Anda di halaman 1dari 6

DASAR TEORI

Kegiatan pariwisata yang pada hakekatnya merupakan suatu


perjalanan yang diatur untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari
suatu tempat ke tempat lain, dengan maksud bukan untuk berusaha atau
mencari nafkah tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan tersebut
guna melihat keindahan alam, mesakan kesejukan pegunungan, melihat
atraksi-atraksi kebudayaan, tempat-tempat bersejarah ataupun tempat-
tempat yang dianggap suci ataupun sacral. Adapun bentuk motivasi
perjalanan wisata yang dapat dilakukan antara lain adalah bertamasya,
kesehatan, studi, keagamaan, berlibur dan sebagainya. Dalam
kepariwisataan terdapat keterkaitan yang erat antara kegiatan pariwisata
dalam aspek sosial dimana menyangkut hubungan antara manusia, yaitu
wisatawan dengan masyarakat lokal di daerah tujuan wisata, di samping
itu kegiatan pariwisata tidak menutup kemungkinan akan membawa
dampak terhadap lingkungan fisik di daerah tujuan tersebut. Faktor
lingkungan dan perilaku merupakan faktor yang sangat berhubungan
terhadap derajat kesehatan masyarakat, karenanya perlu memperoleh
perhatian secara sungguh-sungguh terutama di daerah tujuan wisata.
Perilaku sehat yang diharapkan adalah perilaku proaktif untuk memelihara
dan meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, melindungi diri dari
ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan
(Wirawan, 2016).
Salah satu ruang lingkup keilmuan yang paling awal muncul
adalah kedokteran wisata (travel medicine), yang merupakan cabang atau
spesialisasi ilmu kedokteran yang secara khusus mempelajari penyakit dan
kondisi kesehatan akibat perjalanan wisata dan upaya penanganannya.
Penggunaan istilahnya dengan kesehatan wisata (travel health) atau
kesehatan wisatawan (travelers’ health) sering silih berganti, sehingga
menimbulkan kesan bahwa hal tersebut adalah hal yang sama. Secara
harfiah, kesehatan wisata memiliki aspek yang sedikit lebih luas dari
kedokteran wisata karena mencakupaspek pencegahan (Wirawan, 2016).
Istilah lain yang sering tumpang tindih digunakan, meskipun
sebenarnya memiliki batasan dan fokus yang berbeda adalah pariwisata
kesehatan (health tourism) dan pariwisata kedokteran (medical tourism).
Pariwisata kesehatan dapat diartikan sebagai industri atau bisnis yang
terkait dengan aktivitas perjalanan ke daerah wisata dengan tujuan
memperoleh pengobatan, atau meningkatkan kesehatan dan kebugaran.
Sedangkan pariwisata kedokteran (medical tourism) merupakan salah satu
bentuk pariwisata kesehatan, yaitu aktivitas perjalanan wisata ke negara
lain dengan tujuan utama mendapatkan pelayanan medis, terutama terkait
pengobatan penyakit-penyakit tertentu, layanan gigi, layanan fertilitas, dan
layanan kedokteran lainnya, yang di negara maju umumnya mahal atau
tidak termasuk dalam paket yang ditanggung dalam sistem asuransi.
Beberapa istilah lain, yang masih terkait dalam ranah ini adalah wisata
atau pariwisata kebugaran (wellness travel or wellness tourism). Ini
merupakan salah satu bentuk dari pariwisata kesehatan, dengan tujuan
utama untuk mendapatkan kebugaran dan kesejahteraan baik fisik,
psikologis, dan atau spiritual (Horowitz, Rosensweig, and Jones, 2007).

1. Mikroorganisme pada Tangan

Mikroorganisme adalah organisme yang berukuran renik (kecil).


Organisme ini sulit untuk dilihat dengan mata telanjang dan terdapat
dimana-mana. Selain merugikan mikroorganisme juga ada yang
menguntungkan, misal bakteri yang dapat diolah menjadi antibiotik.
Mikroorganisme tidak dapat dibasmi/dimusnahkan tetapi dapat
dikendalikan, dengan upaya tersebut peluang mikroorganisme untuk
menginfeksi manusia akan berkurang. Mikroba tidak hanya terdapat di
lingkungan, tetapi juga menghuni tubuh manusia. Mikrobiota normal
tubuh manusia yang sehat perlu diketahui, karena dapat membantu
memperkirakan jenis infeksi yang mungkin timbul setelah terjadi
kerusakan jaringan pada situs-situs yang khusus, memberikan petunjuk
mengenai kemungkinan sumber dan pentingnya mikroorganisme yang
teramati pada beberapa infeksi klinis. Sebagai contoh : Escherichia coli
tidak berbahaya di dalam usus, tetapi bila memasuki kandung kemih dapat
menyebabkan sistitis yaitu peradangan pada selaput lendir kandung kemih
(Kuswiyanto, 2015).

Flora normal yang menempati kulit terdiri dari dua jenis yaitu
mikroorganisme sementara (transient microorganism) dan mikroorganisme
tetap (resident microorganism). Flora sementara berada di kulit atau
mukosa selama kurun waktu tertentu, berasal dari lingkungan yang
terkontaminasi atau pasien. Flora ini pada umumnya tidak menimbulkan
penyakit dan jumlahnya lebih sedikit dibandingkan flora tetap. Flora
transient dapat menimbulkan penyakit (Trampuz and Widmer, 2004) ;
(Jawetz et al., 2005). Kuman yang mungkin dijumpai di kulit sebagai
mikroorganisme transien adalah Escherichia coli, Salmonella sp, Shigella
sp (Synder, 1988).

Flora tetap berada di kulit pada sebagian besar orang sehat yang
ditemukan di lapisan epidermis. Mikroorganisme resident terdiri dari
mikroorganisme yang sering ditemukan di kulit dengan tipe yang relatif
sama dan ditemukan pada epidermis dan celah kulit, melekat lebih kuat
pada permukaan kulit dan sulit untuk dilepaskan (Synder, 1988). Flora
resident (tetap) yang paling sering dijumpai adalah Staphylococcus
epidermidis dan Staphylococcus koagulase negatif lainnya,
Corynebaterium dengan densitas populasi antara 102 – 103 CFU/cm2
(Trampuz and Widmer, 2004).

Kulit terus-menerus berkontak dengan bakteri dari udara atau dari


benda-benda tetapi kebanyakan bakteri ini tidak tumbuh pada kulit karena
suasana kulit tidak sesuai untuk pertumbuhannya. Kulit bersifat sedikit
asam dan memiliki temperatur kurang dari 37°C. Lubang-lubang alami
yang terdapat di kulit, seperti pori-pori, folikel rambut, atau kelenjar
keringat memberikan lingkungan yang mendukung pertumbuhan bakteri,
namun lubang-lubang tersebut secara alami dilindungi oleh lisozim (enzim
yang dapat merusak peptidoglikan bakteri yang merupakan unsur utama
pembentuk dinding sel bakteri gram positif) dan lipida toksik. Pelindung
lain terhadap kolonialisasi kulit oleh bakteri patogen adalah mikroflora
normal kulit. Mikoflora tersebut merupakan suatu kumpulan bakteri
nonpatogen yang normalnya berkolonisasi pada setiap area kulit yang
mampu mendukung pertumbuhan bakteri (Trampuz and Widmer, 2004) ;
(Jawetz et al.,2005).

Flora dapat hidup lama di kulit karena kulit mengeluarkan zat


bakterisidal, contohnya kelenjar keringat akan mengeluarkan enzim
lisozim. Spesies yang biasanya ada di kulit antara lain : Staphylococcus
epidermidis, Staphylococcus aureus, Streptococcus viridans,
Peptostreptococcus sp, sianobakteri aerobik, difteroid. Flora normal tidak
berubah secara signifikan oleh pencucian/ mandi/ keringat yang
berlebihan, tetapi pemakaian tutup yang rapat pada kulit akan
mengakibatkan populasi mikroorganisme secara keseluruhan akan
meningkat dan mengakibatkan perubahan kualitatif flora normal (Synder,
1988).

Proses infeksi diakibatkan karena adanya interaksi antara penjamu,


lingkungan dan agen penyebab seperti bakteri, virus, jamur dan parasit.
Bakteri, virus, jamur dan parasit merupakan agen yang dapat
menyebabkan infeksi nosokomial. Bakteri patogen penyebab infeksi
nosokomial yang paling umum adalah Staphylococcus aureus,
Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Enterobacter spp, dan
Klebsiella pneumonia (Tennant dan Harding, 2005 ; Prabhu et al., 2006).
Escherichia coli dan Staphylococcus aureus merupakan bakteri penyebab
infeksi nosokomial yang paling sering ditemukan (Zulkarnain, 2009 ;
Bereket et al., 2012).

2. Pengendalian Mikroorganisme

Mikroorganisme menyebabkan bahaya dan kerusakan.


Mikroorganisme juga dapat mencemari makanan dengan menimbulkan
berbagai perubahan kimiawi di dalamnya, bakteri membuat makanan tidak
dapat dimakan atau bahkan beracun, oleh karena itu adanya prosedur
untuk mengendalikan pertumbuhan dan kontaminasi yang disebabkan
mikroba merupakan suatu keharusan. Maksud pengendalian adalah
kegiatan yang dapat menghambat, membasmi, atau menyingkirkan
mikroorganisme (Kuswiyanto, 2015).

Kebiasaan masyarakat Indonesia dalam melakukan proses hand


hygiene dengan menggunakan sabun masih sangat rendah dan tercatat rata-
rata hanya 12% masyarakat yang melakukan cuci tangan dengan
menggunakan sabun (Kemenkes RI., 2010).

Alasan utama mengendalikan mikroorganisme dapat dirangkum


sebagai berikut : Mencegah penyebaran penyakit dan infeksi, membasmi
mikroorganisme pada inang yang terinfeksi, mencegah pembusukan dan
perusakan bahan oleh mikroorganisme. Mikroorganisme dapat
disingkirkan, dihambat, atau dibunuh melalui suatu sarana yang bekerja
dengan berbagai cara dan masing-masing mempunyai keterbatasan dalam
penerapan praktisnya (Kuswiyanto, 2015).

Dapus
Jawetz, Melnick, and Adelberg’s (2005) Mikrobiologi Kedokteran, Alih bahasa
oleh Mudihardi, E., Kuntaman, Wasito, E.B., Mertaniasih, N.M., Harsono,
S., dan Alimsardjono, L., Jakarta : Penerbit Salemba Medika.

Kuswiyanto (2015) Bakteriologi 1 : Buku Ajar Analis Kesehatan. Jakarta : EGC.

Synder, Peter, O.,. A., Safe Hands Wash Program for Retail Food Operations,
Hospitaly Institute of Technology and Management. St. Paul, MN.1988.

Trampuz, A. and Widmer, A. F. (2004) ‘Hand Hygiene: A Frequently Missed


Lifesaving Opportunity during Patient Care’, Mayo Clinic Proceedings,
79(1), pp. 109–116. doi: 10.4065/79.1.109.

Wirawan, I. M. A. (2016) ‘Kesehatan Pariwisata : Aspek Kesehatan Masyarakat


Di Daerah Tujuan Wisata’, Archive of Community Health, 3(1), pp. ix–xiv.

Anda mungkin juga menyukai