Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II


OSTEOPOROSIS

A.    DEFINISI
Osteoporosis adalah suatu keadaan pengurangan jaringan tulang per unit volume, sehingga
tidak mampu melindungi atau mencegah terjadinya fraktur terhadap trauma minimal. Secara
histopatologis osteoporosis ditandai oleh berkurangnya ketebalan korteks disertai dengan
berkurangnya jumlah maupun ukuran trabekula tulang.(Doengoes, Marilynn E:2000).
Osteoporosis adalah kondisi terjadinya penurunan densitas/matriks/massa tulang, peningkatan
porositas tulang, dan penurunan proses mineralisasi disertai dengan kerusakan arsitektur mikro
jaringan tulang yang mengakibatkan penurunan kekokohan tulang sehingga tulang menjadi mudah
patah.( R. Boedhi Darmojo:2000)
osteoporosis adalah berkurangnya kepadatan tulang yang progresif, sehingga tulang menjadi
rapuh dan mudah patah. Tulang terdiri dari mineral-mineral seperti kalsium dan fosfat, sehingga
tulang menjadi keras dan padat.( Brunner & Suddarth:2002)
Penurunan Massa tulang ini sebagai akibat dari berkurangnya pembentukan, meningkatnya
perusakan (destruksi) atau kombinasi dari keduanya (Corwn elizabeth. 2001.).
Menurut pembagiannya dapat dibedakan atas : (Brunner & Suddarth:2002) :
1.    Osteoporosis Primer yang terjadi bukan sebagai akibat penyakit yang lain, yang dibedakan lagi
atas :
a.    Osteoporosis tipe I (pasca menopause), yang kehilangan tulang terutama dibagian
trabekula
b.    Osteoporosis tipe II (senilis), terutama kehilangan Massa tulang daerah korteks
c.    Osteoporosis idiopatik yang terjadi pada usia muda denganpenyebab yang tidak diketahui
2.   Osteoporosis sekunder yang terjadi pada atau akibat penyakit lain, antara lain hiperparatiroid,
gagal ginjal kronis, arthritis rematoid dan lain-lain.

B.  ETIOLOGI
1.  Determinan Massa Tulang
Massa tulang maksimal pada usia dewasa ditentukan oleh berbagai factor antara lain :
a.    Faktor genetic
Perbedaan genetic mempunyai pengaruh terhadap kepadatan tulang
b.    Faktor mekanik

1
Beban mekanik berpengaruh terhadap massa tulang, bertambahnya beban akan menambah
massa tulang dan berkurangnya massa tulang. Ada hubungan langsung dan nyata antara massa otot
dan massa tulang. Kedua hal tersebut menunjukkan respon terhadap kerja mekanik. Beban mekanik
yang berat akan mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang yang besar.
c.    Faktor makanan dan hormon
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup (protein dan
mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh genetic yang
bersangkutan

2.    Determinan pengurangan massa tulang


Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penurunan massa tulang pada usia lanjut yang dapat
mengakibatkan fraktur osteoporosis pada dasarnya sama seperti pada factor-faktor yang
mempengaruhi massa tulang.
a.  Faktor genetic
Factor genetic berpengaruh terhadap resiko terjadinya fraktur. Pada seseorang dengan
tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat resiko fraktur dari seseorang denfan tulang yang besar.
b. Factor mekanis
Pada umumnya aktifitas fisik akan menurun dengan bertambahnya usia dan karena massa
tulang merupakan fungsi beban mekanik, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan
bertambahnya usia.
c.  Faktor lain
1.)      Kalsium
Kalsium merupakan nutrisi yang penting, dengan masukan kalsium yang rendah dan
absorbsinya tidak baik akan mengakibatkan keseimbangan kalsium yang negatif begitu
sebaliknya.
2.)      Protein
Parotein yang berlebihan akan mengakibatkan kecenderungan keseimbangan kalsium yang
negatif
3.)      Estrogen
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan terjadinya gangguan
keseimbangan kalsium, karena menurunnya efisiensi absorbsi kalsium dari makanan dan
juga menurunnya konservasi kalsium diginjal.
4.)      Rokok dan kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan mengakibatkan penurunan
massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh
rokok terhadap penurunan massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat
memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja.

5.)      Alkohol

2
Individu dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan kalsium yang rendah, disertai
dengan ekskresi lewat urin yang meningkat. Mekanisme yang pasti belum diketahui.

C.    PATOFISIOLOGI
Remodeling tulang normal pada orang dewasa akan meningkatkan massa tulang sampai
sekitar usia 35 tahun. Genetik, nutrisi, gaya hidpu (merokok, minum kopi), dan aktifitas fisik
mempengaruhi puncak massa tulang. Kehilangan karena usia mulai segera setelah tercapai
puncaknya massa tulang. Menghilangnya estrogen pada saat menopause mengakibatkan percepatan
resorbsi tulang dan berlangsung terus selama tahun-tahun pasca menopause.
Faktor nutrisi mempengaruhi pertumbuhan osteoporosis. Vitamin D penting untuk absorbsi
kalsium dan untuk mineralisasi tulang normal. Diet mengandung kalsium dan vitamin D harus
mencukupi untuk mempertahankan remodelling tulang dan fungsi tubuh. Asupan kalsium dan vitamin
D yang tidak mencukupi selama bertahun-tahun mengakibatkan pengurangan massa tulang dan
pertumbuhan osteoporosis.

D.    PATHWAYS

Normal

Genetik,gaya hidup,alcohol,
penurunan prod.hormon

Penurunan masa tulang

Osteoporosis (gangguan muskuloskeletal)

Kiposis/Gibbus

Pengaruh pada fisik Pengaruh pada psikososial

Fungsi tubuh Keterbatasan gerak Konsep diri


menurun -pembatasan grk & lat. -Gmbaran body image

3
-nyeri pinggang -kemampuan memenuhi ADL -Isolasi sosial
-TB & BB menurun -Inefektif koping individu

Reseptor nyeri nafsu makan menurun

Gang.rs nyaman (nyeri)


 
Lemas,letih

Disfungsi skelet Adaptasi lingkungan berkurang

Perubahan mobilitas fisik


Resiko injuri

E.     TANDA DAN GEJALA


1.      Nyeri dengan atau tanpa adanya fraktur yang nyata
2.      Nyeri timbul secara mendadadak
3.      Nyeri dirasakan ringan pada pagi hari (bangun tidur)
4.      Nyeri akan bertambah karena melakukan aktifitas atau pekerjaan sehari-hari atau karena
pergerakan yang salah
5.      Rasa sakit karena oleh adanya fraktur pada anggota gerak
6.      Rasa sakit karena adanya kompresi fraktur pada vertebra
7.      Rasa sakit hebat yang terlokalisasi pada daerah vertebra
8.      Rasa sakit akan berkurang apabila pasien istirahat di tempat tidur

F.     PEMERIKSAAN PENUNJANG


Osteoporosis teridentifikasi pada pemeriksaan sinar-x rutin bila sudah terjadi demineralisasi 25%
sampai 40%. Tampak radiolusesnsi tulang. Ketika vertebra kolaps, vertebra torakalis menjadi
berbentuk baji dan vertebra lumbalis menjadi bikonkaf.
Pemeriksaan laboratorium (missal kalsium serum, fosfat, serum, fosfatase alkalu, ekskresi kalsium
urine, ekskresi hidroksi prolin urine, hematokrit, laju endap darah), dan sinar-x dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan diagnosis medis lain (missal ; osteomalasia, hiperparatiroidisme, dlll)
yang juga menyumbang terjadinya kehilangan tulang.
Absorbsiometri foton-tunggal dapat digunakan untuk memantau massa tulang pada tulang kortikal
pada sendi pergelangan tangan. Absorpsiometri dual-foton, dual energy x-ray absorpsiometry (DEXA)
, dan CT mampu memberikan informasi mengenai massa tulang pada tulang belakang dan panggul.
Sangat berguna untuk mengidentifikasi tulang osteoporosis dan mengkaji respon terhadap terapi.

4
G.    PENATALAKSANAAN
a.  Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi sepanjang hidup, dengan peningkatan asupan
kalsium pada permulaan umur pertengahan dapat melindungi terhadap demineralisasi tulang
b.  Pada menopause dapat diberikan terapi pengganti hormone dengan estrogen dan progesterone
untuk memperlambat kehilangan tulang dan mencegah terjadinya patah tulang yang diakibatkan.
c.    Medical treatment, oabt-obatan dapat diresepkan untuk menangani osteoporosis termasuk
kalsitonin, natrium fluoride, dan natrium etridonat. Efek samping (misal : gangguan
gastrointestinal, aliran panas, frekuensi urin), biasanya ringan dan hanya kadang-kadang dialami.
Natrium florida memperbaiki aktifitas osteoblastik dan pembentukan tulang.

d.  Pemasangan penyangga tulang belakang (spinal brace) untuk mengurangi nyeri punggung

H.    PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
a. Keluhan Utama:
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan utama dan
tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk menanggulanginya.
b.    Riwayat Penyakit Dahulu :
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit lainnya.
c.    Riwayat Penyakit Keluarga :
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit lainnya.
d.    Riwayat Psikososial :
Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang mengalami stress
yang berkepanjangan.
e.    Riwayat Pemakaian Obat :
Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yangdipakai, atau pernahkah pasien tidak
tahan (alergi) terhadap sesuatu obat.

2.      Pemeriksaan fisik


a. B1 (breathing )
Inspeksi : ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang belakang
Palpasi : traktil fremitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi : cuaca resonan pada seluruh lapang paru
Auskultasi : pada usia lanjut biasanya didapatkan suara ronki
b. B2 (blood)
Pengisian kapiler kurang dari 1 detik sering terjadi keringat dingin dan pusing, adanya pulsus
perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh darah atau edema yang berkaitan dengan
efek obat

5
c. B3 (brain)
Kesadaran biasanya kompos mentis, pada kasus yang lebih parah klien dapat mengeluh
pusing dan gelisah
d. B4 (Bladder)
Produksi urine dalam batas normal dan tidak ada keluhan padasistem perkemihan
e. B5 (bowel)
Untuk kasus osteoporosis tidak ada gangguan eleminasi namun perlu dikaji juga frekuensi,
konsistensi, warna serta bau feses
f. B6 (Bone)
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis, klien osteoporosis sering
menunjukkan kifosis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan. Ada
perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality dan nyeri spinal. Lokasi
fraktur yang terjadi adalah antara vertebra torakalis 8 dan lumbalis 3
Diagnosa

Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan agen pencendra fisik.


o
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan muskuloskeletal.
o
Intervensi Keperawatan
A.
Diagnosa pertama
A.
 intervensi utama : manajemen nyeri

 intervensi pendukung : edukasi manajemen nyeri

Diagnosa kedua
B.
 intervensi utama : dukungan ambulansi, dukungan mobilisasi

intervensi pendukung : edukasi teknik ambulansi

Implementasi
B.
Diagnosa pertama
A.
Observasi
a)
 identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri

 identifikasi skala nyeri

 identifikasi respons nyeri non verbal

 identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri

 identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri

 identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri

 identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup

 monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan

 monitor keberhasilan efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik
b)
 berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

 kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri

6
 fasilitasi istirahat dan tidur

 pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri

Edukasi
c)
 jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri

 jelaskan strategi meredakan nyeri

 anjurkan memonitor nyeri secara mandiri

 anjurkan menggunakan analgetik secara tepat

 ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

kolaborasi
d)
 kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

Diagnosa kedua
B.
Observasi
a)
 identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya

 identifikasi toleransi fisik dan lakukan ambulasi

 monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi

 monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi

Terapeutik
b)
 fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu

 fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu

 libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi

Edukasi
c)
 jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi

 anjurkan melakukan ambulasi dini

 ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan

E. Luaran dan Evaluasi

Diagnosa pertama
a)
Luaran utama : Tingkat nyeri

Luaran tambahan : Mobilitas fisik

Evaluasi : Setetalah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan keluhan nyeri menurun, meringis menurun, sikap protektif

menurun, gelisah menurun, kesulitan tidur menurun.

Diagnosa kedua
b)
Luaran utama : Mobilitas fisik

Luaran tambahan : Toleransi aktivitas

Evaluasi : Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan pergerakkan estremitas meningkat, kekuatan otot meningkat,

rentang gerak atau rom meningkat

Anda mungkin juga menyukai