumpai orang-orang beragama yang intelektualnya tinggi di bidang
agama dan terkait, memperdebatkan permasalahan yang besar dengan lawan bicara yang
berbeda pedoman.
Hal tersebut dapat memicu terjadinya penyimpangan pola pikir bagi yang menonton
perdebatan tersebut tanpa sepengawasan dari ahli atau pemahaman yang benar-benar matang
dan kritis. Sama halnya seperti dalam perbincangan dialog lintas agama yang membahas
seputar Keabsolutan Tuhan dengan pembicara yang berbeda keyakinan satu sama lain. Hal
ini sangat fatal akibatnya jika penonton atau pendengar menyalah artikan atau salah paham
terhadap apa yang sedang dibahas. Perdebatan tentang agama menurut saya sebagai pengamat
perbincangan dialog lintas agama itu tidak baik, dikarenakan dapat menyebabkan lahirnya
paham baru yang diciptakan tanpa ada pertanggung jawaban dari sumber.