Anda di halaman 1dari 9

2.

1  Pengertian Postmodern

Secara etimologis postmodernisme terbagi menjadi dua kata, post dan modern. Kata post
dalam Webste’s Dictionary Library adalah prefik, diartikan dengan “later or after”. Bila kita
menyatukannya menjadi post modern maka akan berarti sebagai koreksi terhadap modern itu
sendiri dengan mencoba menjawab pertanyaan – pertanyaan yang tidak terjawab di zaman
modern yang muncul karena adanya modernitas itu sendiri.

Sedangkan secara terminologi menurut tokoh dari post modern, Pauline Rosenau (1992)
mendefinisikan postmodern secara gamblang dalam istilah yang berlawanan antara lain: pertama,
post modernisme merupakan kritik atas masyarakat modern dan kegagalannya memenuhi janji –
janjinya. Juga pstmodern cenderung mengkritik segala sesuatu yang diasosiasikan dengan
modernitas. Yaitu pada akumulasi pengalaman peradaban Barat adalah industrialisasi, urbanisasi,
kemajuan teknologi, negara bangsa, kehidupan dalam jalur cepat. Namun mereka meragukan
prioritas – prioritas modern seperta karier, jabatan, tanggung jawab personal, birokrasi,
demokrasi liberal, toleransi, humanisme, egalitarianisme, penelitian objektif, kriteria evaluasi,
prosedur netral,peraturan impersonal dan rasionalitas. Kedua, teoritisi postmodern cenderung
menolak apa yang biasanya dikenal dengan pandangan dunia ( world view ), metanarasi,
totalitas, dan sebagainya.

2.2   Sejarah Filsafat Postmodern

Postmodern pertama kali muncul di Prancis sekitar tahun 1970-an. Pada awalnya postmodern
lahir terhadap kritik arsitektur, dan harus kita akui kata postmodern itu sendiri muncul sebagai
bagian modernitas. Benih posmo pada awalnya tumbuh di lingkungan arsitektur. Charles Jencks
dengan bukunya “The Language of Postmodern” . Architecture (1975) menyebut postmodern
sebagai upaya untuk mencari pluralisme gaya arsitektur setelah ratusan tahun terkurung satu
gaya. Pada sore hari di bulan juli 1972, bangunan yang mana melambangkan kemodernisasian di
ledakkan dengan dinamit. Peristiwa peledakan ini menandai kematian modern dan menandakan
kelahiran posrmodern.
Ketika postmodern mulai memasuki ranah filsafat, post dalam modern tidak dimaksudkan
sebagai sebuah periode atau waktu tetapi lebih merupakan sebuah konsep yang hendak
melampaui segala hal modern. Postmodern ini merupakan sebuah kritik atas realitas modernitas
yang dianggap telah gagal dalam melanjutkan proyek pencerahan. Nafas utama dari posmodern
adalah penolakan atas narasi – narasi besar yang muncul pada dunia modern dengan ketunggalan
gangguan terhadap akal budi dan mulai memberi tempat bagi narasi – narasi kecil, lokal, tersebar
dan beraneka ragam untuk untuk bersuara dan menampakkan dirinya.

Postmodernisme bersifat relatif. Kebenaran adalah relatif, kenyataan atau realita adalah relatif,
dan keduanya menjadi konstruk yang tidak bersambungan satu sama lain. Dalam
postmodernisme, pikiran digantikan oleh keinginan, penalaran digantikan oleh relativisme.
Kenyataan tidak lebih dari konstruk sosial, kebenaran disamakan dengan kekuatan atau
kekuasaan.

Akhirnya, pemikiran postmodern ini mulai mempengaruhi berbagai bidang kehidupan, termasuk
dalam bidang filsafat, ilmu pengetahuan dan sosiologi. Postmodern akhiryna menjadi kritik
kebudayaan atas modernita. Apa yang dibanggakan oleh pikiran modern sekarang dikutuk dan
apa yang dulu dianggap rendah sekarang justru dihargai.

 2.3  Tokoh atau Filusuf Postmodern

1. Frederich Wilhelm Nietzsche

Lahir di Rochen, Prusia 15 Oktober 1884. Pada masa sekolah dan mahasiswa, ia banyak
berkenalan dengan orang – orang besar yang kelak memberikan pengaruh terhadap
pemikirannya, swperti John Goethe, Richard Wagner, dan Fraderich Ritschl. Karier bergengsi
yang pernah didudukinya adalah sebagai Profesor di Universitas Base.

2. Charles Sanders Pierce


Charles Sanders Pierce, 10 September 1839 adalah seorang filsuf, ahli logika semiotika,
matematika dan ilmuan Amerika Serikat yang lahir di Cambridge, Massachusetts.

3. Michel Foucault

Paul – Michel Foucault (Poitiers, 15 Oktober 1926 – Paris 25 Juni 1984) adalah seorang filsuf
asal Perancis. Ia adalah salah satu pemikir paling berpengaruh pada zaman pasca perang dunia II.
Foucault dikenal akan penelaahannya yang kritis terhadap berbagai institusi sosial, terutama
psikiatri, kedokteran dan sistem penjara, serta karya – karyanya tentang riwayat seksualitas.
Karyanya yang terkait kekuasaan dan hubungan  antara kekuasaan dengan pengetahuan telah
banyak didiskusikan dan diterapkan, selain pula pemikirannya yang terkait dengan “diskursus”
dalam konteks sejarah filsafat barat.

4. Jacqeues Derrida (Al – jazair 15 Juli 1930 – Paris 9 Oktober 2004. Adalah seorang filsuf
Prancis keturunan Yahudi sebagai pendiri ilmu dekonstruktivisme.

5.  Jan Mukarovsky

Mukarovsky lahir di Bohemia (1891 – 1975). Sebagai pengikut strukturalisme Praha, ia


kemudian mengalami pergeseran perhatian dari struktur kearah tanggapan pembaca. Aliran
inilah yang disebut strukturalisme dinamik.

6. Hans Robert Jauss

Jauss lahir di Jerman. Ia termasuk dalam kelompok konstanz, nama yang diambil dari sebuah
Universitas di Jerman Selatan. Sebagai ahli sastra dan kebudayaan abad pertengahan Jauss ingin
memberbaharui cara – cara lama yang mendeskripsikan aspek – aspek kesejarahan sehingga
menjadi lebih menjadi hermeneuitas. Tetapi di pihak lain, ia juga ingin memperbaharui
kelemahan kelompok formalis yang semata – bersifat estetis dan Marxs yang semata – mata
bersifat kenyataan
B. Sebab-Sebab Timbulnya Pascamodern

Era pascamodern muncul dengan sendirinya. Ada berbagai faktor yang mempengaruhi
pemunculannya. Secara ringkas faktor-faktor itu dapat disebutkan antara lain:

1. Pandangan Dualistis

Telah tumbuh subur pandangan dualistis yang membagi seluruh kenyataan menjadi subjek dan
objek, spiritual material, manusia dunia, dan sebagainya. Hal ini telah mengakibatkan
objektivisasi alam secara berlebihan dan pengurasan alam semena-mena. Akhirnya
mengakibatkan krisis ekologi.

2. Pandangan Modern

Pandangan modern yang objektif dan positif akhirnya cenderung menjadikan manusia seolah
objek juga, dan masyarakat pun di rekayasa bagaikan mesin saja.

3. Krisis Moral dan Religi

Dalam modernisme ilmu-ilmu positif empiris mau tak mau menjadi standar kebenaran tertinggi.
Akibat dari hal ini adalah bahwa nilai-nilai moral dan religius kehilangan wibawanya. Alhasil
timbullah disorientasi moral religius, yang pada gilirannya mengakibatkan pula meningkatnya
kekerasan, keterasingan, depresi mental, dan sebagainya.

4. Materialisme

Bila kenyataan terdasar tak lagi ditemukan dalam religi, maka materilah yang mudah dianggap
sebagai kenyataan terdasar. Materialisme ontologis ini didampingi pula dengan materialisme
praktis, yaitu bahwa hidup pun menjadi keinginan yang tak habis-habisnya untuk memiliki dan
mengontrol hal-hal material. Dan aturan main utamanya tak lain adalah survival of the fittest,
atau dalam skala lebih besar, persaingan pasar bebas. Etika persaingan dalam mengontrol
sumber-sumber material inilah yang merupakan pola perilaku dominan individu, bangsa dan
perusahaan-perusahaan modern.

5. Militerisme

Oleh sebab norma-norma religius dan moral tak lagi berdaya bagi perilaku manusia, maka norma
umum objektif pun cenderung menghilang. Akibatnya, kekuasaan yang menekan dengan
ancaman kekerasan adalah satu-satunya cara untuk mengatur manusia. Ungkapan paling
gamblang adalah militerisme dengan persenjataan nuklirnya. Meskipun demikian, perlu juga
dicatat bahwa religi dapat menjadi alat legitimasi militerisme.

6. Bangkitnya Tribalisme

Telah muncul kecenderungan dalam masyarakat mentalitas yang mengunggulkan suku dan
kelompok sendiri (tribalisme). Ironinya setelah perang dingin berlalu, agama menjadi kategori
identitas penting yang cenderung mendukung kelompok-kelompok yang saling bertengkar, yang
pada gilirannya justru mendukung tribalisme itu sendiri.

C. Berbagai Aliran Gerakan Pascamodernisme

Munculnya pascamodernisme dilandasi oleh beragam aliran pemikiran. Keragaman gerakan ini
barangkali bisa dimasukkan ke dalam tiga kategori. Namun kategori ini tidak bisa dilihat secara
ketal, sebab ia dimaksudkan hanya sebagai alat bantu untuk melihat aneka gerakan itu secara
lebih jernih dan global.

Kategori pertama, pemikiran-pemikiran dalam rangka merevisi kemodernan itu cenderung


kembali ke pola berpikir pramodern. Sebutlah misalnya ajaran yang biasa menyebut dirinya New
Age. Mungkin bisa pula dimasukkan di sini pemikiran-pemikiran yang mengkaitkan diri dengan
wilayah mistik.

Kedua, pemikiran-pemikiran yang terkait erat pada dunia sastra dan banyak berurusan dengan
persoalan linguistik. Kata kunci yang populer untuk kelompok ini adalah dekonstruksi. Mereka
cenderung hendak mengatasi pandangan dunia (worldview) modern melalui gagasan yang anti
pandangan dunia sama sekali. Mereka mendekonstruksi atau membongkar segala unsur yang
penting dalam sebuah pandangan dunia, seperti diri, Tuhan, tujuan, makna, dunia nyata, dan
sebagainya. Awalnya strategi dekonstruksi ini dimaksudkan untuk mencegah kecenderungan
totalitarianisme pada segala sistem, namun akhirnya cenderung jatuh ke dalam relativisme dan
nihilisme.

Ketiga, pemikiran yang hendak merevisi modernisme tidak menolak modernisme itu sendiri
secara total, melainkan dengan memperbarui premis-premis modern di sana sini. Mereka tidak
menolak sains pada dirinya sendiri, melainkan hanya sains sebagai ideologi atau saintisme saja di
mana kebenaran ilmiahlah yang dianggap kebenaran yang paling sahih. Mereka tetap mengakui
sumbangan besar modernisme bagi hidup manusia umumnya, seperti terangkatnya rasionalitas,
kebebasan, pentingnya pengalaman, dan sebagainya. Mereka merumuskan secara baru
rasionalitas, emansipasi, objektivitas juga kebenaran. Istilah dialog" dan "konsensus" menjadi
kata kunci, seperti halnya juga inter subjektivitas, pemanduan horizon-horizon, komunikasi, dan
sebagainya.

D. Karakteristik Masyarakat Pascamodern

Dewasa ini telah terjadi pergeseran yang cepat dari masyarakat industri menuju masyarakat
informasi yang menuntun kepada pergeseran dalam pola berpikir manusia.

Beberapa ciri corak hidup dan pola pikir masyarakat pascamodern antara lain:

1. Manusia dipandang sebagai makhluk terpecah. Tidak ada kebenaran padanya; yang ada hanya
kebenaran individu yang merupakan pilihan individualis untuk diikutinya.

2. Pascamodern menempatkan akal manusia mengambang dan tidak lagi berkuasa. Banyak
kebenaran dapat diikuti dan dipercayai sekalipun saling bertentangan.

3. Dalam pandangan pascamodern tentang teknologi menciptakan masalah untuk ditanganinya


sendiri. Tidak ada alasan untuk merasa bahwa masa depan akan lebih cerah dari sekarang.

4. Pascamodern melihat agama-agama memiliki kebenaran sendiri yang harus diterima sama
seperti yang lain. Agama dan kebudayaan yang beragam harus dihargai karena memiliki
keunikan masing-masing.

5. Kehidupan masyarakat perkotaan akan semakin sekular, individualistis dan materialistis, tetapi
mereka cenderung mencari kelompok-kelompok "primordial".

Ciri-ciri Pemikiran Postmodernisme                                           


Dalam upaya pemetaan wilayah Postmodernisme, menurut Amin Abdullah ada tiga
fenomena dasar yang menjadi tulang pungung arus pemikiran  postmodernsme yang ia istilahkan
dengan  ciri-ciri strukur fundamental pemikiran Postmodernisme, yaitu:
1.        Dekonstruktifisme
Hampir semua bangunan atau konstruksi dasar keilmuan yang telah mapan dalam era
modern, baik dalam bidang sosiologi, psikologi, antropologi, sejarah, bahkan juga dalam ilmu-
ilmu kealaman yang selama ini dianggap baku –yang biasa disebut dengan grand theory- ternyata
dipertanyakan ulang oleh alur pemikiran Postmodernisme. Hal itu terjadi karena grand theory
tersebut dianggap terlalu skematis dan terlalu menyederhanakan persoalan yang sesungguhnya
serta dianggap menutup munculnya teori-teori lain yang barangkali jauh lebih dapat membantu
memahami realitas dan pemecahan masalah.       Jadi klaim adanya teori-teori yang baku,
standar, yang tidak dapat diganggu gugat, itulah yang ditentang oleh para pemikir
Postmodernisme.
Para protagonis pemikiran Postmodernisme tidak meyakini validitas
“konstruksi”bangunan keilmuan yang ” baku” , yang “standar” yang telah disusun oleh genarasi
modernis. Standar itu dilihatnya terlalu kaku  dan terlalu skematis sehingga tidak cocok untuk
melihat realitas yang jauh lebih rumit.  Dalam teori sosiologi modern, para ilmuan cenderung
untuk melihat gejala keagamaan sebagai wilayah pengalaman yang amat sangat bersifat individu.
Pengalaman keagamaan itu tidak terkait dan harus dipisahkan dari kenyataan yang hidup dalam
realitas social yang ada.
Era Postmodernisme ingin melihat suatu fenomena social, fenomena keberagamaan,
realitas fisika apa adanya, tanpa harus terkurung oleh anggapan dasar atau teori baku dan standar
yang diciptakan  pada masa modernisme. Maka konstruksi bangunan  atau bangunan keilmuan
yang telah dibangun susah payah oleh generasi modernisme ingin diubah, diperbaiki, dan
disempurnakan oleh para pemikir postmodernis. dalam istilah Amin Abdullah dikenal dengan “
deconstructionism” yakni upaya mempertanyakan ulang teori-teori yang sudah mapan yang telah
dibangun oleh pola pikir modernisme, untuk kemudian dicari dan disusun teori yang lebih
relevan dalam memahami kenyataan masyarakat, realitas keberagamaan, dan realitas alam yang
berkembang saat ini.
2.        Relativisme
    Thomas S. Kuhn adalah salah seorang pemikir yang men-dobrak  keyakinan para
ilmuan  yang bersifat positivistik. Pemikiran positivisme memang lebih menggarisbawahi
validitas hukum-hukum alam dan social yang bersifat universal yang dibangun oleh rasio.
Manivestasi pemikiran Postmodernisme dalam hal realitas budaya (nilai-nilai,
kepercayaan agama, tradisi, budaya dan lainnya) tergambar dalam teori-teori yang
dikembangkan oleh disiplin antropologi. Dalam pandangan antropolog, tidak ada budaya yang
sama dan sebangun antara satu dengan yang lain. Seperti budaya Amerika jelas berbeda dengan
budaya Indonesia. Maka nilai-nilai budaya jelas sangat beraneka ragam sesuai dengan
latarbelakang sejarah, geografis, demografis dan lain sebagainya. Dari sinilah nampak, bahwa
nilai-nilai budaya bersifat relatif, dalam arti antara satu budaya dengan budaya yang lain tidak
dapat disamakan seperti hitungan matematis. Dan hal ini sesuai dengan alur pemikiran
postmdernisme yaitu bahwa wilayah budaya, bahasa, cara berpikir dan agama sangat ditentukan
oleh tata nilai dan adat kebiasaan masing-masing.
Dari sinilah nampak jelas, bahwa para pemikir Postmodernisme menganggap bahwa
segala sesuatu itu sifatnya relative dan tidak boleh absolut, karna harus mempertimbangkan
situasi dan kondisi yang ada. Namun konsepsi relativisme ini ditentang oleh Seyyed Hoessein
Nasr, seorang pemikir kontempor. Baginya tidak ada relativisme yang absolut lantaran hal itu
akan menghilangkan normativitas ajaran agama. Tetapi juga tidak ada pengertian absolut yang
benar-benar absolut, selagi nilai-nilai yang absolute itu dikurung oleh historisitas kemanusian itu
sendiri.
3.        Pluralisme
     Akumulasi dari ciri pemikiran Postmodernisme yaitu pluralisme. Era pluralisme 
sebenarnya sudah diketahui oleh banyak bangsa sejak dahulu kala, namun gambaran era
pluralisme saat itu belum dipahami sepeti era sekarang. Hasil teknologi modern dalam bidang
transportasi dan komunikasi menjadikan era pluralisme budaya dan agama telah semakin
dihayati  dan dipahami oleh banyak orang dimanapun mereka berada. Adanya pluralitas budaya,
agama, keluarga, ras, ekonomi, social, suku, pendidikan, ilmu pengetahuan, militer, bangsa,
negara, dan politik merupakan sebuah realitas. Dan berkaitan dengan paradigma tunggal  seperti
yang dikedepankan oleh pendekatan kebudayaan barat modernis, develop, mentalis, baik dalam
segi keilmuan, maupun lainnya telah dipertanyakan keabsahannya oleh pemangku budaya-
budaya di luar budaya modern. Maka dalam konteks keindonesiaan khususnya, dari ketiga ciri
pemikiran Postmodernisme, nampaknya fenomena pluralisme lebih dapat diresapi oleh sebagian
besar masyaraka
                                            Kesimpulan

secara etimologis postmodern terdiri dari dua kata yaitu post dan modern. Kata post yang berarti
“later or after” dan modern. Sedangkan secara terminologis menurut Pauline rosenau postmodern
merupakan kritik atas masyarakat modern dan kegagalanya memenuhi janji-janjinya.
Postmodern juga cendeung mengkritik segala sesuatu yang diasosiasikan dengan modernitas,
yaitu akumulasi penglaman peradaban barat.
Postmodernisme pertamakali muncul di Prancis sekitar tahun 1970-an. Pada awalnya
postmodern lahir terhadap kritik arsitektur, dan harus kita akui kata postmodern itu sendiri
muncul sebagai bagian dari modernitas ketika postmodern mulai memasuki ranah filsafat.
Postmodernisme bersifat relative. Kebenaran adalah relative, kenyataan (realita) adalah relative,
dan keduanya menjadi konstruk yang tidak bersambungan satu sama lain. Dalam
postmodernisme, pikiran digantikan oleh keinginan, penalaran digantikan oleh emosi, dan
moralitas digantikan oleh relativisme. Kenyataan tidak lebih dari konstuk sosial, kebenaran
disamakan dengan kekuatan atau kekuasaan.
Ciri ciri pemikiran post modern:
1.      Dekonstruktifisme
2.      Relativisme
3.      Pluralisme
Kemudian, perkembangan filsafat tidak berhenti pada zaman modern namun filsafat berkembang
hingga zaman post modern. Zaman Post Modern ini terjadi pada abad 18-19 M. Pada abad ini
banyak bermunculan aliran-aliran baru dalam filsafat antara laian: positivisme, marxisme,
eksistensialisme, pragmatisme, neokantianisme, neo-tomisme fenomenologi, Hedonisme dan
Capitalism . Tokoh-tokoh filsafatyang terlahir di zaman ini antara lain: A. Comte, William
James, Cl. Lévi-Strauss, J. Lacan dan M. Faoucault dan lain-lain

Anda mungkin juga menyukai