Anda di halaman 1dari 14

JST Kesehatan, April 2016, Vol.6 No.

2 : 193 – 200 ISSN 2252-5416

Nama : Indah Reni Stiyani

Kelas : S1-3C

NIM : 217112

Keperawatan Gawat Darurat 2

Resume Asuhan Keperawatan Perdarahan

A. Pengkajian
1. Biodata
Nama :
Umur :
Agama :
Alamat :
Pendidikan terakhir :
Pekerjaan :
Penanggung Jawab :

2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
c. Alergi
d. Genogram

3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Kesadaran: biasanya pasien akan tampak cemas atau kehilangan kesadaran
b. Circulation
Akan terjadi penurunan tekanan darah, detak jantung cepat namun lemah dan dalam
regular/irreguler, CRT > 3 detik, akral dingin
c. Airway

193
JST Kesehatan, April 2016, Vol.6 No.2 : 193 – 200 ISSN 2252-5416

Tidak terdapat secret, jalan nafas bersih


d. Breathing
Frekuensi nafas > 20x/menit, terdapat retraksi dinding dada

4. Terapi
Cairan infus dextrose 5%, terapi oksigen

B. Diagnosa
1. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif
2. Penurunan kardiak output berhubungan dengan penurunan preload, kehilangan darah.
3. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan kehilangan darah

C. Intervensi
Tujuan:
1. Mengontrol perdarahan.
2. Mempertahankan volume darah sirkulasiadekuat untuk oksigenasi.
3. Mencegah shock.

Intervensi:

1. Potong baju pasien untuk mengidentifikasi area perdarahan dan lakukan pengkajian fisik
dengan cepat.
2. Beri penekanan pada area perdarahan (penekanan langsung atau penekanan arteri)
3. Pasang toeniquet jika darah masih terus mengalir
4. Tinggikan atau elevasikan bagian yang luka untuk memperlambat mengalirnya darah.
5. Baringkan korban untuk mengurangi derasnya darah keluar.
6. Berikan cairan pengganti sesuai saran, meliputi cairan elektrolit isotonic, plasma atau protein
plasma, atau terapi komponen darah (bergantung perkiraan tipe dan volume cairan yang
hilang).
7. Lakukan pemeriksaan darah arteri untuk menentukan gas darah dan memantau tekanan
hemodinamik.
8. Awasi tanda – tanda shock atau gagal jantung karena hipovolemia dan anoksia.

194
JST Kesehatan, April 2016, Vol.6 No.2 : 193 – 200 ISSN 2252-5416

195
JST Kesehatan, April 2016, Vol.6 No.2 : 193 – 200 ISSN 2252-5416

HUBUNGAN ANTARA WAKTU PENETALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN MEDIS


DENGAN KEMATIAN LANJUT PADA PENDERITA TRAUMA MAYOR

Relationship Beetwen Medical Emergency Management Time and Late Death of Major Traumatic Patients

Makkasau Plasay1, Andi Asadul Islam2, Syafruddin Gaus3


1
Mahasiswa Emergency and Disaster Management, Biomedik, Program Pasca Sarjana, Universitas Hasanuddin
2
Bagian Ilmu Bedah , Sub Bagian Bedah Saraf, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin
Bagian Ilmu Anestesi, Perawatan Intensif dan Manajemen Nyeri, Fakultas Kedokteran,
Universitas Hasanuddin

(E-mail: makkasau_mkes@yahoo.co.id)

ABSTRAK

Waktu memegang peranan penting dalam penatalaksanaan kegawatdaruratan medis pada penderita trauma mayor
dimana filosofinya time saving is lie saving baik fase pra rumah sakit maupun fase rumah sakit. Penelitian ini bertujuan
mengetahui waktu penatalaksaan kegawatdaruratan medis (airway, breathing, circulation, dan disability) antara usia,
pendidikan, pekerjaan, rujukan, waktu trauma, penyebab, diagnosa, ISS, lama waktu penatalaksanaan dengan
kematian lanjut pada penderita trauma mayor. Jenis penelitian ini adalah penelitian longitudinal dengan pendekatan
Cohort Study yang di observasi selama 24 jam pasca trauma di IGD Bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 82 responden dengan Trauma Mayor yang dinilai berdasarkan ISS ≤ 12,
kemudian hasilnya diuji dengan cara Chi-Square dengan tingkat kemaknaan α=0,05. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa faktor yang berhubungan secara signifikan dengan penatalaksanaan kegawatdaruratan medis pada penderita
trauma mayor, meliputi diagnosa (p=0,000), ISS (p=0,000), dan lama penanganan (p=0,001), sedangkan ada beberapa
faktor yang berhubungan secara tidak signifikan meliputi waktu trauma (p=0,421) dan penyebab (p=0,365). Saran dari
hasil penelitian ini adalah perlu perhatian yang cukup terkait dengan peningkatan kualitas penanganan korban
mengenai kecepatan dan ketepatan dalam penatalaksanaan kegawatdaruratan medis pada pasien, baik fase pra
rumah sakit maupun fase rumah sakit, serta perhatian khusus pada trauma mayor melibatkan trauma kapitis berat.

Kata Kunci: Penatalaksanaan, Kedaruratan Medik, Kemaian Lanjut, Trauma Mayor

ABSTRACT

So time plays an important role in medical emergency management for major traumatic patients in which the
philosophy is ‘’time saving is life saving’’ either for pre hospital phase or hospital phase. The aim of the study is to find
out the relationship medical emergency management time (airway, breathing, circulation, and diasability), age,
education, job, reference, trauma time, cause, diagnose, ISS, the period of structuring and late death for major
traumatic patients. The study was an longitudinal study with cohort study approach observed for 24 hours of post
trauma in Surgery Emergency Unit of Regional Public Hospital of Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar. The
respondents consisted of 82 people with major trauma assessed based on ISS ≤12. The results were tested using chi
square test with a significant level of α=0.05. The results of the study indicated that the factors having a significant
relationship with medical emergency management for major traumatic patients are diagnose (=0.000), ISS(p=0.000),
196
JST Kesehatan, April 2016, Vol.6 No.2 : 193 – 200 ISSN 2252-5416

and the handling period (p=0.001). On the other hand, the factors having insignificant relationship are trauma time
(p=0.421), and cause (p=0.365). Thus, it is suggested that it is necessary to give enough attention to the increase of
quality of handling the victim concerning with the speed and accuracy of medical emergency management for either
pre hospital phase or hospital phase. Beside, special attention should be given to major trauma involving bad capitic
trauma.

Keywords: Management, Medical Emergency, Late Death, Major Tauma

197
Makkasau Plasay ISSN 2252-5416

PENDAHULUAN Juni sebanyak 610 orang. Berdasarkan data tersebut


Trauma merupakan penyebab kematian diatas jumlah kematian akibat trauma dari tahun ke
ketiga di Amerika Serikat setelah aterosklerosis tahun mengalami peningkatan (Data rekam medic
dan kanker. Trauma merupakan suatu keadaan RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo, 2012).
dimana seseorang mengalami cedera oleh salah Angka kematian ini dapat diturunkan melalui
satu sebab. Penyebab utama trauma adalah upaya pencegahan trauma dan penanggulangan
kecelakaan lalu lintas, industri, olah raga dan optimal yang diberikan sedini mungkin pada
rumah tangga (Rasjad C, 2009). korbannya. Perlu diingat bahwa penanggulangan
Dewasa ini trauma melanda dunia bagaikan trauma bukan hanya masalah di rumah sakit, tetapi
wabah karena dalam kehidupan modern mencakup penanggulangan menyeluruh yang
penggunaan kendaraan automotif dan senjata api dimulai di tempat kejadian, dalam perjalanan ke
semakin luas. Sayangnya, penyakit akibat trauma rumah sakit, dan di rumah sakit. (Pusponegoro,
sering diterlantarkan sehingga trauma merupakan 2010).
penyebab kematian utama pada kelompok usia Berdasarkan uraian latar belakang maka
muda dan produktif diseluruh dunia. Trauma permaslahan dalam penelitian ini adalah apakah
merupakan penyebab kematian utama pada waktu waktu penatalaksaan kegawatdaruratan medis
kelompok umur dibawah 35 tahun. Di Indonesia, (airway, breathing, circulation, dan disability) antara
trauma merupakan penyebab kematian nomor usia, pendidikan, pekerjaan, rujukan, waktu trauma,
empat, tetapi pada kelompok umur 15-25 tahun, penyebab, diagnosa, ISS, lama waktu
merupakan penyebab kematian utama penatalaksanaan berhubungan dengan kematian
(Pusponegoro, 2010) lanjut pada penderita trauma mayor. Hasil penelitian
Demikian pula bencana alam dan kejadian- ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
kejadian akibat perbuatan manusia menyebabkan terhadap pengembangan ilmu Pengembangan ilmu
cedera yang seringkali membawa kematian. dalam bidang kegawatdaruratan khususnya
Kematian akibat trauma biasanya mengikuti pola penanganan survey primer, serta dapat dijadikan
trimodal yang diperkenalkan oleh Trunkey (1983) prognosis untuk kematian lanjut pada penderita
dalam (Manuaba, 2010). Menurut pola distribusi trauma mayor. Sebagai informasi kepada masyarakat,
trimodal terdapat 3 puncak distribusi yang bahwa penderita trauma perlu penanganan yang
mencakup saat kematian yakni kematian segera - cepat dan tepat. Bagi peneliti, dengan adanya
kematian awal - kematian lanjut (Manuaba, 2010). penelitian ini maka akan menambah wawasan
Kematian segera terjadi dalam waktu 60 menit pengetahuan tentang pengananan yang cepat dan
setelah terjadinya trauma, sebagian besar akibat tepat sehingga dapat di antispasi terjadinya kematian
trauma yang mengenai otak atau jantung/pembuluh lanjut pada penderita trauma. (Riskesdas, 2007).
darah besar yang menimbulkan perdarahan masif. Pembagian katagori bagian tubuh yang terkena
Kematian awal terjadi dalam waktu 1-6 jam setelah cedera didasarkan pada klasifikasi dari ICD-10
trauma, sebagian besar akibat perdarahan atau (International Classification Diseases) yang mana
kerusakan otak. Kematian lanjut memuncak dalam dikelompokkan ke dalam 10 kelompok yaitu
beberapa hari sampai minggu. Penyebab pada bagian kepala; leher; dada; perut dan sekitarnya
kematian lanjut 80% akibat infeksi dan atau gagal (perut,punggung, panggul); bahu dan sekitarnya
organ multiple (Manuaba, 2010). (bahu dan lengan atas); siku dan sekitarnya (siku
Berdasarkan data rekam medik RSUP. Dr. dan lengan bawah); pergelangan tangan dan
Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun 2011 tangan; lutut dan tungkai bawah; tumit dan
bahwa jumlah kematian pada pasien akibat trauma kaki.Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya
≤ 48 jam pada tahun 2008 sebanyak 681 oarang, yang dilakukan oleh Cahyadi, dkk (2008) di RSUP
tahun 2009 sebanyak 803 orang, tahun 2010 dr. Sardjito Yokyakarta, bahwa cedera pada kepala
sebanyak 796 orang, dan pada tahun 2011 dari yang menempati urutan pertama. Menurut Hendrik,
Januari sampai Juni sebanyak 514 orang. dkk (2006), bahwa waktu penatalaksanaan
Sedangakan kematian yang terjadi ≥ 48 jam pada kegawatdaruratan medis berpegaruh terhadap
tahun 2008 sebanyak 1088 orang, tahun 2009 mutu pelayanan di Instalasi Gawat Darurat yaitu
sebanyak 998 orang, tahun 2010 sebanyak 1258 bahwa waktu penanganan yang tidak terlambat
orang, dan pada tahun 2011 dari Januari sampai dapat mencegah kematian 30% dari kasus
Penatalaksanaan, Kedaruratan Medik, Kemaian Lanjut, Trauma Mayor ISSN 2252-5416

kegawatdaruratan. Trauma mayor yang tidak Untuk menilai apakah itu trauma mayor atau
dikelolah dengan baik cenderung masuk ke situasi bukan maka digunakan penilaian berdasarkan
Kematian lanjut, yaitu Kematian yang terjadi injury severity score (ISS) yaitu skor trauma ≤ 12.
setelah 24 jam pasca trauma (Rasjad, 2009). Luas dan beratnya trauma ditentukan oleh nilai
Penelitian bertujuan untuk melihat faktor yang derajat trauma yang dipakai sejak 1981 dan
berhubungan antara waktu penatalaksanaan memberikan gambaran beratnya trauma,
kegawatdaruratan medis dengan kematian lanjut berdasarkan pemeriksaan pernapasan, perdarahan,
pada penderita trauma mayor. dan kesadaran. Angka ini penting untuk
menentukan. klasiflkasi dan prognosis penderita
BAHAN DAN METODE cedera berat. Penilaian gerak napas di dada dan
Jenis penelitian ini adalah penelitian pengisian kembali kapiler tidak digunakan untuk
longitudinal (Sastroasmoro, dkk. 2008) yang menilai derajat trauma karena sukar menentukan
memenuhi kriteria inklusi yang datang ke RSUP. Dr. angka bakunya. Pernapasan ditentukan
Wahidin Sudirohusodo dan RS. Pendidikan Unhas frekuensinya, perdarahan dinilai berdasarkan
Makassar. Desain dari penelitian ini adalah kohor tekanan darah arterial, sedangkan kesadaran
study dengan pendekatan prospektif. Tempat diukur berdasarkan skala koma Glasgow (trauma
Penelitian ini dilaksanakan di IRD Bedah RSUP. Dr. severity score = Glasgow coma scale) yang
Wahidin Sudirohusodo Makassar. Waktu Penelitian direduksi kira-kira seperempat dari angka
ini mulai pada tanggal 17 Oktober 2012 s/d tanggal penilaiannya.
30 Mei 2013. Populasi sasaran adalah penderita Setiap parameter diberi angka 0 sampai 4
trauma mayor, populasi terjangkau adalah penderita (makin rendah angka, makin buruk keadaan).
trauma mayor yang datang ke RSUP. Dr. Wahidin Beratnya trauma diperkirakan berdasarkan jumlah
Sudirohuso Makassar. Pengambilan sampel yang semua angka: jadi terendah adalah 0 dan yang
diperlukan pada penelitian ini dengan menggunakan tertinggi 12 (Sjamsuhidajat R, 2010).
tehnik consecutive sampling. Adapun kriteria Setelah data dikumpulkan selanjutnya
Inklusi: bersedia menjadi responden, penderita dilakukan pengeditan, pengkodean, dan kemudian
dengan trauma mayor, yaitu Injury Severity Score ditabulasi. Analisis data yang digunakan dengan
(ISS) ≤12. dengan usia 15 — 60 tahun, serta kriteria Chi-square test (continuity corection yates)
esklusi: tidak bersedia menjadi responden, kematian dengan tingkat kemaknaan 5% (=0,05)
segera - kematian awal, penderita dengan trauma Analisis bivariate dilakukan untuk melihat
minor, yaitu Injury Severity Score (ISS) ˃ 12. hubungan variabel independen dan variabel
dengan usia ˂15 tahun dan ˃60 tahun, dan jumlah dependen, yang terdiri dari diagnosa, waktu
sampel dalam penenlitian ini adalah sebanyak 82 trauma, penyebab, ISS, lama penanganan
penedrita trauma mayor. Pengumpulan data kematian lanjut pada penderita trauma mayor.
menggunakan teknik dokumentasi melalui lembar Tabel 1. Menunjukkan bahwa dari 43
observasi sebagai instrumen pengumpul data yang responden (52,4%) yang TCB, yang meninggal
sudah terstandar. Data dianalisis secara bivariat yakni 26 responden (31,7%) dan 17 responden
digunakan uji Chi-Square untuk melihat hubungan (20,7%) yang survive, TCS sebanyak 22
variabel bebas dan tergantung. responden (26,8%) yakni 1 responden (1,2%),
yang meninggal dan 21 responden (25,6%) yang
HASIL survive. TCB+Diagnosa lain sebanyak 5
responden (6,1%) yakni 2 responden (2,4%) yang
Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Gawat
meninggal dan 3 responden (3,7%) yang survive,
Darurat (IGD) RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo
TCS+Diagnosa lain seanyak 8 responden (9,8%)
Makassar selama pada periode Oktober 2012
yakni tidak ada responden (0%) yang meninggal,
sampai Mei 2013, telah diperoleh 82 sampel yang
dan 8 responden (9,8%) yang survive, bukan TC
diikuti selama 24 jam sampai 72 jam pasca trauma
sebanyak 4 responden (4,9%) yakni 1 responden
dan pada akhirnya dikelompokkan menjadi 52
(1,2%) yang meninggal dan 3 responden (3,7%)
(63.4%) yang survive dan 30 (36.6%) yang
yang survive.dan hasil analisa data dengan
meninggal.
menggunakan uji Chi-Square, maka diperoleh
nilai p=0,000, artinya lebih kecil dari nilai α=0,05.
Makkasau Plasay ISSN 2252-5416

Hal ini berarti bahwa ada hubungan antara mayor dalam hal ini kematian lanjut pada trauma
Diagnosa medik dengan kematian lanjut pada mayor.
penderita trauma mayor dalam hal ini kematian Tabel 3. Menunjukkan bahwa dari 68
lanjut pada trauma mayor. responden (82,9%) yang penyebabnya
Tabel 2. Menunjukkan bahwa dari 26 Kecelakaan Jalan Raya (TA), yang meninggal
responden (31,7%) yang waktu kejadiannya pagi, yakni 25 responden (30,5%) dan 43 responden
yang meninggal yakni 11 responden (13,4%) dan (52,4%) yang survive, Jatuh daru ketinggian (Full
15 responden (18,3%) yang survive, waktu Down) sebanyak 7 responden (8,5%) yakni 4
kejadianya siang sebanyak 13 responden (15,9%) responden (4,9%), yang meninggal dan 3
yakni 4 responden (4,9%), yang meninggal dan 9 responden (3,7%) yang survive, tusukan sebanyak
responden (11,0%) yang survive. Waktu 4 responden (4,9%) yakni tidak ada responden
kejadiannya sore sebanyak 24 responden (29,3%) (0%) yang meninggal dan 4 responden (4,9%)
yakni 9 responden (11,0%) yang meninggal dan yang survive, ketimpa pohon seanyak 2 responden
15 responden (18,3%) yang survive, waktu (2,4%) yakni 1 responden (1,2%) yang meninggal,
kejadiannya malam seanyak 12 responden dan 1 responden (1,2%) yang survive,
(14,6%) yakni 2 responden (2,4%) yang listrik/kebakaran sebanyak 1 responden (1,2%)
meninggal, dan 10 responden (12,2%) yang yakni tidak ada responden (0%) yang meninggal
survive, waktu kejadiannya dini hari sebanyak 7 dan 1 responden (1,2%) yang survive dan hasil
responden (8,5%) yakni 4 responden (4,9%) yang analisa data dengan menggunakan uji Chi-Square,
meninggal dan 3 responden (3,7%) yang survive maka diperoleh nilai p=0,365, artinya lebih besar
dan hasil analisa data dengan menggunakan uji dari nilai α=0,05. Hal ini berarti bahwa tidak ada
Chi-Square, maka diperoleh nilai p=0,421, artinya hubungan antara penyebab kejadian trauma
lebih besar dari nilai α=0,05. Hal ini berarti bahwa dengan kematian lanjut pada penderita trauma
tidak ada hubungan antara waktu kejadian trauma mayor dalam hal ini kematian lanjut pada trauma
dengan kematian lanjut pada penderita trauma mayor.

Tabel 1. Hubungan Diagnosa Medik dengan kematian lanjut pada penderita trauma mayor
Kematian lanjut pada penderita trauma mayor
Diagnosa Medik Meninggal Survive Jumlah p
n % n % n %
TCB 26 31.7 17 20.7 43 52.4
TCS 1 1,2 21 25,6 22 26,8 0,000
TCB+Dx lain 2 2,4 3 3,7 5 6,1
TCS+Dx lain 0 0 8 9,8 8 9,8
Bukan TC 1 1,2 3 3,7 4 4,9
Jumlah 30 36,6 52 63,4 82 100
Chi-Square
Tabel 2. Hubungan waktu trauma dengan kematian lanjut pada penderita trauma mayor

Kematian lanjut pada penderita trauma mayor


Waktu trauma Meninggal Survive Jumlah p
n % n % n %
Pagi 11 13,4 15 18,3 26 31,7
Siang 4 4,9 9 11,0 13 15,9 0,421
Sore 9 11,0 15 18,3 24 29,3
Malam 2 2,4 10 12,2 12 14,6
Dini hari 4 4,9 3 3,7 7 8,5
Jumlah 30 36,6 52 63,4 82 100
Chi-Square
Tabel 3. Hubungan penyebab trauma dengan kematian lanjut pada penderita trauma mayor
Penatalaksanaan, Kedaruratan Medik, Kemaian Lanjut, Trauma Mayor ISSN 2252-5416

Kematian lanjut pada penderita trauma mayor


Penyebab trauma
Meninggal Survive Jumlah p
n % n % n %
TA 25 30,5 43 52,4 68 82,9
Full Down 4 4,9 3 3,7 7 8,5 0,365
Tusukan 0 0 4 4,9 4 4,9
Ket. Pohon 1 1,2 1 1,2 2 2,4
Listrik 0 0 1 1,2 1 1,2
Jumlah 30 36,6 52 63,4 82 100
Chi-Square

Tabel 4. Menunjukkan bahwa dari 35 Tabel 5. Menunjukkan bahwa dari 25


responden (42,7%) yang ISS berat, yang responden (30,5%) yang memiliki lama
meninggal yakni 25 responden (30,5%) dan 10 penanganan buruk , yang meninggal yakni 16
responden (12,2%) yang survive, ISS sedang responden 1,9,5%) dan 9 responden (11,0%) yang
sebanyak 23 responden (28,0%) yakni 4 survive, sedangkan yang lama penanganannya
responden (4,9%), yang meninggal dan 19 baik sebanyak 57 responden (69,5%), yang
responden (23,2%) yang survive, dan yang ISS meninggal yakni 14 responden (17,1%) dan 43
ringan sebanyak 24 responden (29,3%) yakni 1 responden (52,4%) yang survive dan hasil analisa
responden (1,2%) yang meninggal dan 23 data dengan menggunakan uji Chi-Square, maka
responden (28,0%) yang survivehasil dan analisa diperoleh nilai p=0,001, artinya lebih kecil dari
data dengan menggunakan uji Chi-Square, maka nilai α=0,05. Hal ini berarti bahwa ada hubungan
diperoleh nilai p=0,548, artinya lebih kecil dari antara lama penanganan dengan kematian lanjut
nilai α=0,05. Hal ini berarti bahwa ada hubungan pada penderita trauma mayor dalam hal ini
antara beratnya ISS dengan kematian lanjut pada kematian lanjut pada trauma mayor.
penderita trauma mayor dalam hal ini kematian
lanjut pada trauma mayor.

Tabel 4. Hubungan ISS dengan kematian lanjut pada penderita trauma mayor
Kematian lanjut pada penderita trauma mayor
ISS Meninggal Survive Jumlah p
n % n % n %
Berat 25 30,5 10 12,2 35 42,7
Sedang 4 4,9 19 23,2 23 28,0 0,000
Ringan 1 1,2 23 28,0 24 29,3
Jumlah 30 36,6 52 63,4 82 100
Chi-Square

Tabel 5. Hubungan lama penanganan dengan kematian lanjut pada penderita trauma mayor
Kematian lanjut pada penderita trauma mayor
Lama Penanganan Meninggal Survive Jumlah p
n % n % n %
Buruk 16 19,5 9 11,0 25 30,5
Baik 14 17,1 43 52,4 57 69,5 0,001
Jumlah 30 36,6 52 63,4 82 100
Chi-Square
Makkasau Plasay ISSN 2252-5416

PEMBAHASAN (bahu dan lengan atas); siku dan sekitarnya (siku


Waktu penatalaksanaan kegawatdruratan dan lengan bawah); pergelangan tangan dan
medis pada penderita trauma mayor berhubungan tangan; lutut dan tungkai bawah; tumit dan kaki.
dengan kematian lanjut. Ada beberapa faktor yang Responden pada umumnya mengalami cedera di
berhubungan secara tidak signifikan antara lain beberapa bagian tubuh (multiple injury)
waktu trauma dan penyebab sedangkan yang (Riskesdas, 2007). Hasil ini sesuai dengan
berhubungan secara signifikan antara lain penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
diagnose, ISS, serta lama waktu penatalaksanaan. Cahyadi, dkk (2008), di RSUP dr. Sardjito
Menurut Hendrik dkk (2006), Bahwa waktu Yokyakarta, bahwa cedera pada kepala yang
penatalaksanaan kegawatdaruratan medis menempati urutan pertama. Hal ini didukung
berpegaruh terhadap mutu pelayanan di Instalasi dengan rendahnya kesadaran para pengendara
Gawat Darurat yaitu bahwa waktu penanganan dalam penggunaan helmet sebagai salah satu alat
yang tidak terlambat dapat mencegah kematian pelindung diri. Pengemudi mobil cenderung akan
30% dari kasus kegawatdaruratan. Trauma mayor membentur kaca mobil setelah bagian dada
yang tidak dikelolah dengan baik cenderung menghantam stir mobil. Kasus kecelakaan lalu
masuk ke situasi Kematian lanjut, yaitu Kematian lintas pada pengemudi mobil tidak jarang yang
yang terjadi setelah 24 jam pasca trauma (Rasjad, mengalami kontak antara kepala dan jalan setelah
2009). terlempar keluar dari mobil. Faktor utama
Penelitian ini menggunakan desain kohort penyebab kecelakaan adalah perilaku manusia dan
prospektif tentang waktu penatalaksanaan kondisi lingkungan yang saling mempengaruhi.
kegawatdaruratan medis dengan kematian lanjut Hubungan waktu trauma dengan kematian
pada penderita trauma mayor yang dilaksanakan lanjut pada penderita trauma mayor terdapat
pada periode Oktober 2012 sampai Mei 2013, hubungan yang tidak signifikan, dengan nilai
telah diperoleh 82 sampel yang diikuti selama 24 p=0,421, yang berarti waktu trauma bukan faktor
jam sampai 72 jam pasca trauma dan pada dominan penyebab kematian pada trauma mayor.
akhirnya dikelompokkan menjadi 52 (63.4%) Hal ini sesuai dengan teori Medivac (2010) bahwa
yang survive dan 30 (36.6%) yang meninggal. Siklus sirkadian mengatur pola tidur, suhu tubuh,
Analisis dilakukan terhadap hubungan faktor pencernaan, dan berbagai fungsi tubuh lainnya
diagnose medik, waktu trauma, penyebab, ISS, serta membantu melindungi organ-organ tubuh.
lama penanganan. Penelitian dilakukan secara Siklus sirkadian akan memberikan sinyal melalui
kohort prospektif karena yang dinilai adalah efek yang biasa disebut jet lag. Selain itu, siklus
dari beberapa faktor yang berhubungan dengan sirkadian juga mengatur seseorang untuk tidur
outcome, sehingga: 1). Pengamatan variable bebas pada malam hari dan terbangun/ sadar pada siang
dan tergantung tidak dilakukan pada saat yang hari. Suhu tubuh akan menurun pada malam hari
sama, 2). Penyebab diidentifikasi terlebih dahulu, sehingga dapat tertidur dan naik pada siang hari
kemudian subyek diikuti sampai beberapa waktu untuk membantu perasaan tersadar. Siklus
tertentu, 3). Terdapat unsur lama penanganan sirkadian juga mengontrol sebagian kegiatan
antara sebab dan akibat. berdasarkan cahaya terang dan gelap. Pada cahaya
Hubungan Diagnosa Medik dengan kematian pagi hari membuat seseorang akan lebih sadar,
lanjut pada penderita trauma mayor terdapat setelah makan siang tingkat kesadaran akan
hubungan yang tidak signifikan, dengan nilai menurun, dan pada petang kesadaran kembali
p=0,548, yang berarti diagnose medik bukan naik, sedangkan untuk malam hari kesadaran akan
faktor penyebab utama kematian pada trauma semakin berkurang karena untuk mempersiapkan
mayor. Lokasi luka terbanyak adalah kepala waktu tidur, dan setelah tengah malam suhu tubuh
(88%). Hasil peneilitian sesuai pembagian dan kesadaran menurun sampai pada tingkat
katagori bagian tubuh yang terkena cedera paling rendah.
didasarkan pada klasifikasi dari ICD-10 Berdasarkan hasil penelitian ini dan beberapa
(International Classification Diseases) yang mana teori yang sesuai serta hasil penelitian sebelumnya
dikelompokkan ke dalam 10 kelompok yaitu yang mendukung bahwa peneliti berasumsi angka
bagian kepala; leher; dada; perut dan sekitarnya kejadian trauma lebih tinggi terjadi pada pagi hari
(perut,punggung, panggul); bahu dan sekitarnya dibandingkan dengan dini hari akan tetapi
Penatalaksanaan, Kedaruratan Medik, Kemaian Lanjut, Trauma Mayor ISSN 2252-5416

perbandingan kematian dan survive lebih tinggi haruslah benar-benar efektif dan efisien. Hal ini
pada dini hari itu disebabkan karena irama mengingat pada kondisi tersebut pasien dapat
sirkardian akan turun malam hari sampai pada kehilangan nyawa hanya dalam hitungan menit
dini hari sehingga terjadi kelelahan dan penurunan saja. Berhentinya nafas selama 2-3 menit pada
kewaspadaan pada pengendara serta kondisi manusia dapat mengakibatkan kematian yang fatal
pengguna jalan raya menjadi sepi yang (Sutawijaya, 2009). Otak dan jantung sangat
menyebabkan terlambatnya penanganan bantuan memerlukan oksigen 3-8 menit jantung dan otak
hidup dasar di tempat kejadian. tidak mendapatkan O2 maka akan mengakibatkan
Hubungan penyebab trauma dengan kematian kematian (Farison, 2010). Kematian segera terjadi
lanjut pada penderita trauma mayor terdapat dalam waktu 60 menit setelah terjadinya trauma,
hubungan yang tidak signifikan, dengan nilai sebagian besar akibat trauma yang mengenai otak
p=0,365, yang berarti penyebab trauma bukan atau jantung/pembuluh darah besar yang
faktor dominan penyebab kematian pada trauma menimbulkan perdarahan masif. Kematian awal
mayor. Trauma merupakan suatu keadaan dimana terjadi dalam waktu 1-6 jam setelah trauma,
seseorang mengalami cedera oleh salah satu sebagian besar akibat perdarahan atau kerusakan
sebab. Penyebab utama trauma adalah kecelakaan otak. Kematian lanjut memuncak dalam beberapa
lalu lintas. Di Indonesia kematian akibat hari sampai minggu. Penyebab pada kematian
kecelakaan lalu lintas ± 12.000 orang per tahun lanjut 80% akibat infeksi dan atau gagal organ
(Rasjad C, 2009). Dewasa ini trauma melanda multiple (Manuaba, 2000). Hasil penelitian ini
dunia bagaikan wabah karena dalam kehidupan sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
modern penggunaan kendaraan automotif dan Hendrik, dkk (2006), Bahwa waktu piñata-
senjata api semakin luas (Pusponegoro, 2010; laksanaan kegawatdaruratan medis berpegaruh
Sjamsuhidajat-De Jong, 2010). Peneliti berasumsi terhadap mutu pelayanan di Instalasi Gawat
bahwa walaupun penyebabnya kedua-duanya Darurat yaitu bahwa waktu penanganan yang
terjatuh yang dipengaruhi oleh sama-sama gaya tidak terlambat dapat mencegah kematian 30%
gravitasi akan tetapi terjatuh dari ketinggian dari kasus kegawatdaruratan.
resikonya lebih tinggi dibandingkan dengan jatuh
dari kendaraan karena jatuh dari ketinggian tidak KESIMPULAN DAN SARAN
bisa memilih gaya gravitasi.
Hubungan Injury Saverity Score (ISS) Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan
dengan kematian lanjut pada penderita trauma bahwa ada hubungan yang tidak signifikan waktu
mayor terdapat hubungan yang signifikan, dengan penatalaksanaan Airway, Breathing, Circulation, dan
nilai p=0,000, yang berarti ISS merupakan faktor Disability antara, waktu trauma, penyebab dengan
yang turut mempengaruhi penyebab kematian kematian lanjut pada penderita trauma mayor, serta
pada trauma mayor. Hal ini berarti bahwa ada hubungan yang signifikan waktu penatalaksanaan
beratnya trauma mayor sangat menentukan Airway, Breathing, Circulation, dan Disability
prognosis penderita, dimana pada trauma mayor antara diagnose, ISS, serta lama waktu
lebih di dominasi oleh trauma kapitis berat pada penatalaksanaan dengan kematian lanjut pada
responden ini dengan skor GCS ≤ 6 dan pada penderita trauma mayor.
kondisi tersebut akan terjadi gagal neurologi. Berdasarkan penelitian ini maka dapat
Hubungan lama penanganan dengan disarankan bahwa dengan mengetahui pentingnya
kematian lanjut pada penderita trauma mayor waktu penatalaksanaan kegawatdaruratan medis,
terdapat hubungan yang signifikan, dengan nilai diharapkan lama penanganan pada pasien yang
p=0,001, yang berarti lama penanganan turut trauma mayor perlu mendapat perhatian,
mempengaruhi penyebab kematian pada trauma pertolongan penderita trauma perlu
mayor. Prinsip penting tindakan pertolongan dimasyarakatkan karena keberhasilan penanganan
gawat darurat adalah menyelamatkan pasien intra-hospital sangat ditentukan oleh pre-hospital,
akibat fatal atau kematian dari keadaan gawat serta diperlukan penelitian lebih lanjut untuk
darurat. Adapun filosofinya adalah Time Saving is mengetahui faktor-faktor lain yang berpengaruh
Live Saving. Artinya seluruh tindakan yang pada kematian lanjut selain faktor-faktor yang
dilakukan pada saat kondisi gawat darurat sudah diajukan dalam tulisan ini.
Makkasau Plasay ISSN 2252-5416
DAFTAR PUSTAKA
Cahyadi Y. & Soegandhi. (2008). Variasi Cedera Pada Kecelakaan Lalulintas antara
Kendaraan Roda Dua dan Empat yang dikirim ke Instalasi Forensik RSUP dr.
Sardjito. Yokyakarta.

Hendrik, Pranowo., K.T., Sulistyo A., Triatmono A,. & Subarano. (2006). Pengaruh
Waktu Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Medis Terhadap Mutu Pelayanan di
Instalasi Gawat Darurat RSUD Bantul. Jurnal Cerminan Dunia Kedokteran, 152:
0125-
913X; 47-65
Manuaba T. (2010). Pasca trauma multi organ failure. In : PIB Trigonuma Malang, Lab
bedah FK UNUD, Malang.

Medical Record. (2012). RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.


Medivac. (2010). Pedoman Tatalaksana Evakuasi Medik. Dit Bina Yanmed Dasar.
Jakarta.
Pusponegoro A, et al. (2010). Buku Panduan Basic Trauma Life Support and Basic
Cardiac Life Support. Ed. Ke-3. Penerbit Yayasan Ambulans Gawat Darurat 118.
Jakarta.

Rasjad C. (2009). Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Ed Ke-3. Cet Ke-6. Penerbit Yarsif
Watampone. Jakarta.

Riskesdas. (2007). Profil Kesehatan Indonesia. Departemen Kesehatan Republik


Indonesia. Jakarta.

Sjamsuhidajat R. & De Jong. (2010). Buku Ajar Ilmu Medikal Bedah. Ed.3 Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Sutawijaya RB. (2009). Gawat Darurat. Cet. I. Penerbit Aulia Publishing.


Yokyakarta.
Sastroasmoro S. & Ismail S. (2008). Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi
ke-3. Penerbit CV. Sagung Seto. Jakarta.
Farison T. (2010). Bantuan Hidup Dasar.
Tedyfarison. Com.

Anda mungkin juga menyukai