Anda di halaman 1dari 24

R. A.

Mitha Aulia/04011281722078
Learning Issue Skenario A Blok 23

Ketika air susu ibu (ASI) tidak mencukupi kebutuhan nutrisi bayi, maka makanan
pendamping ASI (MP-ASI) harus diberikan sebagai makanan tambahan. Perubahan kebutuhan
dari ASI eksklusif ke makanan pendamping umumnya terjadi pada usia 6-24 bulan, dan periode
ini sangat sensitif untuk terjadinya malnutrisi pada anak. Menurut WHO, 2 dari 5 anak di negara
yang pendapatan perkapita rendah menderita malnutrisi. Penambahan MP harus dimulai pada
usia 6 bulan; nilai gizi MP harus adekuat seperti kandungan dalam ASI, bersih, rasa dan bentuk
yang menarik dalam jumlah yang cukup. WHO menyarankan bahwa bayi harus menerima MP
pada usia 6 bulan 2-3 kali sehari disamping ASI sampai usia 8 bulan dan meningkat menjadi 3-4
kali pada usia 9-11 bulan dan pada usia 12-24 bulan tambahan MP 1-2 kali perhari. WHO
menyepakati bahwa umur yang tepat untuk pemberian MP-ASI adalah usia 6 bulan dan
dikatakan tidak ada untungnya memberikan MP-ASI pada usia kurang dari 6 bulan. Makanan
pendamping tidak menggantikan ASI, tetapi secara bertahap menambahkan sesuai kebutuhan
gizi bayi. Keberhasilan pemberian MP ini dipengaruhi juga oleh perkembangan fungsi sistem
syaraf, saluran cerna dan ginjal bayi.
Air susu ibu merupakan makanan bayi terbaik dan alami. Air susu ibu dengan komposisi
yang unik, diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa sesuai dengan kebutuhan tumbuh kembang
bayi. Air susu ibu mengandung zat antibodi humoral dan selular sehingga morbiditas bayi yang
mendapat ASI lebih rendah dibanding dengan bayi yang mendapat susu formula. Air susu ibu
mengandung enzim-enzim yang membantu pencernaan dan juga enzim yang berfungsi sebagai
antibakteri seperti lisozim, katalase dan peroksidase. Selain itu ASI mengandung hormonhormon
seperti ACTH, TRH, TSH, EGH, prolaktin, kortikosteroid, prostaglandin dll. Pemberian ASI,
mempunyai dampak pada ibu yaitu mengurangi perdarahan postpartum, mempercepat involusi
uterus dan menunda kembalinya kesuburan.
Pemberian ASI dianjurkan sampai anak berusia 2 tahun yaitu usia anak dapat makan
makanan padat dengan baik. Diet ibu mempengaruhi kandungan nutrien dalam ASI. Diet ibu
yang mengandung rendah vitamin A dan DHA akan menyebabkan kandungan vitamin A dan
DHA dalam ASI rendah. Tidak ada pantangan diet pada ibu yang menyusui; pemberian ASI
dengan cara yang baik dapat mendekatkan hubungan batin antara ibu dan bayi sehingga
menimbulkan rasa aman dan tenang. Walaupun demikian, tidak semua ibu memproduksi ASI
yang cukup, sehingga diperlukan makanan pendamping ataupun makanan pengganti.
Asuhan Nutrisi Pediatrik (ANP)
a. Assessment (penilaian)
Penilaian meliputi penentuan status gizi, masalah yang berhubungan dengan proses
pemberian makanan dan diagnosis klinis pasien. Anamnesis meliputi asupan makan, pola
makan, toleransi makan, perkembangan oromotor, motorik halus dan motorik kasar,
perubahan berat badan, faktor sosial, budaya dan agama serta kondisi klinis yang
mempengaruhi asupan. Penimbangan berat badan dan pengukuran panjang/tinggi badan
dilakukan dengan cara yang benar dan menggunakan timbangan yang telah ditera secara
berkala. Pemeriksaan fisik terhadap keadaan umum dan tanda spesifik khususnya
defisiensi mikronutrien harus dilakukan.
Penentuan status gizi dilakukan berdasarkan berat badan (BB) menurut panjang
badan (PB) atau tinggi badan (TB) (BB/PB atau BB/TB). Grafik pertumbuhan yang
digunakan sebagai acuan ialah grafik WHO 2006 untuk anak kurang dari 5 tahun dan
grafik CDC 2000 untuk anak lebih dari 5 tahun.
Grafik WHO 2006 digunakan untuk usia 0-5 tahun karena mempunyai keunggulan
metodologi dibandingkan CDC 2000. Subyek penelitian pada WHO 2006 berasal dari 5
benua dan mempunyai lingkungan yang mendukung untuk pertumbuhan optimal. Untuk
usia di atas 5 tahun hingga 18 tahun digunakan grafik CDC 2000 dengan pertimbangan
grafik WHO 2007 tidak memiliki grafik BB/TB dan data dari WHO 2007 merupakan
smoothing NCHS 1981.
Tabel 1. Grafik penilaian gizi lebih berdasarkan kelompok usia. (Sumber: IDAI, 2011)
Usia Grafik yang digunakan
0 – 5 tahun WHO 2006
Untuk status gizi lebih dan obesitas lihat ketentuan di bawah ini.
>5 – 18 tahun CDC 2000
Penentuan status gizi menggunakan cut off Z score WHO 2006 untuk usia 0-5 tahun dan
persentase berat badan ideal sesuai kriteria Waterlow untuk anak di atas 5 tahun.
Tabel 2. Penentuan status gizi menurut kriteria Waterlow, WHO 2006, dan CDC 2000.
(Sumber: IDAI, 2011)
Status gizi BB/TB (%median) BB/TB WHO 2006 IMT CDC 2000
Obesitas >120 > +3 >P95
Overweight >110 > +2 hingga +3 SD P85-p95
Normal >90 + 2 SD hingga -2
SD
Gizi kurang 70-90 < -2 SD hingga -3
SD
Gizi buruk <70 < -3 SD
Status gizi lebih (overweight)/obesitas ditentukan berdasarkan indeks massa tubuh
(IMT)
Bila pada hasil pengukuran didapatkan, terdapat potensi gizi lebih (>+1 SD ) atau
BB/TB>110%, maka grafik IMT sesuai usia dan jenis kelamin digunakan untuk
menentukan adanya obesitas. Untuk anak + 2, obesitas > +3, sedangkan untuk anak usia
2-18 tahun menggunakan grafik IMT CDC 2000 (lihat algoritma). Ambang batas yang
digunakan untuk overweight ialah diatas P85 hingga P95 sedangkan untuk obesitas ialah
lebih dari P95 grafik CDC 2000.
Tabel 3. Dasar pemilihan penggunaan grafik IMT sesuai usia. (Sumber: IDAI, 2011)
Usia Grafik IMT yang dipakai Alasan
0 – 2 tahun WHO 2006 Grafik IMT (CDC 2000) tidak tersedia
untuk klasifikasi usia dibawah 2 tahun
>2 – 18 tahun CDC 2000 Dengan menggunakan grafik IMT CDC
2000 persentil 95, deteksi dini obesitas
dapat ditegakkan
Pemeriksaan laboratorium dan analisis diet dilakukan sesuai indikasi klinis.
Diagnosis klinis merupakan salah satu pertimbangan dalam memformulasikan rencana
pemberian nutrisi.
Dalam keadaan tertentu dimana berat badan dan panjang/tinggi badan tidak dapat
dinilai secara akurat, misalnya terdapat organomegali, edema anasarka, spondilitis atau
kelainan tulang, dan sindrom tertentu maka status gizi ditentukan dengan menggunakan
parameter lain misalnya lingkar lengan atas, knee height, arm span dan lain lain akan
dijelaskan dalam rekomendasi tersendiri.
Pada kasus (Sabrina):
Usia 20 bulan, BB 7,7 kg, PB 78 cm, LK 42 cm.
Gambar. Kurva berat badan menurut usia untuk perempuan (WHO)

Gambar. Kurva berat badan menurut panjang badan untuk perempuan (WHO)
Gambar. Kurva panjang badan menurut usia untuk perempuan (WHO)
Gambar. Kurva indeks masa tubuh berdasarkan untuk usia 0-2 tahun perempuan
(WHO)

Gambar. Kurva lingkar kepala menurut usia 0-2 tahun [erempuan (WHO)
BB/U antara -2 & -3  kurus
BB/PB antara -2 & -3  underweight
PB/U antara 0 & -2  normal
IMT/U antara -2 & -3  kurus
Lingkar kepala di bawah -3  mikrosefali
Status gizi:
BB/U=7,7/10,6 (72%)

Gambar. Kurva berat badan menurut usia perempuan (WHO)


TB/U=78/82,5 (94%)
Gambar. Kurva panjang badan menurut usia perempuan (WHO)
BB/TB=7,7/9,5 (81%)
Gambar. Kurva berat badan menurut panjang badan perempuan (WHO)
Status gizi malnutrisi akut.

b. Penentuan Kebutuhan
Kebutuhan kalori idealnya ditentukan secara individual menggunakan kalorimetri
indirek, namun hal tersebut mahal dan tidak praktis. Kebutuhan nutrien tertentu secara
khusus dihitung pada kondisi klinis tertentu.
Untuk kemudahan praktek klinis, kebutuhan kalori ditentukan berdasarkan:
1. Kondisi sakit kritis (critical illness):
Kebutuhan energi = REE x faktor aktivitas x faktor stres
2. Kondisi tidak sakit kritis (non critical illness)
i. Gizi baik/kurang:
Kebutuhan kalori ditentukan berdasarkan berat badan ideal dikalikan RDA
(Recommended Dietary Allowances) menurut usia tinggi (height age). Usia-
tinggi ialah usia bila tinggi badan anak tersebut merupakan P50 pada grafik.
Kebutuhan nutrien tertentu secara khusus dihitung pada kondisi klinis tertentu.
a. Tatalaksana Gizi Buruk menurut WHO, atau
b. Berdasarkan perhitungan target BB-ideal:
BB-ideal x RDA menurut usia-tinggi
Pemberian kalori awal sebesar 50-75% dari target untuk menghindari
sindrom refeeding.
Pada kasus (Sabrina): Usia 20 bulan, BB 7,7 kg, PB 78 cm.
BB/PB

BB Ideal Sabrina = 9,5 kg


RDA
Gambar. Recommended Dietary Allowances untuk bayi dan anak
Kebutuhan kalori Sabrina = 9,5 kg x 102 kkal/kg = 969 kkal/hari.
Diberikan kalori awal sebesar 50-75% dari target pada 2 minggu pertama
untuk menghindari sindrom refeeding.
ii. Obesitas:
Target pemberian kalori adalah
BB-ideal x RDA menurut usia tinggi.
Pemberian kalori dikurangi secara bertahap sampai tercapai target.

c. Penentuan cara pemberian


Pemberian nutrisi melalui oral atau enteral merupakan pilihan utama. Jalur parenteral
hanya digunakan pada situasi tertentu saja. Kontra indikasi pemberian makan melalui
saluran cerna ialah obstruksi saluran cerna, perdarahan saluran cerna serta tidak
berfungsinya saluran cerna. Pemberian nutrisi enteral untuk jangka pendek dapat
dilakukan melalui pipa nasogastrik atau nasoduodenal atau nasojejunal. Untuk jangka
panjang, nutrisi enteral dapat dilakukan melalui gastrostomi atau jejunostomi. Untuk
nutrisi parenteral jangka pendek (kurang dari 14 hari) dapat digunakan akses perifer,
sedangkan untuk jangka panjang harus menggunakan akses sentral.
Pada kasus, pemberian nutrisi Sabrina masih bisa melalui peroral.

d. Penentuan jenis makanan


Pada pemberian makan melalui oral bentuk makanan disesuaikan dengan usia dan
kemampuan oromotor pasien, misalnya 0-6 bulan ASI dan/formula, 6 bulan-1 tahun
ASI dan/atau formula di-tambah makanan pendamping, 1-2 tahun makanan keluarga
ditambah ASI dan/atau susu sapi segar, dan di atas 2 tahun makanan keluarga. Jenis
sediaan makanan untuk enteral disesuaikan dengan fungsi gastrointestinal dan dapat
dibagi dalam beberapa jenis, yaitu:
 Polimerik, yang terbuat dari makronutrien intak yang ditujukan untuk fungsi
gastrointestinal yang normal, terbagi menjadi formula standar dan formula
makanan padat kalori
 Oligomerik (elemental), biasanya terbuat dari glukosa polimer, protein
terhidrolisat, trigliserida rantai sedang (MCT, medium chain triglyceride)
 Modular, terbuat dari makronutrien tunggal
Pada pemberian parenteral, pemberian jenis preparat sesuai dengan usia, perhitungan
kebutuhan dan jalur akses vena. Untuk neonatus dan bayi beberapa asam amino seperti
sistein, taurin, tirosin, histidin merupakan asam amino yang secara khusus/kondisional
menjadi esensial, sehingga dibutuhkan sediaan protein yang bisa berbeda antara bayi dan
anak.
Sabrina: nasi tim (MPASI) +ASI dilanjutkan, sambil diterapi  perlahan, sampai
mampu memeneuhi syarat untuk diberi family food.

e. Pemantauan dan Evaluasi


Pemantauan dan evaluasi meliputi pemantauan terhadap akseptabilitas atau
penerimaan makanan, dan toleransi (reaksi simpang makanan). Reaksi simpang yang
dapat terjadi pada pemberian enteral antara lain adalah mual/muntah, konstipasi dan
diare. Pada pemberian parenteral dapat terjadi reaksi infeksi, metabolik dan mekanis.
Selain itu, diperlukan pemantauan efektivitas berupa monitoring pertumbuhan. Pada
pasien rawat inap evaluasi dan monitoring dilakukan setiap hari, dengan membedakan
antara pemberian jalur oral/enteral dan parenteral. Pada pasien rawat jalan evaluasi
dilakukan sesuai kebutuhan.
Menilai Kecukupan ASI
1. BAK 6-8 x per hari
2. BAB lebih sering dibandingkan bayi yang mendapat PASI
3. Menyusu on demand setiap 1-3 jam (8-12kali sehari)
4. Lama menyusu minimal 10 menit setiap payudara untuk menjamin mendapat
hindmilk
5. Kenaikan berat badan adekuat
Tabel. Kenaikan berat badan bayi
Masa waktu g/hari g/bulan
Trimester 1 25-30 750-900
Trimester 2 20 600
Trimester 3 15 450
Trimester 4 10 200-300
Menilai kecukupan ASI pada Sabrina (20 bulan 7,7 kg, berat bayi lahir 2100 gram)
TM 1 = 900 g x 3 = 2700 gram
TM 2 = 600 g x 3 = 1800 gram
TM 3 = 450 g x 3 = 1300 gram
TM 4 = 300 g x 3 = 900 gram
>1 tahun = 6 g x 30 hari x 7 = 1260 gram
TOTAL = 7960 gram + 2100 =10060 gram (kenaikan BB ideal untuk usia 20 bulan
yang harus dicapai)

Imunisasi

Gambar. Jadwal Imunisasi Anak Usia 0-18 Tahun (Sumber: IDAI, 2017)
Global Developmental Delayed
a. Definisi
Global developmental delay (GDD) didefinisikan sebagai terlambatnya dalam dua
atau lebih domain perkembangan motorik kasar / halus, bicara / bahasa, kognisi, sosial /
pribadi dan aktivitas kehidupan sehari-hari, yang memengaruhi anak-anak di bawah usia
5 tahun. GDD dianggap signifikan ketika ada defisit kinerja minimal 2 SD di bawah usia
sesuai rata-rata pada tes penilaian standar yang diterima. Dengan prevalensi 1% -3%,
GDD adalah salah satu kondisi yang paling umum dijumpai di pediatri. dengan kelainan
genetik dan struktural otak menjadi penyebab paling sering. (Suwarba, 2016)

b. Etiologi
Penyebab keterlambatan perkembangan umum antara lain gangguan genetik atau
kromosom seperti sindrom Down; gangguan atau infeksi susunan saraf seperti palsi
serebral atau CP, spina bifida, sindrom Rubella; riwayat bayi risiko tinggi seperti bayi
prematur atau kurang bulan, bayi berat lahir rendah, bayi yang mengalami sakit berat
pada awal kehidupan sehingga memerlukan perawatan intensif dan lainnya. (Mityantha,
2017)
Seorang anak yang berisiko atau menderita keterlambatan perkembangan global
(GDD ), atau gejala-gejalanya, mungkin anak dengan dugaan cerebral palsy (CP), atau
dengan peningkatan risiko CP. Anak-anak yang berisiko mengalami CP dapat secara
khusus berhubungan dengan salah satu kelompok berikut: (1) lahir prematur dan kecil
untuk usia kehamilan; (2) lahir prematur dengan cedera otak; (3) istilah lahir tetapi kecil
untuk usia kehamilan; (4) istilah lahir dengan cedera otak, (5) kelahiran prematur dan
kecil untuk usia kehamilan dengan cedera otak; dan (6) istilah lahir tetapi kecil untuk usia
kehamilan dengan cedera otak. (Mityantha, 2017)
Cerebral palsy (CP) mengacu pada sekelompok gangguan permanen dari
perkembangan gerakan dan postur, yang menyebabkan keterbatasan aktivitas, yang
dikaitkan dengan gangguan non-pro gresif yang terjadi pada otak janin atau bayi yang
sedang berkembang. Gangguan motorik CP sering disertai oleh gangguan sensasi,
persepsi, kognisi, komunikasi dan perilaku. Akibatnya, anak-anak yang berisiko
mengalami cerebral palsy berisiko mengalami keterlambatan perkembangan global.
(Mityantha, 2017))
Kemungkinan penyebab lainnya:
Tabel. Identifikasi etiologi keterlambatan perkembangan global (Sumber: Suwarba,
2016)

Hubungan dengan kelahiran preterm


Kelahiran prematur sekarang menjadi penyebab utama kecacatan perkembangan saraf
pada anak-anak, dan tingkat kecacatan perkembangan saraf berkorelasi terbalik dengan
usia kehamilan saat lahir. Meskipun sebelumnya diyakini berisiko rendah untuk
keterlambatan perkembangan, bahkan anak-anak yang lahir pada periode prematur akhir
(usia kehamilan 34-0 / 7 hingga 36-6 / 7 minggu) memiliki risiko peningkatan gangguan
perilaku dan keterlambatan belajar yang signifikan dibandingkan dengan anak-anak. lahir
pada saat term. Keterlambatan yang terkait dengan prematuritas meliputi ranah kognitif,
bahasa, motorik, sosial emosional, dan pembelajaran.
Selain penyesuaian usia, dokter harus memberikan perhatian khusus pada fungsi sensorik
pada anak yang lahir prematur. Insiden gangguan penglihatan dan pendengaran lebih
tinggi pada anak preterm daripada anak cukup karena peningkatan risiko retinopati
prematuritas, ikterus, perdarahan kortikal, infeksi, dan perpanjangan rawat inap.
Gangguan pendengaran atau penglihatan yang tidak dikenali dapat merusak kinerja pada
pengujian kognitif dan perilaku. Anak-anak yang lahir prematur juga memiliki risiko
lebih besar daripada rekan sebaya mereka untuk perdarahan intraventrikular dan
kemungkinan cerebral palsy, khususnya diplegia spastik, yang salurannya mempengaruhi
kinerja penilaian fungsi motorik.
Tabel. Faktor Risiko Perkembangan/Perilaku Setelah Kelahiran Prematur (Sumber:
Gerber, 2010)

c. Epidemiologi
Prevalensi KPG sekitar 5-10% pada anak di seluruh dunia, sedangkan di Amerika
Serikat angka kejadian KPG diperkirakan 1%-3% dari anak-anak berumur<5 tahun.
Penelitian oleh Suwarba dkk. di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta mendapatkan
prevalensi KPG adalah 2,3 %. Etiologi KPG sangat bervariasi, sekitar 80% akibat
sindrom genetik atau abnormalitas kromosom, asfiksia perinatal, disgenesis serebral dan
deprivasi psikososial sedangkan 20% nya belum diketahui. Sekitar 42% dari etiologi
keterlambatan perkembangan global dapat dicegah seperti paparan toksin, deprivasi
psikososial dan infeksi intra uterin, serta asfiksia perinatal.
Pasien KPG laki-laki lebih banyak diban dingkan perempuan yang dapat
diidentifikasi etiologinya (63% berbanding 37%). Namun bagaimana hal ini dapat terjadi
sampai saat ini belum dapat dijelaskan.

d. Klasifikasi
Tingkat keterlambatan perkembangan lebih lanjut diklasifikasikan sebagai:
- ringan (usia fungsional <33% di bawah usia kronologis),
- sedang (usia fungsional 34% -66% usia kronologis) dan
- parah (usia fungsional <66% dari usia kronologis)
e. Manifestasi Klinis
Terdapat hal spesifik yang dapat mengarahkan kepada diagnosa klinik KPG terkait
ketidakmampuan anak dalam perkembangan milestones yang seharusnya, yaitu:
1. Anak tidak dapat duduk di lantai tanpa bantuan pada umur 8 bulan
2. Anak tidak dapat merangkak pada 12 bulan
3. Anak memiliki kemampuan bersosial yang buruk
4. Anak tidak dapat berguling pada umur 6 bulan
5. Anak memiliki masalah komunikasi
6. Anak memiliki masalah pada perkembangan motorik kasar dan halus

f. Pemeriksaan Penunjang
Proses evaluasi genetika medis:
1. Riwayat klinis
2. Riwayat keluarga
3. Pemeriksaan fisik (terutama untuk anomali minor)
4. Pemeriksaan neurologis
5. Tes genetik / genom konfirmasi khusus untuk sindrom yang dicurigai
6. Kromosom microarray jika diagnosis spesifik tidak dicurigai
7. Pengujian genetik molekuler Fragile X jika CMA negatif dan fenotip sugestif
8. Whole exome sequencing dengan cacat yang signifikan
9. Skrining metabolik
10. Pencitraan otak MRI yang ditargetkan (mikrosefali, makrosefali, pemeriksaan
neurologis abnormal)
MRI otak telah digunakan secara selektif dan non-selektif dalam mengevaluasi pasien
dengan GDD. Hasil diagnostik MRI lebih tinggi ketika digunakan pada pasien di
mana GDD dikaitkan dengan tanda-tanda klinis seperti lingkar kepala abnormal
(mikrosefali, makrosefali non-keluarga, perubahan cepat pada lingkar kepala), tanda-
tanda neurologis fokal atau epilepsi. Studi terbaru terus menunjukkan tingkat deteksi
kelainan yang lebih tinggi ketika MRI dilakukan pada pasien dengan GDD dengan
tanda-tanda klinis / neurologis tambahan.
Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP)
Kuesioner Pra Skrining Perkembangan / KPSP (Developmental Prescreening Questionnaire /
DPsQ) adalah serangkaian pertanyaan dan instruksi yang digunakan sebagai metode skrining
perkembangan untuk anak-anak berusia 3 bulan hingga 6 tahun. KPSP terdiri dari 10 pertanyaan
yang harus dijawab 'ya' atau 'tidak' oleh orang tua. KPSP dapat dilakukan dalam waktu sekitar
10-15 menit. Skor KPSP 9 atau 10 menunjukkan bahwa anak tersebut tidak mengalami
penurunan nilai, sedangkan skor di bawah 9 berarti bahwa anak tersebut diduga memiliki
masalah perkembangan.
Pembagian lembar KPSP dibedakan berdasarkan usia yakni 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, 30, 36, 42,
48, 54, 60, 66, 72 bulan.
g. Tatalaksana
Pengobatan bagi anak-anak dengan KPG hingga saat ini masih belum ditemukan. Hal
itu disebabkan oleh karakter anak-anak yang unik, dimana anak-anak belajar dan
berkembang dengan cara mereka sendiri berdasarkan kemampuan dan kelemahan
masing-masing. Sehingga penanganan KPG dilakukan sebagai suatu intervensi awal
disertai penanganan pada faktor-faktor yang beresiko menyebabkannya. Intervensi yang
dilakukan, antara lain:
1. Speech and Language Therapy
Speech and Language Therapy dilakukan pada anak-anak dengan kondisi CP,
autism, kehilangan pendengaran, dan KPG. Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan berbicara, berbahasa dan oral motoric abilities. Metode yang dilakukan
bervariasi tergantung dengan kondisi dari anak tersebut. Salah satunya, metode
menggunakan jari, siulan, sedotan atau barang yang dapat membantu anak-anak untuk
belajar mengendalikan otot pada mulut, lidah dan tenggorokan. Metode tersebut
digunakan pada anak-anak dengan gangguan pengucapan. Dalam terapi ini, terapis
menggunakan alat-alat yang membuat anak-anak tertarik untuk terus belajar dan
mengikuti terapi tersebut.
2. Occupational Therapy
Terapi ini bertujuan untuk membantu anak-anak untuk menjadi lebih mandiri
dalam menghadapi permasalahan tugasnya. Pada anak-anak, tugas mereka antara
bermain, belajar dan melakukan kegiatan sehari-hari seperti mandi, memakai pakaian,
makan, dan lain-lain. Sehingga anak-anak yang mengalami kemunduran pada
kemampuan kognitif, terapi ini dapat membantu mereka meningkatkan
kemampuannya untuk menghadapi permasalahannya.
3. Physical Therapy
Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar dan halus,
keseimbangan dan koordinasinya, kekuatan dan daya tahannya. Kemampuan motorik
kasar yakni kemampuan untuk menggunakan otot yang besar seperti berguling,
merangkak, berjalan, berlari, atau melompat. Kemampuan motorik halus yakni
menggunakan otot yang lebih kecil seperti kemampuan mengambil barang. Dalam
terapi, terapis akan memantau perkembangan dari anak dilihat dari fungsi, kekuatan,
daya tahan otot dan sendi, dan kemampuan motorik oralnya. Pada pelaksanaannya,
terapi ini dilakukan oleh terapi dan orang-orang yang berada dekat dengan anak
tersebut. Sehingga terapi ini dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
4. Behavioral Therapies
Anak-anak dengan delay development akan mengalami stress pada dirinya dan
memiliki efek kepada keluarganya. Anak-anak akan bersikap agresif atau buruk seperti
melempar barang-barang, menggigit, menarik rambut, dan lain-lain. Behavioral
therapy merupakan psikoterapi yang berfokus untuk mengurangi masalah sikap dan
meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi. Terapi ini dapat dikombinasikan dengan
terapi yang lain dalam pelaksanaanya. Namun, terapi ini bertolak belakang dengan
terapi kognitif. Hal itu terlihat pada terapi kognitif yang lebih fokus terhadap pikiran
dan emosional yang mempengaruhi sikap tertentu, sedangkan behavioural therapy
dilakukan dengan mengubah dan mengurangi sikap-sikap yang tidak diinginkan.
Beberapa terapis mengkombinasikan kedua terapi tersebut, yang disebut cognitive-
behavioural therapy.

h. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada anak-anak dengan KPG, yakni kemunduran
perkembangan pada anak-anak yang makin memberat. Jika tidak tertangani dengan baik,
dapat mempengaruhi kemampuan yang lain, khususnya aspek psikologi dari anak itu
sendiri. Salah satunya, anak akan mengalami depresi akibat ketidakmampuan dirinya
dalam menghadapi permasalahannya. Sehingga anak itu dapat bersikap negatif atau
agresif.
Daftar Pustaka
Gerber, R. J., Wilks, T., & Erdie-Lalena, C. (2010). Developmental milestones: motor
development. Pediatrics in Review, 31(7), 267-277.
IDAI. 2011. Asuhan nutrisi pediatrik. UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik Ikatan Dokter Anak
Indonesia.
IDAI. 2015. Kurva Pertumbuhan WHO [Online] Tersedia di: http://www.idai.or.id/professional-
resources/growth-chart/kurva-pertumbuhan-who (diakses pada tanggal 23 Maret 2020).
Mithyantha, R., Kneen, R., McCann, E., & Gladstone, M. (2017). Current evidence-based
recommendations on investigating children with global developmental delay. Archives of
disease in childhood, 102(11), 1071-1076.
Moeschler, J. B. (2019). Neurodevelopmental Disabilities: Global Developmental Delay,
Intellectual Disability, and Autism. In Emery and Rimoin's Principles and Practice of
Medical Genetics and Genomics (pp. 61-79). Academic Press.
Scharf, R. J., Scharf, G. J., & Stroustrup, A. (2016). Developmental Milestones. Pediatrics in
review, 37(1), 25-37.
Suwarba, I.G.N., Widodo, D.P. and Handryastuti, R.S., 2016. Profil klinis dan etiologi pasien
keterlambatan perkembangan global di rumah sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Sari
Pediatri, 10(4), pp.255-61.

Anda mungkin juga menyukai