Anda di halaman 1dari 14

ASAM-BASA ANORGANIK 1

Penulis

Kelompok : 7 (Tujuh)

Kelas :A

Anggota : 1. Ira Novita Sari (1413023027)

2. Nisa Amalia Rhaudah (1413023045)

Mata kuliah : Kimia Anorganik 1

Dosen : 1. Dra. Nina Kadaritna,M.Si.

2. Dr. Noor Fadiawati,M.Si.

3. M.Mahfudz S,S.Pd.,M.Sc.

PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG
2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini.

Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih


banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

                                                                                      
Bandarlampung, Oktober 2015

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iii

I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang.......................................................................................1
I.2 Rumusan Masalah..................................................................................1
I.3 Tujuan Penulisan....................................................................................1
II. PEMBAHASAN
II.1 Definisi Pelarut......................................................................................2
II.2 Asam-Basa dalam Sistem Pelarut..........................................................4
II.3 Asam-Basa Lux-Flood..........................................................................5
II.4 Asam-Basa Pearson (HSAB)................................................................7
III. PENUTUP
III.1 Kesimpulan..........................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebagian reaksi kimia dan banyak pengukuran sifat zat dikerjakan dalam suatu
pelarut. Pelarut memiliki sifat dan karakteristik tertentu dimana sifat dan
karakteristik pelarut tersebut sangat menentukan keberhasilan ataupun kegagalan
suatu studi. Dalam konsep larutan, pelarut atau zat pelarut merupakan zat yang
jumlahnya lebih banyak dalam suatu larutan. Bagi ahli kimia anorganik, air
merupakan pelarut yang paling penting, namun banyak pelarut lain yang telah
dicoba dan ternyata berguna. Misalnya asetonitril, ammonia, dimetilformamida,
dan lain-lain.

Adapun yang sangat erat hubungannya dengan sifat-sifat pelarut adalah perilaku
asam dan basa yaitu suatu senyawa yang bertindak sebagai asam pada pelarut
tertentu dan sebaliknya. Dalam kehidupan, asam-basa dikelompokkan
berdasarkan aturan-aturan tertentu. Oleh karena itu, agar lebih memahami konsep
mengenai pengelompokan asam-basa, maka disusunlah makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam penulisan ini sebagai berikut :
1. Bagaimana definisi pelarut?
2.  Bagaimana penggolongan asam-basa sistem pelarut?
3. Bagaimana penggolongan asam-basa Lux-Flood?
4. Bagaimana penggolongan asam-basa keras lunak?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui definisi pelarut
2. Mengetahui penggolongan asam-basa sistem pelarut
3. Mengetahui penggolongan asam-basa Lux-Flood
4. Mengetahui penggolongan asam-basa keras lunak

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Pelarut


Pelarut merupakan suatu zat yang dapat melarutkan zat lain. Sifat-sifat pelarut
diantaranya sebagai berikut:

1. Pelarut dalam keadaan cair. Karena dalam keadaan cair dapat melarutkan
semua fasa (fasa gas, cair, dan padat), mudah dikelola dan diamati, serta
mempermudah pengukurannya ditaksir,
2. Tetapan dielektrik, yaitu kemampuan suatu zat melarutkan zat padat yang
lain. Semakin tinggi tetapan dielektriknya maka semakin besar
kemampuannya melarutkan zat.
3. Sifat-sifatnya sebagai donor dan akseptor (asam-basa lewis).
Lewis menjelaskan bahwa asam basa berkaitan dengan donor dan akspetor
pasangan eleektron, dimana asam adalah yang menerima pasangan
elektron, dan basa yang memberikan pasangan elektron. Solvasi adalah
interaksi zat terlarut dan pelarut dimana zat pelarut nya mengelilingi zat
terlerut. Misalkan pada NaCl yang dilarutkan dalam H 2O. Pelarut H2O
mengelilingi ion Na+ dan Cl-.
4. Keasaman protonik atau kebasaan. Pelarut terbagi menjadi pelarut
berproton dan pelarut tidak berproton. Pelarut berproton mengandung
proton yang dapat diionkan dan bersifat asam kuat atau lemah. Misalnya
H2O, HCl, HF, H2SO4, dan HCN. Bahkan amonia yang biasanya dianggap
sebagai basa , merupakan pelarut berproton dan dapat memberikan H+
kepada basa yang lebih kuat. Pelarut berproton mempunyai ciri
mengalami otodisosiasi.
Pelarut tidak berproton. Pelarut jenis ini terbagi atas tiga golongan yang
luas, yaitu:
1. Zat cair non polar atau kecil kepolarannya, zat cair tidak terdisosiasi,
yang tidak tersolvasi secara kuat. Contohnya CCl4 dan CH4. Karena

2
kepolarannya rendah, tetapan dielektrik rendah, dan daya sebagai donor
lemah, zat cair tersebut merupakan pelarut tidak kuat keculi bagi zat
nonpolar lainnya. Bila dapat digunakan maka nilai utamanya ialah karena
zat cair tersebut hampir tidak berperan dalam reaksi kimia yang ada di
dalamnya.
2. Pelarut tidak terion tapi sangat kuat mensolvasi (biasanya polar).
Contoh jenis ini adalah CH3CN,dimetilformamida (DMF),
dimetilsulfoksida (DMSO), tetrahidrofuran (THF), dan SO2. Pelarut-
pelarut tersebut mempunyai kesamaan yaitu tidak berproton, tidak ada
kesetimbangan otodisosiasi, dan mensolvasi ion dengan kuat.
3. Pelarut yang sangat polar dan berotoionisasi. Otoionisasi adalah
kemampuan pelarut menghasilkan ion positif dan ion negatif.
Beberapa dari pelarut tersebut adalah senyawaan antar halogen
2BrF3 BrF2+ + BrF4-
2IF5 IF4+ + IF6-
2Cl3PO Cl2PO4- + Cl4PO-

5. Sifat dan derajat otodisosiasi. Sifat ini berkaitan dengan tetapan dielektrik
dan keasaman protonik. Otodisosiasi adalah keadaan dimana pelarut dapat
menghasilkan kation spesifik dan anion spesifik.
Reaksi otodisosiasi dapat dituliskan secara sederhana sebagai berikut:
Kation Anion
spesifik spesifik

2H2O H3O+ + OH-


2HCl H2Cl+ + Cl-
2HF H2F+ + F-
2H2SO4 H3SO4+ + HSO4-
2NH3 NH4+ + NH3-

3
2.1 Asam Basa Sistem Pelarut
Salah satu dari kelemahan model atom Arrhenius mengenai perilaku asam-
basa adalah pembatasannya yang kaku pada media air. Sejak awal hal ini telah
menimbulkan pertikaian, terutama sebagai akibat dari studi pelarut dalam
amonia cair. Didasarkan pada kriteria eksperimental, dapat ditunjukkan
adanya kemiripan antara reaksi asam-basa dalam media air dan beberapa jenis
reaksi tertentu dalam amonia. Jika kita memperhatikan adanya swaionisasi
(autoionization) air untuk membentuk ion hidronium dan ion hidroksil. Kita
dapat mencacat bahwa swa-ionisasi terjadi juga pada amonia untuk
membentuk ion amonium dan ion amida

2H2O H3O+ + OH-


2NH3 NH4+ + NH2-
Sistem medium amonia dan air dari asam dan basa secara formal adalah
sangat mirip. Hal ini menjadi jelas bila kita menyadari bahwa ion amonium
dan ion hidronium keduanya dapat dipandang sebagai proton tersolvasi.

Bagi pelarut berproton, sifat asam atau basa bukanlah sifat mutlak zat terlarut.
Sifat asam atau basa dari zat hanya dapat dirinci dalam kaitannya dengan
pelarut yang dipakai.

TABLE 6-2
Protic Solvents
Solvent Acid Cation Base Anion
Sulfuric acid, H2S04 HS04-
Hydrogen fluoride, HF H2F+ HF2-

Water, H20 H3O+ OH-

Acetic acid, CH3COOH CH3COOH2+ CH3COO-


CH30-
NH4+ NH2-
Acetonitrile, CH3CN CH3CNH+ CH2CN-

Misalnya dalam air CH3COOH adalah asam, karena CH3COOH meninggikan


kation spesifik pelarutnya yaitu H3O+

2H2O H3O+ + OH-


CH3COOH + H2O → H3O+ + CH3COO-

4
Namun, dalam sistem pelarut asam sulfat, CH3COOH adalah basa, karena
CH3COOH meninggikan anion spesifik pelarutnya yaitu HSO4-

2H2SO4 H3SO4+ + HSO4-


CH3COOH + H2SO4 → CH3COOH2+ + HSO4-

Sistem pelarut dapat juga digunakan pada pelarut yang tidak mengandung
Hidrogen, diantaranya yaitu BrF3, N2O4, dan SO2. Itu merupakan pelarut yang
tidak berproton, hal tersebut menunjukkan bahwa perilaku jenis asam-basa
tetap dapat diamati dalam sistem di mana proton tidak memainkan peranan
apa-apa.

Contoh pada BrF3, pelarut ini merupakan pelarut tidak berproton yang juga
mengalami otodisosiasi.

2BrF3 BrF2+ + BrF4-


Zat terlarut yang meningkatkan konsentrasi kation spesifik pelarutnya, BrF2+,
bersifat asam. Contohnya pada SbF5 yang merupakan asam dalam pelarut
BrF3.

SbF5 + BrF3 → BrF2+ + SbF6-


Dan zat pelarut seperti KF yang meningkatkan konsentrasi anion spesifik
pelarutnya, BrF4-, bersifat basa.

KF + BrF3 → K+ + BrF4-

Jadi asam dalam sistem pelarut adalah zat terlarut yang meninggikan
konsentrasi kation spesifik dalam pelarut. Sedangkan basa dalam sistem
pelarut adalah zat terlarut yang meninggikan konsentrasi anion spesifik dalam
pelarut.

2.2 Asam Basa Lux-Flood


Pada tahun 1939, kimiawan jerman Hermann Lux mengemukakan teori asam
basa oksigen. Kemudian pada tahun 1947, Håkon Flood mengembangkan
kembali teori ini yang hingga sekarang masih digunakan pada bidang
geokimia modern dan lelehan garam.

5
CaO + H2O = Ca(OH)2
CaCO3 +2H2O
CO2 + H2O = H2CO3
CaO + CO2 CaCO3
Bila CaO dan CO2 mula-mula dibiarkan bereaksi dengan air, produk
hidrasilnya segera dikenali sebagai asam dan basa. Reaksi antara asam dan
basa tersebut menghasilkan garam CaCO3 dan pelarut, merupakan reaksi
penetralan. Namun reaksi tersebut dapat dikerjakan secara langsung seperti
pada persamaan kedua, tanpa keikutsertaan pelarut namun dengan suhu yang
tinggi. Karena suhu yang tinggi itulah menyebabkan pelarut H2O menguap.
Wajar bila selanjutnya reaksi tersebut dianggap sebagai reaksi asam basa.

Beberapa contoh lain dari reaksi langsung antara oksida asam dan oksida basa
adalah:
CaO + SiO2 CaSiO3
3Na2O + P2O5 2Na3PO4
Prinsip umum dalam proses tersebut dikenali oleh Lux dan Flood, yang
mengusulkan bahwa asam didefinisikan sebagai akseptor ion oksida dan basa
sebagai donor ion oksida. Jadi pada reaksi tersebut, basa yaitu CaO dan Na2O
menyediakan ion oksidanya kepada asam CO2, SiO2, dan P2O5, sehingga basa
membentuk anion CO32-, SiO32-, dan PO43-.

Konsep asam basa Lux-Flood sangat berguna dalam pengelolaan sistem


anhdridat pada suhu tinggi seperti dijumpai pada keramik dan metalurgi.
Konsep ini hubungannya terbalik dengan kimia pada sistem air dari asam-
basa, karena asam adalah oksida yang bereaksi dengan air menghasilkan basa,
misalnya Na2O + H2O 2Na + 2OH-

Dan basa adalah anhidrida dari asam dalam air, misalnya:

P2O5 + 3H2O 2H3PO4

6
2.3 Asam Basa Pearson (HSAB)
Telah dikenal sejak lama bahwa Ion-ion logam dapat dibagi kedalam dua
golongan menurut kereaktivannya terhadap berbagai ligan.Perhatikan ligan-
ligan yang dibentuk oleh unsur-unsur golongan V, VI, dan VII. Bagi golongan
V dapat dipilih deret homolog seperti R3N, R3P, R3As, R3Sb, dan bagi
golongan VII diambil anionnya F-, Cl-, Br-, dan I-. Logam (a) dan logam (b)
merupakan asam lunak. Sementara ligan-ligan merupakan basa. Untuk
logam-logam jenis (a) kompleks paling stabil (arah keatas) terbentuk dengan
ligan yang paling ringan dan berkurang kestabilannya dalam urutan menurun
dalam kelompokan ligan tersebut. Untuk logam jenis (b) kecenderungan itu
berlawanan. Kestabilan dipengaruhi oleh faktor keelektronegatifan, dimana
pada satu golongan dari bawah ke atas semakin besar keelektronegatifannya.
Ini tertera dalam ikhtisar berikut:
Kompleks logam jenis (a) Ligan Kompleks logam jenis (b)

Paling kuat R3N R2O F- Paling lemah


R3P R2S Cl-
R3As R2Se Br-
Paling lemah R3Sb R2Te I- Paling kuat

Jenis logam (a) pada dasarnya meliputi


1. Ion logam alkali
2. Ion alkali tanah
3. Ion yang lebih ringan dan bermuatan besar (misalnya Ti4+, Fe3+, Co3+, Al3+).
Jenis logam (b) meliputi:
1. Ion logam transisi yang lebih berat (seperti Hg22+, Hg2+, Pt2+, Pt4+, Ag+, Cu+)
2. Ion logam valensi rendah sperti logam bermuatan formal nol dan karbonil
logam.

Perbedaan kestabilan dari kedua logam diatas yaitu:

7
Logam Jenis (a) Logam Jenis (b)
Stabil dengan yang Stabil dengan yang
keelektronegatifan nya besar keelektronegatifan nya kecil
Stabil dengan yang ukurannya kecil Stabil dengan yang ukurannya besar
Stabil dengan yang kepolarannya Stabil dengan yang kepolarannya
besar kecil

Adapun contoh klasifikasi asam basa keras lunak adalah sebagai berikut:
Klasifikasi Basa
Keras Lunak
H2O, OH- , F- R2S, RSH, RS-
CH3CO2- , PO43-, SO42- I- , SCN- , S2O32-
Cl- , CO32-, ClO4-, NO3- R3P , R3As, (RO)3P
ROH, RO- , RO-, R2O C2H4 , C5H6
NH3 , RNH2 , N2H4 H- , R-

Klasifikasi Asam
Keras Lunak
H+, Li+, Na+, K+ Cu+ , Ag+ , Au+ , TI+ , Hg+
Be2+, Mg 2+, Ca2+, Sr2+, Mn2+ Pd2+ , Cd2+ , Pt2+ , Hg2+
Al3+, Se3+, Ga3+ , In3+ , La3+ CH3Hg+ , CO(CN)52+, Pr4+
N3+ , Gd3+ , Lu3+ Te4+
Cr3+ , Co3+ , Fe3+ , As3+ TI3+ , TI(CH3)3 , BH3 , Ga(CH3)3
Si4+ , Ti4+ , Zr4+ , Th4+ , U4+ GaCl3 , GaI3 , InCl3
Pu4+ , Ce4+ , Hf4+ RS+ , RSe+ , RTe+
I+ , Br+ , HO+ , RO+

Logam dan ligan tersebut dikelompokkan menurut sifat keras dan lunaknya
berdasarkan pada kepolaran unsur yang menjadi dasar suatu prinsip yang
disebut Hard and Soft Acid Base (HSAB). Teori HSAB (Hard Soft Acid and
Base) merupakan pengembangan dari teori asam basa Lewis. Asam lunak
akan stabil dengan basa lunak, serta asam keras akan stabil dengan basa keras.
Ion logam yang berukuran kecil berikatan dengan ligan yang berikatan kecil

8
juga disebut asam basa keras. Sedangkan ion logam yang berukuran besar,
menyukai ligan yang cenderung besar disebut dengan asam basa lunak.
Kesamaan ukuran menyebabkan kestabilannya tinggi sehingga tidak mudah
larut dalam air. Tetapi apabila ion logam yang berukuran besar berikatan
dengan ligan yang berukuran kecil, menyebabkan kestabilannya rendah dan
mudah larut dalam air.

Konsep HSAB dapat meramalkan terjadi tidaknya suatu reaksi, contoh:


HgF2(g) + BeI2(g) → HgI2(g) + BeF2(g)
lunak-keras keras-lunak → lunak-lunak keras-keras
CH3HgOH(aq) + HSO3-(aq) → CH3HgSO3-(aq) + HOH(l)
lunak-keras keras-lunak → lunak-lunak keras-keras

BAB III

9
KESIMPULAN

3.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa, asam -
basa sistem pelarut sebagai berikut. Asam dalam sistem pelarut adalah zat
terlarut yang meninggikan konsentrasi kation dalam pelarut. Sedangkan
basa dalam sistem pelarut adalah zat terlarut yang meninggikan
konsentrasi anion dalam pelarut.
Lux dan Flood, yang mengusulkan bahwa asam didefinisikan sebagai
akseptor ion oksida dan basa sebagai donor ion oksida. Konsep asam basa
Lux-Flood sangat berguna dalam pengelolaan sistem anhdridat pada suhu
tinggi seperti dijumpai pada keramik dan metalurgi. Konsep ini
hubungannya terbalik dengan kimia pada sistem air dari asam-basa.
Kerekativan ion logam dan ligannya dikelompokkan menurut sifat keras
dan lunaknya berdasarkan pada kepolaran unsur yang menjadi dasar suatu
prinsip yang disebut Hard and Soft Acid Base (HSAB). Berdasarkan
prinsip Hard and Soft Acid Base (HSAB), asam basa keras adalah ion
logam yang berukuran kecil, menyukai ligan yang juga kecil. Asam basa
lunak adalah ion logam yang berukuran besar, menyukai ligan yang
cenderung besar.

DAFTAR PUSTAKA

10
Cotton dan Wilkinson. 1989. Kimia Anorganik Dasar. Jakarta: UI-Press
Miessler and Tarr. 2003. Inorganic Chemistry 3rd Edition. Northfield,
Minnesota: Prentice Hall
Petrucci, Ralph. 1987. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Jakarta:

Erlangga

Saito, Taro. 2008. Kimia Anorganik : Portal Pendidikan Gratis Indonesia.

11

Anda mungkin juga menyukai