Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penentuan besaran, dimensi atau kapasitas biasanya terhadap suatu standar
atau satuan ukuran. Pengukuran tidak hanya terbatas pada Kuantitas Fisik,
tetapi juga dapat mengukur hampir semua yang bisa dibayangkan, seperti
tingkat ketidakpastian,
Resistor tetap mempunyai nilai resistansi yang tidak dituliskan pada badan
komponen tetapi dikonversikan dalam bentuk kode-kode gelang warna dengan
ketentuan tertentu dan bagi pengguna yang mempunyai cacat-mata tertentu
(buta warna primer dan atau sekunder) akan mempunyai kesulitan untuk dapat
menghitung nilai resistansinya.
Resistor dapat berbentuk fixed resistor (nilai resistansi tetap) atau variable
resistor (nilai resistansi dapat diubah) dengan nilai resistansi yang
diekspresikan dalam Ohm atau Ω. Hukum Ohm yang dapat diterapkan pada
resistor, yaitu V = I × R atau tegangan jepit (V dalam satuan volt) pada sebuah
resistor akan sama dengan perkalian antara arus (atau I dalam Amper) yang
mengalir pada resistor tersebut dengan nilai resistansi dari sebuah resistor,
sehingga nilai resistansi sebuah resistor dapat diekspresikan atau dapat dihitung
menggunakan persamaan hokum ohm.
Bagi orang yang tidak terbiasa dengan alat-alat laboratorium, yaitu salah
satunya adalah resistor. Kemungkinan besar mereka tidak mengetahui cara
menentukan nilai resitansi resistor hanya dengan melihat warna yang ada pada
badan resistor. Sehingga terdapat alternative lain yang dapat dilakukan untuk
menentukan resistansi sebuah resistor selain membaca warna yang ada pada
resistor.
Pentingnya membaca resistansi tergantung pada komponen yang diuji.
Secara umum, ketahanan salah satu komponen bervariasi, dari waktu ke waktu
dan dari komponen komponen. Perubahan Resistansi sedikit biasanya tidak
penting tetapi mungkin menunjukkan pola yang harus diperhatikan. Maka dari
itu dilakukan praktikum dengan judul pengukuran resistansi, untuk mengetahui
nilai resistansi dari sebuah resistor dengan menggunakan cara yang lain, selain
cara yang telah disebutkan di atas, yaitu dengan menggunakan metode
voltmeter-amperemeter.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam kegiatan ini adalah :
1. Bagaimana prinsip dasar pengukuran resistansi dengan metode Voltmeter-
Ampremeter pada system rangkaian sederhana?
2. Bagaimana efek posisi voltmeter pada pengukuran resistansi dengan
metode Voltmeter-Ampremeter pada system rangkaian sederhana?

C. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan ini adalah :
1. Memahami prinsip dasar pengukuran resistansi dengan metode Voltmeter-
Ampremeter pada system rangkaian sederhana.
2. Mengetahui efek posisi voltmeter pada pengukuran resistansi dengan
metode Voltmeter-Ampremeter pada system rangkaian sederhana.
BAB II
LANDASAN TEORITIK

A. Resistansi
Dalam sebuah rangkaian listrik terdapat suatu sifat rangkaian atau material
yang dapat menahan atau melawan aliran arus listrik. Kemampuan untuk
melawaan arus listrik ini dikenal dengan resistansi yang besarnya dinyatakan
dalam Ohm (Ω), besarnya nilai resistansi 1 Ohm didefinisikan sebagai nilai
tahanan antara dua titik dalam satu konduktor ketika potensial listrik tetap
sebesar satu volt diberikan di antara dua titik tersebut sehingga menghasilkan
aliran arus satu ampere dalam raangkaian komponen elektronik yang
dirancang untuk memiliki nilai resistansi disebut dengan resistor
(Yohandri,2016:11).
Nilai resistansi suatu material dapat dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu
panjang material, luas penampan potongannya, bahan yang digunakan dan
temperature. Perubahan nilai resistansi dari suatu material akibat perubahan
temperature disebut dengan koefisien temperature resistansi
(Yohandri,2016:13).
Resistor tetap mempunyai nilai resistansi yang tidak dituliskan pada badan
komponen tetapi dikonversikan dalam bentuk kode-kode gelang warna dengan
ketentuan tertentu dan bagi pengguna yang mempunyai cacat mata tertentu
(buta warna primer dan buta warna sekunder) akan mempunyai kesulitan untuk
dapat menghitung nilai resistansinya. Resistor dapat berbentuk fixed resistor
(nilai resistansi tetap) atau variable resistor (nilai resistansi dapat diubah)
dengan nilai resistansi yang diekspresikan Ohm atau Ω (Djatmiko, 2017:1-2).
B. Pengukuran Resistansi Metoda Voltmeter-Amperemeter
Salah satu cara pengukuran tahanan yaitu dengan menggunakan metode
voltmeter amperemeter. Apabila tegangan V antara ujung-ujung tahanan dan
arus I mengalir melalui tahanan tersebut diukur maka tahanan Rx yang tidak
diketahui nilainya dapat ditentukan berdasarkan hukum Ohm berikut:
V
Rx=
I
Persamaan di atas mempunyai arti tahanan amperemeter adalah nol dan
tahanan voltmeter tak terhingga sehingga kondisi rangkaian tidak terganggu.
Pada gambar 1 di bawah arus sebenarnya yang disalurkan ke beban diukur
oleh amperemeter tetapi voltmeter lebih tepat mengukur tegangan sumber
daripada tegangan beban nyata. Untuk mendapatkan tegangan yang sebnarnya
pada beban, penurunan tegangan di dalam amperemeter harus dikurangkan dari
penunjukan voltmeter.

Gambar 1
Apabila voltmeter dihubungkan langsung di antara ujung-ujung tahanan
seperti di dalam gambar 2, maka voltmeter mengukur tegangan beban yang
sebenarnya tetapi amperemeter menghasilkan kesalahan (error) sebesar arus
yang melalui voltmeter.
Pada kedua cara pengukuran Rx ini kesalahan tetap dihasilkan. Cara yang
benar untuk menghubungkan voltmeter bergantung pada nilai Rx beserta
tahanan voltmeter dan amperemeter. Umumnya tahanan amperemeter rendah
sedangkan tahanan voltmeter tinggi.
Gambar 2
Pada gambar 1 amperemeter membaca arus beban (Ix) yang sebenarnya
dan voltmeter mengukur tegangan sumber (Vt). Apabila Rx besar
dibandingkan dengan tahanan dalam amperemeter, kesalahan yang diakibatkan
oleh penurunan tegangan di dalam amperemeter dapat diabaikan dan Vt sangat
mendekati tegangan beban yang sebenarnya (Vx). Oleh karena itu, rangkaian
pada gambar 1 adalah yang paling baik untuk pengukuran nilai-nilai tahanan
yang tinggi (high resistance values).
Pada gambar 2 voltmeter membaca tegangan beban yang sebenarnya (Vx)
dan amperemeter membaca arus sumber (It). Apabila Rx kecil dibandingkan
tahanan dalam voltmeter, arus yang dialirkan ke voltmeter tidak begitu
mempengaruhi arus sumber dan It sangat mendekati arus beban sebenarnya
(Ix). Oleh karena itu rangkaian pada gambar 2 merupakan rangkaian yang
paling baik untuk pengukuran nilai-nilai tahanan rendah (low resistance
values).
Cara mengetahui voltmeter telah dihubungkan dengan tepat bila besar
tahanan Rx tidak diketahui adalah sebagai berikut:
Gambar 3. Efek posisi voltmeter dalam pengukuran cara voltmeter-
amperemeter
a. Menghubungkan voltmeter pada Rx dengan saklar di posisi 1 dan
mengamati pembacaan amperemeter.
b. Memindahkan saklar ke posisi 2. Bila pembacaan amperemeter tidak
berubah, saklar dikembalikan ke posisi 1. Gejala ini menunjukkan
pengukuran tahanan rendah. Catat pembacaan arus dan tegangan kemudian
hitung nilai Rx menurut persamaan 1 di atas.
c. Apabila pembacaan amperemeter berkurang sewaktu memindahkan saklar
dari posisi 1 ke posisi 2, maka biarkan voltmeter pada posisi 2. Gejala ini
menunjukkan pengukuran tahanan tinggi. Catat pembacaan arus dan
tegangan kemudian hitung nilai Rx menurut persamaan 1 di atas(william
D. Cooper, 1985: 72 – 73).
BAB III
METODE PERCOBAAN

A. Alat dan Bahan


1. Variable Power Supply 1 buah
2. Multimeter Digital 2 buah
3. Resistor 100 Ω 1 buah
4. Resistor 100 kΩ 1 buah
5. Komutator 1 buah
6. Kabel Penghubung 9 buah
B. Prosedur Kerja
1. Membuat rangkaian seperti pada gambar.

Gambar 1. Rangkaian pengukuran resistansi


2. Mengarahkan komutator pada posisi 1 dengan memastikan Variabel Power
Supply masih dalam keadaan nol.
3. Pada posisi komutator tersebut (posisi 1), menaikkan tegangan sumber
secara perlahan hingga voltmeter menunjukkan tegangan 1 V. Mencatat
nilai tegangan dan nilai arus pada amperemeter.
4. Melanjutkan pengambilan data dengan rentang 1 V hingga memperoleh 7
trial data.
5. Mengulangi kegiatan (2) hingga (4) dengan arah komutator pada posisi 2.
6. Mengulangi kegiatan (2) hingga (5) dengan hambatan kedua.
C. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel
1. Identifikasi Variabel
a. Variable Manipulasi : Tegangan (V)
b. Variable Respon : Kuat Arus (mA)
c. Variable Kontrol : Resistansi Resistor (Ω)
2. Definisi Operasional Variabel
a. Tegangan adalah beda potensial listrik yang mengalir dari power supply
ke rangkaian, yang mana nilai dari tegangan tersebut dimanipulasi dari
nilai sebesar 2 V dan dinaikkan dengan rentang 1 V. satuan dari
tegangan adalah volt (V)
b. Kuat arus adalah besarnya arus yang mengalir pada rangkaian yang
mana nilainya berubah seiring dengan perubahan tegangan yang
diberikan pada rangkaian. Satuan dari kuat arus adalah ampere (A)
c. Resistansi resistor adalah kemampuan hambatan yang dimiliki oleh
sebuah resistor dalam melewatkan arus ke dalam rangkaian listrik. Nilai
resistansi resistor yang digunakan adalah 100 Ω dan 100 kΩ. satuan
dari resistansi adalah ohm (Ω).
BAB IV
HASIL PENGAMATAN

A. Hasil Pengamatan
Ketelitian Voltmeter DMM (SANWA CD771) = ± (0,9% + 2 digit)
Ketelitian Ammeter DMM (SANWA CD771) = ± (1,4% + 3 digit)

Resistansi Posisi Komutator


1 2
Reistor Tegangan Kuat Arus Tegangan Kuat Arus
(Ω) (V) (mA) (V) (mA)
|2 ± 0,04| |21,78 ± 0,33| |2 ± 0,04| |20,14 ± 0,33|
|3 ± 0,04| |27,13 ± 0,33| |3 ± 0,04| |30,25 ± 0,33|
|4 ± 0,04| |37,90 ± 0,33| |4 ± 0,04| |40,30 ± 0,33|
100 |5 ± 0,04| |44,80 ± 0,33| |5 ± 0,04| |50,40 ± 0,33|
|6 ± 0,04| |55,70 ± 0,33| |6 ± 0,04| |60,10 ± 0,33|
|7 ± 0,04| |65,40 ± 0,33| |7 ± 0,04| |70,00 ± 0,33|
|8 ± 0,04| |78,90 ± 0,33| |8 ± 0,04| |80,70 ± 0,33|
Resistansi
Tegangan Kuat Arus Tegangan Kuat Arus
Resistor
(V) (µA) (V) (µA)
(kΩ)
|2 ± 0,04| |20,40 ± 0,33| |2 ± 0,04| |20,10 ± 0,33|
|3 ± 0,04| |30,10 ± 0,33| |3 ± 0,04| |30,10 ± 0,33|
|4 ± 0,04| |40,50 ± 0,33| |4 ± 0,04| |41,40 ± 0,33|
100 |5 ± 0,04| |50,20 ± 0,33| |5 ± 0,04| |51,70 ± 0,33 |
|6 ± 0,04| |60,20 ± 0,33| |6 ± 0,04| |61,20 ± 0,33|
|7 ± 0,04| |70,80 ± 0,33| |7 ± 0,04| |71,30 ± 0,33|
|8 ± 0,04| |80,10 ± 0,33| |8 ± 0,04| |81,60 ± 0,33|
B. Analisis Data
Resistor 100 Ω
Posisi Komutator 1

Grafik 1. Hubungan antara tegangan dan kuat arus pada posisi komutator 1
y = mx + c
y I V 1
m= = = = =R
x V I m
V 1
R= =
I m
1
R=
0.0095
R = 105.26 Ω
Batas Ukur
NST V =
Jumlah skala
2
= V
5
= 0.4 V
1
ΔV = x NST V
2
1
= x 0.4 V
2
= 0.2 V
Batas Ukur
NST I =
Jumlah skala
0.01
= A
5
= 0.002 A
1
ΔI = x NST I
2
1
= x 0.002 A
2
= 0.001 A
∂R ∂R
dR = | | dV + | | dI
∂V ∂I
∂V I −1 ∂V I −1
dR = | ∨¿ dV +| ∨¿ dI
∂V ∂I
dR =|I-1| dV + |VI-2 | dI
dR I −1 V I −2
=¿ ∨¿dV + ¿ ∨¿ dI
R R R
dR I −1 V I −2
R
= ¿ −1 ∨¿dV + | −1 |dI
VI VI
dR dV dI
=| ∨¿ + | |
R V I
dV dI
dR = ¿ + ∨¿ R
V I
ΔV ΔI
ΔR = | + |R
V I
0.2 0.001
ΔR = | |+ | 105,26 Ω
1.2 0.011
ΔR = |0.166666 + 0.090909|105,26 Ω
ΔR = |0.257575 |105.26 Ω
ΔR = 27.1123 Ω
ΔR = 27.1 Ω
PF = |105.3 ± 27.1| Ω
R teori−R pengukuran
% diff = | | Ω x 100%
R rata−rata
100−105,26
% diff = | |Ω x 100%
102,63
% diff = 5.12 %
Posisi Komutator 2

Grafik 2. Hubungan antara tegangan dan kuat arus pada posisi komutator 2
y = mx + c
y I V 1
m= = = = =R
x V I m
V 1
R= =
I m
1
R=
0.01
R = 100 Ω
ΔV ΔI
ΔR = | + I |R
V
0.2 0.001
ΔR = | + | 100 Ω
1.2 0.011
ΔR = |0.166666 + 0.090909| 100Ω
ΔR = |0.257575 | 100 Ω
ΔR = 25.7575 Ω
ΔR = 25.8 Ω
PF = |100.0 ± 25.8| Ω
R teori−R pengukuran
% diff = | | Ω x 100%
R rata−rata
100−100
% diff = | | Ω x 100%
100
% diff = 0 %
Resistor 100 kΩ
Posisi Komutator 1

Grafik 3. Hubungan antara tegangan dan kuat arus pada posisi komutator 1
y = mx + c
y I V 1
m= = = = =R
x V I m
V 1
R= =
I m
1
R=
0.00005
R = 20 kΩ
Batas Ukur
NST V =
Jumlah skala
2
= V
5
= 0.4 V
1
ΔV = x NST V
2
1
= x 0.4 V
2
= 0.2 V
Batas Ukur
NST I =
Jumlah skala
0.00001
= A
5
= 0.000002 A
1
ΔI = x NST I
2
1
= x 0.000002 A
2
= 0.000001 A
∂R ∂R
dR = | | dV +| | dI
∂V ∂I
∂V I −1 ∂V I −1
dR = | ∨¿ dV +| ∨¿ dI
∂V ∂I
dR =|I-1| dV + |VI-2 | dI
dR I −1 V I −2
=¿ ∨¿dV + ¿ ∨¿ dI
R R R
dR I −1 V I −2
=¿ ∨¿dV + | |dI
R V I −1 V I −1
dR dV dI
=| ∨¿ + | |
R V I
dV dI
dR = ¿ + ∨¿ R
V I
ΔV ΔI
ΔR = | + |R
V I
0 .2 0 .00000 1
ΔR = | + | 20 kΩ
1.2 0.0000 11
ΔR = |0.1666666 + 0.090909| 20 kΩ
ΔR = |0.25757509| 20 kΩ
ΔR = 5.151502 kΩ
ΔR = 5.15 kΩ
PF = |20.0 ± 5.2| kΩ
R teori−R parktikum
% diff = | | kΩ x 100%
R rata−rata
100−20
% diff = | | kΩ x 100%
60
% diff = 133.3%
Posisi Komutator 2

Grafik 4. Hubungan antara tegangan dan kuat arus pada posisi komutator 2
y = mx + c
y I V 1
m= = = = =R
x V I m
V 1
R= =
I M
1
R=
0.00005
R = 20 kΩ
ΔV ΔI
ΔR = | + I |R
V
0 .2 0 .00000 1
ΔR = | + 0.0000 11 | 20 kΩ
1.2
ΔR = |0.1666666 + 0.090909| 20 kΩ
ΔR = |0.25757509| 20 kΩ
ΔR = 5.151502 kΩ
ΔR = 5.15 kΩ
PF = |20.0± 5.2| kΩ
R teori – R praktikum
% diff = | | kΩ x 100%
R rata−rata
100−20
% diff = | | kΩ x 100%
60
% diff = 133.3 %
BAB V
PEMBAHASAN

Telah dilakukan praktikum yang berjudul pengukuran resistansi, yang


mana dalam praktikum ini terdapat dua tujuan yang ingin dipenuhi. Yaitu satu,
memahami prinsip dasar pengukuran resistansi dengan metoda voltmeter-
amperemeter dan yang kedua yaitu mengetahui efek posisi voltmeter pada
pengukuran resistansi dengan metode voltmeter-amperemeter pada sebuah system
rangkaian sederhana.
Pada praktikum ini hanya dilakukan satu kegiatan namun dengan
dua buah resistor yang memiliki nilai hambatan yang berbeda. Resistor pertama
dengan nilai 100 Ω dan resistor kedua dengan nilai hambtana 100 kΩ.
Hal pertama yang dilakukan yaitu dengan memasang komutator pada
posisi 1 dan mengatur tegangan mulai dari 2 V hingga 8 V. Dari hasil yang
diperoleh, arus cenderung bertambah seiring dengan bertambahnya tegangan.
Ketika tegangannya dinaikkan, maka arusnya pun ikut bertambah. Adapun ketika
posisi komutator dipindahkan pada posisi 2, dengan memberikan tegangan yang
sama seperti pada saat komutator berada di posisi awal nilai aruspun cenderung
sama antara posisi komutator 1 dan ketika komutator berada di posisi 2. Karena
tidak terjadi perubahan yang signifikan terhadap hasil pembacaan pada arus maka
dapat dikatakan bahwa gejala ini menunjukkan pengukuran tahanan rendah.
Dari hasil analisis grafik yang dilakukan, diperoleh nilai resistansi pada saat
posisi komutator 1 yaitu |105.3 ± 27.1| Ω, sedangkan pada saat berada pada
posisi 2 nilai resistansinya adalah |100.0 ± 25.8| Ω.
Untuk hasil pengukuran resistor kedua dengan nilai 100 kΩ diperoleh pada
saat berada, baik pada posisi komutator 1 dan 2 memberikan hasil pembacaan
yang sama dengan hasil pembacaan resistor pertama. Yaitu apabila tegangan
dinaikkan, maka nilai arusnya pun ikut bertambah. Ketika saklar dipindahkan dari
posisi 1 ke posisi 2 tidak terjadi penurunan arus sehingga dapat dikatakan bahwa
tidak terjadi pengukuran tahanan tinggi.
Nilai resistansi yang diperoleh dari hasil analisis grafik untuk resistor
kedua yaitu |20.0 ± 5.2| kΩ pada posisi komutator 1 dan |20.0± 5.2| kΩ. Sehingga
baik antara resistor 1 dan resistor 2 sama – sama mengalami pengukuran tahanan
rendah sebab pembacaan arus yang dihasilkan tidak berbeda jauh antara posisi
komutator yang satu dengan posisi komutator yang lainnya.
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pengukuran resistansi dengan menggunakan metode voltmeter-
amperemeter dapat dilakukan dengan menyusun secara parallel
voltmeter terhadap resistor dan amperemeter disusun secara seri
terhadap resistor.
2. Efek posisi voltmeter dalam pengukuran resistansi yaitu ketika
voltmeter dipasang sebelum titik percabangan maka arus sepenuhnya
akan mengalir ke amperemeter. Sedangkan pada saat voltmeter
dipasang setelah percabangan maka arus akan mengalir ke resistor juga
ke voltmeter. Namun, karena tahanan dalam voltmeter yang sangat
besar maka arus yang mengalir padanya sangat kecil. Sehingga arus
yang mengalir ke resistor hampir sama dengan jumlah arus yang
mengalir ke amperemeter.
B. Saran
1. Kepada praktikan, ketika melakukan percobaan pengukuran resisansi
hendaknya dilakukan dengan hati-hati dan teliti. Agar data yang
diperoleh tidak terlalu jauh menyimpang dari harga yang sebenarnya.
2. Kepada asisten, lebih ditingkan lagi cara membimbingnya dalam
membimbing praktikan dalam melakukan praktikum.
3. Kepada laboran, lebih diperhatikan lagi kondisi alat yang akan
digunakan agar tidak memengaruhi data atau hasil yang diperoleh
ketika digunakan.
DAFTAR PUSTAKA

Cooper. William D. 1985. Instrumentasi Elektonik dan Teknik Pengukuran.


Jakarta: Erlangga.
Djatmiko,Wisnu. 2017. Prototipe Resistansi Meter Digital. Jurnal UMJ. 1(1): 1-
2.
Yohandri, Asrizal. 2016. Elektronika Dasar 1 Komponen, Rangkaian, dan
Aplikasi. Edisi Pertama. Jakarta : Kencana’

Anda mungkin juga menyukai