Anda di halaman 1dari 58

KEPERAWATAN MATERNITAS

PENYAKIT PADA MASA KEHAMILAN

KELOMPOK 3 :

1. Sri Ningsih 1511020025


2. Praman Cahyo Windu A. 1511020035
3. Wahyu Barokah 1511020038
4. Amelia Wahyuningsih 1511020039

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN S1

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2017
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS

A. DEFINISI

Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau


mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau
madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine
yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit
hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan
relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).

Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai


kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi
kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis
dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk, 2007)

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2005, diabetus merupakan


suatu kelompok panyakit metabolik dengan karakterristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.

Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan kehilangan
toleransi terhadap glukosa ( Rab, 2008)

DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar


glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau akibat
kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner & Suddart, 2002).

B. KLASIFIKASI

Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s Expert


Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus, menjabarkan 4 kategori
utama diabetes, yaitu: (Corwin, 2009)

1. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus tergantung insulin


(DMTI)
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel-sel beta dari
pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses autoimun.
Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah. Awitannya mendadak
biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes Mellitus tak
tergantung insulin (DMTTI)
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II. Kondisi ini
diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat
penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan pertama adalah dengan diit dan olah
raga, jika kenaikan kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat
hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat mengontrol
hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang berusia lebih dari 30 tahun dan
pada mereka yang obesitas.
3. DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat, infeksi, antibodi,
sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik gangguan endokrin.
4. Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes.
C. ETIOLOGI
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu
presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan
respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil
penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola
familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun
dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran
terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor
permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan
transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat
kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh
berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel.
Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan
system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu
yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi
insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,
1995 cit Indriastuti 2008). Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus
tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes
Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk
Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang
dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya
adalah:
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik
D. PATOFISIOLOGI
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh
hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati
meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial
(sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam
urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi
ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini
dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien
akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan  (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis
(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru
dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin,
proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak.
Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila
jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda
dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan
bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki
dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta
ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering
merupakan komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai
akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.

Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa


dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit
meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun
masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak
dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak
terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol
dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik
hiperosmoler nonketoik (HHNK).\

Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih
dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama
bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa
terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat
mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-
sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya sangat tinggi).
E. Patways

F. MANIFESTASI KLINIS
1. Diabetes Tipe I
- hiperglikemia berpuasa
-  glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
- keletihan dan kelemahan
- ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau
buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
- lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
- gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan
kabur
- komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)

G. DATA PENUNJANG
1. Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa > 200 mg/dl, 2
jam setelah pemberian glukosa.
2. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
3. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
4. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I
5. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau peningkatan
semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.
6. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
7. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan hemokonsentrasi
merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
8. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal
9. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai tinggi (Tipe
II)
10. Urine: gula dan aseton positif
11. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan infeksi
luka.
H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM (Diabetes Melitus) digolongkan
sebagai akut dan kronik (Mansjoer dkk, 2007)
1. Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari
glukosa darah
a. HIPOGLIKEMIA/ KOMA HIPOGLIKEMIA
Hipoglikemik adalah kadar gula darah yang rendah. Kadar gula darah
yang normal 60-100 mg% yang bergantung pada berbagai keadaan. Salah satu
bentuk dari kegawatan hipoglikemik adalah koma hipoglikemik. Pada kasus spoor
atau koma yang tidak diketahui sebabnya maka harus dicurigai sebagai suatu
hipoglikemik dan merupakan alasan untuk pembarian glukosa. Koma
hipoglikemik biasanya disebabkan oleh overdosis insulin. Selain itu dapat pula
disebabkan oleh karana terlambat makan atau olahraga yang berlebih.
Diagnosa dibuat dari tanda klinis dengan gejala hipoglikemik terjadi bila
kadar gula darah dibawah 50 mg% atau 40 mg% pada pemeriksaaan darah jari.

Penatalaksanaan kegawat daruratan:

- Pengatasan hipoglikemi dapat diberikan bolus glukosa 40% dan biasanya kembali
sadar pada pasien dengan tipe 1
- Tiap keadaan hipoglikemia harus diberikan 50 cc D50 W dalam waktu 3-5 menit
dan nilai status pasien dilanjutkan dengan D5 W atau D10 W bergantung pada
tingkat hipoglikemia
- Pada hipoglikemik yang disebabkan oleh pemberian long-acting insulin dan
pemberian diabetic oral maka diperlukan infuse yang berkelanjutan.
- Hipoglikemi yang disebabkan oleh kegagalan glikoneogenesis yang terjadi pada
penyakit hati, ginjal, dan jantung maka harus diatasi factor penyebab kegagalan
ketiga organ ini.
b. SINDROM HIPERGLIKEMIK HIPEROSMOLAR NON KETOTIK
(HHNC/ HONK).
HONK adalah keadaan hiperglikemi dan hiperosmoliti tanpa terdapatnya
ketosis. Konsentrasi gula darah lebih dari 600 mg bahkan sampai 2000, tidak
terdapat aseton, osmolitas darah tinggi melewati 350 mOsm perkilogram, tidak
terdapat asidosis dan fungsi ginjal pada umumnya terganggu dimana BUN
banding kreatinin lebih dari 30 : 1, elektrolit natrium berkisar antara 100 – 150
mEq per liter kalium bervariasi.

Penatalaksanan kegawat daruratan:

Terapi sama dengan KAD (Ketoasidosis Diabetic) dengan skema

IV Cairan

1 sampai 12 jam NaCl 0,9% bila natrium 130 mEq/liter atau osmolitas plasma
330 mOsm/liter

NaCl 0.45% bila diatas 145 mEq/liter

Dibutuhkan 8 sampai 12 liter dari cairan selama 24 jam


menggantikan air yang hilang selama 12 jam

Bila gula darah 250 sampai 300 mg/dl berikan 5% dekstrose

Insulin

Permulaan Jam IV bolus 0.15 unit/kg RI


berikutnya
5 sampai 7 unit/jam RI

Elektrolit

Permulaan Bila serum K+ lebih besar dari 3.5

mEq/liter berikan 40 mEq/liter secara secara intravena untuk


mempertahankan kadar cairan setengahdari KCl dan
setengah dari KPO4

Bila jumlah urin cukup dan serum kalsium kurang dari 5.5
Jam kedua dan mEq/liter, berikan 20-30 mEq/liter K+
jam berikutnya

Untuk mengatasi dehidrasi diberikan cairan 2 jam pertama 1 - 2 liter NaCl


0,2 %. Sesudah inisial ini diberikan 6 – 8 liter per 12 jam. Untuk mengatasi
hipokalemi dapat diberikan kalium. Insulin lebih sensitive dibandingkan
ketoasidosis diabetic dan harus dicegah kemungkinan hipoglikemi. Oleh karena
itu, harus dimonitoring dengan hati – hati yang diberikan adalah insulin regular,
tidak ada standar tertentu, hanya dapat diberikan 1 – 5 unit per jam dan
bergantung pada reaksi. Pengobatan tidak hanya dengan insulin saja akan tetapi
diberikan infuse untuk menyeimbangkan pemberian cairan dari ekstraseluler
keintraseluler.

c. KETOASIDOSIS DIABETIC (KAD)


1. Pengertian
DM Ketoasidosis adalah komplikasi akut diabetes mellitus yang ditandai
dengan dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.
2. Etiologi
Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya  jumlah insulin yang nyata, yang
dapat disebabkan oleh :
1) Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi
2) Keadaan sakit atau infeksi
3) Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak
terdiagnosis dan tidak diobati.
3. Patofisiologi
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel
akan berkurang juga. disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak
terkendali. Kedua faktor ini akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya
untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan
mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan
kalium). Diurisis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri)
akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangna elektrolit. Penderita ketoasidosis
diabetik yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air dan sampai 400
hingga 500 mEq natrium, kalium serta klorida selam periode waktu 24 jam.
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis)
menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah
menjadi badan keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi
badan keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang
secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut. Badan keton
bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulais darah, badan keton akan
menimbulkan asidosis metabolik.
4. Tanda dan Gejala
Hiperglikemi pada ketoasidosis diabetik akan menimbulkan poliuri dan
polidipsi (peningktan rasa haus). Disamping itu pasien dapat mengalami
penglihatan yang kabur, kelemahan dan sakit kepala. Pasien dengan
penurunann volume intravaskuler yang nyata mungkin akan menderita
hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik sebesar 20 mmHg atau
lebih pada saat berdiri). Penurunan volume dapat menimbulkan hipotensi yang
nyata disertai denyut nadi lemah dan cepat.
Ketosisis dan asidosis  yang merupakan ciri khas diabetes ketoasidosis
menimbulkan gejala gastrointestinal seperti anoreksia, mual, muntah dan nyeri
abdomen. Nyeri abdomen dan gejala-gejala fisik pada pemeriksaan dapat
begitu berat sehingga tampaknya terjadi sesuatu proses intrabdominal yang
memerlukan tindakan pembedahan. Nafas pasien mungkin berbau aseton (bau
manis seperti buah) sebagai akibat dari meningkatnya kadar badan keton.
Selain itu hiperventilasi (didertai pernapasan yang sangat dalam tetapi tidak
berat/sulit) dapat terjadi. Pernapasan Kussmaul ini menggambarkan upaya
tubuh untuk mengurangi asidosis guna melawan efek dari pembentukan badan
keton.
Perubahan status mental bervariasi antara pasien yang satu dan lainnya.
Pasien dapat sadar, mengantuk (letargik) atau koma, hal ini biasanya
tergantung pada osmolaritas plasma (konsentrasi partikel aktif-osmosis).
5. Pemeriksaan Penunjang
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian
pasien mungkin memperlihatkan kadar guka darah yang lebih rendah dan
sebagian lainnya mungkin memeliki kadar sdampai setinggi 1000 mg/dl atau
lebih (yang biasanya bernagtung pada derajat dehidrasi)

Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan


dengan kadar glukosa darah.

Sebagian pasien dapat mengalami asidosi berat disertai kadar glukosa


yang berkisar dari 100 – 200 mg/dl, sementara sebagia lainnya mungkin tidak
memperlihatkan ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya
mencapai 400-500 mg/dl.

Bukti adanya ketosidosis dicerminkan oleh kadar bikarbonat serum yang


rendah ( 0- 15 mEq/L)  dan pH yang rendah  (6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang
rendah ( 10- 30 mmHg) mencerminkan kompensasi respiratorik (pernapasan
kussmaul) terhadap asidosisi metabolik. Akumulasi badan keton (yang
mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam darah
dan urin.
6. Penatalaksanaan
a. Rehidrasi
1. Jam pertamaberi infuse 200 – 1000 cc/ jam dengan NaCl 0,9 %
bergantung pada tingkat dehidrasi
2. Jam kedua dan jam berikutnya 200 – 1000 cc NaCl 0,45 % bergantung
pada tingkat dehidrasi
3. 12 jam pertama berikan dekstrosa 5 % bila kadar gula darah antara 200
– 300 mg/ 100 cc, ganti dengan dextrose 10 % bila kadar gula darah
sampai 150 mg/ 100 cc.
b. Kehilangan elektrolit
Pemberian Kalium lewat infus harus dilakukan meskipun konsentrasi
kalium dalam plasma normal.

Elektrolit

Permulaan Bila serum K+ lebih besar dari 3.5

mEq/liter berikan 40 mEq/liter secara secara


intravena untuk mempertahankan kadar cairan
setengahdari KCl dan setengah dari KPO4

Bila jumlah urin cukup dan serum kalsium


Jam kedua dan kurang dari 5.5 mEq/liter, berikan 20-30
jam berikutnya mEq/liter K+

c. Insulin
Skema pemberian insulin adalah sebagai berikut:
algoritma Diabetes Melitus
2. Komplikasi kronik
a. Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
b. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner,
vaskular perifer dan vaskular serebral.
c. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati) dan
ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau menunda
awitan baik komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.
d. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta menunjang
masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
e. Rentan infeksi, seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran kemih
f. Ulkus/ gangren/ kaki diabetik
I. PENATALAKSANAAN
1. Medis
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar
glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta
neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa
darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas
pasien. Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu :
1) Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
a. Memperbaiki kesehatan umum penderita
b. Mengarahkan pada berat badan normal
c. Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
d. Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
e. Menarik dan mudah diberikan

Prinsip diet DM, adalah :

a. Jumlah sesuai kebutuhan


b. Jadwal diet ketat
c. Jenis : boleh dimakan / tidak
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J
yaitu:

- jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan  dikurangi atau ditambah
- jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya
- jenis makanan yang manis harus dihindari

Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi
penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of
Relative Body Weight (BBR = berat badan normal) dengan rumus :

    

      1.      Kurus (underweight)    BBR < 90 %

      2.      Normal (ideal)              BBR 90% - 110%

      3.      Gemuk (overweight)    BBR > 110%

      4.      Obesitas apabila         BBR > 120%

- Obesitas ringan        BBR 120 % - 130%


- Obesitas sedang      BBR 130% - 140%
- Obesitas berat          BBR 140% -  200%
- Morbid                   BBR >200 %

Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita  


DM yang bekerja biasa adalah :

1. Kurus (underweight)    BB X 40-60 kalori sehari


2. Normal (ideal)              BB X 30 kalori sehari
3. Gemuk (overweight)    BB X 20 kalori sehari
4. Obesitas apabila          BB X 10-15 kalori sehari
2) Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah :
a. Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 1 1/2  jam sesudah
makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan
kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan
sensivitas insulin dengan reseptornya.
b. Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore
c. Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen
d. Meningkatkan kadar kolesterol – high density lipoprotein
e. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang
pembentukan glikogen baru.
f. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran
asam lemak menjadi lebih baik.
3) Obat
Tablet OAD (Oral Antidiabetes)/ Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Laporan Pendahuluan Hipertensi pada Kehamilan

1. Pengertian
Penyakit hipertensi dalam kehamilan adalah komplikasi yang serius
trimester kedua-ketiga dengan gejala klinis seperti: odema hipertensi ,proteinuria,
kejang sampai koma dengan umur kehamilan di atas 20 minggu, dan dapat terjadi
antepartum, intrapartum, pascapartus (Manuaba, 2001)
Hipertensi karena kehamilan yaitu : tekanan darah yang lebih tinggi dari
140/90mmHg yang disebabkan karena kehamilan itu sendiri, memiliki potensi
yang menyebabkan gangguan serius pada kehamilan (SANFORD,MD, 2006).
Nilai normal tekanan darah seseorang yang disesuaikan tingkat aktifitas
dan keseatan secara umum adalah 120/80mmHg. Tetapi secara umum, angka
pemeriksaan  tekanan darah menurun saat tidur dan meningkat saat beraktifitas
atau berolahraga.
Gambaran klinis ibu hamil yang hipertensi dapat dijabarkan sebagai
berikut;
a. Hipertensi
- Kenaikan tekanan darah sistolik dan diastolik 30 mmHg atau 15 mmHg.
- Tekanan darah 140 /90 atau 160 /110 yang diambil selang waktu 6 jam.
b. Odema
- Merupakan timbunan cairan tubuh yang tampak atau tidak tampak.
- Perhitungan kenaikan BB melebihi tiga per empat -1 kg/minggu
dianggap patologis.
- Odema dijumpai di tibia ,muka, atau tangan bahkan seluruh tubuh.
c. Proteinuria
-Proteinuria menunjukkan komplikasi lanjut, dengan kerusakan ginjal
sehingga beberapa proteinlolos dalam urin.
-Normal terdapat sejumlah protein dalam urin, tetapi tidak melebihi 0,3 gr
dalam 24 jam. Proteinuria menunjukkan komplikasi hipertensi dalam
kehamilan lebih lanjut sehingga memerlukan perhatian yang serius,
d. Kejang (konvulsi)Kejang menunjukkan kelanjutan komplikasi menjadi
eklampsia yang menyebabkan terjadi AKI tinggi dan dapat diikuti AKB
yang tinggi. Kejang atau konvulsi menunjukkan telah terjadi kemungkinan
perdarahan nekrosis dan Odema.
e. KomaKelanjutan kejang dapat diikuti koma, sebagai manifestasi dari acut
vascular accident (AVA)yang menimbulkan perdarahan nekrosis hingga
terjadi koma Manuaba (2001).

Penyakit ini cukup sering dijumpai dan masih merupakan salah


satu satu sebab dari kematian ibu. Di U.S.A, misalnya 1/3 dari kematian
ibu disebabkan penyakit ini. Hipertensi dalam kehamilan menjadi juga
penyebab yang penting dari kelahiran mati dan kematian neonatal
Kematian bayi ini terutama disebabkan partus prematurus yang merupakan
akibat dari penyakit hipertensi (Manuaba, 1998).

2. Etiologi Hipertensi dalam Kehamilan


Keturunan/genetik, obesitas, stress, rokok, pola makan yang salah, emosioal,
wanita yang mengandung bayi kembar, ketidak sesuaian RH, sakit ginjal,
hiper/hypothyroid, koarktasi aorta, gangguan kelenjar adrenal, gangguan kelenjar
parathyroid. ( Ai Yeyeh Rukiyah, Asuhan Kebidanan 4 Patologi. Hal : 168).
Teori yang dianggap dapat menjelaskan etiologi dan patofisiologi PE harus dapat
menjelaskan kenyataan bahwa HDK seringkali terjadi pada :

 Mereka yang terpapar pada villi chorialis untuk pertama kalinya ( pada nulipara )
 Mereka yang terpapar dengan villi chorialis yang berlimpah ( pada kehamilan kembar
atau mola )
 Mereka yang sudah menderita penyakit vaskular sebelum kehamilan.
 Penderita dengan predisposisi genetik Hipertensi .
 Menurut Sibai (2003), faktor-faktor yang berpotensi sebagai etiologi :
 Invasi trofoblastik abnormal kedalam vasa uterina.
 Intoleransi imonologi antara maternal dengan jaringan feto-maternal .
 Maladaptasi maternal terhadap perubahan kardiovaskular atau inflamasi selama
kehamilan.
 Defisiensi bahan makanan tertentu ( nutrisi ).
 Pengaruh genetik.

3. Klasifikasi
Klasifikasi yang dipakai di Indonesia berdasarkan Report of the National High
Blood Pressure Edukation Program Working Group on High Blood Pressure in
Pregnancy tahun 2001 ialah :
a. Hipertensi kronik
Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20
minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20
minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pascapersalinan.
b. Preeklampsia
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai
dengan proteinuria.
c. Eklampsia
Eklampsia adalah apabila ditemukan kejang-kejang pada penderita preeklampsia,
yang juga dapat disertai koma
d. Hipertensi kronik dengan superimposed preeclampsia
Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia adalah hipertensi kronik
disertai tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria.
e. Hipertensi gestasional
Hipertensi gestasional adalah hipetensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai
proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pascapersalinan atau
kehamilan dengan tanda-tanda preeklampsia tetapi tanpa proteinuria.
4. Faktor Resiko
Terdapat banyak faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan, yang
dapat dikelompokkan dalam faktor risiko sebagai berikut.
a. Primigravida
b. Hiperplasentosis, misalnya : mola hidatidosa, kehamilan multiple, diabetes
mellitus, hisdrops fetalis, bayi besar
c. Umur yang ekstrim
d. Riwayat keluarga pernah preeklampsia/eklampsia
e. Penyakitpenyakit ginjal dan hiperensi yang sudah ada sebelum hamil
f. Obesitas
5. Patofisiologi
Penyebab Hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas.
Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tetapi
tidak ada satupun teori tersebut yang dianggap mutlak benar. Teori-teori yang sekarang
banyak dianut adalah :
a. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada
sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks
sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras
sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi
dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relative mengalami
vasokontriksi, dan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, sehingga
aliran darah uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia
plasenta.
b. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
 Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas
Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi
dalam kehamilan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”,
dengan akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang
mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan
(disebut juga radikal bebas). Oksidan atau radikal bebas adalah
senyawa penerima electron atau atom/molekul yang mempunyai
electron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang
dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat
toksis, khususnya  terhadap membran sel endotel pembuluh darah.
Sebenarnya produksi  oksidan pada manusia adalah suatu proses
normal, karena oksidan memang dibutuhkan untuk perlindungan
tubuh. Adanya radikal hidroksil dalam darah, maka dulu hipertensi
dalam kehamian disebut “toxaemia”. Radikal hidroksil akan
merusak membrane sel, yang mengandung banyak asam lemak
tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan
merusak membrane sel, juga akan merusak nucleus, dan protein sel
endotel. Produksi oksidan (radikal bebas) dalam tubuh yang
bersifat toksis, selalu diimbangi dengan produksi anti oksidan.
 Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan

Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan,


khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, missal vitamin E
pada hipertensi dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar
oksidan peroksida lemak yang relative tinggi. Perksidan lemak sebagai
oksidan/radikal bebas yang sangat toksis ini akan beredar diseuruh tubuh daam
aliran darah dan akan merusak membran sel endotel. Membran sel endotel lebih
mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak, karena letaknya langsung
berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak asam lemak tidak
jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap oksidan radikal hidroksil,
yang akan berubah menjadi peroksida lemak.

c. Disfungsi sel endotel


Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi
kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai dari membran sel
endotel. Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya
fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini
disebut disfungsi endotel.
d. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Pada  plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan
ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G di desidua daerah plasenta,
menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua. Invasi trofoblas sangat
penting agar jaringan desidua menjadi lunak, dan gembur sehingga
memudahkan terjadinaya reaksi inflamasi.
e. Teori adaptasi kardiovaskular
Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter
terhadap bahan vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan
terhadap bahan-bahan vasopresor. Artinya daya refrakter pembuluh darah
terhadap bahan vasopresor hilang sehinggapembuluh darah menjadi sangat
peka terhadap bahan-bahan vasopresor pada hipert ensi dalam kehamilan
sudah terjadi pada trimester I (pertama). Peningkatan kepekaan pada
kehamilan  yang akan menjadi hipertensi dalam kehamilan, sudah dapat
ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu. Fakta ini dapat dipakai
sebagai prediksi akan terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
f. Teori defisiensi gizi
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan
defisiensi gizi berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
Penelitian yang penting yang pernah dilakukan di inggris ialah penelitian
tentang pengaruh diet pada preeklampsia  beberapa waktu sebelum
pecahnya Perang Dunia ke II. Suasana serba sulit mendapat gizi yang
cukup dalam persiapan perang menimbulkan kenaikan insiden hipertensi
dalam kehamilan. Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi
minyak ikan, termaksud minyak hati halibut dapat mengurangi risiko
preeclampsia.
g. Teori inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di
dalam sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses
inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah debris trofoblas masih dalam
batas wajar, sehingga reaksi inflamasi juga msih dalam batas normal.
Berbeda dengan proses apoptosis pada preeklampsia, dimana ada
preeklampsia terjadi peningkatan stresoksidatif, sehingga produksi debris
apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin banyak sel
trofoblas plasenta, misalnya pada plasenta besar, pada hamil ganda, maka
reaksi stress oksidatif kan sangat meningkat, sehingga jumlah sisa debris
trofobls juga makin meningkat. Keadaan ini menimbulkan beban reaksi
inflamasi dalam darah ibu menjadi juh lebih besar, dibanding reaksi
inflamsi pada kehamilan normal. Respons inflamasi ini akan mengaktifasi
sel endotel, dan sel-sel makrofag/granulosit, yang lebih besar pula,
sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala-gejala
pada preeklampsia pada ibu
6. Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaannya antara lain :
1) Deteksi Prenatal Dini
Waktu pemeriksaan pranatal dijadwalkan setiap 4 minggu sampai usia kehamilan
28 minggu, kemudian setiap 2 minggu hingga usia kehamilan 36 minggu, setelah itu
setiap minggu.
2) Penatalaksanaan  Di Rumah Sakit
Evaluasi sistematik yang dilakukan mencakup :
a. Pemeriksaan terinci diikuti oleh pemantauan setiap hari untuk mencari temuan-
temuan klinis seperti nyeri kepala, gangguan penglihatan, nyeri epigastrium, dan
pertambahan berat yang pesat.
b. Berat badan saat masuk
c. Analisis untuk proteinuria saat masuk dan kemudian paling tidak setiap 2 hari
d. Pengukuran tekanan darah dalam posisi duduk setiap 4 jam kecuali antara tengah
malam dan pagi hari
e. Pengukuran kreatinin plasma atau serum, gematokrit, trombosit, dan enzim hati
dalam serum, dan frekuensi yang ditentukan oleh keparahan hipertensi
f. Evaluasi terhadap ukuran janin dan volume cairan amnion baik secara klinis
maupun USG
g. Terminasi kehamilan

Pada hipertensi sedang atau berat yang tidak membaik setelah rawat inap biasanya
dianjurkan pelahiran janin demi kesejahteraan ibu dan janin. Persalinan sebaiknya
diinduksi dengan oksitosin intravena. Apabila tampaknya induksi persalinan hampir pasti
gagal atau upaya induksi gagal, diindikasikan seksio sesaria untuk kasus-kasus yang lebih
parah.

3) Terapi Obat Antihipertens


Pemakaian obat antihipertensi sebagai upaya memperlama kehamilan atau
memodifikasi prognosis perinatal pada kehamilan dengan penyulit hipertensi dalam
berbagai tipe dan keparahan telah lama menjadi perhatian.
4) Penundaan Pelahiran Pada Hipertensi Berat
Wanita dengan hiperetensi berat biasanya harus segera menjalani pelahiran. Pada
tahun-tahun terakhir, berbagai penelitian diseluruh dunia menganjurkan pendekatan
yang berbeda dalam penatalaksanaan wanita dengan hiperetensi berat yang jauh dari
aterm. Pendekatan ini menganjurkan penatalaksanaan konservatif atau “menunggu”
terhadap kelompok tertentu wanita dengan tujuan memperbaiki prognosis janin tanpa
mengurangi keselamatan ibu
Laporan Pendahuluan Gangguan Kardiovaskuler Pada Kehamilan

1. Pengertian
Kehamilan dengan penyakit jantung selalu saling mempengaruhi karena
kehamilan dapat memberatkan penyakit jantung yang dideritanya. Penyakit jantung dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. Jantung yang normal
dapat menyesuaikan diri terhadap segala perubahan  sistem jantung dan pembuluh darah
yang disebabkan oleh kehamilan, yaitu dorongan diafragma oleh besarnya janin yang
dikandungnya sehingga dapat mengubah posisi jantung dan pembuluh darah sehingga
terjadi perubahan dari kerja jantung.
Yang dapat mempengaruhi antara lain:
- Pengaruh peningkatan hormone tubuh Terjadi haemodelusi darah dengan
puncaknya pada kehamilan 28 – 32 minggu
- Kebutuhan janin untuk pertumbuhan dan perkembangan dalam Rahim
- Kembalinya darah setelah placenta lahir karena kontraksi rahim dan terhentinya
terhentinya peredaran darah placenta
- Saat post partum sering terjadi infeksi.
2. Etiologi
Etiologi kelainan jantung dapat berupa kelainan primer maupun sekunder.
a. Kelainan Primer, kelainan primer dapat berupa kelainan kongenital, bentuk kelainan
katub, iskemik dan cardiomiopati.
b. Kelainan Sekunder, kelainan sekunder berupa penyakit lain, seperti hipertensi,
anemia
berat, hipervolumia, perbesaran rahim, dll
3. Patofisiologi
Terjadi hiporvolemia dalam kehamilan, yang sudah dimulai sejak umur kehamilan 10
minggu dan mencapai puncak pada usia 32-36 minggu uterus yang semakin besar
mendorong diafragma ke atas, kiri dan depan sehingga pembuluh-pembuluh dasar besar
dekat jantung mengalami lekukan dan putaran, kemudian 12-24 jam pascapersalinan
terjadi peningkatan volume plasma akibat imbibisi cairan dari ekstravaskuler ke dalam
pembuluh darah, kemudian diikuti periode diuresis pascapersalinan yang menyebabkan
hemokonsentrasi. Jadi penyakit jantung akan menjadi lebih berat pada pasien yang hamil
dan melahirkan, bahkan dapat terjadi gagal jantung.
Keperluan janin yang sedang bertumbuh akan oksigen dan zat-zat makanan
bertambah dalam berlangsungnya kehamilan, yang harus dipenuhi melalui darah ibu.
Untuk itu banyaknya darah yang beredar bertambah, sehingga jantung harus bekerja lebih
berat. Karena itu dalam kehamilan selalu terjadi perubahan dalam system kardiovaskuler
yang baisanya masih dalam batas-batas fisiologik. Perubahan-perubahan itu terutama
disebabkan karena :
a. Hidrenia (Hipervolemia), dimulai sejak umur kehamilan 10 minggu dan
puncaknya pada UK 32-36 minggu
b. Uterus gravidus yang makin lama makin besar mendorong diafragma ke atas, ke
kiri, dan ke depan sehingga pembuluh-pembuluh darah besar dekat jantung
mengalami lekukan dan putaran.
c. Volume plasma bertambah juga sebesar 22 %. Besar dan saat terjadinya
peningkatan volume plasma berbeda dengan peningkatan volume sel darah
merah ; hal ini mengakibatkan terjadinya anemia delusional (pencairan darah).
12-24 jam pasca persalinan terjadi peningkatan volume plasma akibat imbibisi
cairan dari ekstra vascular ke dalam pembuluah darah, kemudian di ikuti periode
deuresis pasca persalinan yang mengakibatkan hemokonsentrasi (penurunan
volume plasa). 2 minggu pasca persalinan merupakan penyesuaian nilai volume
plasma seperti sebelum hamil.
d. Jantung yang normal dapat menyesuaikan diri, tetapi jantung yang sakit tidak.
Oleh karena itu dalam kehamilan frekuensi denyut jantung meningkat dan nadi
rata-rata 88x/menit dalam kehamilan 34-36 minggu. Dalam kehamilan lanjut
prekordium mengalami pergeseran ke kiri dan sering terdengar bising sistolik di
daerah apeks dan katup pulmonal. Penyakit jantung akan menjadi lebih berat pada
pasien yang hamil dan melahirkan, bahkan dapat terjadi decompensasi cordis.

4. Pathways
5. Tanda dan Gejala
a. Tanda :
- Nadi : takikardia
- Tekanan / palpasi vena jugularis: meninggi,
- Impuls apical: impuls ganda (sesuai dengan S4) S4)
- Auskultasi jantung 
- Auskultasi paru
- Edema 
- Suara paru kedua (P2)  (P2)
- Efusi pleura 
- Pembesaran  jantung
c. Gejala :
- Cepat merasa lelah
- Jantungnya berdebar – debar
- Sesak napas apabila disertai dengan sianosis
- Edema tungkai atau terasa berat pada Kehamilan muda
- Mengeluh tetap bertambah besarnya rahim yang tidak sesuai.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. EKG, untuk mengetahui kelainan irama dan gangguan konduksi, adanya
kardiomegali, tanda penyakit pericardium , iskemia atau infark, bisa ditemukan tanda-
tanda aritmia.
b. Ekokardiografi, metode yang aman, cepat dan terpercaya untuk mengetahui fungsi
dan anatomi bilik, katup, dan pericardium.
c. Pemeriksaan radiologi untuk mengetahui dehidrasi dalam kehamilan namun jika
memang  diperlukan dapat dilakukan dengan memberikan pelindung di abdomen dan
pelvis.
7. Penatalaksanaan
a. Rawat ICCU, puasa 8 jam
b. Tirah baring, posisi semi fowler.
c. Monitor EKG
d. Infus D5% 10 – 12 tetes/ menit
e. Oksigen  2 – 4 lt/menit
f. Analgesik : morphin 5 mg atau petidin 25 – 50 mg
g. Obat sedatif : diazepam 2 – 5 mg
h. Bowel care  : laksadin
i. Antikoagulan : heparin tiap 4 – 6 jam /infus
j. Diet rendah kalori dan mudah dicerna
k. Psikoterapi untuk mengurangi cemas
8. Komplikasi
a. Anemia
b. Intrauterine Growth Restriction
c. Prematur yang tidak wajar (Preterm Labor)
d. Premature Rupture of Membranes5. Gestational Diabetes
e. Tekanan darah tinggi atau Pregnancy Induced Hypertension
f. Placenta Previa
g. Hidroamnios
h. Penyakit Rhesus
i. Kehamilan Post-Term
j. Kehamilan ganda
k. Kehamilan ektopik
l. Keguguran
m. Kelahiran mati
n. Pendarahan pasca melahirkan

LAPORAN PENDAHULUAN
PADA IBU HAMIL DENGAN ANEMIA
A. Definisi
Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb) dalam darahnya
kurang dari 12 gr% (Wiknjosastro, 2002).
Anemia adalah suatu kondisi dimana kadar Hb dan/atau hitung eritrosit lebih
rendah dari harga normal. Dikatakan sebagai anemia bila Hb < 14 g/dl dan Ht < 41 %
pada pria atau Hb < 12 g/dl dan Ht <37 % pada wanita. (Arif Mansjoer,dkk. 2001)
Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin dibawah
11 gr% pada trimester I dan III atau kadar <10,5 gr% pada trimester II (Saifudin, 2002)
B. Epidemiologi
Menurut Mochtar( 1998)  penyeban anemia pada umunya adalah  : 
a. Perdarahan
b. Kekurangan gizi seperti : zat besi, vitamin B 12dan asam folat.
c. Penyakit kronik, seperti gagal ginjal, abses paru, bronkiektasis, empiema,
dll.
d. Kelainan darah
e. Ketidaksanggupan sum-sum tulang membentuk sel-sel darah.
f. Malabsorpsi
Penyebab anemia pada kehamilan :
a. Meningkatnya kebutuhan zat besi untuk pertumbuhan janin
b. Kurangnya asupan zat besi pada makanan yang dikonsumsi ibu
hamil
c. Pola makan ibu terganggu akibat mual selama kehamilan
d. Adanya kecenderungan rendahnya cadangan zat besi (Fe)
e. Pada wanita akibat persalinan sebelumnya dan menstruasi.
Faktor Resiko Anemia pada Ibu Hamil
a. Umur < 20 tahun atau > 35 tahun\
b. Perdarahan akut
c. Pekerja berat
d. Makan < 3 kali dan makanan yang dikonsumsi kurang zat besi
C. Patofisiologi
Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena
perubahan sirkulasi yang makin meningkat terhadap plasenta dari pertumbuhan payudara.
Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester ke II kehamilan, dan
maksimum terjadi pada bulan ke 9 dan meningkatnya sekitar 1000 ml, menurun sedikit
menjelang aterem serta kembali normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi yang
meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasenta, yang menyebabkan peningkatan
sekresi aldesteron.
D. Klasifikasi
Anemia dalam kehamilan dapat dibagi sebagai berikut :
1) Anemia defisiensi besi (62,3%)
Anemia dalam kehamilan yang paling sering dijumpai ialah anemia akibat
kekurangan besi. Kekurangan ini dapat disebabkan karena kurang masuknya unsur
besi dengan makanan, karena gangguan resorpsi, gangguan penggunaan, atau karena
terlapau banyaknya besi ke luar dari badan, misalnya pada pendarahan. Keperluan
akan besi bertambah  dalam kehamilan , terutama pada trisemester terakhir. Apabila
masuknya besi tidak bertambah dan kehamilan, maka mudah terjadi anemia defisiensi
besi, lebih – lebih pada kehamilan kembar.
2) Anemia megaloblastik( 29,0%)3
Anemia megaloblastik dalam kehamilan disebabkan karena difisiensi  asam folat (
pteroylglutamic acid, jarang sekali karena difiesiensi vitamin B12( cynocobalamin).
3) Anemia Hipoblastik ( 8, 0%)
Anemia pada wanita hamil yang disebabkan karena gangguan sumsum tulang
kurang mampu membuat sel – sel darah baru, dinamakan anemia hipoplastik dalam
kehamilan. Darah tepi menunjukan gambara normositer dan normokrom, tidak
ditemukan ciri – ciri defisiensi besi, asam folat, atau vitamin B12. Etiologi anemia
hipoplastik karena kehamilan hingga kini belum diketahui  dengan pasti, kecuali yang
disebabkan oleh sepsis, sinar Roentgen, racunatau obat – obatan.
4) Anemiahemolitik
Anemia hemolitik disebakan karena pengghancuran sel darah merah berlangsung
lebih cepat dari pembuatannya. Wanita dengan anemia hemolitik sukar menjadi
hamil, apabila hamil maka anemianya akan menjadi lebih berat. Sebaliknya mungkin
pula bahwa kehamilan menyebabkan krisis henolitik pada wanita yang sebelumnya
tidak menderita anemia. Secara umum anemia hemolitik dapat dibagi dalam 2
golongan besar, yakni :
(1) Golongan yang disebabkan oleh faktor intrakorpuskuler, seperti pada sferositosis,
eliptositosis, anemia hemolitik herediter , thalasemia, anemia sel sabit, hemoglobinopatia C, D,
G, H, I, dan paraxysmal noctural haemoglobinuria.
(2) Golongan yang disebabkan oleh faktor ekstrakorpuskular , seperti pada infeksi ( malaria,
sepsis, dsb), keracunan arsenikum , neoarsphenamin, timah, sulfonamid, kinin, paraquin,
pimaquin, nitrofuratoin ( Furadantin), racun ular pada defisiensi G6PD , antagonismus rhesus
atau ABO, leukemia, penyakin Hodgkin, limfasarkoma, penyakit hati, dll. ( Ilmu Kebidanan,
451-457)
E. Gejala Klinis
Gejala anemia pada kehamilan yaitu ibu mengeluh cepat lelah, sering pusing,
mata berkunang – kunang, malaise, lidah luka, nafsu makan turun( anoreksia),
konsentrasi hilang, nafas pendek,( pada anemia parah), dan keluhan mual muntah pada
hamil muda, palpitasi.
F. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi      : konjungtiva, wajah pucat.
Palpasi        : turgor kulit,  capillary refill, pembesaran kelenjar limfa, tinggi fundus uteri,
kontraksi uterus.
Auskultasi : auskultasi DJJ dan denyut jantung ibu
G. Pemeriksaan Diagnostik
Pada pemeriksaan laboratorium ditemui :
1) Pemeriksaan Hb Sahli, kadar Hb < 10 mg/%
2) Kadar Ht menurun ( normal 37% - 41% )
3) Peningkatan bilirubin total ( pada anemia hemolitik )
4) Terlihat retikulositosis dan sferositosis pada apusan darah tepi 
5) Terdapat pansitopenia, sumsum tulang kosong diganti lemak
H. Penatalaksanaan
- Therapy pengobatan
(1) Therapy oral
Pengobatan anemia biasanya dengan pemberian tambahan zat besi.
Sebagian besar tablet zat besi mengandung ferosulfat, besi glukonat atau
suatu   polisakarida. Tablet besi akan diserap dengan maksimal jika diminum 30 menit
sebelum makan. Biasanya cukup diberikan 1 tablet/hari, kadang diperlukan 2 tablet.
Kemampuan usus untuk menyerap zat besi adalah terbatas, karena itu pemberian zat besi
dalam dosis yang lebih besar adalah sia-sia dan kemungkinan akan menyebabkan
gangguan pencernaan dan sembelit. Zat besi hampir selalu menyebabkan tinja menjadi
berwarna hitam, dan ini adalah efek samping yang normal dan tidak berbahaya. Dan
biasanya asupan nutrisi yang mengandung zat besi cenderung lebih tinggi pada ibu hamil
daripada wanita normal. Umumnya asupan nutrisi meningkat 2 kali lipat daripada wanita
normal.Pengobatan yang lain:
- Asam folik 15 – 30 mg per hari
- Vitamin B12 3 X 1 tablet per hari
- Sulfas ferosus 3 X 1 tablet per hari
- Pada kasus berat dan pengobatan per oral hasilnya lamban sehingga dapat
diberikan transfusi darah.
                   (2) Therapi parenteral
Diberikan jika penderita tidak tahan akan obat besi peroral ada gangguan
penyerapan oenyakit saluran pencernaan atau apabila kehamilannya sudah tua. Therapy
parenteral ini diberikan dalam bentuk ferri. Secara intramusculus dapat disuntikan
dextran besi (imferon) atau sorbitol besi (Jectofer)
- Pencegahan
a. Makanlah makanan yang kaya akan sumber zat besi secara teratur.
b. Makanlah makanan yang kaya sumber vitamin C untuk memperlancar
penyerapan zat besi.
c. Jagalah lingkungan sekitar agar tetap bersih untuk mencegah penyakit infeksi
dan penyakit cacingan.
d. Hindari minum teh, kopi, susu coklat setelah makan karena dapat
menghambat penyerapan zat besi.
I. Komplikasi
 Anemia dapat terjadi pada setiap ibu hamil, karena itulah kejadian ini harus selalu
diwaspadai.
 Anemia yang terjadi saat ibu hamil Trimester I akan dapat mengakibatkan :
abortus, missed abortus dan kelainan kongenital.
 Anemia pada kehamilan trimester II dapat menyebabkan : persalinan prematur,
perdarahan antepartum, gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, asfiksia
aintrauterin sampai kematian, BBLR, gestosis dan mudah terkena infeksi, IQ
rendah dan bahkan bisa mengakibatkan kematian.
 Saat inpartu, anemia dapat menimbulkan gangguan his baik primer maupun
sekunder, janin akan lahir dengan anemia, dan persalinan dengan tindakan yang
disebabkan karena ibu cepat lelah. Saat post partum anemia dapat menyebabkan:
tonia uteri, rtensio placenta, pelukaan sukar sembuh, mudah terjadi febris
puerpuralis dan gangguan involusio uteri.
Laporan Pendahuluan Hiperemesis Gravidarum (HEG)

A. DEFINISI
Hyperemesis gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan sehingga pekerjaan sehari-
hari terganggu dan keadaan umum menjadi buruk (Mansjoer, A dkk, 2001).
Hyperemesis gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan
pada wanita hamil sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari karena keadaan umumnya
menjadi buruk, karena terjadi dehidrasi (Mochtar, R, 1998). 
Hyperemesis gravidarum adalah muntah yang berlebihan atau masalah muntah selama
kehamilan yang menyebabkan dehidrasi, gangguan elektrolit atau defisiensi nutrisi dan
kehilangan berat badan.
B. ETIOLOGI
Penyebab Hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Frekuensi kejadian
adalah 2 per 1000 kehamilan. Faktor-faktor predisposisi yang dikemukakan Mochtar
( 2010) adalah sebagai berikut:
1. Umumnya terjadi pada Primigravida, mola hidatidosa, diabetes dan kehamilan ganda
akibat peningkatan kadar HCG.
2. Faktor organik, yaitu karena masuknya vili khoriales dalam sirkulasi maternal dan
perubahan metabollik akibat kehamilan serta resitensi yang menurun dari pihak ibu
terhadap perubahan-perubahan ini serta adanya alergi yaitu merupakan salah satu
respon dari jaringan ibu terhadap janin.
3. Faktor ini memegang peranan penting pada penyakit ini. Rumah tangga yang retak,
kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap
tanggungan sebagai ibu dapat menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat
mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil
atau sebagai pelarian kesukaran hidup.
4. Faktor endokrin lainnya : hipertyroid, diabetes dan lain-lain.
Sedangkan menurut Lisnawati (2013) faktor predisposisi yang menimbulkan
Hiperemesis Gravidarum adalah: primigravida, overdistensi uterus. faktor Alergi,
faktor Psikologis, kehamilan yang tidak diinginkan, takut hamil, dan Masalah
keluarga.

C. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi hiperemesis gravidarum dapat disebabkan karena peningkatan Hormone
Chorionic Gonodhotropin  (HCG) dapat menjadi faktor mual dan muntah. Peningkatan
kadar hormon progesteron menyebabkan otot polos pada sistem gastrointestinal
mengalami relaksasi sehingga motilitas menurun dan lambung menjadi kosong.
Hiperemesis gravidarum yang merupakan komplikasi ibu hamil muda bila terjadi terus
menerus dapat mengakibatkan dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit, serta dapat
mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi
(Winkjosastro, 2010).

Menurut Manuaba tahun (2012) Patofisiologi hiperemesis gravidarum diawali dengan


mual dan muntah yang berlebihan sehingga dapat menimbulkan dehidrasi, tekanan darah
turun dan diuresis menurun. Hal ini menimbulkan perfusi kejaringan, menutup untuk
memberikan nutrisi dan mengonsumsi O2. Oleh karena itu dapat terjadi perubahan
metabolisme menuju arah anaerobik dengan menimbulkan benda keton dan asam laktat.
Muntah yang berlebih dapat menimbulkan perubahan elektrolit sehingga pH darah
menjadi lebih tinggi. Oleh karena itu semua masalah tersebut dapat menimbulkan
gangguan fungsi alat vital sebagai berikut:
a. Hepar
1. Dehidrasi yang menimbulkan konsumsi O2
2. Gangguan fungsi liver dan terjadi ikterus.
3. Terjadi perdarahan pada parenkim liver sehingga menyebabkan gangguan fungsi
menurun.
b. Ginjal
1. Dehidrasi penurunan diuresis sehingga sisa metabolisme tertimbun.
2. Terjadi perdarahan dan nekrosis dan perdarahan di otak.
3. Sistem saraf pusat terjadi nekrosis dan perdarahan diotak diantaranya perdarahan
ventrikel
D. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala yang terjadi pada ibu hamil dengan hiperemesis gravidarum adalah:
muntah yang tidak dapat dikontrol dengan pengobatan morning sickness, muntah
pernisiosa, nafsu makan buruk, penurunan berat badan, dehidrasi, ketidak seimbangan
elektrolit, asidosis akibat kelaparan, alkalosis karena asam hidroklorida berkurang ketika
muntah, dan hipokalemia (Varney,2010)
Menurut Rukyah (2013) gejala hiperemesis gravidarum adalah:
1. Tingkat 1
- Muntah terus menerus.
- Turgor kulit berkurang.
- Lidah kering.
- Tekanan darah turun,suhu meningkat nyeri epigastrium.
2. Tingkat 2
- Dehidrasi bertambah.
- Turgor kulit makin berkurang.
- Lidah kering dan kotor.
- Mata cekung.
- Tekanan darah menurun, nadi meningkat, mata ikterik.
- Urin berkurang.
- Napas berbau aseton.
3. Tingkat 3
- Dehidrasi berat.
- Mual dan muntah berhenti.
- Perdarahan esofagus,lambung dan retina.
- Gangguan fungsi hati bertambah .
- Ikterus meningkat.
- Gangguan kesadaran.
E. UJI DIAGNOSTOK
Data laboratorium :
- kadar potassium, sodium, klorida, dan protein menurun
- hemoglobin dan hematokrit menurun
- urinalisis : adanya keton dan kadang-kadang  adanya protein
-  kadar vitamin dalam darah menurun
- BUN, non protein nitrogen, uric acid meningkat
-  LFT
F. KOMPLIKASI

Komplikasi yang mungkin terjadi menurut Lockhart ( 2014) adalah sebagai berikut
1. Penurunun berat badan yang cukup banyak.
2. P elektrolit (hipokalemia).
3. Gangguan keseimbangan asam basa.
4. Kerusakan retina, saraf, dan renal.

G. PENATALAKSANAAN
Tatalaksana Umum Menurut Manuaba (2010) penatalaksanaan yang dilakukan pada ibu
hamil dengan hiperemesis gravidarum adalah:
1. Memberikan penjelasan tentang kehamilan dan persalinan sebagai suatu proses yang
fisiologis.
2. Memberikan keyakinan bahwa mual dan kadang-kadang muntah merupakan gejala
fisiologis pada kehamilan muda dan akan hilang setelah kehamilan 4 bulan.
3. Menganjurkan mengubah makan sehari-hari dengan makanan dalam jumlah kecil tetapi
sering.
4. Menganjurkan pada waktu bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur, terlebih
dahulu makan roti kering atau biscuit dengan teh hangat.
5. Makanan yang berminyak dan berbau lemak sebaikya dihindarkan.
6. Makanan sebaiknya disajikan dalam keadaan panas atau sangat dingin.
7. Defekasi yang teratur.
8. Menghindari kekurangan karbohidrat merupakan faktor yang penting, dianjurkan
makanan yang banyak mengandung gula.
9. Obat-obatan
10. Sedative yang sering digunakan adalah phenobarbital. Vitamin yang dianjurkan vitamin
B1 dan B6. Anti histaminika juga dianjurkan juga seperti dramamin, avomin. Pada
keadaan lebih berat diberikan antiemetic seperti disiklomin hidrokhonae atau
khlorpromasin. Penanganan hiperemesis gravidarum yang berat perlu dikelola dirumah
sakit

H. Diet Hiperemesis Gravidarum


a. Diet hiperemesis I diberikan pada hiperemesis tingkat III.  Makanan hanya berupa
rod kering dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama makanan tetapi 1-2 jam
sesudahnya. Makanan ini kurang dalam semua zat-zat gizi, kecuali vitamin C, karena
itu hanya diberikan selama beberapa hari.
b.   Diet hiperemesis II diberikan bila rasa mual dan muntah berkurang. Secara
berangsur mulai diberikan makanan yang bernilai gizi tinggi. Minuman tidak
diberikan bersama makanan. Makanan ini rendah dalam semua zat-zat gizi kecuali
vitamin A dan D.
c.  Diet hiperemesis III diberikan kepada penderita dengan hiperemesis ringan. Menurut
kesanggupan penderita minuman boleh diberikan bersama makanan. Makanan ini
cukup dalam semua zat gizi kecuali kalsium.
I. PATWAYS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. K DENGAN HYPEREMESIS


GRAVIDARUM

1.      Pengkajian  Keperawatan
A.    Identitas klien

Nama                    : Ny K

Umur                    : 23 tahun

Suku/bangsa         : Jawa/Indonesia

Agama                  : Islam

Pendidikan           : SMA

Pekerjaan              : Ibu rumah tangga

Alamat                 : Darungan

B.     Keluhan utama

Pasien mengatakan mual dan selalu muntah pada pagi hari. Mual dan muntah semakin berat bila
membau makanan yang merangsang.

C.     Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke poli kandungan dengan keluhan terlambat haid 3 minggu,terakir mendapat haid
tanggal 12  januari 2013,  mual dan selalu muntah pada pagi hari. Pasien juga mengeluh
badannya terasa lemas dan mau pingsan karena sudah beberapa hari sulit makan.

D.    Riwayat penyakit dahulu

Pasien mengatakan mempunyai riwayat penyakit gastritis.


E.     Pola kebiasaan sehari-hari

a.       Pola nutrisi

Sebelum hamil : Makan 3 x (nasi,sayur,lauk)

                         : Minum 7 gelas/hari

Selama hamil   : makan berkurang, minum berkurang

b.      Pola eliminasi

Sebelum hamil : BAB 1 x tiap pagi, BAK 5 x/hari

Sesudah hamil  : BAB 1 x tiap pagi, BAK 3 x/hari

c.       Pola istirahat tidur

Sebelum hamil  : Siang 2 jam/hari, malam 8 jam /hari

Sesudah hamil   : Siang 3 jam/hari, malam 5 jam/hari

d.      Pola aktivitas

Sebelum hamil  : Membantu pekerjaan rumah

Sesudah hamil   : Membantu pekerjaan rumah

e.       Perilaku kesehatan sehari-hari

Penggunaan obat/jamu/rokok

Sebelum hamil  : Tidak pernah

Sesudah hamil   : Obat dan vitamin dari bidan

f.       Lain – lain (personal hygiene)

Mandi                : 2 x/hari

Ganti baju        :  2 x/hari


Keramas           : 3 x/minggu

Gosok gigi        : 2 x/hari

F.      Riwayat Haid

Menarche           :           -

Siklus haid         :           28 hari (teratur)

Lama haid          :           6-7 hari

Banyaknya         :           3-4 softek/hari

Dismenorea        :           -

HPHT                 :           6 januari 2013

UK                     :           -

TP                       :           -

G.    Riwayat Perkawinan

Nikah                                :    1 x

Lama menikah                   :   1 tahun

Umur pertama kali nikah   : 22 tahun

H.    Riwayat KB

Ibu mengatakan setelah menikah ibu tidak menggunakan KB apapun.


2.       Pemeriksaan Fisik

1.      Pemeriksaan umum

K/U :  lemah, wajah pucat

Kesadaran :  composmentis

BB sebelum hamil : 60 kg

Bb saat ini : 55 kg

TB : 157 cm

LILA                           : 25 cm

TD : 90/60 mmHg

Nadi :100 x/menit (teratur)

RR : 20 x / menit (teratur)

Suhu : 36,50 C (axilla)

a.       Inspeksi

Hiperemis tingkat satu pada inspeksi ditemukan keadaan umum lemah, turgor kulit sedikit
menurun, lidah kering, dan mata cekung. Hiperemis tingklat dua ditemukan ibu tampak lebih
lemah dan aptis, turgor kulit lebih menurun, lidah kering dan tampak kotor, aceton dapat tercium
dalam hawa pernafasan, badan kurus dan berat badan munurun, kulit kering dan kadang –
kadang ada icterus.

b.      Palpasi

Dengan palpasi dapat mengetahui umur kehamilan dengan melihat tinggi fundus uteri. Karena
pada ibu hiperemis gravidarum biasanya terjadi pada umur kehamilan satu sampai empat bulan,
dimana tinggi fundus uteri sekitar setengah simphisis pusat.
c.       Auskultasi

Untuk memantau sudah terdengar detak jantung janin atau belum dan gerakan anak.

d.      Pemeriksaan tanda – tanda vital

Pada sekitar hiperemis tingkat satu akan ditemukan nadi meningkat sekitar 100 x/menit, tekanan
darah sistolik menurun, suhu normal.

e.       Pengukuran berat badan

Pada ibu hamil dengan masalah hiperemis gravidarum pada umumnya terjadi penurunan BB

3.      Analisa Data

Kelompok Data Masalah Kemungkinan Penyebab

1.                  Ds : Px mengatakan Gangguan cairan dan Mual muntah


mual dan selalu muntah pada pagi elektrolit
hari,

Do : - k/u lemah

                    - wajah pucat

-turgor kulit menurun

-TTV,

TD = 90/60 mm/Hg

N=100x/menit

S= 36,5 C
R= 20

Gangguan nutrisi
Mual muntah
2.  Ds : Px mengatakan tidak nafsu
makan

            Do : -k/u lemah

                    - makanan tidak habis

                    -muntah

                    -TTV,

                      TD=90/60  mm/Hg

                       N = 100x/menit

                       S = 36,5 C

                       R= 20

4.      Diagnosa Keperawatan

1. Defisit volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan cairan akibat vomitus dan
asupan cairan yang tidak adekuat yang ditandai dengan:

2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan nausea dan
volume yang menetap yang di tandai dengan :

5.       Intervensi keperawatan

1.      Defisit volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan cairan akibat vomitus
dan asupan cairan yang tidak adekuat yang ditandai dengan:

Ds : Px mengatakan mual dan muntah pada pagi hari

Do : - k/u lemah
- wajah pucat

-turgor kulit menurun

-TTV : TD = 90/60 mm/Hg N =100x/menit

S = 36,5 C R = 20

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pada ibu selama 1x 24 jam, mual dan muntah
px berkurang :

Kriteria hasil :

Px mengatakan mual dan muntah berkurang

·         k/u lemah

·         wajah pucat

·         turgor kulit meningkat

·         TTV :       TD = 100/70 mm/Hg N=100x/menit

S= 36,5C R= 20x/mnit

2.      Pantau dan catat TTV setiap 2 jam atau sesering mungkin sesuai keperluan sampai
stabil.Kemudian pantau dan catat TTV setiap 4 jam

R/ Takikardia, dispnea, atau hipotensi dapat mengindikasikan kekurangan volume cairan atau
ketidakseimbangan elektrolit

3.      Ukur asupan dan haluaran setiap 1 sampai 4 jam. Catat dan laporkan perubahan yang
signifikan termasuk urine, feses, muntahan, drainase luka, drainase nasogastrik, drainase slang
dada, dan haluaran yang lain.

R/ Haluaran urine yang rendah dan berat jenis urine yang tinggi mengindikasikan hipovolemia

4.      Mengkaji dan mendokumentasi turgor kulit ,kondisi membran mukosa ,tanda-tanda


vital dan berat jenis urine
R/ Pengkajian status cairan dan elektrolit yang akurat menjadi dasar penyusunan rencana dan
evaluasi intervensi

5.      Menimbang berat badan setiap hari

R/Upaya memperbaiki keseimbangan elektrolit dan cairan dan dilakukan melalui pemberian
terapi parenteral sampai dalam menoleransi asupan normal

6.      Memantau nilai laboratorium dan melaporkan nilai-nilai yang tidak normal

R/ Keseimbangan cairan dan elektrolit harus di koreksi untuk mencegah komplikasi yang berat,
seperti asidosis metabolik dan kematian janin dan ibu

7.      Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan nausea dan
volume yang menetap yang di tandai dengan :

Ds : Px mengatakan tidak nafsu makan

Do : - k/u lemah

        - makanan tidak habis

        - muntah

        - TTV :   TD=90/60  mm/Hg

                       N = 100x/menit

                       S = 36,5 C

                           R= 20 x/mnit

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam,kebutuhan nutrisi ibu terpenuhi


dengan kriteria hasil :

Px mengatakan nafsu makan meningkat

Do : -k/u lemah

        - makanan habis 1 porsi


        -muntah berkurang

        -TTV : TD=100/70  mm/Hg

                       N = 100x/menit

                       S = 36,5 C

                       R= 20 x/mnit

Intervensi

1.      Kaji TTV klien

R/ untuk mengetahui keadaan umum pasien

2.      Timbang dan catat berat badan pasien pada jam yang sama setiap hari

R/ Untuk mendapatkan pembacaan yang paling akurat

3.      Pantau asupan dan haluaran pasien

R/ Karena berat badan dapat meningkat sebagai akibat dari retensi cair

4.      Kaji dan catat bising usus pasien satu kali setiap ergantian tugas jaga

R/ Untuk memantau peningkatan dan penurunann

5.      Auskultasi dan catat suara napas pasien setiap 4 jam

R/ Untuk memantau aspirasi

6.      Untuk berkonsultasi dalam menyusun rencana pengaturan menu yang memenuhi kebutuhan


nutrisi selama hamil

R/ Nutrisi maternal yang adekuat sangat penting untuk kesehatan ibu Memulai pemberian asupan
oral
7.      Mendiskusikan pentungnya nutrisi yang adekuat

R/ Mengatur janji dengan ahli diet dan pertumbuhan serta perkembangan janinnya

8.      Memantau berat badan klien

R/ Mengetahui perkembangan janin dan ibu

6.    Implementasi

NO Waktu Implementasi TTD

Dx Pelaksanaan

1. 14 – 03 - 2013 1. memantau dan mencatat TTV setiap 2 jam atau


sesering mungkin sesuai keperluan sampai stabil.
08.00
Kemudian pantau dan catat TTV setiap 4 jam

TTV

TD : 110/80 mmHg

Nadi : 100 x/ mnit

Suhu : 36,7 C

RR : 21 x/mnit

Mengukur asupan dan haluaran setiap 1 sampai 4 jam.


Catat dan laporkan perubahan yang signifikan termasuk
urine, feses, muntahan, drainase luka, drainase
nasogastrik, drainase slang dada, dan haluaran yang
lain.

Mengkaji dan mendokumentasi turgor kulit ,kondisi


membran mukosa ,tanda-tanda vital  dan berat jenis
urine

Menimbang berat badan setiap hari

1.                  Memantau nilai laboratorium dan


melaporkan nilai-nilai yang tidak normal

Mengkaji TTV klien:

TTV

TD : 110/80 mmHg

2. Nadi : 100 x/ mnit

Suhu : 36,7 C

RR : 21 x/mnit

Menimbang dan catat berat badan pasien pada jam yang


sama setiap hari

Memantau asupan dan haluaran pasien

Mengkaji dan catat bising usus pasien satu kali setiap


pergantian tugas jaga

Mengauskultasi dan catat suara napas pasien setiap 4


jam
 

7.          Evaluasi

No. Dx Tanggal Evaluasi

1. 14 – 03 – 2013 S : Px mengatakan mual dan muntah berkurang

09.00 O:  k/u lemah

      - wajah pucat

      - turgor kulit meningkat

      - TTV : TD = 100/70 mm/Hg

                    N=100x/menit

                    S= 36,5C
                    R = 20x/mnit

A : Masalah teratasi sebagian

P : Intervensi dilanjutkan no  1,2,3,4

S : Px mengatakan nafsu makan meningkat

2. O :     - makanan habis 1 porsi

          - muntah berkurang

          - TTV : TD=100/70  mm/Hg

                         N = 100x/menit

                         S = 36,5 C

                         R= 20 x/mnit

A : Masalah teratasi sebagian

P : Intervensi dilanjut kan no 1,2,3,4


DAFTAR PUSTAKA

Bobak dkk. 2005. Buku Ajar Keperawtan Maternitas Edisi 4.  Jakarta : EGC
Prawirahardjo,Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka.
Saifudin,A.B.2002. Buku Acuan Pelyanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.Jakarta:YBP-SP.
Doenges, M.E ( 2001). Rencana Perawatan Maternal/ Bayi Pedoman Untuk Perencanaan
Dokumentasi Perawatan Klien. Edisi 2. Jakarta : EG
Manjoer,Arief. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI:Media Aekulatius
Winkyosastro, H. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta:YBP-SP
Bobak, Irene, M, (1995), Perawatan Maternitas dan Ginekologi, cetakan 2, IAPKP, Bandung.
Hamilton, P, M, (1995), Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, edisi 6, cetakan 1, Jakarta :
EGC.
Mansjoer, A, dkk, (2001), Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3, Jakarta : Penerbit Media
Aesculapius FKUI.
Mochtar, R, (1998), Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi, edisi 2, Jilid 1,
Jakarta : EGC.
Jaffe, Marie, S, etc (1989), Maternal Infant Health Care Plans, Springhouse corporation.
Taber, B, (1994), Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi, cetakan 1 Jakarta : EGC.
Carolyn M. Hudak. Critical Care Nursing : A Holistic Approach. Edisi VII. Volume II.
Alih Bahasa : Monica E. D Adiyanti. Jakarta : EGC ; 1997
Susan Martin Tucker. Patient Care Standarts. Volume 2. Jakarta : EGC ; 1998
Long, B.C. Essential of medical – surgical nursing : A nursing process approach.
Volume 2. Alih bahasa : Yayasan IAPK. Bandung: IAPK Padjajaran 1996 (Buku asli diterbitkan
tahun 1989)
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarth’s textbook of medical – surgical
  nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A.  Jakarta: EGC; 2000 (Buku asli diterbitkan tahun
1996)
Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC;   2001
(Buku asli diterbitkan tahun 1996)

Anda mungkin juga menyukai