Resume Ketuhanan PAI

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 4

RESUME

KEABSOLUTAN TUHAN
“Dialog Lintas Agama Islam dan Kristen”
KABUPATEN JEMBER

Diajukan Sebagai Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam

Oleh :
MELISA
190903102063

PROGRAM STUDI DIII USAHA PERJALANAN WISATA


JURUSAN ILMU ADMINISTRASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JEMBER
2019
Apa Yang Dimaksud dengan Tuhan?

Tuhan dalam Al-Qur’an disebut dengan Ilaahun – Ilaahaini – Aalihatun yang


menyatakan berbagai objek yang diagungkan, dibesarkan atau dipentingkan oleh manusia,
(Q.S 45:23, 28:38, dll.). Dengan demikian Tuhan dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang
dipentingkan, dianggap mutlak, dan agung. Menurut ilmu fisika, Tuhan merupakan energi
yang tidak memiliki batas untuk menciptakan segala bentuk zat dan lain sebagainya seperti
alam semesta yang memiliki masa hidup dan mati. Ditinjau dari filsafat dalam islam, filsafat
ketuhanan menempati filsafat yang tertinggi karena menggali persoalan yang pertama, utama,
dan menjadi sebab dari segala yang ada.

Bagaimana Sejarah Pemikiran Manusia tentang Tuhan?

Menurut pendapat dari Max Muller, EB Taylor, dan Robertson Smith terdapat teori
Evolusionisme yang menyatakan bahwa penentuan Tuhan itu terjadi melalui proses
kepercayaan yang amat sederhana kemudian meningkat menjadi sempurna. Ada pula proses
evolusi yang terbagi menjadi animisme (Mengakui roh sebagai sesuatu yang selalu hidup),
dinamisme (Kepercayaan terhadap benda-benda bahwa mereka memiliki kekuatan),
politeisme (Kepercayaan pada banyak dewa sebagai roh-roh yang unggul dan dipuja),
henoteisme (Satu Tuhan untuk satu bangsa), dan monoteisme (Satu Tuhan untuk seluruh
bangsa). Proses evolusi tersebut ditentang oleh Andrew Iang yang menyatakan bahwa ide
atau penentuan tentang Tuhan itu tidak datang secara evolusi, tetapi datang dengan relevansi
atau wahyu. Pemikiran – pemikiran tersebut tergolong sebagai pemikiran barat.

Pemikiran Umat Islam tentang Tuhan

Dapat dibuktikan masalah keabsolutan Tuhan dalam Islam, seperti melewati perantara
ilmu tauhid, ilmu kalam, atau ilmu ushuluddin dan sepakat bahwa Tuhan itu esa atau hanya
satu yaitu Allah S.W.T. Terdapat juga beberapa aliran dalam teologis Islam seperti
Mu’tazilah (Di antara pendapatnya, muslim yang berdosa besar itu tidak kafir dan tidak
mukmin, Al-Qur’an adalah makhluk, mengutamakan akal dalam memahami islam),
Qadariyah (Di antara pendapatnya, manusia itu punya kebebasan/ kekuasaan dalam
berkehendak, apakah dia jadi kafir atau mukmin, semua tergantung ia sendiri sehingga ia
harus mempertanggungjawabkannya), Jabbariyah (Manusia itu tidak punya kemerdekaan
dan kekuasaan apa-apa, semua tingkah lakunya adalah sudah ditentukan atau dipaksakan oleh
Allah), Asy’ariyah, dan Maturidiyah (Memadukan pendapat Qadariyah dan Jabbariyah).

Tuhan Menurut Agama-agama Wahyu

Pada dasarnya semua agama mengajarkan bahwa Tuhan yang benar itu hanyalah satu
(esa). Namun dalam perkembangannya ada yang melakukan penyimpangan sehingga
menganggap adanya Tuhan selain Allah. Agama Yahudi juga mengakui Tuhan itu esa, tapi
karena tidak beriman pada Nabi Muhammad, sehingga tergolong kafirin. Agama Nasrani
yang tidak beriman pada Nabi Muhammad juga tergolong kafir nan musyrik.

Pembuktian Wujud Tuhan


Pembuktian yang diperhitungkan paling logis dan paling mendekati kebenaran atau
kesempurnaan hasil dari pemecahan suatu permasalahan dapat melalui metodologi ilmiah,
yang terdapat dua jenis dari metodologi tersebut yaitu dengan menggunakan analogi-analogi
ilmiah dan menggunakan pendekatan fisika seperti Hukum Termodinamika II yaitu hukum
tentang keterbatasan energi.

Metodologi Ilmiah Dalam Pembuktian Keabsolutan Tuhan

Sehubungan dengan metode ini merupakan jalan yang diperhitungkan paling tepat
untuk menghasilkan keputusan mutlak berdasarkan dasar-dasar pembuktian, maka
pembahasan mengenai metodologi ilmiah ini perlu ulasan lebih mendalam. Terdapat dua
masalah mendasar dalam suatu pembuktian melewati metodologi ilmiah, yaitu dengan
menggunakan istilah-istilah atau analogi-analogi ilmiah, karena ilmiah tidak harus diamati
dengan indera saja, atau pengamatan mata. Mengapa demikian? Sebab kenyataannya banyak
hakikat keberadaan itu yang tidak bisa diamati, seperti: gaya, energy, tekanan suatu zat, dll.

Selain menggunakan analogi-analogi seperti yang saya jelaskan sebelumnya, dapat


pula menggunakan pendekatan fisika seperti Hukum Termodinamika II yang di dalamnya
menjelaskan bagaimana hukum tentang keterbatasan energi. Alam itu mula-mula panas
kemudian mendingin, jadi alam tidak mungkin bersifat azali. Sebab jika memang seperti itu
maka dapat diartikan bahwa ia telah kehilangan energinya, padahal energi alam masih sangat
tinggi.

Bagaimana Menyikapi Ketuhanan?

Sebagai manusia yang beragama maka pastinya memiliki Tuhan yang diyakini hanya
satu (esa). Namun terdapat beberapa orang yang tidak memiliki keyakinan yang sama dengan
yang lain. Maka yang perlu diperhatikan dalam permasalahan perbedaan keyakinan tersebut
adalah bagaimana menyikapi ketuhanan sehingga tidak terjadi singgung paham atau singgung
rasa. Salah satu kunci dari permasalahan tersebut adalah dengan cara bersikap toleran.
Toleransi sangan diperlukan dalam bertuhan, sebagai pegangan akan kepercayaan yang harus
dijaga bagi umat-Nya yang meyakini atau mengimani. Dengan cara tersebut maka sebagai
manusia yang beragama akan terhindar dari dosa dan bahaya akan tindakan-tindakan tercela
yang dapat muncul dikarenakan oleh cara menyikapi prinsip keyakinan yang kurang tepat
atau salah.

Selain toleransi, sebagai manusia yang beragama juga harus menghindari sikap
radikalisme agama dan sosial. Sebab hal tersebut dapat menjadi bibit tumbuhnya perang yang
membuat banyak orang mati konyol dikarenakan sesuatu yang tidak mereka pahami betul.
Terdapat beberapa kelompok beragama yang terlalu membatasi interaksi antar sesama umat
beragama yang akhirnya menghilangkan salah satu nilai penting dari tujuan dibentuknya
agama dan keyakinan akan ketuhanan itu sendiri yaitu manusia diciptakan sebagai makhluk
sosial yang tidak bisa hidup sendiri, begitu pula dalam bentuk kelompok yang menyendiri
dari yang lain.
Dari adanya sikap toleransi dan menghindari radikalisme, maka sebagai manusia
beragama seharusnya berada di posisi yang aman dari perilaku tercela. Meskipun dirasa
sudah berada dalam posisi yang aman dari ancaman bahaya sebagai manusia beragama, juga
wajib untuk menjaga batasan-batasan dalam membahas seputar agama yang diyakini dengan
melihat topik pembicaraan, tempat berbicara, waktu pembahasan, dan siapa lawan bicaranya.
Sekarang ini banyak dijumpai orang-orang beragama yang intelektualnya tinggi di bidang
agama dan terkait, memperdebatkan permasalahan yang besar dengan lawan bicara yang
berbeda pedoman.

Hal tersebut dapat memicu terjadinya penyimpangan pola pikir bagi yang menonton
perdebatan tersebut tanpa sepengawasan dari ahli atau pemahaman yang benar-benar matang
dan kritis. Sama halnya seperti dalam perbincangan dialog lintas agama yang membahas
seputar Keabsolutan Tuhan dengan pembicara yang berbeda keyakinan satu sama lain. Hal
ini sangat fatal akibatnya jika penonton atau pendengar menyalah artikan atau salah paham
terhadap apa yang sedang dibahas. Perdebatan tentang agama menurut saya sebagai pengamat
perbincangan dialog lintas agama itu tidak baik, dikarenakan dapat menyebabkan lahirnya
paham baru yang diciptakan tanpa ada pertanggung jawaban dari sumber.

Anda mungkin juga menyukai