Anda di halaman 1dari 4

1.

      Gaya Belajar
Nasution (2011:93) menjelaskan bahwa mengajar itu harus memperhatikan gaya belajar atau “learning
style” siswa yaitu cara ia bereaksi dan menggunakan perangsang-perangsang yang diterimanya dlam proses
belajar. Para peneliti menemukan adanya berbagai gaya belajar pada siswa yang dapat digolongkan menurut
kategori-kategori tertentu. Informasi tentang adanya gaya belajar yang berbeda-beda mempunyai pengaruh atas
kurikulum, administrasi, dan proses belajar mengajar.
Untuk mempertinggi efektifitas proses belajar mengajar perlu diadakan penelitian yang mendalam tentang gaya
belajar siswa. Penelitian diadakan dalam tiga bidang yaitu:
a)      Gaya kognitif siswa
b)      Gaya respon siswa terhadap stimulus
c)      Model belajar
a)      Gaya kognitif
Gaya belajar adalah cara yang konsisten yang dilakukan oleh seorang murid dalam menangkap stimulus atau
informasi, cara mengingat, berfikir, dan memecahkan soal. Tidak semua rang mengikuti cara yang sama,
masing-masing menunjukkan perbedaan. Gaya belajar ini berkaitan erat dengan pribadi seseorang, yang tentu
dipengaruhi oleh pendidikan dan riwayat perkembangannya.
b)      Tiga model gaya belajar.
Berdasarkan studi longitudinal yang dilakukan oleh H. Witkin atas 1600 mahasiswa sejak tahun 1954-1970, ia
menemukan tes untuk membedakan tipe-tipe gaya belajar mahasiswa. Pertama secara field dependent artinya
sangat dipengaruhi oleh lingkungan atau bergantung pada lingkungan ada pula yang tidak dipengaruhi oleh
lingkungan
1.      Field dependent
Ciri-ciri tipe Field dependent
·         Sangat dipengaruhi oleh lingkungan banyak bergantung pada pendidikan sewaktu kecil
·         Di didik untuk selalu memperhatikan orang lain
·         Mengingat hal-hal dalam konteks sosial
·         Bicara lambat agar dapat dipahami oleh orang lain
·         Mempunyai hubungan sosial yang luas
·         Tidak senang pelajaran matematika lebih menyukai bidang humanitas dan ilmu-ilmu sosial
·         Guru yang field dependent cenderung diskusi dan demokratis
·         Memerlukan petunjuk yang lebih banyak untuk memahami sesuatu
·         Lebih peka akan kritik dan perlu mendapat dorongan.
2.      field independent
Ciri-ciri field independent
·         Kurang dipengaruhi oleh lingkungan dan pendidikan masa lampau
·         Di didik untuk berdiri sendiri dan mempunyai otonomi atas tindakannya
·         Tidak peduli akan norma-norma orang lain
·         Berbicara cepat tanpa menghiraukan daya tangkap orang lain
·         Kurang mementingkan hubungan sosial
·         Dapat juga menghargai humanitas dan ilmu-ilmu sosial, walaupun lebih cenderung pada matematika dan
ilmu pengetahuan alam
·         Guru yang field independent cenderung untuk memberikan kuliah, menyampaikan pelajaran dengan
memberitahukannya.
·         Tidak memerlukan petunjuk yang terperinci
·         Dapat menerima kritik demi perbaikan
3.      Impulsive-reflektif
Orang yang implusif mengambil keputusan dengan cepat tanpa memikirkannya secara mendalam. Sebaliknya
orang yang reflektif mempertimbangkan segala alternative sebelum mengambil keputusan dalam situasi yang
tidak mempunyai penyelesaian yang mudah. Jadi seorang reflektif dan implusif bergantung pada kecendrungan
untuk merefleksi atau memikirkan alternative-alternatif, kemungkinan-kemungkinan pemecahan suatu masalah
yang bertentangan dengan kecendrungan untuk mengambil keputusan yang implusif dalam menghadapi
masalah-masalah yang tidak pasti jawabannya.
4.      Preseptif, reseptif, sistematis, intuitif
Ciri-ciri preseptif
·         Memperhatikan aturan
·         Memusatkan perhatian pada hubungan diantara informai atau data
·         Melompat dari data yang satu kepada data yang lain untuk mendapatkan hubungannya
Ciri-ciri reseptif
·         Memperhatikan dengan detail
·         Menjauhi, membentuk konsep sebelum memperoleh seluruh keterangan
·         Mendesak atau menuntut segala keterangan sebelum mengambil kesimpulan
Ciri-ciri sistematis
·         Mula-mula mencari suatu metode pendekatan dan pemecahan
·         Menentukan jawaban berdasarkan suatu metode
·         Segera meniadakan alternative yang tidak sesuai
·         Melakukan penelitian dengan teratur untuk mencari data yang lebih banyak
·         Menyelesaikan setiap langkah sebelum meningkat kepada langkah berikutnya
Ciri-ciri intuitif
·         Memperhatikan keseluruhan masalah
·         Mempercayai petunjuk perasaan
·         Melompat-lompat dlaam jalan pikirannya
·         Sering merumuskan masalah itu kembali
·         Mempertahankan jawaban atas dasar cocoknya jawaban itu dengan hal-hal lain, jadi tidak berdasarkan
metode yang digunakannya.

2.      Kepribadian dan Tempramen


Kata kepribadian berasal dari bahasa inggris yaitu personality diambil dari bahasa Yunani yaitu proposan atau
persona yang berarti topeng yang biasa dipakai dalam teather. Para pelaku theater bertingkah laku seperti topeng
yang dipakainya, seolah topeng itu mewakili cirri kepribadiaannya. Jadi konsep awal pengertian kepribadian
adalah tingkah laku yang ditampakkan di lingkungan sosial kesan mengenai diri yang diinginkan agar dapat
ditangkap oleh lingkungan (Suryabrata, 1998:28).
Santrock (2010:158) menyatakan, kepribadian atau personalitas adalah pemikiran, emosi, dan perilaku tertentu
yang menjadi cirri dari seseorang dalam menghadapi dunianya. Alfiani (dalam blogspot) mengutip pendapat
Atkinson yang menyatakan kepribadian sebagai pola perilaku dan cara berpikir yang khas yang menentukan
penyesuaian diri seorang terhadap lingkungan.  Kepribadian seseorang dapat kita tinjau melalui dua model yaitu
model big five dan model brigg-myers.
a) Model Big Five
Merupakan model yang diajukan oleh Lewis Goldberg. Yang terdiri dari model kepribadian lima dimensi.
a)      Extrovesion
Orang tipe ini menikmati keberadaannya bersama orang lain, penuh energi, serta mengalami emosi positive.
b)      Agreeableness
Merupakan individu yang penuh perhatian, bersahabat, dermawan, suka menolong, dan mau menyesuaikan
keinginannya dengan orang lain.
c)      Conscientiousness
Individu ini selalu menghindari kesalahan dan mencapai kesuksesan tingkat tinggi melalui perencanaan yang
penuh tujuan dan gigih.
d)      Neoriticism (stabilitas emosional)
Individu yang Neoriticism tinggi memiliki reaksi emosi negatif, sedangkan orang yang Neoriticism rendah
cenderung tidak mudah terganggu, kurang reaktif secara emosi, tenang, serta bebas dari emosi negative yang
menetap.
e)      Openness to ekperience
Individu ini cenderung terbuka secara intelektual, selalu ingin tahu, memiliki apresiasi terhadap seni serta
sensitive terhadap kecantikan.

b.       Model Brigg-Myers
Dikemukakan oleh Isabel Brigg Myers dan Katharine C. model ini meliputi empat dimensi yaitu:
a)      Extraversion (E) versus Introversion (I)
Orang yang introvert menemukan tenaga didalam ide, konsep, dan abstraksi. Mereka selalu ingin memahami
dunia dan meupakan pemikir reflektif serta konsentrator. Sementara orang yang extrovert, menemukan energy
pada orang dan benda benda. Mereka memilih berinteraksi dengan orang lain dan berorientasi pada tindakan.

b)      Sensing (S) versus Intution (N)


Orang sensing berorientasi pada detail, menginginkan fakta dan mempercayainya. Orang-orang yang intuitif
mencari pola dan hbungan diantara fakta-fakta yang diperoleh.
c)      Thingking (T) vercus Feeling (F)
Individu yang thingking menghargai kebebasan, mereka membuat keputusan dengan mempertimbangkan
criteria objektif dan logika dari situasi. Individu yang Feeling menghargai harmoni, mereka memusatkan pada
nilai-nilaidan kebutuhan-kebtuham kemanusiaan pada saat membuat keputusan atau penilaian.
d)      Judging (J) dan Perceptive (P)
Orang yang judging cenderung tegas, penuh rencana, mengatur diri. Mereka fokus untuk menyelesaikan tugas
hanya ingin mengetahui esensi, dan bertindak cepat. Orang-orang perceptive selalu ingin tahu, dapat
menyesuaikan diri, dan spontan.

3.        Sosio-Ekonomi dan Budaya


Budaya merupakan pikiran, akal budi, hasil karya manusia, atau dapat juga didefinisikan sebagai adat istiadat.
Adanya nilai-nilai dalam masyarakat memberitahu pada angotanya tentang apa yang baik dan atau penting
dalam masyarakat. Nilai-nilai tersebut terjabarkan dalam suatu norma-norma. Norma masing-masing
masyarakat berbeda, maka perilaku yang muncul dari anggota masing-masing masyarakat berbeda satu dengan
yang lainnya.Individu-individu yang status sosial ekonominya rendah, sering kali mempunyai tingkat
pendidikan dan kekuatan yang rendah untuk mempengaruhi institusi masyarakat dan sumber ekonomi yang
lebih sedikit.
a.       Dampak budaya terhadap pembelajaran
Setiap siswa berasal dari ruang lingkup budaya yang berbeda, hal ini jelas berpengaruh terhadap pelaksanaan
pendidikan. Banyak aspek budaya mempunyai andil bagi identitas dan konsep diri pelajaran dan mempengaruhi
nilai, sikap dan harapan, hubungan sosial, penggunaan bahasa dan perilaku lain para pelajar. Hal ini mewajibkan
lingkungan pendidikan agar mampu merangkum semua siswa dari berbagai budaya dan kebiasaan agar di didik
secara efektif dan efisien.

b.      Pengaruh status sosial ekonomi terhadap pencapaian siswa


Status sosio-ekonomi yang didasarkan pada penghasilan perkerjaan, pendidikan dan gengsi sosial sangat
mempengaruhi sikap pelajar terhadap sekolah, pngetahuan, kesiapan beajar dan pencapaian akademis. Siswa
yang berasal dari keluarga yang berpendidikan rendah mengalami tekanan yang mempunyai andil bagi praktik
pengasuhan anak, pola komunikasi dan harapan yang rendah yang mungkin akan kurang menguntungkan anak-
anak ketika mereka memasuko sekolah.

4.      Pendekatan Pembelajaran Sesuai dengan Perbedaan Individu


Pendekatan individual adalah suatu pendekatan yang melayani perbedaan-perbedaan perorangan siswa
sedemikian rupa sehingga dengan penerapan pendekatan individual memungkinkan berkembangnya potensi
masing-masing siswa secara optimal. Dasar pemikiran dari pendekatan individual ini adanya perlakuan terhadap
perbedaan individual masing-masing siswa. Sebagai individu anak mempunyai kebutuhan dasar baik fisik
maupun kebutuhan anak untuk diakui sebagai pribadi, kebutuhan untuk dihargai dan menghargai orang lain,
kebutuhan rasa aman, dan juga sebagai makhluk sosial anak mempunyai kebutuhan untuk menyesuaikan dengan
lingkungan baik dengan temannya ataupun dengan guru dan orang tuanya.
Pembelajaran individual merupakan salah satu cara guru untuk membantu siswa belajar. Pendekatan individual
akan melibatkan hubungan yang terbuka antar guru dan siswa, yang bertujuan untuk menimbulkan perasaan
bebas dalam belajar sehingga terjadi hubungan yang harmonis antara guru dengan siswa dalam belajar.
Untuk mencapai hal ini Djamarah (2005:165) menjelaskan guru harus melakukan hal berikut ini:
1.      Mendengarkan secara empati dan menanggapi secara positif pikiran anak didik dan membuat hubungan
saling percaya.
2.      Membantu anak didik dengan pendekatan verbal dan nonverbal.
3.      Membantu anak didik tampa harus mendominasi/mengambil alih tugas
4.      Menerima perasaan anak didik sebagaimana adanya atau menerima perbedaannya dengan penuh perhatian.
5.      Menangani anak didik dengan member rasa aman, penuh pengertian, bantuan dan mungkin member
beberapa alternative pemecahan.
Berikut ini beberapa cara pendekatan pembelajaran sesuai dengan gaya belajar individu (Hamalik, 2008:187).
a.       Gaya Visual
1)      Gunakan materi visual seperti gambar-gambar, diagram dan peta
2)      Gunakan warna untuk memperjelas hal-hal penting
3)      Ajak anak untuk membaca buku-buku berilustrasi
4)      Gunakan multimedia
5)      Ajak anak untuk mencoba mengilustrasikan ide-idenya ke dalam gambar.
b.      Gaya Auditori
1)      Ajak anak untuk ikut berpartisipasi dalam diskusi
2)      Dorong anak untuk membaca materi pelajaran dengan keras.
3)      Gunakan musik
4)      Diskusikan ide dengan anak secara verbal
5)      Biarkan anak merekam materi
c.       Gaya Kinestik
1)      Jangan paksakan anak untuk belajar sampai berjam-jam
2)      Ajak anak untuk belajar sambil mengeksplorasi lingkungannya
3)      Izinkan anak untuk mengunyah permenkaret pada saat belajar
4)      Gunakan warna terang untuk memperjelas hal-hal penting dalam bacaan
5)      Izinkan anak untuk belajar sambil mendengarkan musik

 KEPUSTAKAAN
Djamarah, Syaiful Bahri. 2005. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta:Rineka Cipta.

Hamalik, Oemar. 2008. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Nasution. 2011. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta:Bumi Aksara.

Santrock, John W. 2010. Psikologi Pendidikan. Jakarta:Kencana.


Suryabrata, Sumadi. 1998. Psikologi Kepribadian. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai