Kelas : S1-3C
NIM : 217112
A. Pengkajian
1. Biodata
Nama :
Umur :
Agama :
Alamat :
Pendidikan terakhir :
Pekerjaan :
Penanggung Jawab :
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
c. Alergi
d. Genogram
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Kesadaran: biasanya pasien akan tampak cemas atau kehilangan kesadaran
b. Circulation
Akan terjadi penurunan tekanan darah, detak jantung cepat namun lemah dan dalam
regular/irreguler, CRT > 3 detik, akral dingin
c. Airway
193
JST Kesehatan, April 2016, Vol.6 No.2 : 193 – 200 ISSN 2252-5416
4. Terapi
Cairan infus dextrose 5%, terapi oksigen
B. Diagnosa
1. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif
2. Penurunan kardiak output berhubungan dengan penurunan preload, kehilangan darah.
3. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan kehilangan darah
C. Intervensi
Tujuan:
1. Mengontrol perdarahan.
2. Mempertahankan volume darah sirkulasiadekuat untuk oksigenasi.
3. Mencegah shock.
Intervensi:
1. Potong baju pasien untuk mengidentifikasi area perdarahan dan lakukan pengkajian fisik
dengan cepat.
2. Beri penekanan pada area perdarahan (penekanan langsung atau penekanan arteri)
3. Pasang toeniquet jika darah masih terus mengalir
4. Tinggikan atau elevasikan bagian yang luka untuk memperlambat mengalirnya darah.
5. Baringkan korban untuk mengurangi derasnya darah keluar.
6. Berikan cairan pengganti sesuai saran, meliputi cairan elektrolit isotonic, plasma atau protein
plasma, atau terapi komponen darah (bergantung perkiraan tipe dan volume cairan yang
hilang).
7. Lakukan pemeriksaan darah arteri untuk menentukan gas darah dan memantau tekanan
hemodinamik.
8. Awasi tanda – tanda shock atau gagal jantung karena hipovolemia dan anoksia.
194
JST Kesehatan, April 2016, Vol.6 No.2 : 193 – 200 ISSN 2252-5416
195
JST Kesehatan, April 2016, Vol.6 No.2 : 193 – 200 ISSN 2252-5416
Relationship Beetwen Medical Emergency Management Time and Late Death of Major Traumatic Patients
(E-mail: makkasau_mkes@yahoo.co.id)
ABSTRAK
Waktu memegang peranan penting dalam penatalaksanaan kegawatdaruratan medis pada penderita trauma mayor
dimana filosofinya time saving is lie saving baik fase pra rumah sakit maupun fase rumah sakit. Penelitian ini bertujuan
mengetahui waktu penatalaksaan kegawatdaruratan medis (airway, breathing, circulation, dan disability) antara usia,
pendidikan, pekerjaan, rujukan, waktu trauma, penyebab, diagnosa, ISS, lama waktu penatalaksanaan dengan
kematian lanjut pada penderita trauma mayor. Jenis penelitian ini adalah penelitian longitudinal dengan pendekatan
Cohort Study yang di observasi selama 24 jam pasca trauma di IGD Bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 82 responden dengan Trauma Mayor yang dinilai berdasarkan ISS ≤ 12,
kemudian hasilnya diuji dengan cara Chi-Square dengan tingkat kemaknaan α=0,05. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa faktor yang berhubungan secara signifikan dengan penatalaksanaan kegawatdaruratan medis pada penderita
trauma mayor, meliputi diagnosa (p=0,000), ISS (p=0,000), dan lama penanganan (p=0,001), sedangkan ada beberapa
faktor yang berhubungan secara tidak signifikan meliputi waktu trauma (p=0,421) dan penyebab (p=0,365). Saran dari
hasil penelitian ini adalah perlu perhatian yang cukup terkait dengan peningkatan kualitas penanganan korban
mengenai kecepatan dan ketepatan dalam penatalaksanaan kegawatdaruratan medis pada pasien, baik fase pra
rumah sakit maupun fase rumah sakit, serta perhatian khusus pada trauma mayor melibatkan trauma kapitis berat.
ABSTRACT
So time plays an important role in medical emergency management for major traumatic patients in which the
philosophy is ‘’time saving is life saving’’ either for pre hospital phase or hospital phase. The aim of the study is to find
out the relationship medical emergency management time (airway, breathing, circulation, and diasability), age,
education, job, reference, trauma time, cause, diagnose, ISS, the period of structuring and late death for major
traumatic patients. The study was an longitudinal study with cohort study approach observed for 24 hours of post
trauma in Surgery Emergency Unit of Regional Public Hospital of Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar. The
respondents consisted of 82 people with major trauma assessed based on ISS ≤12. The results were tested using chi
square test with a significant level of α=0.05. The results of the study indicated that the factors having a significant
relationship with medical emergency management for major traumatic patients are diagnose (=0.000), ISS(p=0.000),
196
JST Kesehatan, April 2016, Vol.6 No.2 : 193 – 200 ISSN 2252-5416
and the handling period (p=0.001). On the other hand, the factors having insignificant relationship are trauma time
(p=0.421), and cause (p=0.365). Thus, it is suggested that it is necessary to give enough attention to the increase of
quality of handling the victim concerning with the speed and accuracy of medical emergency management for either
pre hospital phase or hospital phase. Beside, special attention should be given to major trauma involving bad capitic
trauma.
197
Makkasau Plasay ISSN 2252-5416
kegawatdaruratan. Trauma mayor yang tidak Untuk menilai apakah itu trauma mayor atau
dikelolah dengan baik cenderung masuk ke situasi bukan maka digunakan penilaian berdasarkan
Kematian lanjut, yaitu Kematian yang terjadi injury severity score (ISS) yaitu skor trauma ≤ 12.
setelah 24 jam pasca trauma (Rasjad, 2009). Luas dan beratnya trauma ditentukan oleh nilai
Penelitian bertujuan untuk melihat faktor yang derajat trauma yang dipakai sejak 1981 dan
berhubungan antara waktu penatalaksanaan memberikan gambaran beratnya trauma,
kegawatdaruratan medis dengan kematian lanjut berdasarkan pemeriksaan pernapasan, perdarahan,
pada penderita trauma mayor. dan kesadaran. Angka ini penting untuk
menentukan. klasiflkasi dan prognosis penderita
BAHAN DAN METODE cedera berat. Penilaian gerak napas di dada dan
Jenis penelitian ini adalah penelitian pengisian kembali kapiler tidak digunakan untuk
longitudinal (Sastroasmoro, dkk. 2008) yang menilai derajat trauma karena sukar menentukan
memenuhi kriteria inklusi yang datang ke RSUP. Dr. angka bakunya. Pernapasan ditentukan
Wahidin Sudirohusodo dan RS. Pendidikan Unhas frekuensinya, perdarahan dinilai berdasarkan
Makassar. Desain dari penelitian ini adalah kohor tekanan darah arterial, sedangkan kesadaran
study dengan pendekatan prospektif. Tempat diukur berdasarkan skala koma Glasgow (trauma
Penelitian ini dilaksanakan di IRD Bedah RSUP. Dr. severity score = Glasgow coma scale) yang
Wahidin Sudirohusodo Makassar. Waktu Penelitian direduksi kira-kira seperempat dari angka
ini mulai pada tanggal 17 Oktober 2012 s/d tanggal penilaiannya.
30 Mei 2013. Populasi sasaran adalah penderita Setiap parameter diberi angka 0 sampai 4
trauma mayor, populasi terjangkau adalah penderita (makin rendah angka, makin buruk keadaan).
trauma mayor yang datang ke RSUP. Dr. Wahidin Beratnya trauma diperkirakan berdasarkan jumlah
Sudirohuso Makassar. Pengambilan sampel yang semua angka: jadi terendah adalah 0 dan yang
diperlukan pada penelitian ini dengan menggunakan tertinggi 12 (Sjamsuhidajat R, 2010).
tehnik consecutive sampling. Adapun kriteria Setelah data dikumpulkan selanjutnya
Inklusi: bersedia menjadi responden, penderita dilakukan pengeditan, pengkodean, dan kemudian
dengan trauma mayor, yaitu Injury Severity Score ditabulasi. Analisis data yang digunakan dengan
(ISS) ≤12. dengan usia 15 — 60 tahun, serta kriteria Chi-square test (continuity corection yates)
esklusi: tidak bersedia menjadi responden, kematian dengan tingkat kemaknaan 5% (=0,05)
segera - kematian awal, penderita dengan trauma Analisis bivariate dilakukan untuk melihat
minor, yaitu Injury Severity Score (ISS) ˃ 12. hubungan variabel independen dan variabel
dengan usia ˂15 tahun dan ˃60 tahun, dan jumlah dependen, yang terdiri dari diagnosa, waktu
sampel dalam penenlitian ini adalah sebanyak 82 trauma, penyebab, ISS, lama penanganan
penedrita trauma mayor. Pengumpulan data kematian lanjut pada penderita trauma mayor.
menggunakan teknik dokumentasi melalui lembar Tabel 1. Menunjukkan bahwa dari 43
observasi sebagai instrumen pengumpul data yang responden (52,4%) yang TCB, yang meninggal
sudah terstandar. Data dianalisis secara bivariat yakni 26 responden (31,7%) dan 17 responden
digunakan uji Chi-Square untuk melihat hubungan (20,7%) yang survive, TCS sebanyak 22
variabel bebas dan tergantung. responden (26,8%) yakni 1 responden (1,2%),
yang meninggal dan 21 responden (25,6%) yang
HASIL survive. TCB+Diagnosa lain sebanyak 5
responden (6,1%) yakni 2 responden (2,4%) yang
Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Gawat
meninggal dan 3 responden (3,7%) yang survive,
Darurat (IGD) RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo
TCS+Diagnosa lain seanyak 8 responden (9,8%)
Makassar selama pada periode Oktober 2012
yakni tidak ada responden (0%) yang meninggal,
sampai Mei 2013, telah diperoleh 82 sampel yang
dan 8 responden (9,8%) yang survive, bukan TC
diikuti selama 24 jam sampai 72 jam pasca trauma
sebanyak 4 responden (4,9%) yakni 1 responden
dan pada akhirnya dikelompokkan menjadi 52
(1,2%) yang meninggal dan 3 responden (3,7%)
(63.4%) yang survive dan 30 (36.6%) yang
yang survive.dan hasil analisa data dengan
meninggal.
menggunakan uji Chi-Square, maka diperoleh
nilai p=0,000, artinya lebih kecil dari nilai α=0,05.
Makkasau Plasay ISSN 2252-5416
Hal ini berarti bahwa ada hubungan antara mayor dalam hal ini kematian lanjut pada trauma
Diagnosa medik dengan kematian lanjut pada mayor.
penderita trauma mayor dalam hal ini kematian Tabel 3. Menunjukkan bahwa dari 68
lanjut pada trauma mayor. responden (82,9%) yang penyebabnya
Tabel 2. Menunjukkan bahwa dari 26 Kecelakaan Jalan Raya (TA), yang meninggal
responden (31,7%) yang waktu kejadiannya pagi, yakni 25 responden (30,5%) dan 43 responden
yang meninggal yakni 11 responden (13,4%) dan (52,4%) yang survive, Jatuh daru ketinggian (Full
15 responden (18,3%) yang survive, waktu Down) sebanyak 7 responden (8,5%) yakni 4
kejadianya siang sebanyak 13 responden (15,9%) responden (4,9%), yang meninggal dan 3
yakni 4 responden (4,9%), yang meninggal dan 9 responden (3,7%) yang survive, tusukan sebanyak
responden (11,0%) yang survive. Waktu 4 responden (4,9%) yakni tidak ada responden
kejadiannya sore sebanyak 24 responden (29,3%) (0%) yang meninggal dan 4 responden (4,9%)
yakni 9 responden (11,0%) yang meninggal dan yang survive, ketimpa pohon seanyak 2 responden
15 responden (18,3%) yang survive, waktu (2,4%) yakni 1 responden (1,2%) yang meninggal,
kejadiannya malam seanyak 12 responden dan 1 responden (1,2%) yang survive,
(14,6%) yakni 2 responden (2,4%) yang listrik/kebakaran sebanyak 1 responden (1,2%)
meninggal, dan 10 responden (12,2%) yang yakni tidak ada responden (0%) yang meninggal
survive, waktu kejadiannya dini hari sebanyak 7 dan 1 responden (1,2%) yang survive dan hasil
responden (8,5%) yakni 4 responden (4,9%) yang analisa data dengan menggunakan uji Chi-Square,
meninggal dan 3 responden (3,7%) yang survive maka diperoleh nilai p=0,365, artinya lebih besar
dan hasil analisa data dengan menggunakan uji dari nilai α=0,05. Hal ini berarti bahwa tidak ada
Chi-Square, maka diperoleh nilai p=0,421, artinya hubungan antara penyebab kejadian trauma
lebih besar dari nilai α=0,05. Hal ini berarti bahwa dengan kematian lanjut pada penderita trauma
tidak ada hubungan antara waktu kejadian trauma mayor dalam hal ini kematian lanjut pada trauma
dengan kematian lanjut pada penderita trauma mayor.
Tabel 1. Hubungan Diagnosa Medik dengan kematian lanjut pada penderita trauma mayor
Kematian lanjut pada penderita trauma mayor
Diagnosa Medik Meninggal Survive Jumlah p
n % n % n %
TCB 26 31.7 17 20.7 43 52.4
TCS 1 1,2 21 25,6 22 26,8 0,000
TCB+Dx lain 2 2,4 3 3,7 5 6,1
TCS+Dx lain 0 0 8 9,8 8 9,8
Bukan TC 1 1,2 3 3,7 4 4,9
Jumlah 30 36,6 52 63,4 82 100
Chi-Square
Tabel 2. Hubungan waktu trauma dengan kematian lanjut pada penderita trauma mayor
Tabel 4. Hubungan ISS dengan kematian lanjut pada penderita trauma mayor
Kematian lanjut pada penderita trauma mayor
ISS Meninggal Survive Jumlah p
n % n % n %
Berat 25 30,5 10 12,2 35 42,7
Sedang 4 4,9 19 23,2 23 28,0 0,000
Ringan 1 1,2 23 28,0 24 29,3
Jumlah 30 36,6 52 63,4 82 100
Chi-Square
Tabel 5. Hubungan lama penanganan dengan kematian lanjut pada penderita trauma mayor
Kematian lanjut pada penderita trauma mayor
Lama Penanganan Meninggal Survive Jumlah p
n % n % n %
Buruk 16 19,5 9 11,0 25 30,5
Baik 14 17,1 43 52,4 57 69,5 0,001
Jumlah 30 36,6 52 63,4 82 100
Chi-Square
Makkasau Plasay ISSN 2252-5416
perbandingan kematian dan survive lebih tinggi haruslah benar-benar efektif dan efisien. Hal ini
pada dini hari itu disebabkan karena irama mengingat pada kondisi tersebut pasien dapat
sirkardian akan turun malam hari sampai pada kehilangan nyawa hanya dalam hitungan menit
dini hari sehingga terjadi kelelahan dan penurunan saja. Berhentinya nafas selama 2-3 menit pada
kewaspadaan pada pengendara serta kondisi manusia dapat mengakibatkan kematian yang fatal
pengguna jalan raya menjadi sepi yang (Sutawijaya, 2009). Otak dan jantung sangat
menyebabkan terlambatnya penanganan bantuan memerlukan oksigen 3-8 menit jantung dan otak
hidup dasar di tempat kejadian. tidak mendapatkan O2 maka akan mengakibatkan
Hubungan penyebab trauma dengan kematian kematian (Farison, 2010). Kematian segera terjadi
lanjut pada penderita trauma mayor terdapat dalam waktu 60 menit setelah terjadinya trauma,
hubungan yang tidak signifikan, dengan nilai sebagian besar akibat trauma yang mengenai otak
p=0,365, yang berarti penyebab trauma bukan atau jantung/pembuluh darah besar yang
faktor dominan penyebab kematian pada trauma menimbulkan perdarahan masif. Kematian awal
mayor. Trauma merupakan suatu keadaan dimana terjadi dalam waktu 1-6 jam setelah trauma,
seseorang mengalami cedera oleh salah satu sebagian besar akibat perdarahan atau kerusakan
sebab. Penyebab utama trauma adalah kecelakaan otak. Kematian lanjut memuncak dalam beberapa
lalu lintas. Di Indonesia kematian akibat hari sampai minggu. Penyebab pada kematian
kecelakaan lalu lintas ± 12.000 orang per tahun lanjut 80% akibat infeksi dan atau gagal organ
(Rasjad C, 2009). Dewasa ini trauma melanda multiple (Manuaba, 2000). Hasil penelitian ini
dunia bagaikan wabah karena dalam kehidupan sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
modern penggunaan kendaraan automotif dan Hendrik, dkk (2006), Bahwa waktu piñata-
senjata api semakin luas (Pusponegoro, 2010; laksanaan kegawatdaruratan medis berpegaruh
Sjamsuhidajat-De Jong, 2010). Peneliti berasumsi terhadap mutu pelayanan di Instalasi Gawat
bahwa walaupun penyebabnya kedua-duanya Darurat yaitu bahwa waktu penanganan yang
terjatuh yang dipengaruhi oleh sama-sama gaya tidak terlambat dapat mencegah kematian 30%
gravitasi akan tetapi terjatuh dari ketinggian dari kasus kegawatdaruratan.
resikonya lebih tinggi dibandingkan dengan jatuh
dari kendaraan karena jatuh dari ketinggian tidak KESIMPULAN DAN SARAN
bisa memilih gaya gravitasi.
Hubungan Injury Saverity Score (ISS) Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan
dengan kematian lanjut pada penderita trauma bahwa ada hubungan yang tidak signifikan waktu
mayor terdapat hubungan yang signifikan, dengan penatalaksanaan Airway, Breathing, Circulation, dan
nilai p=0,000, yang berarti ISS merupakan faktor Disability antara, waktu trauma, penyebab dengan
yang turut mempengaruhi penyebab kematian kematian lanjut pada penderita trauma mayor, serta
pada trauma mayor. Hal ini berarti bahwa ada hubungan yang signifikan waktu penatalaksanaan
beratnya trauma mayor sangat menentukan Airway, Breathing, Circulation, dan Disability
prognosis penderita, dimana pada trauma mayor antara diagnose, ISS, serta lama waktu
lebih di dominasi oleh trauma kapitis berat pada penatalaksanaan dengan kematian lanjut pada
responden ini dengan skor GCS ≤ 6 dan pada penderita trauma mayor.
kondisi tersebut akan terjadi gagal neurologi. Berdasarkan penelitian ini maka dapat
Hubungan lama penanganan dengan disarankan bahwa dengan mengetahui pentingnya
kematian lanjut pada penderita trauma mayor waktu penatalaksanaan kegawatdaruratan medis,
terdapat hubungan yang signifikan, dengan nilai diharapkan lama penanganan pada pasien yang
p=0,001, yang berarti lama penanganan turut trauma mayor perlu mendapat perhatian,
mempengaruhi penyebab kematian pada trauma pertolongan penderita trauma perlu
mayor. Prinsip penting tindakan pertolongan dimasyarakatkan karena keberhasilan penanganan
gawat darurat adalah menyelamatkan pasien intra-hospital sangat ditentukan oleh pre-hospital,
akibat fatal atau kematian dari keadaan gawat serta diperlukan penelitian lebih lanjut untuk
darurat. Adapun filosofinya adalah Time Saving is mengetahui faktor-faktor lain yang berpengaruh
Live Saving. Artinya seluruh tindakan yang pada kematian lanjut selain faktor-faktor yang
dilakukan pada saat kondisi gawat darurat sudah diajukan dalam tulisan ini.
Makkasau Plasay ISSN 2252-5416
DAFTAR PUSTAKA
Cahyadi Y. & Soegandhi. (2008). Variasi Cedera Pada Kecelakaan Lalulintas antara
Kendaraan Roda Dua dan Empat yang dikirim ke Instalasi Forensik RSUP dr.
Sardjito. Yokyakarta.
Hendrik, Pranowo., K.T., Sulistyo A., Triatmono A,. & Subarano. (2006). Pengaruh
Waktu Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Medis Terhadap Mutu Pelayanan di
Instalasi Gawat Darurat RSUD Bantul. Jurnal Cerminan Dunia Kedokteran, 152:
0125-
913X; 47-65
Manuaba T. (2010). Pasca trauma multi organ failure. In : PIB Trigonuma Malang, Lab
bedah FK UNUD, Malang.
Rasjad C. (2009). Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Ed Ke-3. Cet Ke-6. Penerbit Yarsif
Watampone. Jakarta.
Sjamsuhidajat R. & De Jong. (2010). Buku Ajar Ilmu Medikal Bedah. Ed.3 Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.