Anda di halaman 1dari 8

A.

PENGERTIAN
Penyakit Paru Obstruktif Kronis(PPOK) merupakan istilah lain dari
beberapa jenis penyakit paru-paru yang berlangsung lama atau menahun, ditandai
dengan meningkatnya resistensi terhadap aliran udara serta keterbatasan aliran
udara didalam saluran napas yang bersifat persisten dan bersifat progresif. Hal ini
menyebabkan udara terperangkap dan menimbulkan terganggunya pertukaran gas
sehingga akan muncul gejala-gejala batuk, produksi sputum meningkat, wheezing
dan berhubungan dengan respon inflamasi [2], [3]. Penyakit ini merupakan
penyakit yang dapat dicegah dan diobati. Karakteristik hambatan aliran udara pada
penyakit Paru-Paru Obstrktif Kronis (PPOK) disebabkan oleh gangguan antara
obstruksi saluran nafas kecil (Obstruksi Kronkiolitis) dan kerusakan parenkim
(Emfisema) yang berfariasi dalam individu. Brinchitis kronik dan Emfisema tidak
termasuk definisi PPOK, karena Bronchitis Kronik merupakan diagnosis klinis,
sedangkan Emfisema merupakan diagniosa patologis [9].
GOLD (2016) menjelaskan asma tidak termasuk Penyakit Paru Paru
Obstruktif Kronis (PPOK), meskipun ada beberapa reverensi memasukan Asma
dalam kelompok PPOK. Asma merupakan sumbatan saluran napas yang
intermitten dan mempunyai penanganan berbeda dengan PPOK. Hiperresponsif
Bronchial didefinisikan sebagai perubahan periodik forced expiratory volume
walaupun dalam waktu 1 detik (FEV1), dapat ditemukan pula pada PPOK
walaupun biasanya nilai yang lebih rendah dari pada asma. Perbedaan utama
adalah asma merupakan obstruksi saluran nafas reversible (penyempitan saluran
napas tidak bersifat permanen) sedangkan PPOK merupakan obstruksi saluran
napas yang bersifat persisten atau partial. Penyakit asma yang klasik biasanya
terjadi sejak usia muda dengan faktor risiko riwayat serupa (asma) di keluarga atau
ada bakat alergi, sedangkan PPOK dapat terjadi pada usia pertengahan hingga usia
lanjut dengan faktor penyebab adalah pajanan asap yang berlangsung lama. PPOK
tidak memiliki karakteristik reversibel seperti asma, sehingga gejalanya seringkali
lebih berat dari asma dan bila tidak ditangani akan menimbulkan komplikasi
berupa gagal napas (kesadaran menurun), gagal jantung dan berkurangnya
aktivitas fisis akibat sesak yang terus menerus. [bangkapos]

B. KLASIFIKASI PPOK
PPOK diklasifikasikan berdasarkan derajat, menurut Global Initiative for Chronic
Obstructive Lung Disease (GOLD) tahun 2017 yaitu:
1. Derajad 0 (berisiko)
Gejala klinis: memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi sputum,
dan dispnea, terdapat paparan terhadap faktor risiko, spirometri: normal.
2. Derajat I (PPOK ringan)
Gejala klinis: dengan atau tanpa batuk, dengan atau tanpa produksi sputum,
sesak nafas derajat sesak 0 dampai derajat sesak 1, spirometri: FEV1/FVC <,
70%, FEV1 ≥ 80% .
3. Derajat II (PPOK sedang)
Gejala klinis: dengan atau tanpa bauk, dengan atau tanpa produksi sputum,
timbul saat aktivitas. Spirometri : FEV1 < 70%; 50% <FEV1<80%.
4. Derajat III (PPOK berat)
Gejala Klinis: sesak nafas derajat sesak 3 dan 4, ejsaserbasi lebig sering
terjadi, Spirometri: FEV1 < 70%; 30% <FEV1 < 50%.
5. Derajat IV (PPOK sangat berat)
Gejala klinis: pasien derajat 3III dengan gagal nafas kronik, disertai dengan
komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan, spirometri: FEV 1/FVC <
70 %; FEV1< 30% [9].
Tabel 1. Skala Sesak Berdasarkan GOLD 2017

Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat 0


Sesak mulai timbul bila berjalan cepat atau naik tangga 1 tingkat 1
Berjalan lebih lambat karena merasa sesak 2
Sesak timbul bila berjalan 100 m atau setelah beberapa menit 3
Sesak bila mandi atau berpakaian 4

C. ETIOLOGI
Faktor yang menyebabkan timbulnya Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
1. Kebiasaan Merokok
Merokon merupakan faktor risiko terpenting terjadinya PPOK. Prevalensi
tertinggi terjadinua ganggguan respirasi dan penurunna faal paru adalah
pada perokok. Usia mulai merokok, jumlah bungkus per tahun dan
perokok aktif berhubungan dengan angka kematian. Asap rokok akan
menimbulkan inflamasi kronis , stress oksidatif dan ketidakseimbangan
aktivitas protease-antiprotease yang akan menyebabkan kerusakan
parenkim paru. Kerusakan parenkim paru yang berlanjut akan
mengakibatkan remodelling dan fibrosis jaringan paru. Namun, tidak
semua perokok akan berlanjut menjadi menderita PPOK, hanya sekitar
20% perokok yang akan menderita PPOK. Hal ini mengindikasikan bahwa
faktor lingkungan bukanlah satu-satunya faktor yang berperan [12]
2. Polusi Udara
Polusi udara terdiri dari polusi di dalam ruangan (indoor) seperti asap
rokok, asap kompor, asap kayu bakar, dan lain lain. Sedangkan polusi di
luar ruangan (Outdoor) seperti gas buang industri, gas buang kendaraan
bermotor, debu jalanan, serta polusi di tempat kekja, seoerti bahan kimia,
debu/zat iritasi, gas beracun dan lain-lain. Studi di banyak negara telah
menemukan bahwa orang yang tinggal di kota-kota besar memiliki tingkat
yang lebih tinggi dari COPD dibandingkan dengan orang yang tinggal di
daerah pedesaan. Polusi udara di perkotaan dapat menjadi faktor yang
berkontribusi untuk PPOK karena dianggap memperlambat pertumbuhan
normal paru-paru. Ada berbagai macam polutan udara seperti debu atau
partikel asing dan zat kimia yang sangat merugikan sistem saluran
pernapasan. [11]
3. Riwayat Infeksi Saluran Pernafasan
Infeksi saluran nafas akut adalah infeksi akut yang melibatkan saluran
pernafasan, hidung, sinus, faring, atau lating. Infeksi saluran nafas akut
adalah suatu penyakit terbanyak yang diderita anak-anak dapat pula
memeberi kecacatan dampai pada masa dewasa, dimana ada hubungan
dengan terjadinya PPOK.
4. Bersifat Genetic
Faktor risiko dari genetic memberi kontribusi 1-3 %pada pasien PPOK
[9]. Polimorfisme genetik adalah faktor yang sangat mempengaruhi
perkembangan dan progresi PPOK. Polimorfisme genetik adalah
terdapatnya dua atau lebih alel pada bagian tertentu kromosom yang
kejadiannya relative sering pada suatu populasi (>1%). Polimorfisme
genetik yang telah didokumentasikan dengan baik untuk penyakit PPOK
adalah polimorfisme gen SERPINE1 yang mengakibatkan defisiensi berat
dari alpha-1 antitrypsin. Gen-gen lain yang marak diteliti dan mempunyai
kecenderungan berhubungan dengan kejadian PPOK misalnya gen yang
mengkode ADAM33 dan gen yang mengkode hedgehog interacting
protein (HHIP), dan berbagai gen lainnya8. Namun, peran gen-gen ini
masih belum jelas apakah berhubungan secara langsung dengan PPOK
atau hanya merupakan gen penanda untuk risiko PPOK. Masih perlu
banyak penelitian mengenai gen-gen lain yang berhubungan atau
polimorfismenya menyebabkan PPOK [12]

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Batuk
2. Sputum putih atau mukoid, jika terjadi infeksi menjari purulen atau
mukopurulen.
3. Sesak sampai menggunakan otot pernafasan tambahan untuk bernafas atau
dyspnea sehingga dapat menyebabkan penurunan kadar saturasi oksigen.

Perkembangan gejala-gejala yang merupakan ciri dari PPOK adalah


malfungsi kronis pada sistem pernafasan yang manifestasi awalnya ditandai
dengan batuk-batuk dan produksi dahak khususnya yang makin menjadi di saat
pagi hari. Nafas pendek sedang yang berkembang menjadi nafas pendek akut.
Batuk dan produksi dahak (pada batuk yang dialami perokok) memburuk menjadi
batuk persisten yang disertai dengan produksi dahak yang semakin banyak.
Biasanya pasien akan sering mengalami infeksi pernafasan dan kehilangan
berat badan yang cukup drastis, sehingga pada akhirnya pasien tersebut tidak akan
mampu secara maksimal melaksanakan tugas-tugas rumah tangga atau yang
menyangkut tanggung jawab pekerjaannya. Pasien mudah sekali merasa lelah dan
secara fisik banyak yang tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari.
Selain itu pada pasien PPOK banyak yang mengalami penurunan berat
badan yang cukup drastis, sebagai akibat dari hilangnya nafsu makan karena
produksi dahak yang makin melimpah, penurunan daya kekuatan tubuh,
kehilangan selera makan (isolasi sosial) penurunan kemampuan pencernaan
sekunder karena tidak cukupnya oksigenasi sel dalam sistem (GI) gastrointestinal.
Pasien dengan PPOK lebih membutuhkan banyak kalori karena lebih banyak
mengeluarkan tenaga dalam melakukan pernafasan.[13]

D. PATOFISIOLOGI
Asap rokok, polusi udara dan terpapar alergen masuk ke jalan nafas dan
mengiritasi saluran nafas. Karena iritasi yang konstan ini , kelenjar-kelenjar yang
mensekresi lendir dan sel-sel goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia menurun,
dan lebih banyak lendir yang dihasilkan serta terjadi batuk, batuk dapat menetap
selama kurang lebih 3 bulan berturut-turut. Sebagai akibatnya bronkhiolus menjadi
menyempit, berkelok-kelok dan berobliterasi serta tersumbat karena metaplasia sel
goblet dan berkurangnya elastisitas paru. Alveoli yang berdekatan dengan
bronkhiolus dapat menjadi rusak dan membentuk fibrosis mengakibatkan fungsi
makrofag alveolar yang berperan penting dalam menghancurkan partikel asing
termasuk bakteri, pasien kemudian menjadi rentan terkena infeksi. Infeksi merusak
dinding bronchial menyebabkan kehilangan struktur pendukungnya dan
menghasilkan sputum kental yang akhirnya dapat menyumbat bronki. Dinding
bronkhial menjadi teregang secara permanen akibat batuk hebat. Sumbatan pada
bronkhi atau obstruksi tersebut menyebabkan alveoli yang ada di sebelah distal
menjadi kolaps. Pada waktunya pasien mengalami insufisiensi pernafasan dengan
penurunan kapasitas vital, penurunan ventilasi, dan peningkatan rasio volume
residual terhadap kapasitas total paru sehingga terjadi kerusakan campuran gas
yang diinspirasi atau ketidakseimbangan ventilasi-perfusi.
Pertukaran gas yang terhalang biasanya terjadi sebagai akibat dari
berkurangnya permukaan alveoli bagi pertukaran udara. Ketidakseimbangan
ventilasi–perfusi ini menyebabkan hipoksemia atau menurunnya oksigenasi dalam
darah. Keseimbangan normal antara ventilasi alveolar dan perfusi aliran darah
kapiler pulmo menjadi terganggu. Dalam kondisi seperti ini, perfusi menurun dan
ventilasi tetap sama. Saluran pernafasan yang terhalang mukus kental atau
bronkospasma menyebabkan penurunan ventilasi, akan tetapi perfusi akan tetap
sama atau berkurang sedikit.
Berkurangnya permukaan alveoli bagi pertukaran udara menyebabkan
perubahan pada pertukaran oksigen dan karbondioksida. Obstruksi jalan nafas
yang diakibatkan oleh semua perubahan patologis yang meningkatkan resisten
jalan nafas dapat merusak kemampuan paru-paru untuk melakukan pertukaran
oksigen atau karbondioksida. Akibatnya kadar oksigen menurun dan kadar
karbondioksida meningkat. Metabolisme menjadi terhambat karena kurangnya
pasokan oksigen ke jaringan tubuh, tubuh melakukan metabolisme anaerob yang
mengakibatkan produksi ATP menurun dan menyebabkan defisit energi.
Akibatnya pasien lemah dan energi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi juga menjadi berkurang yang dapat menyebabkan anoreksia. Selain itu,
jalan nafas yang terhambat dapat mengurangi daerah permukaan yang tersedia
untuk pernafasan, akibat dari perubahan patologis ini adalah hiperkapnia,
hipoksemia dan asidosis respiratori. Hiperkapnia dan hipoksemia menyebabkan
vasokontriksi vaskular pulmonari, peningkatan resistensi vaskular pulmonary
mengakibatkan hipertensi pembuluh pulmonary yang meningkatkan tekanan
vascular ventrikel kanan atau dekompensasi ventrikel kanan.
E. PATHWAY
Artikel ini telah tayang di bangkapos.com dengan judul Asma dan Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK), https://bangka.tribunnews.com/2020/01/22/asma-dan-
penyakit-paru-obstruktif-kronik-ppok. di akses pada 14 March 2020
Penulis: iklan bangkapos
Editor: khamelia

Anda mungkin juga menyukai