Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Terapi sinar (Fototerapi) rumah sakit merupakan tindakan yang
efektif untuk mencegah kadar Total Bilirubin Serum (TBS) meningkat.
Uji klinis telah divalidasi kemanjuran fototerapi dalam mengurangi
hiperbilirubin tak terkonjugasi yang berlebihan, dan implementasinya telah
secara dratis membatasi penggunaan transfuse tukar (Bhutani, 2011).
Penelitian ini menunjukkan bahwa ketika fototerapi belum dilakukan, 36%
bayi dengan berat kelahiran kurang dari 1500 gram memerlukan transfuse
tukar (Newman, et al, 2009)
Penelitian berbasis rumah sakit di USA menyimpulkan bahwa 5 s.d
40 bayi dari 1000 bayi kelahiran cukup bulan dan kurang bulan
memperoleh fototerapi sebelum dipulangkan dari perawatan (Maisels, et
al, 2008). Ketika fototerapi telah digunakan, hanya 2 dari 833 bayi
(0,24%) yang menerima transfuse tukar. Pada bulan Januari 1988 dan
Oktober 2007, tidak ada transfusi tukar yang dibutuhkan di NICU Rumah
Sakit William Beaumont, Royal Oak, Michigan untuk 2425 bayi yang
berat lahirnya kurang dari 1500 gram (Maisels, et al, 2008).
Dalam kurun waktu 20 tahun angka kematian bayi (AKB) telah
berhasilkan diturunkan secara tajam , namun AKB menurut Survei
Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002-2003 adalah 35 per 1000
KH. Angka tersebut masih tinggi, dan saat ini mengalami penurunan
cukup lambat. Jika dilihat dari umur saat bayi meninggal berdasarkan
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001 sekitar 57% kematian
terjadi di masa neonatal dengan penyebab utama kematian adalah asfiksia
bayi baru lahir 27%, prematuritas dan berat badan lahir rendah (BBLR)
29%, masalah pemberian makan 10%, tetanus neonatorium 10%, masalah
hematologi 6%, infeksi 5%, dan lainnya 13%. Kematian neonates yang
disebabkan karena masalah hematologi adalah icterus dan defisiensi
vitamin K (Kemenkes, 2011).
Kecenderungan paling awal pada bayi cukup bulan akhir-akhir ini
semakin meningkat karena alas an medis, sosial, dan ekonomi. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa paling awal meningkat resiko rawat inap
ulang, dan penyebab tersering rawat inap selama periode neonatal awal
adalah hiperbilirubinemia (Triasih, 2003).
Sekitar 60% bayi yang lahir normal menjadi ikterik pada minggu
pertama kelahiran. Hiperbilirubinemia (indirect) yang tak terkonjugasi
terjadi sebagai hasil dari pembentukan bilirubin yang berlebihan karena
hati neonatus belum dapat membersihkan bilirubin cukup cepeat dalam
darah. Walaupun sebagian besar bayi lahir dengan ikterik normal, tapi
mereka butuh monitoring karena bilirubin memiliki potensi meracuni siste,
saraf pusat (Maisels, et al, 2008)
Bilirubin serum dapat naik ketingkat berbahaya yang
menimbulkan ancaman langsung dari kerusakan otak. Akut ensefalopati
bilirubin gangguan yang mungkin jarang terjadi, namun sering dapat
bekembang menjadi kernicterus yaitu suatu kondisi yang dapat
melupuhkan dan menimbulkan kerusakan kronis yang ditandai oleh tetrad
klinis cerebral palsy choreoathetoid, kehilangan pendengaran saraf pusat,
saraf penglihatan vertical, dan hypoplasia enamel gigi sebagai hasilnya
keracunan bilirubin (Wathcko, et al, 2006)
Faktor resiko terjadinya hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir
cukup (BBLC) yang secara statistik bermakna adalah keterlambatan
pemberian ASI, efektifitaas menetek dan asfiksia neonatorum menit ke-1
(Lasmani, 2000)
Sistem rujukan merupakan suatu upaya kesehatan yaitu suatu
system jaringan fasilitas pelayanan kesehatan yang memungkinkan
terjadinya penyerahan tanggung jawab secara vertikal maupun horizontal
kepada fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih kompeten, terjangkau dan
rasional. BPJS kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan). Merupakan Badan Hukum Publik yang bertanggung jawab
langsung kepada Presiden dan memiliki tugas untuk menyelenggarakan
jaminan Kesehatan Nasional bagi seluruh rakyat Indonesia, terutama untuk
Pegawai Negeri Sipil, Penerima pension PNS dan TNI/POLRI, Veteran,
Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan Usaha lainnya
ataupun rakyat biasa.
Sistem rujukan BPJS dapat membantu penanganan bayi yang
memerlukan tindakan terapi sinar. Dengan sistem rujukan dapat
mengurangi AKB akibat insiden icterus. Oleh karena itu, penulis akan
membahas mengenai terapi sinar dan sistem rujukan BPJS.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan masalah
sebagai “Apakah Terapi Sinar dan Sistem Rujukan BPJS itu ?”

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian terapi sinar
2. Untuk mengetahui prosedur pelaksanaan terapi sinar
3. Untuk mengetahui pengertian sistem rujukan BPJS
4. Untuk mengetahui prosedur sistem rujukan BPJS
BAB II
PEMBAHASAN

A. Terapi Sinar
1. Pengertian
Terapi sinar adalah terapi menggunakan sinar untuk menurunkan
kadar bilirubin serum pada neonatus dengan hiperbilirubinemia jinak
hingga moderat. Fototerapi dapat menyebabkan terjadinya isomerisasi
bilirubin indirect yang mudah larut di dalam plasma dan lebih mudah
diekskresi oleh hati ke dalam saluran empedu. Meningkatnya foto
bilirubin dalam empedu menyebabkan bertambahnya pengeluaran
cairan empedu ke dalam usus sehingga peristaltic usus meningkatkan
dan bilirubin akan lebih cepat meninggalkan usus.
2. Indikasi
Penggunaan terapi sinar sesuai anjuran dokter biasanya diberikan
pada neonatus dengan kadar bilirubin indirect lebih dari 10mg%
sebelum tranfusi tukar, atau sesudah tranfusi tukar.
3. Prinsip Kerja Terapi Sinar

Terapi sinar dapat memecah bilirubin menjadi dipirol yang tidak


toksis dan diekskresikan dari tubuh melalui urine dan feses. Cahaya yang
dihasilkan oleh terapi sinar menyebabkan reaksi fotokimia dalam kulit
(fotoisomerisasi) yang mengubah bilirubin tak terkonjugasi ke dalam foto
bilirubin dan kemudian diekskresi didalam hati kemudian ke empedu,
produk akhir reaksi adalah reversible dan diekresikan ke dalam empedu
tanpa perlu konjugasi. Energy sinar dari foto terapi mengubah senyawa
4Z-15E bilirubin yang merupakan bentuk isomernya yang mudah larut
dalam air.

4. Alat Terapi Sinar


Bagian-bagian alat terapi sinar :
a. Kabel penghubung alat dengan sumber listrik
b. Pengatur jarak lampu dengan bayi
c. Tombol power on/off untuk menghidupkan atau mematikan lampu
fototerapi
d. Hourmeter (petunujuk berapa jam fototerapi yang sudah dipakai).
5. Persiapan Unit Terapi
a. Hangatkan ruangan tempat unit terapi sinar ditempatkan, bila perlu,
sehingga suhu di bawah lampu antara 28C sampai 30C.
b. Nyalakan mesin dan pastikan semua tabung fluoresens berfungsi
dengan baik.
c. Ganti tabung/lampu fluoresens yang telah rusak atau berkelip-kelip
(flickering):
 Catat tanggal penggantian tabung dan lama penggunaan
tabung tersebut.
 Ganti tabung setelah 2000 jam penggunaan atau setelah 3
bulan, walaupun tabung masih bisa berfungsi.
d. Gunakan linen putih pada basinet atau inkubator, dan tempatkan
tirai putih di sekitar daerah unit terapi sinar ditempatkan untuk
memantulkan cahaya sebanyak mungkin kepada bayi
6. Prosedur Pelaksanaan
1) Tempatkan bayi di bawah sinar terapi sinar.
a. Bila berat bayi 2 kg atau lebih, tempatkan bayi dalam keadaan
telanjang pada basinet. Tempatkan bayi yang lebih kecil dalam
inkubator.
b. Letakkan bayi sesuai petunjuk pemakaian alat dari pabrik.
2) Tutupi mata bayi dengan penutup mata, pastikan lubang hidung
bayi tidak ikut tertutup. Jangan tempelkan penutup mata dengan
menggunakan selotip.
3) Ubah posisi bayi setiap 3 jam
4) Pastikan bayi diberi makan
5) Motivasi ibu untuk menyusui bayinya dengan ASI ad libitum,
paling kurang setiap 3 jam
6) Selama menyusui, pindahkan bayi dari unit terapi sinar dan
lepaskan penutup mata
7) Pemberian suplemen atau mengganti ASI dengan makanan atau
cairan lain (contoh: pengganti ASI, air, air gula, dll) tidak ada
gunanya.
8) Bila bayi menerima cairan per IV atau ASI yang telah dipompa
(ASI perah), tingkatkan volume cairan atau ASI sebanyak 10%
volume total per hari selama bayi masih diterapi sinar .
9) Bila bayi menerima cairan per IV atau makanan melalui NGT,
jangan pindahkan bayi dari sinar terapi sinar .
10) Perhatikan: selama menjalani terapi sinar, konsistensi tinja bayi
bisa menjadi lebih lembek dan berwarna kuning. Keadaan ini tidak
membutuhkan terapi khusus.
11) Teruskan terapi dan tes lain yang telah ditetapkan
12) Pindahkan bayi dari unit terapi sinar hanya untuk melakukan
prosedur yang tidak bisa dilakukan di dalam unit terapi sinar .
13) Bila bayi sedang menerima oksigen, matikan sinar terapi sinar
sebentar untuk mengetahui apakah bayi mengalami sianosis sentral
(lidah dan bibir biru)
14) Ukur suhu bayi dan suhu udara di bawah sinar terapi sinar setiap 3
jam. Bila suhu bayi lebih dari 37,5C, sesuaikan suhu ruangan atau
untuk sementara pindahkan bayi dari unit terapi sinar sampai suhu
bayi antara 36,5C - 37,5C.
15) Ukur kadar bilirubin serum setiap 24 jam, kecuali kasus-kasus
khusus
16) Hentikan terapi sinar bila kadar serum bilirubin < 13mg/dL
17) Bila kadar bilirubin serum mendekati jumlah indikasi transfusi
tukar, persiapkan kepindahan bayi dan secepat mungkin kirim bayi
ke rumah sakit tersier atau senter untuk transfusi tukar. Sertakan
contoh darah ibu dan bayi.
18) Bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa, hentikan terapi sinar
setelah 3 hari.
19) Setelah terapi sinar dihentikan
20) Observasi bayi selama 24 jam dan ulangi pemeriksaan bilirubin
serum bila memungkinkan, atau perkirakan keparahan ikterus
menggunakan metode klinis
21) Bila ikterus kembali ditemukan atau bilirubin serum berada di atas
nilai untuk memulai terapi sinar , ulangi terapi sinar seperti yang
telah dilakukan. Ulangi langkah ini pada setiap penghentian terapi
sinar sampai bilirubin serum dari hasil pemeriksaan atau perkiraan
melalui metode klinis berada di bawah nilai untuk memulai terapi
sinar.
22) Bila terapi sinar sudah tidak diperlukan lagi, bayi bisa makan
dengan baik dan tidak ada masalah lain selama perawatan,
pulangkan bayi.
23) Ajarkan ibu untuk menilai ikterus dan beri nasihat untuk membawa
kembali bayi bila bayi bertambah kuning
7. Efek Samping Terapi Sinar
a. Tanning (perubahan warna kulit) : induksi sintesis disperse oleh
cahaya ultra violet
b. Syndrome bayi bronze : penurunan ekskresi usus
c. Diare : bilirubin menginduksi sekresi usus
d. Intoleransi laktosa : trauma mukosa dari epitel villi
e. Hemolysis : trauma fotosensitif pada eritrosit sirkulasi
f. Kulit terbakar : paparan berlebihan karena gelombang pendek
lampu fluoresen
g. Dehidrasi : peningkatan kehilangan air yang tak disadari karena
energy foton yang diabsorbsi
h. Ruam kulit : trauma fotosensitif pada sel mast kulit dengan
pelepasan histamine.
B. Sistem Rujukan BPJS
1. Pengertian
Sistem rujukan merupakan suatu upaya kesehatan yaitu suatu sistem
jaringan fasilitas kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan
tanggung jawab secara vertikal maupun horizontal kepada fasilitas
pelayanan kesehatan yang lebih kompeten, terjangkau dan rasional.
BPJS kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan).
Merupakan Badan Hukum Publik yang bertanggung jawab langsung
kepada Presiden dan memiliki tugas untuk menyelenggarakan jaminan
Kesehatan Nasional bagi seluruh rakyat Indonesia, terutama untuk
Pegawai Negeri Sipil, Penerima pension PNS dan TNI/POLRI, Veteran,
Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan Usaha lainnya
ataupun rakyat biasa.
Dalam meberikan pelayanan kesehatan terhadap pesertanya, BPJS
Kesehatan menerapkan apa yang disebut sebagai sistem rujukan. Di dalam
sistem ini telah terangkum syarat dan ketentuan bagi peserta BPJS
Kesehatan yang ingin mendapatkan layanan kesehatan.

2. Tingkat Pelayanan Kesehatan BPJS


Pelayanan kesehatan perorangan terdiri dari 3 tingkatan yaitu :
a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primer)
Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan
kesehatan dasar yang diberikan oleh fasilitas kesehatan tingkat
pertama.
b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua (sekunder)
Pelayanan kesehatan tingkat kedua merupakan peayanan kesehatan
spesialitistik yang dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi
spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan
spesialistik
c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tersier)
Pelayanan kesehatan tingkat ketiga merupakan pelayanan
kesehatan sub spesilistik yang dilakukan oleh dokter sub spesialis
atau dokter gigi sub spesialis yang menggunakan pengetahuan dan
teknologi kesehatan sub spesialistik.

3. Prosedur Sistem Rujukan


Sistem rujukan BPJS secara berjenjang sesuai kebutuhan medis,
yaitu :
a. Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas
kesehatan tingkat pertama
b. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien
dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua.
c. Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat
diberikan atas rujukan dari faskes primer.
d. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat
diberikan atas rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer.
Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk
langsung ke faskes tersier hanya untuk kasus yang sudah
ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya, merupakan pelayanan
berulang dan hanya tersedia di faskes tersier. Ketentuan pelayanan
rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi :
a. Bencana, yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah
b. Terjadi keadaan darurat, mengikuti ketentuan yang berlaku
c. Kekhususan permasalahan kesehatan pasien. Untuk kasus yang
sudah ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut hanya
dapat dilakukan di fasilitas kesehatan lanjutan.
d. Pertimbangan geografis
e. Pertimbangan ketersediaan fasilitas.
Peserta yang ingin mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai
dengan sistem rujukan dapat dimasukkan dalam kategori pelayanan yang
tidak sesuai dengan prosedur sehingga tidak dapat dibayarkan oleh BPJS
Kesehatan.

4. Pelayanan Oleh Bidan dan Perawat


a. Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan
pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
b. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter atau
dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali
dalam kondisi gawat darurat dan kekhususan permasalahan
kesehatan pasien, yaitu kondisi di luar kompetensi dokter atau
dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama.
5. Rujuk Parsial
Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau specimen ke
pemberi pelayanan kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis
atau pemberian terapi, yang merupakan satu rangkaian perawatan
pasien di Faskes tersebut. Rujukan parsial dapat berupa :
a. Pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau
tindakan
b. Pengiriman specimen untuk pemeriksaan penunjang.
Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka
penjaminan pasien dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk.
6. Forum Komunikasi Antar Fasilitas Kesehatan
a. Untuk dapat mengoptimalisasikan sistem rujukan berjenjang, maka
perlu dibentuk forum komunikasi antar fasilitas kesehatan baik
faskes yang setingkat maupun antar tingkatan faskes, hal ini
bertujuan agar fasilitas kesehatan tersebut dapat melakukan sarana
komunikasi yang tersedia.
b. Forum komunikasi antar Faskes dibentuk oelh masing-masing
kantor cabang BPJS Kesehatan sesuai dengan wilayah kerjanya
dengan menunjuk Person In Charge (PIC) dari masing-masing
Faskes. Tugas PIC Faskes adalah menyediakan informasi yang
dibutuhkan dalam rangka pelayanan rujukan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Terapi sinar adalah terapi menggunakan sinar untuk menurunkan kadar
bilirubin serum pada neonatus dengan hiperbilirubinemia jinak hingga
moderat. Penggunaan terapi sinar anjuran dokter biasanya diberikan
pada neonatus dengan kadar bilirubin indirect lebih dari 10mg%
sebelum transfusi tukar atau sesudah tranfusi tukar. Terapi sinar dapat
memecah bilirubin menjadi dipirol yang tidak toksis dan diekresikan
dari tubuh melalui urine dan feses.
2. Sistem rujukan merupakan suatu upaya kesehatan yang
memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara vertikal
maupun horizontal kepada fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih
kompeten, terjangkau dan rasional. Sistem rujukan BPJS dilaksanakan
secara berjenjang sesuai kebutuhan medis. Jenjang pelayanan
kesehatan tingkat pertama, kedua dan ketiga.
B. Saran
1. Kepada orang tua agar menjaga kesehatan bayinya, terutama kepada
ibu menyusui agar menyusui bayinya sesuai kebutuhan bayi (ASI on
demand) agar bayi terhindar dari masalah ikterik yang menyebabkan
pemberian terapi sinar/blue lite
2. Kepada pihak pengelola klinik atau rumah sakit agar terus
meningkatkan skill dalam penggunaan terapi sinar mengingat alat
tersebut efek samping.
3. Bagi masyarakat agar lebih meningkatkan kesehatan dengan
memanfaatkan sistem BPJS.
DAFTAR PUSTAKA

Budhi.Nike Subekti.2008.Buku Saku Manajemen Masalah Bayi baru Lahir. EGC:


Jakarta

Doengoes, Marilynn E. 2001. Rencana Peraawatan Maternal/Bayi. EGC :Jakarta

Panduan Praktis 04 : “Sistem Rujukan Berjenjang” BPJS Kesehatan

Surasmi, Asrining, dkk. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. EGC : Jakarta.

https://bpjskesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/7c6f09ad0f0c398a171ac4a6678a8f
06.pdf

https://bpjs://www.bpjs-online.com/sistem-rujukan-bpjs-wajib/

https://www.deherba.com/terapi-sinar-biru-untuk-bayi-kuning.html

http://futshachubbiez.blogspot.com/p/halaman-2.html

Anda mungkin juga menyukai