Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Air merupakan sumber kehidupan yang sangat penting, air mengalir

dari dataran yang tinggi menuju dataran rendah ke laut dan ada yang

tertampung secara permanen dan atau sementara dalam suatu area. Proses

ini menggerus dan membawa berbagai macam bahan yang berasal dari

alam ataupun buangan kegiatan manusia. Banyaknya limbah sampah dan

berbagai bahan pencemar lainnya yang di buang ke sungai dapat

mempengaruhi kualitas air dan hewan yang hidup didalamnya seperti ikan

(Palar, 2004).

Timbal (Plumbum/Pb) secara alamiah dapat berada di perairan sebagai

dampak dari aktivitas manusia. Hal ini dapat terjadi oleh pengkristalan

timbal di udara dengan bantuan air hujan. Timbal juga dapat masuk ke

perairan dengan adanya aktivitas korosifikasi. Sedangkan timbal yang

masuk ke perairan akibat dari aktivitas manusia dapat terjadi secara

bermacam-macam seperti air buangan limbah industri yang berkaitan

dengan , air buangan pertambangan biji timah hitam dan sisa industri batu

baterai, Pb juga ditemukan pada buangan asap kendaraan bermotor yang di

tambahkan dalam bensin untuk mengurangi ketukan pada mesin (Palar,

2012).
Senyawa timbal bersifat racun dan berbahaya bagi kesehatan tubuh,

senyawa ini masuk dalam tubuh mahkluk hidup melalui saluran

pernafasan, saluran pencernaan dan sedikit melalui kulit. Keracunan

timbal dapat terjadi karena terhirupnya secara terus menerus debu, asab

atau melalui makanan yang mengandung timbal. Timbal yang masuk

melalui sistem pencernaan akan diabsorbsi dan didistribusikan keseluruh

jaringan melalui darah, hal ini akan mengakibatkan berbagai masalah

kesehatan tubuh, misalnya gangguan sistem saraf, gangguan

kardiovaskuler, gangguan sistem hemoglobin dan dapat menyebabkan

kanker (Palar, 2012).

Timbal banyak digunakan sebagai bahan tambahan bensin, industri

pipa, industri cat, industri aki, industri mobil, peralatan radio, patri dan

bahan campuran mainan anak-anak. Pada perairan dengan kandungan

timbal sebesar 0,2 – 0,5 mg/L Pb sudah jarang ditemukan organisme yang

mampu hidup kecuali Chironomus dan larva capung (Cullen dkk, 2003).

Ikan nila merupakan ikan air tawar yang bernilai ekonomis tinggi. Ikan

nila merupakan ikan dengan laju pertumbuhan yang cepat dan budidaya

yang tidak sulit. Ikan nila juga memiliki tingkat toleransi tinggi terhadap

stres dari lingkungan (Nirmala dkk, 2012). Menurut Metelev dkk, (1983)

ciri-ciri ikan terkena racun timbal adalah :

1. Gerakan sangat aktif

2. Aktivitas respirasi meningkat

3. Kehilangan keseimbangan
4. Kerusakan pada saluran pernafasan

5. Insang dan kulit tertutup oleh membran mucus yang mengalami

pembekuan

6. Terjadinya hemolisis dan kerusakan pada kulit

Rawa Jombor menjadi lahan bagi warga sekitar untuk mendapatkan

penghasilan dengan cara budidaya ikan. Ikan yang banyak dibudidaya dan

dikonsumsi serta dipasarkan adalah ikan nila. Banyaknya sampah dan

kendaraan yang melintas diasumsikan banyak terdapat polutan Pb. Kadar

Pb akan dianalisa dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom, karena

lebih peka dan membutuhkan sampel yang sedikit dan cocok untuk analisa

logam.

B. RUMUSAN PERMASALAHAN

1. Apakah terdapat paparan timbal (Pb) dalam daging ikan nila merah

(Oreochromis sp) yang dibudidayakan di Rawa Jombor ?

2. Berapa kadar timbal (Pb) yang terdapat dalam daging ikan nila merah

(Oreochromis sp) yang dibudidayakan di Rawa Jombor ?

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui adanya timbal (Pb) yang terkandung dalam daging

ikan nila merah (Oreochromis sp) yang dibudidayakan di Rawa

Jombor
2. Untuk mengetahui berapa kadar timbal (Pb) dalam daging ikan nila

merah (Oreochromis sp) yang dibudidayakan di Rawa Jombor

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi peneliti :

Sebagai awal atau dasar penelitian lebih lanjut tentang paparan timbal

yang ada di Rawa Jombor

2. Bagi masyarakat :

Sebagai bahan informasi adanya paparan timbal akibat polusi udara

dan sampah sehingga masyarakat lebih bisa mengurangi dampak

paparan timbal tersebut.

E. KEASLIAN PENELITIAN

Peneliti dengan judul “Analisis Kandungan Timbal Dalam Daging Ikan

Nila Merah (Oreochromis sp) di Rawa Jombor” belum pernah diteliti

sebelumnya, adapun penelitian lain yang pernah dilakukan adalah :

1. Penelitian Weda Mahalina, Tjandrakirana, Tarzan Purnomo, tahun

2015 berjudul “ Analisis Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) dalam

Ikan Nila (Oreochromis niloticus) yang Hidup di Sungai Kali Tengah

Sidoarjo”. Telah melakukan penelitian adanya paparan timbal pada

daging ikan nila yang ada di Sungai Kali Tengah Sidoarjo. Peneliti

mengambil sampel denagan teknik purposing sampling dari beberapa

tempat ikan nila yang hidup di Sungai Kali Tengah, Sidoarjo memiliki
kadar Pb yang jauh melebihi batas yaitu sebesar 0,008 ppm ( menurut

Keputusan Menteri Negara LH No.51 tahun 2014). Dari percobaan

tersebut dapat disimpulkan bahwa pembuangan atau aliran sungai yang

dekat dengan area lumpur lapindo mengandung timbal yang

melampaui batas.

2. Penelitian Deby Enni Priatna, Tarzan Purnomo, Nur Kuswanti pada

tahun 2015 yang berjudul “Kadar Logam Barat Timbal (Pb) pada Air

dan Ikan Bander ( Barbonymus gonionotus) di Sungai Brantas Wilayah

Mojokerto” telah melakukan penelitian tentang kadar timbal pada

daging ikan bander yang hidup di Sungai Berantas Wilayah Mojokerto

dengan adanya pencemaran timbal dari banyaknya industri yang

dilewati oleh sungai Brantas. Peneliti mengambil sampel dengan

teknik purposing sampling dari beberapa tempat Ikan nila yang hidup

Sungai Brantas Wilayah Mojokerto dan diuji dengan menggunakan

metode spektrofotometri serapan atom. Hasilnya nilai kadar timbal

pada ikan dan air telah melebihi batas dan semakin tinggi kadar Pb

dalam air akan semakin tinggi kadar Pb dalam daging ikan.

3. Penelitian Nyoman Ayu Ratmini pada tahun 2006 yang berjudul

“Kandungan Logam Berat Timbal (Pb), Mercuri (Hg) dan Cadnium

(Cd) pada Daging Ikan Sapu-Sapu (Hyposarcus pardalis) Sungai

Ciliwung Stasiun Srengseng, Condet dan Manggarai” telah melakukan

penelitian adanya pencemaran timbal di sungai Ciliwung dalam daging

ikan sapu-sapu yang hidup di sungai tersebut. Hasil dari penelitian ini
adalah kadar Mercuri (Hg), Cadnium (Cd), dan Timbal (Pb) pada

daging ikan sapu-sapu dari stasiun Srengseng adalah

Hg<0,0005:Cd<0,003 dan Pb<0,01. Dan hasil di stasiun Manggarai

kadar Hg<0,0005:Cd<0,003 dan Pb<0,02. Stasiun Condet

Hg<0,0005:Cd<0,003 dan Pb<0,0. Dibanding dengan kadar Cadnium

menurut Peraturan Pemerintah No 82 tahun 2001, baku mutu

lingkungan untuk Cd sebesar 0,01 mg/liter dan Pb 0,03 mg/liter.

Perbedaan yang akan dilakukan oleh peneliti lain adalah sampel dan

lokasi penelitian.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TIMBAL (Plumbum/Pb)

Timbal atau lebih dikenal dengan nama timah hitam. Termasuk logam

dengan golongan IV-A pada Tabel Periodik Unsur Kimia. Memiliki nomor

atom 82 denagan bobot 207,2. Penyebaran timbal di bumi hanyalah sedikit

yaitu hanya 0,0002% dari jumlah seluruh kerak bumi (Palar, 2012).

Konsentrasi timbal di lingkungan tergantung pada tingkat aktivitas

manusia, misalnya di daerah industri, di jalan raya, dan tempat

pembuangan sampah. Timbal merupakan logam berat yang banyak

digunakan dalam industri pipa, lempeng logam, cat, aki, industri mobil,

peralatan radio, patri, dan bahan campuran pada mainan anak-anak

(Ruslijanto, 1984). Selain itu timbal juga ditemukan pada bahan bakar

kendaraan yaitu bensin yang ditambahkan untuk mengurangi letupan pada

kendaraan dan menurunkan angka oktan (Palar, 2012).

Syarat kandungan kadar timbal yang boleh terdapat dalam ikan

menurut SNI 7387 – 2009 adalah 0,3 mg/kg.

Menurut Palar (2012) logam timbal memiliki sifat-sifat yang khusus

yaitu :

a. Merupakan logam lunak, sehingga dapat dipotong dengan pisau

atau tangan dan dapat dibentuk dengan mudah


b. Merupakan logam yang tahan terhadap peristiwa korosi atau karat,

sehingga logam timbal sering digunakan sebagai bahan coating

c. Memiliki titik lebur 327,5 derajat celcius

d. Mempunyai kerapatan yang lebih besar dari logam lainnya kecuali

merkuri dan emas

e. Merupakan penghantar listrik yang tidak baik

Keberadaan logam berat dalam air mempengaruhi kehidupan biota air,

karena kemapuan biota dalam mengakumulasi logam berat yang ada dalam

air. Timbal dapat bersifat toksik pada ikan baik secara kronis maupun akut.

Efek secara kronis dimulai dengan menurunya berat badan yang disertai

dengan gangguan sistem pencernakan, sedangkan efek akut disertai

dengan kerusakan sel darah merah, penurunan kandungan hemoglobin,

serta gangguan pada sistem saraf tepi (Anonim, 2003). Timbal terikat pada

berbagai macam jaringan seperti hati, limfa, otak dan sumsum tulang

(Riyadina, 1997).

Menurut Metelev dkk, (1983) ciri-ciri ikan terkena racun timbal adalah :

1. Gerakan sangat aktif

2. Aktivitas respirasi meningkat

3. Kehilangan keseimbangan

4. Kerusakan pada saluran pernafasan

5. Insang dan kulit tertutup oleh membran mucus yang mengalami

pembekuan

6. Terjadinya hemolisis dan kerusakan pada kulit


Timbal masuk ke dalam tubuh ikan melalui saluran pernafasan, saluran

pencernaan dan sedikit lewat kulit yang akan didistribusikan kedalam

berbagai jaringan tubuh. Adapun pada manusia Pb dapat masuk kedalam

tubuh melalui konsumsi makanan, minuman, udara, air, tanah serta debu

yang tercemar. masuk kedalam tubuh melalui konsumsi makanan,

minuman, udara, air, tanah serta debu yang tercemar. Meskipun tubuh

hanya menyerap dalam jumlah yang sedikit, Pb berbahaya terhadap organ

yang terkena, hal ini dikarenakan sifat toksik logam Pb. Keracunan akibat

kontaminasi Pb bisa menimbulkan berbagai macam gangguan kesehatan,

antara lain :

a. Gangguan sintesa Haemoglobin

Sel-sel darah merah merupakan suatu bentuk kompleks khelat

yang di bentuk oleh logam Fe (besi) dengan gugus haeme dan

globin. Sintesa dari kompleks tersebut melibatkan 2 macam enzim,

yaitu enzim ALAD (Amino Levukinic Acid Dehidrase) atau asam

amino levulinat dehidrase dan enzim ferrokhelatase. Enzim ALAD

adalah enzim jenis sitoplasma. Enzim ini akan beraksi secara aktif

pada tahap awal sintesa dan selama sirkulasi sel darah merah

berlangsung. Keracunan yang terjadi sebagai akibat kontaminasi

dari logam Pb dapat menimbulkan hal-hal sebagai berikut :

1. Meningkatkan kadar ALA ( d-Amino Levulinic Acid ) dalam

darah dan urine.

2. Meningkatkan kadar protoporphirin dalam sel darah merah.


3. Memperpendek umur sel darah merah.

4. Menurunkan jumlah sel darah merah.

5. Menurunkan kadar retikulosit (sel-sel darah merah yang masih

muda).

6. Meningkatkan kandungan logam Fe dalam plasma darah

(Palar, 2012).

b. Sistem saraf

Di antara semua sistem pada organ tubuh, sistem saraf

merupakan sistem yang paling sensitif terhadap daya racun yang

dibawa oleh logam Pb. Pb dapat menimbulkan kerusakan pada

otak. Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan otak, sebagai

akibat dari keracunan Pb adalah epilepsi, halusinasi, kerusakan

pasa otak besar, dan delirium, yaitu sejenis penyakit gula (Palar,

2012).

Efek pencemaran timbal (Pb) terhadap kerja otak lebih sensitif

pada anak-anak dibandingkan pada orang dewasa. Gambaran klinis

yang timbul adalah rasa malas, mudah tersinggung, sakit kepala,

tremor, halusinasi, mudah lupa, sukar konsentrasi dan menurunnya

kecerdasan pada anak dengan kadar timbal (Pb) dalam darah

sebesar 40-80 μg/100 ml dapat timbul gejala gangguan

hematologis, namun belum tampak adanya gejala lead

encephalopathy. Gejala yang timbul pada lead encephalopathy

antara lain adalah rasa cangung, mudah tersinggung, dan penurunan


pembentukan konsep. Apabila pada masa bayi sudah mulai

terpapar oleh timbal (Pb), maka pengaruhnya pada profil psikologis

dan penampilan pendidikannya akan tampak pada umur sekitar 5-

15 tahun. Akan timbul gejala tidak spesifik berupa hiperaktifitas

atau gangguan psikologis jika terpapar timbal (Pb) pada anak

berusia 21 bulan sampai 18 tahun (Sudarmaji, dkk, 2006).

c. Sistem urinaria

Senyawa-senyawa Pb yang terlarut dalam darah akan dibawa

oleh darah ke seluruh sistem tubuh. Pada peredarannya, darah akan

terus masuk ke glomerolus yang merupakan bagian dari ginjal. Ikut

sertanya senyawa Pb yang terlarut dalam darah ke sistem urinaria

(ginjal) dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan pada saluran

ginjal. Kerusakan yang terjadi tersebut disebabkan terbentuknya

intranuclear inclusion bodies yang disertai dengan membentuk

aminociduria, yaitu terjadinya kelebihan asam amino dalam urin

(Palar, 2012).

d. Sistem reproduksi

Percobaan terhadap tikus putih jantan dan betina yang diberi

perlakuan dengan 1% Pb asetat kedalam makanannya,

menunjukkan hasil berkurangnya kemampuan sistem reproduksi

dari hewan tersebut. Embrio yang dihasilkan dari perkawinan yang

terjadi antara tikus jantan yang diberi perlakuan dengan tikus betina

normal mengalami hambatan dalam pertumbuhannya. Sedangkan


janin pada betina yang diberi perlakuan, mengalami pengurangan

dalam ukuran, dan hambataan pada pertumbuhan embrio dirahim

induk dan setelah dilahirkan (Palar, 2012).

e. Sistem endokrin

Efek yang dapaat ditimbulkan oleh keracunan Pb terhadap

fungsi sistem endokrin mungkin merupakan yang paling sedikit

yang pernah diteliti dibandingkan dengan sistem - sistem lain dari

tubuh (Palar, 2012).

Pengukuran terhadap steroid dalam urine pada kondisi paparan

Pb yang berbeda dapat digunakan untuk melihat hubungan

penyerapan Pb oleh sistem endokrin. Dari pengamatan yang

dilakukan dengan paparan Pb yang berbeda terjadi pengurangan

pengeluaran steroid dan terus mengalami peningkatan dalam posisi

minus. Kecepatan pengeluaran aldosteron juga mengalami

penurunan selama pengurangan konsumsi garam pada orang yang

keracunan Pb dari penyulingan alkohol. Endokrin lain yang diuji

pada manusia adalah endokrin tiroid (Palar, 2012).

f. Efek Pb terhadap jantung

Organ lain yang dapat diserang oleh racun yang dibawa oleh

logam Pb adalah jantung. Namun sejauh ini perubahan dalam otot

jantung sebagai akibat dari keracunan Pb baru ditemukan pada

anak-anak. Perubahan tersebut dapat dilihat dari ketidaknormalan


EKG. Tetapi setelah diberikan bahan khelat, EKG akan kembali

normal (Palar, 2012).

B. Ikan Nila Merah (Oreochromis sp)

Klasifikasi ikan nila merah menurut Suyanto (2005) adalah sebagai


berikut :

Kerajaan : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Pisces

Ordo : Perciformes

Familli : Cichildae

Genus : Oreochromis

Spesies : Oreochromis sp
Ikan nila merah (Oreochromis sp) merupakan ikan hasil persilangan

dari beberapa strain/ varietas Oreochromis. Asal mula munculnya ikan

nila menurut Watanabe, W.O., dan Kuo, C.M. (1989) adalah di

Amerika Serikat pada tahun 1970. Ikan nila merah asal Florida (red

tilapia florida) tersebut merupakan spesies mutan dengan kelebihan

pigmen merah kekuningan yang diperoleh dari persilangan inbreeding

spesies Oreochromis mossambicus (berwarna hitam). Untuk

menciptakan spesies ikan nila berwarna merah yang lebih berkualitas,

hasil spesies mutan yang berwarna merah kekuningan disilangkan

dengan Oreochromis hornorum (berwarna hitam).


Berdasarkan morfologinya, kelompok ikan Oreochromis  berbeda

dengan kelompok Tilapia.  Secara umum, bentuk tubuh ikan nila

panjang dan ramping, dengan sisik berukuran besar. Matanya besar,

mononjol dan bagian tepinya berwarna putih. Gurat sisi (Linea

literalis) terputus di bagian tengah badan kemudian berlanjut, tetapi

letaknya lebih ke bawah daripada letak garis yang memanjang di atas

sirip dada. Jumlah sisik pada gurat sisi jumlahnya 34 buah. Sirip

punggung, sirip perut, dan sirip dubur mempunyai jari-jari lemah

namun keras dan tajam seperti duri. Sirip punggungnya berwarna

hitam dan sirip dadanya juga tampak hitam. Bagian pinggir sirip

punggung berwarna abu-abu atau hitam (Suyatno, 2005).

Ikan nila memiliki lima buah sirip, yakni sirip punggung (Dorsal

fin), sirip dada (Pectoral fin), sirip perut (Venteral fin), sirip anus

(Anal fin) dan sirip ekor (Caudal fin). Sirip punggungnya memanjang,

dari bagian atas tutup insang hingga bagian atas sirip ekor. Ada

sepasang sirip dada dan sirip perut yang berukuran kecil. Sirip anus

hanya satu buah dan berbentuk agak panjang. Sementara itu, sirip

ekornya berbentuk bulat dan hanya berjumlah satu buah (Khairuman

dan Amri, 2007).

Ciri-ciri ikan nila jantan adalah warna badan lebih gelap dari ikan

betina, alat kelamin berupa tonjolan (papila) di belakang lubang anus,

dan tulang rahang melebar ke belakang. Sedangkan tanda-tanda ikan

nila betina adalah alat kelamin berupa tonjolan di belakang anus,


dimana terdapat 2 lubang. Lubang yang di depan untuk mengeluarkan

telur, sedang yang di belakang untuk mengeluarkan air seni dan bila

telah mengandung telur masak perutnya tampak membesar (Suyanto, 

2005).

Ikan nila memiliki toleransi yang tinggi terhadap lingkungan

hidupnya sehingga ikan nila bisa dipelihara di dataran rendah berair

payau ataupun di dataran tinggi berair tawar. Habitat hidup ikan nila

cukup beragam, yaitu di sungai, danau, waduk, rawa, sawah, kolam

atau tambak. Parameter kualitas air yang mempengaruhi kelangsungan

hidup ikan nila adalah suhu, pH, oksigen terlarut (DO) dan salinitas

(Suyatno, 2005).

C. SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

Metode ini sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah.

Teknik ini mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan metode

spektroskopi emisi konvensional. SSA memiliki rentang ukur optimum

pada panjang gelombang 200-300 nm (Skoog dkk, 2000). SSA

memerlukan lampu katoda spesifik (hallow cathode). Kemonokromatisan

dalam SSA merupakan syarat utama. Suatu perubahan temperatur nyala

akan mengganggu proses eksitasi (Skoog dkk, 2000). Spektrofotometer

Serapan Atom adalah suatu alat yang digunakan pada metode analisis

untuk penentuan unsur-unsur logam dan metaloid yang pengukurannya

berdasarkan penyerapan cahaya dengan panjang gelombang tertentu oleh

atom logam dalam keadaan bebas (Skoog dkk, 2000).


1. Prinsip Kerja Spektrofotometri Serapan Atom

Metode SSA berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-

atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu,

tergantung pada sifat unsurnya Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

meliputi absorpsi sinar oleh atom-atom netral unsur logam yang masih

berada dalam keadaan dasarnya. Sinar yang diserap biasanya ialah

sinar ultra violet dan sinar tampak. Prinsip Spektrofotometer Serapan

Atom (SSA) pada dasarnya sama seperti absorpsi sinar oleh molekul

atau ion senyawa dalam larutan (Watson, 2005).

Hukum absorpsi sinar (Lambert-Beer) yang berlaku pada

Spektrofotometri Absorpsi Sinar Ultra Violet, sinar tampak maupun

infra merah, juga berlaku pada Spektrofotometer Serapan Atom

(SSA). Perbedaan analisis Spektrofotometi Serapan Atom (SSA)

dengan Spektrofotometri molekul adalah peralatan dan bentuk

spektrum absorpsinya (Watson, 2005)

2. Penerapan Spektrofotometri Serapan Atom

Untuk penerapannya, teknik SSA menjadi alat yang canggih dalam

analisis. Ini disebabkan karena kecepatan analisisnya dan ketelitian

sampai tingkat runut tidak memerlukan pemisahan pendahuluan

(Khopkar, 1990).

Spektrofotometri ini telah diterapkan pada lebih dari 60 unsur, dan

teknik ini merupakan alat utama dalam pengkajian meliputi logam

runutan dalam lingkungan dan dalam sampel biologis. Sering kali


teknik ini juga berguna dalam kasus-kasus dimana logam berada pada

kadar yang cukup dalam sampel, tetapi hanya tersedia sedikit dalam

sampel analisis. Biasanya langkah pertama dalam analisis-analisis

sampel biologis adalah mengabukan untuk merusak bahan organik.

Pengabuhan basah dengan menggunakan asam nitrat dan perkolat

sering kali disukai dari pada pengabuan kering, karena metode

pengabuan kering mengakibatkan penyusutan sampel karena

penguapan dari unsur-unsur runutan tertentu (pengabuan kering

semata mata adalah pasangan dalam satu tanur untuk mengoksidasi

bahan organik) (Underwood, 2002).

3. Komponen Spektrofotometri Serapan Atom

Spektrofotometri terdiri dari beberapa komponen, adapun

komponen-komponen itu antara lain :


a. Sumber sinar

Merupakan sistem emisi yang diperlukan untuk menghasilkan

sinar yang energinya akan diserap oleh atom bebas. Sumber

radiasi bersifat kontinyu. Seperangkat sumber yang dapat

memberikan garis emisi yang tajam dari suatu unsur yang spesifik

tertentu dengan menggunakan lampu pijar Hollow cathode.

Lampu ini memiliki 2 elektroda, satu diantaranya berbentuk

silindris dan terbuat dari unsur yang sama dengan unsur yang

akan dianalisa. Untuk uji kualitatif, jika monokromator disetel

berhimpit dengan puncak pita absorbsi maka akan pemekaan yang

lebih maksimal dan pematuhan hukum Beer yang baik, hukum

Beer menyatakan : absorbans, log (p/p), radiasi monokromatik

berbanding lurus dengan konsentrasi suatu spesies pengabsorbsi

dalam larutan (Underwood, 2002).

b. Tempat sampel

Dalam analisis SSA, sampel yang akan dianalisis harus

diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan

asam, ada berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk

mengubah suatu sampel menjadi uap atom-atom, yaitu dengan

nyala atau dengan tanpa nyala (Gandjar dan Rohman, 2012).

1. Nyala (Flame)

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa

padatan atau cairan menjadi bentuk uap atomnya, dan ada


juga berfungsi untuk atomisasi. Pada cara spektrofotometri

emisi atom nyala ini berfungsi untuk mengeksitasikan dari

tingkat dasar ke tingkat yang lebih tinggi (Gandjar dan

Rohman, 2012).

Suhu yang dapat dicapai oleh nyala tergantung pada

gas-gas yang digunakan, misalnya untuk gas-gas batu

bara-udara suhunya kira-kira sebesar 1800º C, gas alam-

udara 1700º C, asetilen-udara 2200º C, dan gas asetilen-

dinitrogen oksida sebesar 3000º C. Sumber nyala yang

paling banyak digunakan adalah campuran asetilen

sebagai bahan pembakar dan udara sebagai pengoksidasi

(Gandjar dan Rohman, 2012).

Tabel 2.1. Kondisi SSA untuk beberapa unsur logam

Logam Panjang Tipe Kisaran kerja Batas


gelombang (nm) nyata (µg/ml) deteksi
(µg/ml)
Mg 285,2 UA 0,1-0,4 0,002

Mn 279,5 UA 1-4 0.002

Mo 313,3 NA 15-60 0,03

Na 589 UP 0,15-0,60 0,002

Nb 334,9 NA 1000-4000 2,98

Nd 492,5 NA 350-1400 1,1

Ni 232,1 UA 3-12 0,008

Os 290,9 NA 50-200 0,12

Pb 217 UA 5-20 0,015

(Sumber : Khopkar, 1990)


Keterangan : UA : Udara-Gas Asetilen

UP : Udara-Gas Propana

NA : Dinitrogen Oksida-Gas Asetilen

Ada beberapa pengatoman dengan nyala, menurut Ganjar dan

Rohman, 2012 antara lain :

a. Cara langsung (pembakaran konsumsi total atau total

comsumption burner)

Sampel dihembuskan (diaspirasikan) secara

langsung kedalam nyala, dan semua sampel akan

dikonsumsi oleh pembakar. Variasi ukuran kabut

(droplet) sangat besar. Diameter partikel rata-rata

sebesar 20 mikron, semakin besar kabut yang melewati

nyala semakin rendah efisiensinya.

b. Cara tidak langsung

Pada cara pengatoman tidak langsung larutan

sampel dicampur terlebih dahulu dengan bahan

pembakar dan bahan pengoksidasi dalam suatu kamar

tertentu. Sebelum dibakar tetesan-tetesan yang besar

akan tertahan dan tidak masuk kedalam nyala. Dengan

cara ini ukuran terbesar yang masuk kedalam nyala ±

10 mikron sehingga lebih stabil dibandingkan dengan

cara langsung.

2. Tanpa nyala (flameless)


Metode tanpa nyala lebih disukai daripada metode

radiasi nyala. Bila ditinjau dari sumber radiasi, harusnya

bersifat sumber yang konyinyu, disamping itu sistem

dengan penguraian optis yang sempurna diperlukan

untuk memperoleh sumber sinar dan absorbsi

semonokromatis mungkin (Khopkar, 1990).

Menurut (Gandjar dan Rohman, 2012) pemasaran

tanpa nyala terdiri dari 3 tahap, yaitu:

a. Pengeringan (drying) yang membutuhkan suhu yang

relatif rendah

b. Pengabuan (ashing) membutuhkan suhu yang lebih

tinggi, pengabuan berfungsi untuk menghilangkan

matrik kimia dengan mekanisme volatilasi atau

pirolisis

c. Pengatoman (atomizing)

3. Monokromator

Berfungsi mengisolasi salah satu garis resonansi atau

radiasi dari sekian banyak spektrum yang dahasilkan

oleh lampu pijar hollow cathode atau untuk merubah

sinar polikromatis menjadi sinar monokromatis sesuai

yang dibutuhkan oleh pengukuran (Gandjar dan Rohman,

2012).
Macam-macam monokromator yaitu prisma, kaca

untuk daerah sinar tampak, kuarsa untuk daerah UV,

rock salt (kristal garam) untuk daerah infra red dan kisi

difraksi (Gandjar dan Rohman, 2012).

4. Detektor

Fungsi detektor adalah mengubah energi sinar menjadi

energi listrik, dimana energi listrik yang dihasilkan

digunakan untuk mendapatkan data. Detektor SSA

tergantung pada jenis monokromatornya, jika

monokromatornya sederhana yang biasa dipakai untuk

analisa alkali, detektor yang digunakan adalah barier

layer cell. Tetapi pada umumnya yang digunakan adalah

detektor photomultiplayer tube. Detektor photomultilier

ini lebih peka di banding detektor yang biasa

(Underwood, 2002).

5. Amplifier (penguat)

Pada spektrofotometri serapan atom biasanya

menggunakan detektor pengganda foto (fotomultiplayer),

jenis detektor ini lebih peka dibanding detektor biasa.

Geometri tabung ini sangat sedikit sehingga foto elektron

difokuskan menjadi sutu berkas dan dipercepat kearah

suatu elektroda 50-90 volt lebih positif daripada

katodanya. Sedangkan detektor (fotomultiplayer),


membutuhkan sekitar 500-900 volt untuk

menjalankannya, dalam hal ini amplifier berfungsi

sebagai penguat elektronik luarnya (Underwood, 2002).

6. Recorder

Recorder pada instrumen SSA ini berfungsi mengubah

sinyal yang diterima melalui bentuk digital. Dengan

adanya mikroprosesor di dalamnya sehinggan dapat

membaca langsung konsentrasi analit didalam sampel

yang dianalisis (Underwood, 2002).

7. Readout

Readout adalah alat petunjuk atau dapat juga diartikan

sebagai sistem pencatatan hasil. Pencatatan dilakukan

dengan alat yang telah dikalibrasikan untuk pembacaan

suatu absorbsi yang berupa angka atau kurva dari

recorder (Gandjar dan Rohman, 2012).

4. Analisis kuantitatif dengan Spektrofotometri Serapan Atom

Syarat dilakukannya analisis dengan metode SSA sampel harus

dalam bentuk larutan dan sampel harus sangat encer, ada beberapa

cara untuk melarutkan sampel :

a. Langsung dilarutkan dengan pelarut yang sesuai

b. Sampel dilarutkan dalam suatu asam


c. Sampel dilarutkan dalam suatu basa atau dilebur dahulu dengan

basa kemudian hasil leburan dilarutkan dalam pelarut yang

sesuai.

d. Selain encer, larutan sampel juga harus jernih, stabil, dan tidak

mengganggu zat-zat yang akan dianalisis.

1. Kuantifikasi dengen kurva baku (kurva kalibrasi)

Dalam metode ini paling tidak 4 baku 1 blangko untuk

membuat kurva kalibrasi linier yang menyatakan hubungan

antara absorbansi (A) dengan konsentrasi analit untuk

melakukan analisis. Absorbansi terletak diluar kisaran

absorbansi kurva kalibrasi, maka diperlukan pengenceran

dan pemekatan.

2. Kuantifikasi dengan cara perbandingan langsung

Cara ini hanya boleh dilakukan jika telah diketahui

bahwa kurva baku hubungan antara konsentrasi dengan

absorbansi merupakan garis lurus dan melewati titik nol,

kadar sampel dapat dihitung dengen rumus :

As
Cs = x Cb
Ab

Yang mana :

Ab : Absorbansi baku

As : Absorbansi sampel

Cb : Konsentrasi baku
Cs : Konsentrasi sampel

3. Kuantifikasi dengan cara dua baku

Cara ini merupakan adaptasi dari cara 1 dan 2. Dibuat

masing-masing 2 buah larutan yang konsentrasinya lebih

rendah dan lebih tinggi dari konsentrasi sampel konsentrasi

baku yang dibuat kira-kira konsentrasi sampel -5% dan

konsentrasi sampel +5%. Keuntungan cara ini adalah

komposisi/konsentrasi larutan baku mendekati

komposisi/konsentrasi sampel sehingga akan diperoleh

presisi dan akurasi yang baik.

4. Cara standar adisi (cara penambahan baku)

Analisis dilakukan pada sampel yang tidak identik

dengan standar dalam larutan, sehingga pada kasus ini

diperlukan pencampuran matriks dengan baku. Metode ini

digunakan untuk menghindari gangguan-gangguan baik

kimia maupun spektra.

5. Gangguan analisa Spektrofotometri Serapan Atom

a. Ganguan kimia

Gangguan kimia terjadi apabila unsur yang dianailsis

mengalami reaksi kimia dengan anion atau kation tertentu dengan

senyawa yang refraktori, sehingga tidak semua analiti dapat

teratomisasi. Untuk mengatasi gangguan ini dapat dilakukan


dengan dua cara yaitu: 1) penggunaan suhu nyala yang lebih

tinggi, 2) penambahan zat kimia lain yang dapat melepaskan

kation atau anion pengganggu dari ikatannya dengan analit. Zat

kimia lain yang ditambahkan disebut zat pembebas (Releasing

Agent) atau zat pelindung (Protective Agent) (Gandjar dan

Rohman, 2012).

b. Gangguang Matrik

Gangguan ini terjadi apabila sampel mengandung banyak

garam atau asam, atau bila pelarut yang digunakan tidak

menggunakan pelarut zat standar, atau bila suhu nyala untuk

larutan sampel dan standar berbeda. Gangguan ini dalam analisis

kualitatif tidak terlalu bermasalah, tetapi sangat mengganggu

dalam analisis kuantitatif. Untuk mengatasi gangguan ini dalam

analisis kuantitatif dapat digunakan cara analisis penambahan

standar (Underwood, 2002).

c. Gangguan Ionisasi

Gangguan ionisasi terjadi bila suhu nyala api cukup tinggi

sehingga mampu melepaskan elektron dari atom netral dan

membentuk ion positif. Pembentukan ion ini mengurangi jumlah

atom netral, sehingga isyarat absorpsi akan berkurang juga. Untuk

mengatasi masalah ini dapat dilakukan dengan penambahan

larutan unsur yang mudah diionkan atau atom yang lebih elektro
positif dari atom yang dianalisis, misalnya Cs, Rb, K dan Na

penambahan ini dapat mencapai 100-2000 ppm.

d. Absorpsi Latar Belakang (Back Ground)

Absorbsi Latar Belakang (Back Ground) merupakan istilah

yang digunakan untuk menunjukkan adanya berbagai pengaruh,

yaitu dari absorpsi oleh nyala api, absorpsi molekular, dan

penghamburan cahaya (Gandjar dan Rohman, 2012).


D. KERANGKA TEORI

Polusi logam

Zn Fe Pb Cd Ca

Manusia Tumbuhan Hewan

Ikan Nila

Spektrofotometri
serapan atom
Kadar Pb

Gambar 2.1. Kerangka Teori


E. KERANGKA KONSEP

Spektrofotometri serapan
Ikan Nila Kadar timbal
atom

Gambar 2.2. Kerangka Konsep


BAB III

METODE PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Metode yang digunakan adalah metode penelitian observasional, yaitu

metode dimana peneliti melakukan suatu tindakan

manipulasi/intervensi/pemaparan terhadap variabel yang diteliti, sehingga

tidak perlu meneliti intervensi tersebut ( Imron dan Munif, 2010).

Suatu penelitian yang dilakukan untuk meneliti peristiwa yang telah

terjadi dan kemudian merunut kebelakang untuk mengetahui faktor-faktor

yang dapat menyebabkan timbulnya kejadian tersebut (Sugiyono, 2007).

B. VARIABEL PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian dengan satu variabel, yaitu uji

kadar timbal dalam daging ikan nila merah.

C. DEFINISI OPERASIONAL

1. Timbal merupakan polutan dari asap kendaraan dan limbah sampah

dari aliran sungai yang tertampung di Rawa Jombor Kecamatan Bayat

yang di identifikasi dari daging ikan nila yang dibudidayakan di Rawa

Jombor dengan menggunakan metode Spektrofotometri Serapan Atom

2. Ikan nila merah adalah ikan yang paling banyak dibudidayakan di

Rawa Jombor dan paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat sekitar

yang akan dianalisa kadungan timbalnya.


3. Spektrofotometri Serapan Atom adalah metode yang digunakan untuk

uji kadar timbal pada daging ikan nila dengan panjang gelombang 217

nm.

D. POPULASI DAN SAMPEL

1. Popuasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,

2013).

Populasi pada penelitian ini adalah ikan nila merah yang

dibudidayakan di Rawa Jombor Kecamatan Bayat Kabupaten Klaten.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi (Sugiyono, 2013).

Sampel diambil dengan menggunakan teknik Cluster sampling.

Sampel dibagi menjadi tiga cluster, yaitu :

a. Cluster 1 yaitu daerah selatan (bagian yang terdapat keramba)

b. Cluster 2 yaitu daerah utara (bagian yang terdapat warung apung)

c. Cluster 3 yaitu daerah timur (bagian yang terdapat pemancingan)

Masing - masing cluster terdiri dari 2 sampel, dimana tiap

sampelnya sebanyak 25 gram daging ikan nila yang telah dibudidaya di

rawa jombor.
Populasi

Cluster 1 Cluster 2 Cluster 3

Ikan 1 Ikan 2 Ikan 3 Ikan 4 Ikan 5 Ikan 6

Gambar 3.1. Kerangka Cluster Sampling

E. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Biomarker di Balai

Besar Teknologi Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit

(BBTKLPP) Yogyakarta yang beralamat di Jl. Wiyoro Lor, Baturetno,

Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta 55197 pada bulan

Desember 2016 – Agustus 2017

F. INSTRUMEN DAN METODE PENGUMPULAN DATA

1. Instrumen:

a. Spektrofotometi serapan atom

b. Microwave Digestion

c. Lampu katoda berongga Pb

d. Pipet volume atau mikro pipet

e. Labu takar 100 ml

f. Kertas saring
g. Erlenmeyer

2. Pengumpulan data secara observasi yaitu dengan cara mengamati dan

mencatat langsung secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki.

G. METODE PENGOLAHAN DATA

1. Metode pengolahan meliputi

a. Editing : memeriksa hasil perhitungan

b. Entri data : memasukkan data perhitungan kedalam base

komputer

c. Melakukan teknis analisis

2. Analisis data

Kesimpulan penelitian diperoleh dari data kualitatif kurva

kalibrasi, data kualitatif dianalisa menggunakan deskriptif persentase.

Dengan menggunakan analisis data mean ± standar deviasi (x ± SD)

Mean dan standar deviasi dari kualitatif kurva kalibrasi dihitung

dengan menggunakan program komputerisasi.

H. JALANNYA PENELITIAN

1. Tahapan persiapan

Tahapan persiapan ini adalah pengajuan judul KTI, studi

kepustakaan, pencarian sampel, pengurusan perijinan penelitian.

2. Teknik pengambilan sampel

Sampel diambil dari tiga tempat yang berbeda yaitu daerah selatan,

daerah utara, dan daerah timur. Dari masing – masing daerah diambil

dua sampel ikan yang berbeda tambak yang dibudidayakan di Rawa


Jombor Kecamatan Bayat Kabupaten Klaten, setiap keramba diambil

sebanyak 1 kg ikan nila.

3. Pencucian wadah dan preparasi

Semua wadah dan preparasi yang akan digunakan untuk analisis

dicuci dengan menggunakan sabun kemudin dibilas dengan air lalu

dicuci dengan menggunakan asam nitrat kemudian dibilas dengan

aqua destilata, wadah dan preparasi dikeringkan dengan oven pada

suhu 50º-60ºC.

4. Persiapan sampel uji

Sampel dipreparasi dengan metode Microwave Digestion ; ikan

nila sebanyak 25 gram dihaluskan, kemudian dikeringkan dalam oven

dengan suhu 50−60° Cselama 3 hari kemudian dihaluskan kembali

dan ditimbang sebanyak 0,5 gram kemudian dimasukkan kedalam

vessel dan ditambahkan 10 ml HNO3 dan dihomogenkan sampai

serbuk ikan nila larut, kemudian ditunggu selama 15 menit. Kemudian

dimasukkan kedalam alat dan diprogram sesuai dengan panduan

Animal Tissue, ditunggu kurang lebih 35 menit kemudian didinginkan

di lemari asam dan disaring dengan kertas saring Whatman no 40 dan

diberi aquadest hingga mencapai 50 ml kemudian di uji kadar timbal

dengan SSA (Anonim, 2007).

5. Pembuatan larutan pereaksi

a. Pembuatan larutan induk timbal 1000 ppm


Ditimbang 1,634 gram Pb ( N 03) dimasukkan kedalam labu ukur

1000 ml dan ditetapkan dengan aquadest hingga tanda batas.

b. Pembuatan larutan baku Pb 100 ppm

Larutan induk Pb 1000 ppm dipipet 10 ml kedalam labu ukur

100 ml dan ditambahkan aquadest hingga tanda batas.

c. Pembuatan larutan kerja logam timbal (Pb)

Buat deret larutan kerja dengan satu blangko dengan cara

larutan baku 100 ppm dipipet sebanyak 0 ml, 1 ml, 5 ml, 10 ml, 15

ml, dan 20 ml masing-masing ditempatkan dalam labu ukur 100 ml.

tambahkan larutan pengencer hingga tanda batas sehingga

diperoleh konsentrasi logam timbal 0,0 mg/l, 1,0 mg/l, 5,0mg/l, 10

mg/l, 15 mg/l, dan 20,0 mg/l.

d. Prosedur pembuatan kurva kalibrasi

Optimalkan alat SSA sesuai petunjuk penggunaan alat ukur

masing-masing larutan yang telah dibuat pada panjang gelombang

logam Pb adalah 217 nm dengan menggunakan tipe nyala udara

asetilen. Masukkan larutan blangko hingga muncul garis lurus

kemudian pindah ke larutan standar 0 ppm, tunggu sampai data

keluar, masukkan lagi larutan blangko untuk meluruskan kurva

kalibrasi, hal ini dilakukan sama untuk konsentrasi berikutnya.

e. Perhitungan kadar timbal

Kadar timbal hasil kurva kalibrasi dihitung dengan

C .V .(fp)
K =
B
Keterangan :

K : kadar timbal (mg/kg)

C : konsentrasi Pb hasil pembacaan kurva kalibrasi (mg/l)

V : volume akhir pelarutan (ml)

B : berat contoh uji yang dilarutkan (gram)

fp : faktor pengenceran (bila tidak diencerkan fp = 1)


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Data pengambilan sampel

Sampel dibagi menjadi 3 cluster, dan tiap clusternya terdiri dari 2

sampel ikan nila merah yang dibudidayakan di rawa jombor selama 3

bulan. Dengan berat sampel sebagai berikut :

Tabel 4.1. Tabel Sampel

Sampel 1 (gram) Sampel 2 (gram)


Cluster 1 25 25
Cluster 2 25 25
Cluster 3 25 25
(Sumber : Data Primer, 2017)

2. Preparasi Sampel

Tiap sampel dipisahkan dari tulang, kotoran dan diambil dagingnya

sebanyak 25 gram kemudian dioven dengan suhu50−60° Cselama 3

hari kemudian dihaluskan dan ditimbang sebanyak 0,5 gram kemudian

dimasukkan kedalam vessel dan ditambahkan 10 ml HNO3 dan

dihomogenkan sampai serbuk ikan nila larut, kemudian ditunggu

selama 15 menit. Kemudian dimasukkan kedalam alat dan diprogram

sesuai dengan panduan Animal Tissue, ditunggu kurang lebih 35 menit

kemudian didinginkan di lemari asam dan disaring dengan kertas


saring Whatman nomor 40 dan diberi aquadest hingga mencapai 50 ml

kemudian di uji kadar timbal dengan SSA.

3. Kadar timbal dan standar deviasi


Kadar rata-rata timbal dan standar deviasi dihitung dengan

menggunakan program komputerisasi ( lihat lampiran)

Dari data komputerisasi didapat :

Tabel 4.2. Tabel Rata-rata dan SD

No Sampel Kadar Pb Rata-rata per Standar


(mg/kg) cluster (mg/kg) deviasi
1 Cluster I Sampel 1 1,8336
2 Cluster I Sampel 2 1,0719 1,4527 0,5386
3 Cluster II Sampel 1 0,3450
4 Cluster II Sampel 2 0,2836 0,3143 0,0434
5 Cluster III Sampel 1 0,3003
6 Cluster III Sampel 2 0,3255 0,3129 0,1781

(Sumber : Data Primer, 2017)

Dari tabel rata – rata dan standar deviasi didapatkan hasil cluster I

sampel 1 dengan kadar timbal sebesar 1,8336 mg/kg dan cluster I sampel

2 dengan kadar timbal sebesar 1,0719 mg/kg didapatkan rata – rata 1,4527

mg/kg dan standar deviasi 0,5386 mg/kg. cluster II sampel 1 memiliki

kadar timbal 0,3450 mg/kg dan cluster II sampel 2 memiliki kadar timbal

0,2836 mg/kg dengan rata – rata untuk kadar timbal cluster II 0,3143

mg/kg dan standar deviasi 0,0436. Cluster III sampel 1 memiliki kadar

timbal 0,3003 mg/kg dan cluster III sampel 2 memiliki kadar timbal

0,3255 mg/kg dengan rata – rata kadar timbal cluster III 0,3129 mg/kg dan

standar deviasi 0,1781.

B. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya paparan timbal

yang terkandung dalam ikan nila merah yang dibudidaya di rawa jombor
dengan metode SSA. Timbal adalah logam berat yang terkandung dalam

asap kendaraan bermotor dimana dapat terakumulasi dalam makhluk

hidup.

Meskipun tubuh hanya menyerap dalam jumlah yang sedikit, Pb

berbahaya terhadap organ yang terkena, hal ini dikarenakan karena sifat

toksik logam Pb dan sulit untuk dieksresi oleh tubuh. Keracunan akibat

kontaminasi Pb bisa menimbulkan berbagai macam gangguan kesehatan,

antara lain : gangguan sintesa haemoglobin, sistem syaraf, sistem urinaria,

sistem reproduksi dan dapat menyebabkan kanker. (Palar, 2012)

Timbal yang terkandung dalam ikan nila merah dianalisa dengan

menggunakan metode SSA. SSA adalah metode analisa logam seperti

timbal yang sanggat canggih hal ini dikarenakan kecepatan analisanya dan

ketelitian sampai tingkat runut tidak memerlukan pemisahan pendahuluan

(Khopkar, 1990)

Sampel dalam penelitian ini adalah ikan nila merah (Oreochromis sp)

yang hidup dan dibudidaya di rawa jombor desa Krakitan kecamatan

Bayat Kabupaten Klaten. Ikan nila yang diambil adalah ikan nila merah

yang telah siap konsumsi dan telah dibudidaya selama 3 bulan. Ikan nila

diambil di tiga cluster, setiap cluster diambil dua sampel ikan nila merah

dengan ukuran yang sama. Ikan nila merupakan ikan air tawar yang

bernilai ekonomis tinggi. Ikan nila merupakan ikan nila dengan laju

pertumbuhan yang cepat dan proses budidaya yang tidak sulit dan
memiliki tingkat toleransi tinggi terhadap lingkungan sekitar (Nirmala

dkk, 2012).

Lokasi dan waktu penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biomarker

Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan Dan Pengendalian Penyakit

pada bulan Agustus 2017 menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom.

Pada uji kualitatif dengan menggunakan metode SSA didapatkan hasil

bervariasi dari masing – masing sampel yang dapat dilihat pada tabel 4.2.

Cluster I dengan rata – rata kadar timbal sebesar 1,45275 mg/kg,

berada di daerah keramba memiliki kadar tertinggi dibanding dengan

cluster yang lain. Hal ini karena daerah keramba sangat dekat dengan

pemukiman warga, dan banyak kendaraan melintas serta daerah jaring

budidaya ikan berada di tengah Rawa sehingga diasumsikan terdapat

paparan timbal yang lebih dibanding dengan daerah lain. Faktor lain yang

menyebabkan ikan memiliki kadar timbal yang tinggi adalah berat sampel

yang lebih berat dari sampel yang lain dan banyaknya kendaraan perahu

motor yang melintas.

Cluster II dengan rata – rata kadar timbal 0,3143 mg/kg berada di

daerah warung apung. Daerah ini memiliki kadar timbal yang juga

melebihi standar aman kandungan timbal. Hal ini dikarenakan tempat

pengambilan memiliki intensitas kendaraan yang melintas tidak sebanyak

di daerah keramba dan daerah jaring budidaya ikan letaknya menjorok

ketengah Rawa dan dekat dengan aliran masuk anak sungai dari desa
sekitar. Rendahnya kandungan kadar timbal juga dapat dikarenakan usia

sampel yang belum mencapai 3 bulan.

Cluster III dengan rata – rata kadar timbal 0,3129 mg/kg berada di

daerah pemancingan. Sampel diambil di daerah yang jarang pengunjung

atau intensitas kendaraan yang melintas sedikit dan jaring budidaya ikan

berada dekat dengan aliran air menuju keluar Rawa, sehingga diasumsikan

kadar timbal di daerah ini yang paling rendah diantara ketiga cluster.

Rendahnya kandungan timbal dalam daging ikan nila merah juga dapat

dipengaruhi karena usia sampel yang belum mencapai 3 bulan.

Menurut syarat yang tercantum dalam SNI 7387 – 2009 kandungan Pb

pada daging ikan dan olahannya adalah 0,3 mg/kg sedangkan dari hasil

penelitian setiap cluster memiliki kadar timbal yang bervariasi yaitu rata –

rata kadar timbal cluster I sebesar 1,45275 mg/kg, cluster II sebesar

0,3143 mg/kg dan cluster III 0,3129 mg/kg. Sehingga pada daerah cluster

I sudah dinyatakan tidak layak konsumsi karena telah melebihi ambang

batas yang ditetapkan SNI 7387 – 2009. Hal ini kemungkinan besar

disebabkan cemaran timbal yang terdapat dari asab kendaraan yang

melintas, banyaknya sampah yang terdapat di rawa jombor, aliran air yang

tidak stabil sehingga mengakibatkan unsur logam mengendap dalam rawa

lebih lama. Logam berat termasuk timbal masuk kedalam tubuh ikan

melalui air, sedimen dan makanan yang dikonsumsi ikan. Logam berat

yang masuk keperairan umumnya akan mengendap di dasar perairan

karena timbal memiliki densitas yang lebih besar dari air laut. Logam Pb
akan terakumulasi pada sedimen dan detritus, sehingga peluang

masukknya Pb kedalam tubuh ikan pemakan sedimen dan detritus akan

semakin besar dan akhirnya akan terakumulasi dalam jumlah besar.

(Simbolon dkk, 2010).

Kontaminasi timbal harus diwaspadai karena efeknya dalam tubuh

sangat berbahaya. Upaya untuk melindungi dari kontaminasi timbal dapat

diminimalisir dengan cara pemasangan filter pada fentilasi rumah,

penghijauwan lahan samping jalan, tidak membuang sampah di sungai,

menggunakan masker saat berkendara dan tidak mengkonsumsi makanan

yang mengandung timbal atau yang dijual di pinggir jalan raya.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Terjadi paparan timbal (Pb) dalam daging ikan nila merah

(Oreochromis sp) yang hidup di Rawa Jombor Desa Krakitan

Kecamatan Bayat Kabupaten Klaten. Dari rata – rata kandungan kadar

timbal ketiga cluster melebihi batas yang ditetapkan oleh SNI SNI

7387 – 2009 yaitu 0,3 mg/kg.

B. SARAN

1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang pengaruh lama

pembudidayaan dengan kadar timbal dalam ikan di Rawa Jombor.

2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang hubungan kadar timbal

dalam air Rrawa Jombor dengan kadar timbal dalam ikan.

3. Perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan sampel jenis ikan yang

berbeda yang dibudidaya di Rawa Jombor.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2003. Material Safety Data Sheet : Lead Nitrate. PO BOX 111.
Thuringowa Central, Qld. Australia, Townsville

Anonim. 2007. Microwave Assisted Acid Digestion Of Sediments, Sludges, Solid


And Oils Part Of Test . Amerika, Washington D C

Anonim. 2009. SNI 6989.8:2009 Air dan Limbah Bagian 8: Cara Uji Timbal (Pb)
Secara Spektrofotometri Serapan Atom. Badan Standarisasi Nasional.
Jakarta

Cullen, G., Dines, A., Kolev, S. 2003. Monograph For UKPID : lead. National
Poisons Information Service. London.

Gandjar, I.G dan Rohman, Abdul. 2012 . Kimia Farmasi Analisis. Pustaka
Pelajar. Jakarta. Hal :289,306,309,310,312,313-316

Imron dan Munif, 2010. Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan. Sapto Agung.
Jakarta. Hal 107

Khairuman dan Amri, Khairul, 2007. Budidaya Ikan Nila Secara Intensif.
Agromedia Pustaka. Jakarta.

Khopkar. 2007. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia press.


Jakarta

Mahalina, Weda. Tjandrakirana. Purnomo, Tarzan. 2015. Analisi Kandungan


Logam Berat Timbal (Pb) dalam Ikan Nila (Oreochromis niloticus) yang
Hidup di Sungai Kali Tengah Sidoarjo. Skripsi. Universitas Negeri
Surabaya. Surabaya.

Nirmala, K., Hastuti, Puji., Yunita. Yanuar, Vika. 2012. Toksisitas Merkuri (Hg)
dan Tingkat Kelangsungan Hidup, Pertumbuhan, Gambaran Darah, dan
Kerusakan Organ Pada Ikan Nila (Oreochromis nilaticus). Journal
Akuakultur Indonesia 11 (1). Jakarta. Hal 38-48

Metelev, V.V., Kanaev, A.I., & Dzasokhova, N.G 1983. Water Toxicologi.
Amerid Publishing Co.PVT.Ltd. New Delhi, India. Hal 827-834

Palar, Heryanto. 2008. Pencemaran Dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta.
Jakarta. Hal : 10, 74-92

Palar, Heryanto. 2004. Pencemaran Dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta.
Jakarta.
Palar, Heryanto. 2012. Pencemaran Dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta.
Jakarta.

Priatna, E.D. Purnomo, Tarzan. Kuswanti, Nur. 2015. Kadar Logam Barat Timbal
(Pb) pada air dan Ikan Bander ( Barbonymus gonionotus) di Sungai
Brantas Wilayah Mojokerto. Skripsi. Universitas Negeri Surabaya.
Surabaya.

Ratmini. A, N. 2006. Kandungan Logam Berat Timbal (Pb), Mercuri (Hg) dan
Cadnium (Cd) pada Sungai Ciliwung Stasiun Srengseng, Condet dan
Manggarai . Skripsi. Universitas Nasional. Jakarta.

Riyadina, Woro. 1997. Pengaruh Pencemaran Plumbum (Pb) terhadap


Kesehatan. Jakarta. Media Litbangkes.7, Hal : 29-32.

Ruslijanto, H. 1984. Keracunan Timah Hitam, sumber – sumber Bahaya- dan


Penanggulangannya. Majalah Ilmiah Kedokteran Gigi. Universitas
Trisakti. Jakarta.

Ruslijanto, H. 1986. Mengenal sumber - sumber dan Bahaya Keracunan Logam


Plumbum Dalam Bidang Kedokteran Gigi. Majalah Ilmiah Kedokteran
Gigi. Universitas Trisakti. Jakarta.

Simbolon D, Surya SM, Winsa SY. 2010. Kandungan Mercuri dan Sianida Pada
Ikan yang Tertangkap Pada Teluk Kao, Halmahera Utara. Ilmu
Kelautan,

Sudarmaji, J. Mukono, Dan Corie I.P. 2006. Toksikologi Logam Berat B3 dan
Dampaknya terhadap Kesehatan. Jurnal Kesehatan Lingkungan.
Surabaya. Vol. 2, No. 2

Suyanto, S. Rachmatun, 2005.  Nila. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sugiyono, 2007. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. CV.Alfabeta:


Bandung

Sugiyono, 2013. Statistik untuk Penelitian. alfabeta. Bandung. Hal 61 dan 62.

Skoog. D.A., Donald M. West, F. James Holler, Stanley R. Crounch, 2000.


Principle of instrumental Analysis. Philadelpia:Saunders.

Underwood, 2002. Analisis Kimia Kualitatif ad VI, Erlangga. Jakarta. Hal 421-
428.

Watanabe, W.O., dan Kuo, C.M. 1989. Observation on the reproductive


performance on nile Tilapia (Oreochromis niloticus) in laboratory
aquaria at various salinities. Aquaculture, 49:315-323. Tokyo
Watson, D.G. 2005. Analisis Farmasi Buku Ajar Untuk Mahasiswa Farmasi dan
Praktisi kimia. Alih Bahasa winny R Syarif. Edisi I. EGC. Jakatra

Anda mungkin juga menyukai